missing pieces
Detective Conan / Case Closed belongs to Gosho Aoyama
T rated, typos, OOC, OC (s)
.
.
Restrart
.
.
Shinichi menatap arloji di tangan kirinya, sudah sore tapi Shiho masih belum menghubunginya untuk dijemput. Kondisi Shiho yang belum pulih tentu membuatnya khawatir. Setelah mengantarkan Daiki dan Hoshi ke rumah dia segera kembali ke kantor kepolisian. Dia menelepon Shiho, menyelipkan sebatang rokok di bibirnya. Masih dengan tangan kirinya menahan ponsel di telinganya, tangan kanannya lalu mencari pemantik di saku celananya. Tidak ada, dia merogoh saku jasnya kemudian sebuah pemantik dinyalakan di hadapannya. Shinichi menoleh sesaat ke arah pemberi bantuan. Segera dia menyodorkan rokok di bibirnya ke arah api kecil di hadapannya. Shinichi mengucapkan terima kasih tapi tak sempat berbasa-basi karena masih menunggu sambungan di teleponnya.
"Menghubungi istrimu, Kudo-san?" tanya Saguru.
Sambungan terputus tanpa pernah benar-benar tersambung. Shinichi mendecak kesal. Mengabaikan keberadaan serta pertanyaan Saguru, jemarinya mengulang lagi untuk menghubungi Shiho.
Saguru bukan bagian dari kepolisian Kyoto, dia merupakan Inspektor divisi dua di kepolisian Tokyo. Malang nasibnya saat berlibur ke Kyoto kemarin membuatnya terlibat dalam sebuah kasus yang membuatnya harus menyertakan keterangan hari ini di kepolisian Kyoto sebagai saksi walaupun kemarin dia sudah menuntaskan kasus tersebut.
"Shiho-san baru saja kuantar ke rumahmu tadi." Ucapan Saguru menarik perhatian Shinichi. "Aku kebetulan melihatnya di halte tadi. Dia kehilangan ponselnya."
Shinichi mengernyitkan dahinya, dia merasa agak janggal namun ada sedikit rasa lega. Segera Shinichi menghubungi telepon rumahnya. Dia ingin segera mengonfirmasi langsung bahwa istrinya sudah tiba di rumah dengan selamat. Telepon diangkat oleh Kitagawa dan mengatakan Shiho sudah tiba sekitar dua puluh menit yang lalu. Matanya beralih ke rekan detektif di hadapannya yang menyungging seringai.
"Terima kasih, Keibu-san,"
"Keishi." Saguru mengoreksi pangkatnya yang kini menjadi kepala divisi dua.
"Maaf, aku ketinggalan berita. Cepat sekali pangkatmu melonjak, Keishi-donno."
Berbeda dengan Saguru yang sudah bergabung dengan kepolisian Tokyo sejak sepuluh tahun yang lalu. Shinichi baru menjadi bagian kepolisian empat tahun terakhir semenjak tinggal di Kyoto, kini menjadi inspektur juga sudah merupakan kenaikan pangkat yang cepat. Label pangkat tidak pernah menarik bagi Shinichi. Sebelumnya saat masih di Tokyo, dia menikmati hari-harinya di kantor biro detektif swasta miliknya dengan profit yang jelas jauh lebih menggiurkan dibanding saat ini.
Shinichi menyesap kembali rokoknya, membiarkan asap bakaran tembakau memenuhi paru-parunya sebelum dia hembuskan kembali. Saguru membuka kaleng kopi yang memang sedari tadi dibawanya sebelum menghampiri Shinichi.
"Kau tidak merokok?"
"Aku tidak merokok. Pemantiknya hanya aku pinjam dari rekan polisi kemarin karena aku butuh senternya," kata Saguru menjelaskan. Dia memang ke smoking area karena tidak menemukan Shinichi di meja kerjanya.
Sebatang rokok Shinichi telah habis. Dia tidak memiliki topik pembicaraan maupun basa-basi untuk rekan lamanya. Setelah mematikan batang rokok yang sudah kian pendek dia berencana permisi dan meninggalkan Saguru.
"Shiho-san seperti orang asing, dia tidak mengenaliku. Dia bahkan membaca catatannya untuk mencari tahu alamat rumah kalian."
"Shiho amnesia karena suatu kecelakaan. Tolong kau maklum jika dia tidak mengenalimu."
