.

.

.

Disclaimer
Naruto
© Masashi Kishimoto

Pairing
NaruGaa Slight NaruHina

Warning
Au, Ooc, Yaoi, Boy's Love, Sho-ai
Hurt/Comfort/Death Character
Typo (s) Bertebaran

Rate
T for Teenager

Inspiration
Sinotron abal di Ind*siar

Summary
Gaara selalu ingin mendekati Naruto.
Tapi Naruto selalu mengusirnya.
"Jangan sakiti aku" Ucap Gaara.

Note
Sebenernya aku ga bermaksud Song Fic
Tapi aku rasa lagu BCL yang Saat Kau Pergi
Saangat terasa cocok buat fic ini
Jadi aku masukin aja

Don't Deranged Me n My Heart
(Jangan Sakiti Aku dan Hatiku)
© Kanami Aya

Chapter 3
Finally. I Can To Be With You.

Don't Like, Don't Read
RnR


.

K-a-n-a-m-i ^.^ A-y-a

.

Cerita Sebelumnya

"Naruto!" Panggilku. Dia menoleh. Bingung mengapa aku mengetahui namanya.

"Jangan menikahinya." Lanjutku. Entah mengapa aku ingin mengatakannya. Entah mengapa aku ingin mencegahnya. Kulihat dia berbalik dan menghadapku.

"Tolong ya Gaara-san. Jangan campuri urusan saya. Wajah lemahmu itu membuatku muak." Ucapnya seraya menunjuk ke wajahku. Atau tepatnya ke daguku. Kemudian ku lihat Naruto benar-benar pergi. Menjauh. Tanpa bisa ku cegah. Menghancurkanku sekali lagi.


.

K-a-n-a-m-i ^.^ A-y-a

.

Gaara mendengarnya. Sangat mendengarnya. Bahkan kini ia bisa menghafal semua kata-kata yang Naruto lontarkan. Muak. Kata itulah yang paling membekas. Salahka ia? Salahkan mencintai seseorang? Meskipun Gaara mengerti cintanya adalah salah. Tapi Gaara tak bisa mengendalikan dirinya. Rasa di hatinya mengambil alih atas pikirannya.

Lemah? Gaara tak ingin terlihat lemah. Ia ingin terlihat kuat. Tapi apa daya? Ini bukan keinginannya. Penykitnya selalu membuatnya tak boleh tersakiti. Penyakitnya selalu membuatnya terlihat lemah saat ia teluka.

"Aku harus berbuat sesuatu. Setidaknya sekali saja biaran aku memiliki seseorang." Ucap Gaara.

Gaara berjalan pulang dengan tekat yang kuad. Tekat untuk melancarkan rencananya yang telah ia susun selama perkerjaan part-time nya sore tadi.

"Aku harus melakukannya. Aku harus." Rancaunya.

.

K-a-n-a-m-i ^.^ A-y-a

.

Esok hari

Gaara mengalihkan pandangannya menatap pantulannya di kaca cermin. Meraba luka di dagunya. Masih hangat. Sepertinya sel darah putihnya memang lambat bekerja. Yang dalam hal ini fungsi utama dari sel tersebut adalah untuk Fagosit (pemakan) bibit penyakit atau benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Hemofillia yang Gaara derita adalah hemofilia tipe A akibat defisiensi faktor VIII faktor pembekuan. Yaitu kurangnya sel pembekuan VIII.

Hemofilia adalah penyakit genetic atau turunan, merupakan suatu bentuk kelainan perdarahan yang diturunkan dari orang tua kepada anaknya dimana protein yang diperlukan untuk pembekuan darah tidak ada atau jumlahnya sangat sedikit. Penyakit ini ditandai dengan sulitnya darah untuk membeku secara normal. Apabila penyakit ini tidak ditanggulangi dengan baik maka akan menyebabkan kelumpuhan, kerusakan pada persendian hingga cacat dan kematian dini akibat perdarahan yang berlebihan. Penyakit ini ditandai dengan perdarahan spontan yang berat dan kelainan sendi yang nyeri dan menahun.

Penyakit ini diturunkan orang tua kepada seorang anak melalui kromosom X yang tidak muncul. Saat wanita membawa gen hemofilia, mereka tidak terkena penyakit itu. Jika ayah menderita hemofilia tetapi sang ibu tidak punya gen itu, maka anak laki-laki mereka tidak akan menderita hemofilia, tetapi anak perempuan akan memiliki gen itu. Jika seorang ibu adalah pembawa dan sang ayah tidak, maka anak laki-laki akan berisiko terkena hemofilia sebesar 50 persen, dan anak perempuan berpeluang jadi pembawa gen sebesar 50 persen.

