Disclaimer: Masashi Kishimoto

Warning: YAOI, AU, OOC dan hal absurd lainnya

Pairing: Always NaruSasu

Rated: M for Mature and Sexual Content

(Don't Like Don't Read)


My Guardian Dog

.

By: CrowCakes

~Enjoy~

.


.

.

Suigetsu keluar dari bus setelah transportasi umum yang besar itu berhenti tepat di depan pemberhentian tempat wisata camping. Ia menyampirkan tas ranselnya di pundak sembari memandang sekitar. Seluruh teman sekelasnya keluar dari bus secara bergantian dengan wajah senang dan tawa kecil, tidak sabar untuk mendaki dan berkemah di gunung. Namun mata ungu Suigetsu lebih memilih untuk menatap Juugo yang tengah berdiri agak jauh darinya.

Pemuda berambut jingga itu sibuk merapikan tas ranselnya dan menyampirkannya di punggung. Sedangkan tangan satunya sibuk memegang map yang cukup besar. Sikap Juugo benar-benar berbeda 180 derajat sejak kejadian ciuman kemarin malam. Ia bahkan enggan berdekatan dan berbicara dengan Suigetsu tadi pagi sebelum berangkat naik bus, membuat sang pimpinan kawanan hyena itu memilih menghindar daripada harus bertemu pandang dengan Juugo.

"Kalian masih bermusuhan?" Suara Karin yang berada disebelah Suigetsu membuat pemuda itu menoleh sekilas.

Gadis berambut merah itu terlihat berpakaian cukup kasual dengan celana panjang hipster, jaket yang dililit di pinggang dan baju tanktop warna pink. Cukup nyentrik namun juga sangat mempesona. Karin sibuk memandang Juugo sambil menyesap milkshake-nya. "Aku lihat permusuhan kalian semakin parah." Ucapnya lagi.

Suigetsu hanya mendesah. "Aku melakukan kesalahan fatal." Ucapnya akhirnya.

Karin mengangkat satu alisnya, penasaran. "Kesalahan fatal? Seperti apa?"

"Well, aku menciumnya." Jawab Suigetsu cepat dan singkat. Sanggup membuat Karin menjatuhkan milkshake-nya dan menganga lebar.

"K—Kau mencium Juugo?" Gadis itu mengulang dengan mata mengerjap tidak percaya.

"I—itu—"

"KAU BENAR-BENAR MENCIUMNYA?!" Teriak Karin masih dengan tatapan terkejut.

Suigetsu yang mendengar jeritan itu langsung membungkam mulut sang gadis dengan cepat. "Sstt—ssstt—Shut up, idiot! Kau membuat seluruh orang menatap kita!" Bisiknya dengan desisan kesal.

Karin menanggapinya dengan kekeh pelan. "Sorry. Aku hanya terkejut dan tidak percaya." Ucapnya lagi, mencoba mengendalikan suaranya. "—Maksudku, sang pimpinan kawanan hyena jatuh cinta pada seorang pemuda pemegang juara karate tingkat nasional? Oh my god, that's ridiculous."

Suigetsu mendesah. "Aku tahu kalau aku konyol, tetapi—"

"Hey! Jangan murung begitu." Karin menepuk punggung sahabatnya itu dengan riang. "—Akan kubantu kau bersatu dengan Juugo." Lanjutnya lagi yang hampir membuat Suigetsu tersedak air liurnya sendiri.

"Kau—apa? Aku pikir kau akan jijik dengan orientasiku ini."

"Untuk apa aku jijik?" Karin mendengus pelan. "—Aku tidak mempermasalahkan hal sekecil itu, Suigetsu. Jadi biarkan aku menolongmu, oke?"

"Bagaimana caranya?" Tanya Suigetsu lagi, masih bingung. Karin membalasnya dengan cengiran jahil.

"Tenang saja. Aku akan mengatakan pada Kakashi-sensei untuk memasangkanmu sekelompok dengan Juugo."