Saguru hanya diam dan tidak cukup lancang untuk menanggapi pun menanyakan lebih lanjut. Shinichi lantas permisi dengan dalih melanjutkan tugasnya kembali. Saguru membuka ponselnya untuk mengirimkan sebuah pesan lalu meninggalkan tempat itu juga.
Setelah urusannya di kantor kepolisian Kyoto beres, Saguru memutuskan untuk kembali ke hotel tempatnya beristirahat. Liburannya kali ini terasa cukup menyenangkan meskipun dia hanya sendiri. Saguru terbiasa dengan perjalanan seorang diri, baginya sosialisasi terasa terlalu merepotkan. Hal ini juga yang membuat Keishi muda dan tampan ini lebih betah berstatus single. Komitmen terasa membebani.
Dia pernah mengencani beberapa wanita dan tak satupun bisa dia bawa ke jenjang yang lebih serius. Beberapa tahun terakhir sudah tidak lagi mengencani wanita, dia lebih memilih mengencani pekerjaannya. Tak heran karirnya melonjak bak roket. Dengan karir yang bagus, otak cemerlang dan wajah rupawan, Saguru sudah lima kali masuk ke dalam daftar Top 10 most influential men in Japan. Dua di antaranya dia berada di posisi pertama.
Lalu di sini lah sekarang Saguru, memacu mobilnya dan mampir di konbini sebelum ke hotel. Masih berada di dalam mobilnya, matanya menangkap sosok yang tidak begitu asing ke luar membawa kantung belanjaan dari toko tersebut.
Bagaimana mungkin di kota Kyoto dia bertemu dengan tiga orang kenalan yang berasal dari lingkungan yang sama dalamwaktu sehari saja.
.
-o-
.
"Tadaima."
Shinichi baru pulang pukul sebelas malam. Tidak ada yang membukakan pintu ataupun menyambutnya. Tiga orang Kudo di rumahnya mungkin sudah terlelap dalam mimpi saat ini.
Dia lelah sekali sampai tak nafsu makan. Saat ini dia hanya ingin melepaskan dahaganya dan rasa gerah di sekujur tubuhnya. Dilepaskannya jas di atas sofa sembari beranjak ke dapur mengambil satu kaleng bir dari dalam lemari es. Hanya dengan beberapa teguk saja bir itu sudah kosong. Sayang sekali hanya ada satu kaleng bir itu saja di lemari es nya, membuatnya mau tak mau hanya bisa memilih meminum air putih untuk menetralkan dahaga di kerongkongannya.
Lalu Shinichi ke kamarnya, dia ingin mandi sebelum istirahat. Alisnya mengernyit tidak menemukan Shiho yang terlelap di atas ranjang mereka. Kakinya melangkah memeriksa kamar Daiki dan Hoshi, hanya ada kedua buah hatinya, tidak ada Shiho.
Apa ada sesuatu hal yang membuat Shiho meninggalkannya? Apa ada sesuatu yang terjadi di sekolah mau pun saat bertemu Saguru? Dia bisa merasakan buliran keringat mengucur dari dahinya. Kali ini Shinichi sangat cemas.
Suara benda-benda berjatuhan terdengar dari arah ruang nook di lantai dua rumahnya. Shinichi segera bergegas dengan langkah cepat. Matanya menangkap album-album yang berjatuhan serta foto-foto yang berceceran. Dan juga Shiho yang sedang menatapnya kaget. Sangat kaget sampai darahnya terasa berhenti berdesir beberapa saat. Layaknya maling yang baru saja ketahuan.
"A..Ah, okaeri Shinichi-san."
Tapi Shinichi sudah terlampau cemas untuk menyadari ekspresi Shiho. Shinichi menghampiri Shiho yang sedang berjongkok memunguti foto-foto yang tercecer. Shinichi mendudukkan dirinya di sebelah istrinya sedang kepalanya menyender di bahu Shiho. Menghirup aroma tubuh wanita yang menjadi pendamping hidupnya selama sebelas tahun ini. Shiho yang kaget semakin panik, kakinya terasa lemas lalu terduduk. Dia bingung harus bereaksi seperti apa.
Shiho baru saja mendapatkan kesempatan untuk mengecek beberapa album foto. Sedari tadi dia menunggu sampai Daiki dan Honoka terlelap. Setelah kesempatan itu datang, Shinichi malah muncul. Shiho ingin menghela nafas akan tetapi dia tahan agar pria yang berstatus suaminya ini tidak cemas.