Dan sekarang? Takdir terkadang memang tidak terlalu jauh dari sinetron kolosal yang tayang di telivisi. Sama halnya Gaara yang di tinggal serempak oleh keluarganya. Menanggung penyakit yang semakin mengrogotinya.

Jika kakak lelakinya ─Kankuro masih hidup. Dia harus bersyukur. Karena penyakit ini tak mengalir di darahnya. Sementara Temari mungkin akan bernasib sama dengan Karura. Yakni berperan sebagai carier pembawa gen tersebut.

Aneh memang. Terkadang Gaara berhayal andai saja ia yang meninggal. Atau tak apalah Kankuro yang meninggal. Asal dia yang sehat. Tapi nyatanya. Dialah yang kini menyandang oenderita hemophilia.

Gaara memerhatikan pantulan wajahnya di cermin. Dengan hanya memakai celana kain kesukaannya. Dan baju hangat yang masih di lapisi jaket tebal. Gaara melangkahkan kaikinya ke pelataran. Memaikai sepatu dan kembali melangkah. Memantapkan hati menemui seseorang yang ia harap bisa mengubah hidupnya.

.

K-a-n-a-m-i ^.^ A-y-a

.

Seorang lelaki berpawakan tegap dengan bola mata lavender mengetuk dengan hati-hati kamar seseoorang yang akan menjadi majikannya selamanya. Hal ini dikarenakan karena darah klan yang mengalir di tubunya hanyalah darah bawahan di klan Hyuga.

"Hinata-sama?" Panggil lelaki tersebut.

"Siapa disana?" Sahut Hinata dari dalam kamarnya.

"Ini hamba. Hyuga Ko." Meski Hinata tak bisa melihatnya. Ko masih dalam keadaan formal. Yaitu setengah membungkuk.

"Ko? Ada apa?"

"Ada seseorang yang ingin bertemu dengan anda Hinata-sama."

"Siapa? Naruto-kun?" Tanya Hinata penasaran. Pasalnya kini ayahnya sedang keluar. Mungkin saja Naruto berniat menemuinya.

"Bukan Hinata-sama. Dia bukan Naruto-san." Jawab Ko. Masih berusaha sopan.

"Baiklah. Katakan padanya suruh menunggu. Aku akan ganti baju dulu."

"Baik Hinata-sama."

.

K-a-n-a-m-i ^.^ A-y-a

.

Hinata memicingkan matanya. Memerhatikan sosok di depannya dengan seksama. Ia bukan tipe manusia bodoh yang pelupa. Tapi ia yakin tidak mengenal laki-laki di depannya. Laki-laki dengan rambut merah dan tato 'ai' di dahinya.

"Maaf. Apakah 'kisama' ada perlu dengan saya?" Tanya Hinata setelah duduk tepat di depan Gaara. Ganun nilanya ia biarkan jatuh menutupi lututnya.

"Maafkan saya lancang menemui anda secara pribadi." Ucap Gaara menatap tepat di mata lavender Hinata.

"Apa yang saya bisa bantu?"

"Pertama. Saya mohon izin mengenalkan diri saya terlebih dahulu." Gaara menunggu reaksi Hinata Sebagai balasan Hinata menganngguk tanda mempersilahkan. "Nama saya Sabaku Gaara. Saya seorang waiters di sebuah café yang anda kunjungi baru-baru ini." Mendengar perkataan Gaara, Hinata hanya mengerutkan kening mencoba mengingat-ingat.

"Dan perihal saya datang kesini adalah." Gaara menjeda pembicaraannya. "Saya harap anda mau membatalkan rencana pernikahan anda dengan Naruto-san." Cukup satu tarikan nafas untuk kalimat terakhir yang Gaara lontarkan. Namun dampak yang Hinata terima adalah sepululuh detik ia lupa menarik nafas.

"Maaf. Bisa anda ulangi." Meski terkejut. Hinata masih berperilaku formal.

"Saya mohon." Pinta Gaara. Sengaja tidak mengulang kalimatnya tadi, sebab ia pikir penjelasannya tadi sudah pasti jelas.

"Apa landasan anda meminta saya seperti itu? Apakah saya mengenal anda?" Hinata geram juga akibatnya.

"Saya mencintainya. Saya mencintai Naruto. Dan tolong mengertilah karena saya karena saya..."

"Maaf jika saya lancang." Hinata memotong perkataan Gaara. Kemudian berdiri. "Saya tidak bisa mengabulkannya. Pertama jelas, karena kami saling mencintai. Kedua. Apakah anda tidak malu meminta pada saya memberikan Naruto pada anda dan menjadi pasangan gay?" Hinata memicingkan matanya. Tidak faham dengan pemikiran lelaki didepannya.