Sang pimpinan menoleh cepat dengan wajah panik. "K—Kau akan memasangkanku dengan dia?!" Suaranya meninggi, gelisah. "—Tidak! Tidak! Tidak! Itu sangat konyol!" Tolaknya lagi seraya menggeleng cepat. Namun Karin tidak peduli dan langsung pergi menuju ke arah sang guru bermasker dengan langkah ceria. Meninggalkan Suigetsu yang mengerang kesal.

.

.

Di sisi lain, Naruto dan Sasuke sibuk melihat peta mereka. Keduanya terlihat beragumentasi mengenai arah mana yang akan dituju.

"Kita akan lewat sini untuk mempermudah sampai ke pos akhir." Usul Sasuke seraya menunjuk tanda X di petanya.

"Tapi rute itu sudah diambil kelompok lain, Teme. Kita harus mencari rute lain." Jelas Naruto lagi. "—Bagaimana kalau lewat jalur sini saja?" Terangnya sambil menunjuk jalur sungai.

Sasuke menggeleng. "Aku tidak suka. Terlalu jauh dan berbelit." Tolaknya tegas. Kemudian menggulung peta tadi. "—Jadi, siapa anggota kelompok kita? Seharusnya ada dua orang lagi yang menjadi anggota kita." Ucapnya seraya memandang berkeliling.

Mata onyx nya beralih dari satu siswa ke siswa lain. Semua orang sudah membuat grup masing-masing dan sibuk mengenai jalur mana yang akan dituju untuk menuju pos camping mereka yang berada di atas gunung.

"Sepertinya semua orang sudah memiliki kelompok sendiri, kecuali—" Kalimat Naruto terhenti saat dua orang bergerak ke arah mereka dengan wajah menekuk cemberut. "—Kecuali Suigetsu dan Juugo... Fuck!" Rutuknya kesal.

Sasuke sepertinya menyadari kekesalan sang Uzumaki, sebab ia juga kesal karena harus satu kelompok dengan dua pemuda itu. Terlebih lagi dengan Juugo, ia takut akan ada pertumpahan darah antara Naruto dan pemuda berambut jingga itu lagi.

"Sepertinya kita harus satu kelompok, huh?" Suara Suigetsu yang pertama kali membuka suara dengan kekehan meremehkan. Membuat Naruto bersiap untuk menerjangnya kapan saja.

Melihat sikap bermusuhan sang Uzumaki, Suigetsu langsung mengangkat kedua tangannya tanda menyerah. "Woowootake it easy, doggy. I dont want to fight right now." Ucapnya masih dengan seringai khasnya. "—Bukankah kita sekarang satu kelompok? Dan anggota kelompok seharusnya saling membantu, benar 'kan princess?" Sambungnya lagi seraya mendelik ke arah Sasuke.

Sang Uchiha mendengus pelan. "Cukup Naruto, jangan memulai pertengkaran." Perintahnya lagi yang langsung dituruti oleh pemuda pirang itu. Sasuke kembali menatap Suigetsu. "—Dengar Suigetsu, aku tidak peduli padamu maupun Juugo. Jadi kita akan melakukan hal ini dengan cara masing-masing. Aku dengan Naruto dan kau dengan Juugo. Paham?" Tegasnya.

Pemuda berambut putih itu mengangkat kedua bahunya, tidak peduli. "Tidak masalah bagiku." Jawabnya.

"Kalau aku lebih baik bergerak sendiri." Timpal Juugo dengan dingin. "—Kalian saja yang berkelompok. Jangan pedulikan aku." Tambahnya lagi seraya melangkah menjauh. Namun gerakannya langsung terhenti saat Suigetsu mencengkram lengan pemuda itu dengan cepat.

"Apa yang kau katakan?! Kau bisa tersesat di luar sana!" Bentaknya kesal.

Juugo menatap tanpa ekspresi dan menepis cengkraman Suigetsu dengan kasar. "Aku tidak akan tersesat, jadi—"

"BERHENTI BERTINGKAH MEMUAKKAN SEPERTI ITU, JUUGO!" Suigetsu berteriak keras. Sanggup membuat Naruto dan Sasuke mundur karena kaget. Mereka bisa melihat percikan kemarahan dari iris ungu itu. "—APA KAU MASIH MARAH TENTANG KEJADIAN TADI MALAM?! FOR GOD'S SAKE, ITU HANYA CIUMAN BIASA!"