Mungkin ini bukan saatnya dia melakukan investigasi. Mungkin besok, saat Shinichi dan kedua anak mereka sudah berangkat meninggalkan rumah. Dia hanya ingin mencari tahu tentang wanita yang ditemuinya siang tadi di sekolah Daiki. Ada rasa tidak nyaman saat mereka bertemu tadi. Wanita berparas elok dan tubuh bak model. Rambut panjangnya tergerai indah. Jangan lupakan senyum ramahnya. Tapi entah kenapa Shiho tidak menyukai berada di dekat wanita itu. Bukan, Shiho bahkan tidak suka hanya dengan melihat wanita itu bahkan dalam jarak jauh. Pikiran ini yang membuat Shiho malah berpikir, "Apa dulu aku wanita dengan hati dengki?"
Orangtua murid lain mengatakan wanita itu adalah guru baru yang mulai bekerja sekitar dua bulan yang lalu. Dia pindah dari Tokyo. Dua bulan adalah saat dia masih koma. Wanita itu mengenalinya akan tetapi tidak melanjutkan pembicaraan setelah sapaan dan basa-basi singkat mengenai kesehatannya. Shiho yang sudah memiliki perasaan tidak enak, tidak ingin bertanya lebih banyak. Dia hanya bertanya sebatas nama.
Ran Mouri.
Nama itu tidak ada dalam ingatannya.
"Kau membuatku cemas sebanyak dua kali hari ini." Suara Shinichi yang terdengar kalut membuyarkan pikiran Shiho.
Shinichi melepaskan senderannya dari bahu Shiho. Tangan kanannya menarik tubuh Shiho yang ringkuh ke dalam dekapannya. Kepalanya dia benamkan di antara helaian-helaian indah rambut Shiho.
"Aku pikir kau pergi meninggalkan rumah." Shinichi mengeratkan dekapannya.
Tubuh Shiho kaku. Sejak dia terbangun, ini untuk pertama kalinya Shinichi sedekat ini dengannya. Bahkan saat tidur kemarin pun ada jarak di antara mereka. Dia menenangkan hati dan pikirannya dengan sehela nafas pendek.
Shiho membalas dekapan Shinichi dan memutuskan untuk tidak mencari tahu tentang guru baru itu. Shiho merasakan ketenangan dalam dekapan Shinichi. Ketenangan yang entah kenapa terasa sangat dia rindukan.
"Aku menunggumu pulang sedari tadi, Shinichi-san." Shiho menjelaskan. Bisa dia rasakan pipi-pipinya panas.
"Bisa kah kau memanggilku hanya dengan Shinichi saja?" Shiho menggaguk pelan mengiyakan permintaan suaminya.
"Aku bosan karena terlalu lama. Aku hanya ingin melihat-lihat album foto."
"Lalu, apa yang kau temukan, Nyonya?" tanya Shinichi yang dibalas dengan gelengan kepala oleh Shiho dalam dekapannya.
"Aku belum melihat satu foto pun, saat kau menemukanku di sini."
Pandangan Shinichi teralih pada album-album foto lama dan lembaran-lembaran foto yang terhampar di atas lantai. Sedikit rasa takut mencuat di hatinya kalau sampai Shiho mendapatkan ingatannya kembali. Hanya saja hal seperti ini tidak bisa dihindari. Banyak orang yang mengalami amnesia kembali mendapatkan ingatan mereka. Menghalangi atau menahan kembalinya ingatan Shiho tentu bukan tindakan bijaksana.
Lari dari kenyataan hanyalah untuk pecundang.
"Kau mau aku bantu menceritakan tiap-tiap foto?" tawaran Shinichi disambut dengan anggukan Shiho.
Shiho yang saat ini jelas berbeda dengan Shiho yang dia kenal. Shiho di hadapannya penurut dan bersikap sangat manis, terkesan lemah. Shinichi merasa dia masih harus mulai mengenal ulang Shiho.
Shinichi melepaskan kawalan kedua tangannya pada tubuh kurus Shiho, membiarkan wanitanya menegakkan tulang-tulang punggungnya. Jemari-jemari lentik Shiho meraih satu album berwarna perak yang tampak paling mencolok untuk memulai perjalanan kisah cerita masa lalu yang terlupakan.
Album khusus yang berisi foto-foto pernikahan mereka.
Semburat merah mewarnai kedua pipi Shiho melihat foto-foto pernikahannya. Dia terlihat lebih muda dan cantik dalam balutan off-shoulder mermaid dress berwarna gading. Lengan kanannya tertaut pada lengan kiri Shinichi yang tampak gagah berdiri di sebelahnya. Terlihat ulasan senyum pada wajah Shiho dan Shinichi di foto itu. Mereka terlihat serasi. Dan pada semua foto di album itu wajah mereka sangat bahagia, juga foto profesor Agasa yang mengantarkan Shiho melewati lorong-lorong deretan tempat duduk terlihat menahan air mata haru.