"Dengarkan saya dulu Hinata-sama. Saya tidak meminta lama hanya..."

"Sekali lagi maaf." Hinata kembali memotong perkataan Gaara. "Saya tidal akan memberikan Naruto pada anda barang sedetikpun. Dan dengan hormat saya mohon. Tinggalkan tempat ini." Setelah menyelesaikan kalimatnya. Hinata dengan cepat meninggalkan Gara yang terus meneriaki namanya.

"Tolong keluarkan dia dari sini." Pinta Hinata pada Ko.

"Baik Hinata-sama."

.

K-a-n-a-m-i ^.^ A-y-a

.

Gaara pulang dengan perasaan kusut. Bagaimana tidak. Harapannya pupus sudah. Meminta pada orang yang dicintainya sudah ia lakukan. Meminta pada kekasih orang yang dicintainyapun juga sudah. Dan hasilnya sama. Ditolak. Padahal ia tidak minta lebih. Satu atau dua bulan saja ia berharap Naruto menemani hidupnya. Setelah itu ia akan rela melepaskannya lagi. Hanya sebagai penghibur hati. Disaat nanti waktunya akan datang. Disaat nanti akan ada luka yang benar-benar membuatnya terbunuh. Hanya itu.

Tapi apa daya. Perasaanya sudah terlanjur jatuh pada sosok pirang bernama Naruto. Gaara mengira karena kesamaan antar dia dan Naruto yang todak memiliki orang tua sejak kecil akan membuat Naruto mengerti. Tapi ternyata tidak.

Gaara melangkahkan kakinya memasuki café tempatnya bekerja. Sebenarnya kali ini ia shif siang. Namun enggan rasanya pulang kerumah hanya membuat dirinya bertambah sumpek.

"Ada apa denganmu? Mukamu muram sekali pagi ini." Sapa Shikamaru di ruang ganti.

"Dari pada mukamu, terlihat malas sepanjang hari." Balas Gaara.

"Kuso." Shikamaru meninju lengan kanan Gaara. Pukulan yang pelan, karena bersifat gurauan. Tapi ekspresi yang Gaara tunjukan sunggu di luar kepala.

"JANGAN SENAKNYA PUKUL AKU. ATAU KU BUNUH KAU." Teriak Gaara seolah kesetanan.

"Oi oi. Ada apa ini. Aku hanya bercanda." Kilah Shikamaru.

"Bercandamu tidak lucu." Gaara membanting pintu penyimpanan bajunya. "Dan aku serius." Setelah menatap tajam Shikamaru. Gaara meninggalkan Shikamaru mengomel dengan kata pusakanya "Menduksai."

.

K-a-n-a-m-i ^.^ A-y-a

.

Jam sudah menunjukan pukul satu siang. Café sudah muali kembali sepi karena jam istirahat para pegawai kantoran sudah usai. Dari meja kasir Shikamaru memerhatikan Gaara dengan teliti. Sudah enam bulan ini Gaara berkerja di café ini. Seharusnya mereka sudah akrab. Tapi nyatanya tidak. Selain kemalangan akibat kecelakaan keluarganya Shikamaru tak tak hal lain dari Gaara. Meskipun dengan topik sedikit. Shikamaru tetap nekat mengajak Gaara berbicara.

Dihampirinya Gaara yang tengah sibuk membersihkan meja-meja. Dengan sekali tepuk. Pelan ─Ingat. Shikamaru harus mengingatnya Gaara menoleh. Diletakkan sebah cappuccino panas di meja yang Gaara bersihkan.

"Minumlah. Ini aku yang teraktir." Shikamaru duduk di kirsi tepat di depan Gaara.

"Dalam rangka apa?"

"Penyambutan pegawai baru. Yang seharusnya aku lakukan enam bulan lalu. Tapi kau terlalu sibuk menyendiri."

"Aku tak ingin mengabiskan uang bulanan ibumu dengan membelikan ini dengan gajimu." Gaara menggeser gelas cappuccino hingga tepat berada di depan tangan Shikamaru yang ia letakkan di atas meja.

"Tak masalah jika kau tak mau. Tapi ada satu hal yang ingin kutanyakan?" Shikamaru menyeruput cappuccinonya. Tak peduli jika kini ia terlihat bodoh. Mengambil kembali barang yang telah ia berikan.

"Tanyakan saja." Gaara kembali membersihkan meja lain.

"Luka apa di dagumu itu?"

Mendengar pertanyaan Shikamaru Gaara menghentikan aktifitasnya. "Hanya luka kecil dan kau tak perlu tau."

"Leukimia? Hemofilia?" Kali ini perkataan Shikamaru benar-benar mengalihkan perhatian Gaara. Ditatapnya tajam laki-laki berkucir nanas tersebut.