"WWait, ciuman apa?" Tanya Naruto menyela.

Suigetsu dan Juugo tidak mempedulikan perkataan sang Uzumaki, mereka sibuk mempertahankan delikan masing-masing. "Bisakah kau berhenti bersikap kekanakan, Juugo?! Sikapmu itu sekarang benar-benar seperti cewek!" Rutuk Suigetsu lagi, masih emosi.

Juugo mendecih pelan. "Ini bukan masalah ciuman, Suigetsu. Ini masalah perasaan, maksudku—"

"Oh come on!" Suigetsu menyela dengan cepat. "—Sekarang kau bicara tentang perasaan? Hentikan mendramatisir keadaan, Juugo. Itu hanya ciuman dan bukan pemerkosaan!" Erangnya lagi.

Juugo menatap dalam diam selama beberapa menit, kemudian memalingkan wajah dengan kesal. "Baiklah, aku mengerti. Aku akan berhenti mengeluh dan mengikuti permainan bodoh kalian."

Suigetsu sedikit tenang dengan jawaban yang diberikan oleh pemuda berambut jingga itu. Ia kembali berbalik untuk menatap Sasuke. "Baiklah, ayo kita mulai menjelajah sekarang. Lebih cepat kita sampai di tempat tujuan lebih cepat kita berisitirahat." Ucapnya lagi, seraya melangkah menjauh.

"Tu—Tunggu dulu, bagaimana dengan perkataan kalian tentang 'ciuman' itu? Ciuman apa?" Naruto menyela, masih penasaran dengan pertengkaran Juugo dan Suigetsu beberapa detik yang lalu.

"Oh soal itu—err—jangan dipikirkan, oke?" Sahut Suigetsu lagi sembari bergerak menjauh. Tidak mempedulikan panggilan Naruto lagi.

Sang Uzumaki berdecak kecil. "Tsk!—Aku benar-benar penasaran dengan pembicaraan mereka." Ia menggaruk rambut pirangnya dengan frustasi. "—Well, aku tidak peduli. Lagipula urusan mereka bukanlah urusanku, benar 'kan Sasuke?" Tanyanya sembari menoleh untuk menatap sang Uchiha.

Pemuda raven itu tidak menjawab dan hanya menatap Suigetsu serta Juugo dalam diam.

"Sasuke?" Naruto kembali memanggil, mengguncang bahu pemuda itu pelan.

"Ah—ya?—ada apa?" Tanyanya terbata-bata. Sedikit kaget karena ditarik dari lamunannya.

"Kau memikirkan sesuatu, Sasuke?" Naruto menatap lekat.

"Tidak. Hanya saja sedikit bingung dengan hubungan mereka berdua." Jelasnya seraya menunjuk Suigetsu dan Juugo yang sudah berjalan menjauh.

"Oh ayolah, tidak usah memikirkan mereka. Sebaiknya kita mulai berjalan juga. Ayo!" Naruto menyambar tangan Sasuke dan segera menariknya untuk mengikuti kedua orang itu.

.

.

Mereka berempat berjalan menyusuri sungai hampir satu jam lamanya. Sasuke dan Suigetsu memimpin dengan peta ditangan mereka masing-masing, sedangkan Juugo dan Naruto terlihat berjalan dibelakang dengan wajah kelelahan sambil membawa ransel kedua pemuda dihadapan mereka itu.

Naruto mengerang capek dan berhenti sejenak. "Jadi sebenarnya kita berjalan ke arah mana?"

"Ke arah sini!" Sasuke dan Suigetsu berbicara bersamaan dengan tangan menunjuk arah yang saling berlawanan. Sang Uchiha menunjuk arah utara sedangkan pemuda berambut putih itu menunjuk arah selatan. Membuat Naruto dan Juugo menatap kedua pemuda itu dengan kebingungan.

"Guys, please—ke arah mana sebenarnya kita berjalan?" Tegas Naruto lagi, hampir meledakkan emosinya.