Shinichi menceritakan satu per satu tiap foto, mengenalkan setiap tamu yang terabadikan dalam foto. Tamu mereka memang tidak banyak, dulu mereka mengadakan pernikahan dengan hanya mengundang teman-teman dekat dan keluarga saja.
Shiho menemukan sosok yang mengantarkannya pulang. Telunjuk Shiho menunjuk pada seorang pria berambut pirang lalu menatap Shinichi meminta Shinichi memberi keterangan tentang pria yang mengenalkan dirinya sebagai rekan suaminya tadi.
"Saguru Hakuba. Kepala divisi di kepolisian Tokyo saat ini. Dia mengantarkanmu pulang tadi kan?" Shiho mengangguk. Telapak kanan Shinichi menangkup pipi kiri Shiho, membuat mata mereka saling memandang. "Kau tidak mengingatnya tapi menerima ajakannya. Aku rasa kau perlu lebih waspada Shiho, bagaimana jika yang mengajakmu orang asing?"
"Aku ingat dia seorang detektif. Firasatku bilang dia tidak berbahaya. Ingatanku tidak sepenuhnya salah kan?" ucap Shiho yakin. "Aku juga ingat pria berkulit gelap ini detektif asal Osaka." Shiho beralih menunjuk foto Heiji.
"Sekarang dia inspektur." Shinichi mengkoreksi.
Shinichi menghela nafas. Pola ingatan Shiho lebih rumit dari yang dia bayangkan. Beberapa ingatannya benar. Beberapa dia tidak ingat sama sekali. Beberapa ingatannya lagi malah keliru. Dengan pola ingatan yang tidak beraturan ini, mana mungkin Shinichi bisa mengelabuhi Shiho. Tapi membuat Shiho kembali pada ingatannya yang lama juga akan sulit. Akan lebih mudah jika kehilangan beberapa ingatan, dibandingkan meluruskan ingatan yang keliru.
Beralih lagi pada album-album yang berisi foto-foto Daiki dan Honoka. Foto-foto tamasya, foto-foto liburan, juga foto-foto saat menemui Yusaku dan Yukiko di USA. Foto tersebut menjadi bukti Shiho benar-benar pernah menjadi ibu Daiki dan Hoshi.
"Shinichi-san, wajah-wajah di album-album ini tidak begitu asing meski aku tidak ingat betul mereka siapa." Shiho menatap Shinichi dengan sorot kalut. "Tapi kenapa justru aku tidak ingat sedikitpun tentangmu, Daiki dan Hoshi."
"Jangan memaksakan ingatanmu. Kau bisa berada di sini saja sudah lebih dari cukup."
Shinichi mengambil lagi satu album berisi maternity photoshoot. Terdapat foto-foto yang mengabadikan Shinichi mengecup perut buncit Shiho. Shiho terbelalak menatap foto-fotonya tak percaya. Dia sudah lihat foto-foto dia berciuman dengan Shinichi di album pernikahannya, tapi foto Shinichi mengecup perut buncitnya membuatnya merasa pipinya semakin panas dan terasa ada gejolak dalam perutnya saat ini. Juga foto kehamilan keduanya yang bukan hanya ada Shinichi tapi juga Daiki yang memeluk perutnya.
Shinichi menatap Shiho yang begitu terpukau dengan seluruh foto dan serpihan-serpihan cerita di balik tiap momen yang terabadikan. Shiho tampak antusias menatap setiap foto, jemarinya sibuk membolak-balik lembar album. Dalam tiap foto terdapat kisah-kisah indah, lucu, romantis dan konyol. Tidak ada kesedihan karena memang tidak ada yang ingin mengabadikan kisah sedih. Rasa tidak pantas itu hadir lagi. Kali ini dia tutupi dengan janji pada dirinya sendiri untuk membahagiakan Shiho.
Shiho membuka lembar demi lembar, dia menemukan sosok yang dia cari sedari awal. Wanita yang ditemuinya tadi saat di sekolah. Shiho penasaran sekali. Dia ingin tahu lebih banyak. Tapi firasatnya menghentikannya untuk menanyakan siapa wanita itu.
"Shinichi-san. Kita berteman sejak kecil?" tanya Shiho membuyarkan lamunan sesaatnya.
Sahabat masa kecil.