"Kau orang pintar yang sok tau." Gaara membalikkan badannya.

"Hemofilia." Ucap Shikamaru datar.

"Aku bilang. Itu bukan urusanmu."

"Binggo. Hemofilia. Analisisku kau tak suka atau lebih tepatnya tak boleh terpukul atau kita sebut saja terluka karena kau mengidap hemofilia. Dan luka di dagumu serta suhu badanmu menguatkan dugaanku." Papar Shikamaru.

"Berhenti menganalisis seseorang seenak hatimu." Gaara menatap tajam Shikamaru.

"Baiklah. Aku hanya mencoba menjadi teman yang baik. Dan ternyata kau memang tipe yang tak ingin di ganggu." Shikamaru beranjak dari kursinya. "Sungguh. Aku hanya ingin peduli padamu." Lanjutnya seraya menepuk bahu Gaara.

.

K-a-n-a-m-i ^.^ A-y-a

.

Gaara Pov

"... sungguh. Aku hanya ingin peduli padamu." Kurasakan Shikamaru menepukku. Kemudian ia benar-benar menghilang di ruang pegawai.

Memang benar Shikamaru. Aku tipe penyendiri yang tak suka bergaul. Mungkin ini dampak dari kebiasanku yang selalu sendirian. Salah memang, menjadi bagian dari masyarakat tapi tak suka bersosialisasi. Tapi menyembunyikan peyakitku bukan suatu kesalan bukan.

Tapi nyatanya memang salah. Meski hemofilia termasuk penyakit yang tidak populer dan tidak mudah didiagnosis. Penderita hemofilia diharapkan mengenakan gelang atau kalung penanda hemofilia dan selalu membawa keterangan medis dirinya. Hal ini terkait dengan penanganan medis, jika penderita hemofilia terpaksa harus menjalani perawatan di rumah sakit atau mengalami kecelakaan.

Yang paling penting, penderita hemofilia tidak boleh mendapat suntikan kedalam otot karena bisa menimbulkan luka atau pendarahan. Karena itulah seorang hemofilia tidak boleh menyembunyikan penyakitnya. Mengingat seorang hemofilia dilarang terkena luka.

Tapi sudahlah. Toh ia masih bisa merasakan apa itu yang namanya dewasa. Meski ia tak memakai atribut kesehatanya itu. Tapi tiba-tiba lamunanku terpecahkan saat ku dengar pintu depan di buka dengan cara kasar. Dan sosok itu muncul. Laki-laki dengan surai kuning dan mata safir. Tapi kali ini aku rasa safir tersebut berubah menjadi biru tua. Gelap.

"Kau! Apa yang kau katakan pada Hinata tadi pagi?" Naruto mencengkram kerahku. Dapat aku rasakan cengkramannya kuat. Terbukti dari kakiku yang kini mulai menjinjit.

"Tidak mau mengaku ya?" Naruto menaikan kedua alisnya. "APA MAKSUDMU MENGATAKAN HAL ITU BODOH?" Teriak Naruto. Sontak membuat Tenten yang bertugas di dapur keluar dengan histeris.

"Aku hanya ingin me-menyampaikan mak-maksudku." Ucap ku terbata. Tarikannya di kerah seragam kerjaku menyebabkan aku susah untuk bericara.

"Menyampaikan apa? Bahwa kau mencintai ku?" Tanya Naruto. Dapat aku rasakan bahwa ia mengeluaran desisan menghina.

"Aku bi-bisa jelaskan. Tapi tolong lepaskan dulu tanganmu dariku." pintaku. Berharap ia tak akan menyakiti aku. Tapi yang aku dapatkan sungguh di luar dugaanku. Dengan kasar Naruto menarik kepalku hingga aku melewati meja kasir begitu saja. Dapat aku rasakan perutku kini melilit sakit karena bertabrakan dengan sudut meja.

"Kumohon jangan sakiti aku. Aku tak bisa terluka." Jelasku padanya. Kini aku berdiri tepat di depannya dengan tangannya yang masih di sekitar bahu dan perpotongan leherku.

"Heh? Tak bisa terluka? Kau sadar apa yang baru saja kau katakan?" Naruto menaikan sebelah alisnya. "Kau baru saja membuat seorang wanita terluka. Dan kau sadar permintaanmu padanya membuatku jijik? Sampai matipun aku tak akan sudi menjadi pasangan gay denganmu." Paparnya. Dapat aku lihat matanya memicing marah.

"Tuan. Tolong jangan berbuat kasar dengannya." Ucap Shikamaru yang entah kapan ia sudah berada di samping Naruto.

"Jangan ikut campur." Bentak Naruto sambil melepaskan tangan Shikamaru yang mencoba melepaskan tangan Naruto dari tubuhku.