Sasuke dan Suigetsu saling menatap dalam diam kemudian kembali menunjuk arah lagi. "Ke arah sini!" Seru mereka—lagi—berbarengan. Dan sekarang Sasuke menunjuk ke arah selatan dan Suigetsu arah utara. Berlawanan dari arah mereka yang sebelumnya.

"Fuck it!" Naruto membanting ransel ke tanah dan mendelik dua pemuda itu dengan galak. "—Katakan yang sejujurnya sekarang, apa kalian bisa membaca peta—atau tidak?!" Tegasnya keras.

Sasuke dan Suigetsu menggigit bibir mereka masing-masing. Benci mengakui kalau mereka sebenarnya buta arah.

"Well, kita tidak membutuhkan peta." Suigetsu yang pertama kali berbicara. Meremas peta dan melemparkannya ke tanah. "—Kita punya insting, jadi biarkan insting kita yang bekerja." Lanjutnya lagi, mengalihkan pembicaraan.

Sasuke mengangguk pelan dengan wajah stoic. "Ya, benar. Siapa yang membutuhkan peta kalau kita memiliki anjing." Ucapnya seraya menatap Naruto. "—Jadi Naruto, cium udara dan tuntun kita menuju pos." Perintahnya tegas.

Suigetsu hanya memutar bola matanya malas saat mendengar perkataan sang Uchiha. Ia berpikir kalau pemuda raven itu masih bermain permainan 'majikan dan anjing peliharaannya'. Bagaimana pun juga ia tidak peduli, jadi ia memilih pergi dengan diikuti oleh Juugo. Berjalan duluan memimpin rute berdasarkan insting. Meninggalkan Sasuke dan Naruto yang masih bedebat.

"Kenapa aku harus membaui udara?! Aku memang anjing, tetapi kalau tidak ada petunjuk sama sekali, aku tidak bisa mencium bau apapun. Setidaknya berikan sepotong kain atau kayu atau petunjuk apapun." Sela Naruto setengah kesal.

Sasuke mendecih. "Jadi kau memang anjing yang tidak berguna." Rutuknya.

"Hey!—aku ini anjing yang hebat! Tetapi anjing yang hebat sekali pun butuh petunjuk untuk menemukan sesuatu, bukan sekedar mencium udara! Kalau semua anjing seperti itu, maka penjahat di seluruh dunia bisa ditangkap dengan mudah tanpa bersusah payah mencari petunjuk!" Jelasnya panjang lebar.

"Yeahyeahwhatever." Sasuke mengibaskan tangannya tidak peduli. "—Kau anjing yang payah." Ejeknya lagi.

"Gah!—Kau menyebalkan, Teme! Kenapa aku bisa sampai jatuh cinta padamu?!"

"Mungkin karena kharisma-ku?" Sela Sasuke lagi dengan seringai tipis. Membuat Naruto mengerang jengkel, menyesal sudah mengatakan 'pujian' seperti itu.

Tepat ketika mereka ingin berdebat lagi, suara teriakan Suigetsu dan Juugo menginterupsi pembicaraan mereka, membuat sang Uzumaki dan pemuda Uchiha itu menoleh dengan kaget. Mereka berlari cepat menuju asal suara dan menemukan Juugo tergantung di sisi tebing yang cukup curam sedalam 10 meter lebih. Sedangkan Suigetsu berusah payah menarik tubuh pemuda berambut jingga itu agar tidak tergelincir jatuh.

"WHAT THE HELL?! APA YANG TERJADI DISINI?!" Raung Naruto panik seraya bergerak untuk membantu Juugo agar tidak terjatuh. Ia menjulurkan tangan untuk menangkap lengan pemuda itu.

"BERHENTI BERTANYA DAN BANTU KAMI SAJA!" Balas Suigetsu kesal. "—SI BODOH INI CEROBOH DALAM MELANGKAH DAN TERGANTUNG DI SISI JURANG!"