"Ran?"
Shinichi tidak menyadari Shiho telah beralih pada album lain rupanya. Salah satu album usang yang memuat banyak foto dirinya dan suaminya dalam wujud kecil.
"Ah, ternyata bukan."
"Tidak." Alis Shiho naik sebelah meminta penjelasan lebih lanjut.
Shinichi menghela nafas. Dia bingung bagaimana menceritakan kisah satu tahun pertama pertemuan mereka agar tidak terkesan sebagai bualan. Malam masih panjang.
.
-o-
.
"Selama seminggu saat momen Ogata Renkyu?" tanya Ayanokoji kepala divisi satu kepolisian Kyoto mengulangi surat di tangannya. Shinichi mengiyakan. "Kudengar kondisi istrimu mulai pulih."
"Benar. Tapi ada sedikit masalah sehingga kami perlu beberapa hari ke Tokyo terkait kondisi kesehatan istri saya."
Ayanokoji menyetujui pengajuan cuti Shinichi dengan mudah karena sudah dua setengah tahun terakhir Shinichi tidak pernah mengajukan cuti sama sekali. Segera dia membubuhkan tanda tangan dan cap stempel pada lembar yang disodorkan Shinichi. Setelahnya Shinichi permisi dengan sopan sembari menyunggingkan senyum.
Sorot mata Shinichi memindai ke arah jendela yang menyuguhkan pemandangan langit mulai diwarnai semburat jingga. Dia harus segera pulang, tak mau lagi pulang larut atau pun mengambil kasus yang sebenarnya bisa diserahkan kepada bawahannya. Tidak lagi, setidaknya dia akan melakukan yang terbaik untuk rentang waktu sementara yang dia tidak tahu kapan saja bisa berakhir. Mungkin ini yang dinamakan menebus kesalahan.
Segera dia menuju basement mencari mobil Alfa Romeo Giulietta Veloce berwarna hitam miliknya. Mengunjungi toko ponsel terlebih dahulu untuk membeli ponsel pengganti untuk Shiho. Tayangan televisi di toko tersebut menayangkan jadwal pertandingan sepak bola Liga Jepang, tanggal 5 Mei nanti adalah pertandingan Big Osaka melawan Noir Tokyo di Tokyo Dome. Bibir Shinichi menyunggingkan senyum, salah satu dari hari liburnya sudah bisa dia tentukan akan ke mana.
Menemui Profesor Agasa, menonton pertandingan Liga Jepang, bermain di Tokyo Disney Land, dan berlibur ke pantai bukan ide yang buruk untuk menghabisakan liburan bersama keluarga. Begitu rencana Shinichi. Tidak menutup kemungkinan jika ada improvisasi dari profesor Agasa mengubah alur perjalanan mereka menjadi petualangan di gunung.
Shinichi membeli buket bunga sebelum dia pulang. Dia tidak terlalu mengerti mengenai bunga, jadi dia cukup meminta florist merangkai bunga yang indah untuk istrinya. Dia hanya tahu, hampir semua wanita menyukai bunga. Shiho pun selalu senang saat dia memberikan bunga di awal pernikahan mereka. Biarpun istrinya lebih senang saat diberikan tas branded.
.
-o-
.
To be continued
AN. Sejujurnya saya bingung harus melanjutkan atau langsung saja discontinued fanfic ini karena sudah terlalu lama dibiarkan. Tahun lalu saya sempat membalas review para pembaca dan berjanji mengupdate, akan tetapi banyak hal yang terjadi sehingga tidak bisa melanjutkan fic ini tahun lalu. Setelah berselang empat tahun dari chapter pertama mempublish missing pieces, saya merasa janggal melanjutkannya, mungkin karena banyak hal yang terjadi membuat perubahan dalam cara pandang dan kepribadian saya bahkan untuk menulis. Jadi saya mohon maaf jika chapter ini kurang memuaskan dan terasa agak dipaksakan lanjut. Karena saya bahkan tidak bisa membaca ulang cerita ini, soalnya saya kesulitan membuka ffn dari PC dan memutuskan mengetik chapter ini dari smartphone, jujur saja membuat mata lelah dan saya pusing. Jika ada waktu lagi, mungkin akan saya edit biarpun sudah sempat di-publish.
Maaf dan Terima kasih.
bunch of love,
marche lottie
PS. Saya nggak ingat pernah membuat fic ini complete, dan tadi saya coba ubah jadi incomplete tapi nggak ngaruh. Ada yg bisa kasih tahu caranya?