"Aku peringatkan sekali lagi. Gaara-san. Jangan pernah campuri lagi urusanku. Dan jangan pernah muncul di hadapanku lagi." Papar NAruto. Kemudian dia melepaskan cengkramannya padaku. Tubuhku yang langsung jatuh tertunduk di tangkap dengan sigap oleh Shikamaru.

Kemudian Naruto meninggalkan aku begitu saja. Namu sebelum dia benar-benar membuka lebar pintu café. Aku menarik lengannya. "Aku mohon. Hanya satu bulan saja. Satu bulan agar aku bisa memilikimu Naruto-kun." Pintaku dengan amat sangat. Berharap Naruto akan berbaik hati.

Tapi semuanya benar0benar diluar dugaanku. Dengan tenaga penuh dan genggaman lima jari Naruto menghantam pipiku. Tepat di antara tulang pipi. Menimbulkan rasa nyeri yang amat sangat. Tapi bukan itu masalahnya. Mendadak seluruh tubuhku merinding. Mendapati kini darah mulai mengucur dari pelipisku.

"TUAN." Bentak Shikamaru. "SAYA INGATKAN JANGAN SAKITI DIA. DIA..." Aku menggenggam tangan Shikamaru. Agar ia tak melanjutkan kata-katanya.

Sementara Naruto yang mendengarnya hanya melangkah keluar. Benar-benar meninggalkan aku dan shikamaru.

"Ada apan ini sebenarnya?" Tanya Shikamaru pelan sambil memapahku enuju kedapur.

"Bukan apa-apa?" Jawabku bosan.

"Ceritakanlah!" Pinta Shikamaru. Dengan telaten Shikamaru mengkompres lukaku dengan kain berisikan es batu.

.

K-a-n-a-m-i ^.^ A-y-a

.

Still Gaara POV

Aku melangkahkan kakiku keluar dari Konoha Hospital. Dengan langkah malas aku mengambil arah jalan pulang. Sebenarnya aku ingin bekerja saja. Karena aku memang masih punya jadwal part time.

Tapi melihat kondisiku sekarang, dokter melarangku beraktivitas. Disarankan agar beristirahat. Bahkan dengan entengnya. Dokter Tsunade ─dokter yang merawatku, menyarankan agar aku menaiki taksi saja. Percayalah. Andai aku bukan yatim piatu. Aku pasti akan menaikinya. Tapi di jepang anggaran taksi sangat mahal.

Kuraba wajahku yang amat sangat membengkak. Bahkan saat penangan tadi dokter telah menghabiskan sekitar tiga atau empat gulung kassa steril. Tapi nyatanya hal itu tetap percuma. Dengn sekali sentuh saja aku bisa mengetahui bahwa pembengkakan di wajahku benar-benar parah.

Bahkan mata kananku ikut membengkak. Perban yang mereka pasangpun hingga sebatas bibir. Tsunade bilang. Daerah yang bengkak pada penderita hemophilia berpersentase mudah pecah dan menimbulkan pendaahan.

Lelah meratapi nasib aku kembali memfokuskan pandanganku kearah jalanan. Tapi kemudian aku kembali menemukannya. Menemukan sosok Naruto yang berjalan sempoyongan di perempatan jalan lampu merah.

"Bodoh." Ucapku saat kusadari ternyata ia sedang mabuk.

Entah keberanian dari mana yang aku peroleh. Aku melangkahkan kakiku menghampirinya. Dan berdiri tegak di sebelahnya.

"Naruto-kun." Sapaku sambil mencoba membantunya berdiri tegak. Tapi ia langsung menghentakkan tanganku.

"Cih! Sedang apa kau disini?" Ucap Naruto sembari mendorong bahuku.

"Kau sedang mabuk. Aku akan membantumu menyebrang." Aku masih berusaha mendekatinya.

"Jaukan tanganmu dariku. Monster." Perkataan Naruto benar-benar membuatku tercekat. Namun hanya beberapa detik hingga aku mendapatkan perhatianku kembali.

"Kau mau kemana?" Lampu jalan masih hijau." Teriakku hawatir. Pasalnya kendaraan masih banyak yang melintas di zebra cross. Namun Naruto tak memperdulikannya.

"NARUTO-KUN AWAS!" Teriakku saat sebuah sedan akan menabraknya. Kutarik lengannya dan langsung ku dekap. Dengan masih dalam rangkulan aku melangkah kedepan menghindari sedan tersebut. Tapi naas. Sedan yang kelihatan sedang menghindar juga secara tidak sengaja bagian belakangnya menyenggol sebuah motor. Motor yang oleng tersebut mengarah pada kami.

Merasa tak ada peluang, dengan masih merangkul aku berbalik dan menghadapkan tubuhku pada laju motor tersebut. Dan yang terjadi seyelahnya sudah dapat aku duga. Dengan hantaman keras ban motor tersebut menabarak pingganggku. Menyebabkan aku terlontar kesamping. Berguling-guling. Menyebabkan rangkulanku di tubuh Naruto terlepas. Dan yang terakhir aku ingat adalah. Kepalaku menghantam pinggiran trotoar.

Dengan masih sedikit kesadaran. Dapat aku rasakan Naruto yang terjatuh tak jauh dariku. Beranjak menghampiriku.

"Gaara-san. Gaara-san!" Teriak Naruto kearahku. Dengan sisa kesadaran terakhir aku mengangkat sedikit tali kalung yang melingkar di leherku. Dan aku dapat melihat mata Naruto yang terbelalak.

End of Gaara POV

.

K-a-n-a-m-i ^.^ A-y-a

.

Konoha Hospital

"PLAK!"

Shikamaru menampar keras pipi Naruto. "Kau sadar apa yang kau lakukan?" Tanya Shikamaru sinis.

"Aku mabuk saat itu. Pikiranku tidak jernih." Sergah Naruto.

"Bukan urusanku kau mabuk atau tidak saat itu. Penyataanku hanya satu. Kenapa kau menyakitinya? Salahkah jika hanya mengabulakan permintaannya? Kenapa kau masih memukulnya saat itu?" Cerca Shikamaru.

"Aku bukan seorang gay." Jawab Naruto lemah.

"Tapi kau tak perlu memukulnya. Kau taukan kalau Gaara..."

"AKU TIDAK TAHU. AKU SUNGGGUH TIDAK TAHU KALAU DIA SEORANG HEMOFILIA." Bentak Naruto. Merasa jengah disudutkan.

"Kau tidak tahu?" Ulang Shikamaru.

"Tentu saja tidak bodoh! Aku tidak tahu." Jawab Naruto melemah.

"Siapa wakilnya Sabaku Gaara?" Pertanyaan Dokter Tsunade memecahkan pertikaian Naruto dan Gaara.

"Saya." Jawab Naruto.

"Tolong ikuti saya." Perintah Tsunade.

.

K-a-n-a-m-i ^.^ A-y-a

.

"Keadaannya benar-benar menghawatirkan. Banyak terjadi pendarahan. Kami mau idak mau tetap harus mentransfusikan darah padanya sebab I banyak kehilangan darah. Namun dampak dari hal ini Gaara terkena ambulasis atau deformitas sendi, atrofi otot atau neuritis.

Hantaman di bagian pinggang juga berakibat sama. Dan yang paling menghawatirkan adalah perdarahan intrakranial yang dialamainya. Pendarahan intracranial adalah perdarahan di dalam tulang tengkorak. Tidak hanya satu. Tapi dua bagian di otak.

Perdarahan diantara lapisan selaput otak (meningen) disebut perdarahan subdural. Dan perdarahan diantara tulang tengkorak dan selaput otak disebut perdarahan epidural.

Setiap perdarahan akan menimbulkan kerusakan pada sel-sel otak. Ruang di dalam tulang tengkorak sangat terbatas, sehingga perdarahan dengan cepat akan menyebabkan bertambahnya tekanan dan hal ini sangat berbahaya.

Pembedahan bisa memperpanjang harapan hidup penderita, meskipun meninggalkan kelainan neurologis yang berat. Tujuan pembedahan adalah untuk membuang darah yang telah terkumpul di dalam otak dan untuk mengurangi tekanan di dalam tengkorak.

Namun dalam kasus Gaara pembedahan kepala adalah tidak mungkin. Penanganan pendarahan di bagian saja sangat beresiko. Apalagi di bagoan kepala. Dan sangat saya sesalkan. Kami ingin memberitahukan bahwa tidak ada hal lain yang bisa saya lakukan." Papar Tsunade panjang lebar. Meski terlalu rumit untuk dimengerti. Naruto tau bahwa keadaan Gaara berada pada tahap akhir

"Berapa persentase keselamatannya?" Tanya Naruto berusaha mencari kelehaan.

"Lima sampai Tujuh persen. Mengingat pendarahan yang ia alami mungkin akan semakin mengecil kedepannya."

"Apakah ia masih bisa sadar?"

"Sadarpun mungkin kemampuan motorikinya akan hilang." Jawaban Tsunade tak urung membuat Naruto mati rasa.

"Tolong temani dia di akhir hidupnya."

.

K-a-n-a-m-i ^.^ A-y-a

.

"Bagaimana?" Tanya Shkamaru saat mendapati Naruto keluar dari ruangan Tsunade.

"Bunuh aku." Ucap Naruto.

"Apa maksudnya?" Shikamaru kebingungan.

"Aku mohon bunuh aku." Pinta Naruto.

"Jangan membuatku bingung. Bagaimana keadaannya?" Bentak Shikamaru. Namun Gelengan kepala Naruto bisa menjawab semua kebingungan Shikamaru.

"Aku menyesal."

.

K-a-n-a-m-i ^.^ A-y-a

.

Hinata berjalan tergesa-gesa menyusuri lorong bangunan rumah sakit. Raut mukanya menunjukan kehawatiran yang amat dalam. Setelah sampai tepat di depan ruangan Gaara dirawat. Hinata langsung mendekap Naruto yang kala itu terlihat amat kalut.

"Kau tak apa?" Tanya Hinata seraya membelai kasih kepala Naruto.

"Aku membunuhnya. Aku membunuhnya." Rancau Naruto.

"Ssttt. Dia pasti selamat." Hibur Hinata.

"Hinata?" Panggil Naruto. Hinata mengadah menghadap wajah kekasihnya. "Bunuh aku." Pinta Naruto.

"Apa maksudmu? Sadarlah! Ini bukan sepenuhnya masalahmu." Rayu Hinata.

"Kalau begitu izinkan aku satu hal." Naruto menggenggam lembut tangan Hinata.

"Katakan." Jawab Hinata pelan.

"Izinkan aku menikahinya." Ucap Naruto. Tak urung membuat Hinata terkejut.

"Na-Naruto-kun?" Hinata terbelalak.

"Aku mohon! Setidaknya biarkan aku membuatnya bahagia walaupun hanya sementara." Naruto menundukan kepalanya. Malu harus mengatakan hal ini pada kekasihnya.

"Tapi Gaara tidak akan meresponya meski kau menikahinya. Dia koma Naruto-kun." Hinata kebingungan harus menjelaskan seperti apa situasinya saat ini.

"Justru karena dia koma. Aku ingin membuatnya sadar. Setidaknya aku ingin membalas perasaannya meski hanya sebentar." Naruto menggigit bibir bawahnya. "Aku mohon." Lanjutnya.

"Aku tak bisa melepasmu meski hanya sesaat Naruto-kun. Aku mencintaimu." Hinata langsung kembali merangkul Naruto. "Aku mencintaimu." Ucapnya lagi. Tak urung air matanya ikut terjatuh.

"Aku tahu." Balas Naruto. "Aku juga mencintaimu. Tapi kumohon izinkanlah aku bersamanya. Walau hanya sebentar." Naruto membalas rangkulan Hinata. "Hanya sebentar izinkalah ia memilikiku."

.

K-a-n-a-m-i ^.^ A-y-a

.

Sasori berjalan tergesa-gesa menghampiri pemuda berambut pirang. Dengan kekuatan penuh Sasori menampar Naruto yang kala itu sedang duduk diluar ruangan Gaara. Membuat Hinata langsung berteriak 'Hentikan.' dan Shikamaru langsung menarik mundur Sasori.

"Mati saja kau." Ucap Sasori kalap. Tapi tindakan Sasori selanjutnya mendadak berhenti saat mendengar perkataan Tsunade.

"Dia sudah sadar. Sebuah keajaiban telah datang."

"Benarkah? Biarkan saya masuk. Saya pamannya." Ucap Sasori, namun langsung di cegah oleh Tsunade.

"Maaf Sasori-san. Dia hanya mencari Naruto." Ucap Tsunade. Mendengarnya Sasori naik pitam.

"Kenapa bocah sialan ini? Aku yang lebih berhak." Protes Sasori.

"Kumohon mengertilah Sasori-san. Jangan gunakan egomu. Waktunya terbatas." Kilah Tsunade. Menyadarkan Sasori. "Masuklah Naruto. Beri ia semangat." Tsunade membimbing Naruto memasuki ruangan Gaara dirawat.

Didalam Naruto sungguh mati rasa. Langkah seolah berat mendapati pemandangan di depannya. Gaara kini terbarin dengan perban hampir di deluruh bagian tubuhnya. Naruto yakin sebagian besar hanya berbentuk luka goresan. Tapi Naruto benar-benar tidak tahu. Jika luka kecil seperti itu bisa membuat seseorang berada dalam bahaya.

Dengan langkah berat. Naruto berjalan kearah Gaara dan duduk disebelahnya.

"Apa kabar?" Tanya Naruto lemah Mencoba berbasa-basi. Namun Gaara hanya tersenyum. Kemudian dengan lemah Gaara mengarahkan dagunya ke arah Naruto. Seolah bertanya, kau-baik-baik-saja?.

"Semua berkatmu. Nadai kala itu kau tak menariku. Mungkin aku telah mati." Jawab Naruto mengerti maksud Gaara.

"Maaf." Ucap Gaara pelan. Bahkan Naruto harus mendekatkan telinganya agar mendengarnya.

"Untuk apa? Aku yang seharusnya bilang maaf." Ucap Naruto. Ingin rasanya ia mengenggam tangan Gaara. Menyalurkan rasa penyesalannya. Tapi ia tak bisa. Ia tak berani.

"Karena selalu," Ucapan Gaara terhenti. Terlihat sedikit menggerakan kepalanya. Mungkin karena pusing. "menganggumu. Maaf jika aku terlihat menjijikan dimatamu." Lanjutnya. Suara kini bahkan semakin pelan.

Naruto menggelengkan kepalanya kuat. "Tidak. aku yang salah. Maaf aku sering berkata kasar padamu. Maaf aku selalu mengusirmu."

Mendengarnya Gaara hanya tersenyum. Dan mengangguk. Pertanda ia memaafkan Naruto.

"Gaara-san. Kumohon marahlah padaku. Jangan terlalu baik seperti ini." Mendapat reaksi seperti itu, tak ayal Naruto malah terlihat seperti benar-benar seorang penjahat. Dengan keras ia membanting kepalanya di pinggiran ranjang Gaara. Meski kepalanya harus berbenturan dengan pinggiran ranjang yang terbuat dari besi.

"Menikahlah denganku. Supaya aku bisa menebus segalanya." Naruto tiba-tiba menyentuh tangan kanan Gaara. Namun Gaara berusaha menariknya. Dengan berat hati Naruto melapasnya kembali.

"Aku tak menjual kebaikanku agar mendapatkanmu Naruto-san." Disentuhnya pipi Naruto. "Aku tak akan memperburuk keadaan. Bagaimana dengan perasaan Hinata saat menyaksikan kekasihnya meninggalkannya dan menikahi oran lain." Gaara menghapus air mata yang Naruto keluarkan. "Dulu aku memang berharap kau ada disampingku. Tapi sekarang aku sadar. Melihatmu bahagiapun sudah cukup bagiku." Gaara kembali tersenyum. "Dan kini aku ikhlas melepasmu pergi."

"Maafkan aku. Maafkan aku. Maafkan aku." Ucap Naruto terus menerus. "Kumohon mintalah sesuatu Gaara." Akhirnya Naruto memanggil Gaara dengan sebutan akrab. "Setidaknya aku ingin membalas sedikit perasaanmu." Pinta Naruto.

Entah mengapa hatiku terus gelisah
Apa yang kan terjadi?
Air mata pun jatuh tak tertahan
Melihatmu terdiam

"Kumohon pintalah sesuatu Gaara." Naruto menitikkan air matanya. Gaara hanya tersenyum lembut mendengarnya. Dan dengan lirih ia ucapkan.

"Cium aku. Ciumlah aku Naruto." Pinta Gaara. Dan Naruto membungkukkan kepalanya. Menempelkan bibirnya dengan bibir Gaara. Dan dengan pelan ia menghisap bibir bagian bawah. Menyalurkan Salvianya.

Dan akhirnya Naruto sadar akan satu hal. Terkadang cinta memang muncul selalu di belakang. Saat seseorang tersebut akan meninggalkannya. Saat diri kita menyesal.

Kemudian Naruto merasakan ada suatu kejanggalan. Gaara tak membalas ciumannya seperti awal tadi. Dilepasnya pungutan tersebut. Ditatapnya wajah sendu Gaara. Dan Naruto sadar akan suatu hal. Gaara telah berpulang

Ternyata kau pergi tuk selamanya
Tinggalkan diriku dan cintaku

Apa kau melihat
Dan mendengar
Tangis kehilangan dariku

Baru saja
Ku ingin kau tahu
Perasaanku padamu

"Gaara? Gaara?" Naruto menggoyangkan tubuh Gaara pelan. "Gaara bangunlah. GARAAAAA." Teriak Naruto pilu. Menyadarkan orang-orang yang menunggu diluar bahwa yang ditunggunya telah pergi. Dan tak akan kembali

Mungkin Tuhan tak izinkan sekarang
Kau dan aku bahagia

FIN


Huwaaaaa maaf updatenya lama...
Tapi setidaknya saya masih bisa ngetamatinn...
Maaf ya jika ceritanya jelek...
Ternyata bikin fanfic tentang penyakit itu susaaaaaahhh...
harus ada refrensi sana sini...
bahkan di chap ini aku hampir keliru masukin deskripsi ttg hemofilia ama leukemia...
tapi stykurlah akhirinya ending juga...

Spesial thanks for LoneRaccoon dan yang selalu mampir di kolom review