"Stupid fucking bastard!" Sungut Naruto jengkel. Ia menoleh untuk menatap Sasuke. "—Cari akar panjang atau sejenisnya yang bisa digunakan sebagai tali." Perintah pemuda pirang itu tegas.

Sasuke mengangguk patuh dan bergerak menangkap satu buah akar besar yang cukup panjang dan menujulurkannya pada Juugo. "Tangkap akarnya dan naik!" Ucapnya lagi.

Juugo mengangguk panik. Tangannya menggapai akar tadi dan mencoba menarik tubuhnya untuk naik, namun suara -Krak!- nyaring dari pangkal akar membuat tubuh keempatnya langsung menegang. Mereka menoleh dengan cepat dan menemukan akar tadi terputus secara tiba-tiba.

Naruto meneguk air liurnya sepersekian detik. "Oh fuck." Dan selanjutnya tubuh mereka berempat terdorong menuju jurang yang cukup dalam akibat terkena lecutan dari akar besar yang putus tadi.

"GWAAAAARGHHH!" Teriakan membahana di hutan, dilanjutkan bunyi -Bruagh!- dan -Bruuk!- yang cukup nyaring dari tubuh keempat pemuda itu yang terguling dan terhempas berkali-kali. Hingga akhirnya terjerembab di dasar jurang dengan pakaian yang kotor dan tubuh penuh luka.

Sasuke yang pertama kali bangkit dengan erangan kesakitan. Ia menatap sekitar dan mendapati sosok Naruto masih tersungkur di tanah tidak jauh dari tempatnya. Pemuda raven itu dengan sigap mendekat dan mengguncang tubuh sang Uzumaki dengan panik. "Naruto!—Jangan mati!" Teriaknya.

"Ugh—berhenti mengguncang tubuhku, Teme. Well, sejujurnya, aku memang sudah mati, jadi kau tidak perlu mengkhawatirkanku." Ucapnya seraya bangkit dan menatap sekitar. "—Dimana Juugo dan Suigetsu?" Tanyanya heran.

Sasuke ikut mengedarkan pandangan hingga matanya tertuju pada dua sosok yang masih tergeletak di tanah sekitar lima meter dari tempat mereka. "Hey! Kalian masih bernapas kan? Katakan kalau kalian masih hidup!" Pemuda raven itu bergerak menuju ke arah Juugo dan Suigetsu dan kembali mengguncang tubuh mereka.

Pemuda berambut putih itu bangkit sambil mengerang kecil. Ia memegangi lengannya yang tergores ranting-ranting tajam. "Yeah, aku masih hidup." Jawabnya malas dan mendelik Juugo yang berada disebelahnya. "—Hey, kau masih hidup Juugo?" Tanyanya agak khawatir.

Juugo mengerang pelan dan mencoba berdiri, namun baru saja ia ingin bangkit, tubuhnya jatuh kembali ke tanah. "Sepertinya kakiku terkilir atau mungkin retak." Ucapnya sembari menatap pergelangan kakinya yang bengkak.

"Shit!" Suigetsu merutuk kesal, kemudian menyampirkan tangan Juugo ke pundaknya. "—Berpegangan padaku. Aku akan membantumu berdiri."

Juugo menuruti ucapan pemuda yang lebih pendek darinya itu. "Thanks."

"Ya, tidak masalah." Sahut Suigetsu lagi. Ia kembali berbalik pada Sasuke. "—Jadi ke arah mana kita harus pergi."

Sang Uchiha terdiam sejenak sambil menatap sekitar. Hanya ada hutan lebat di sekeliling mereka. Tidak ada petunjuk maupun tanda rute. Mereka benar-benar tersesat. "Tidak ada gunanya tetap diam seperti ini. Mungkin kita harus menemukan gua untuk berteduh sejenak." Usul Sasuke seraya menatap langit yang hampir senja.

"Ngomong-ngomong soal gua—" Suara Naruto menimpali. "—Aku kebetulan menemukannya disebelah sana." Tunjuknya malas ke arah belakang punggungnya dengan jempol.

"Bagus!—Suigetsu dan Juugo kalian sebaiknya beristirahat di sana dan bangun tenda. Naruto dan aku akan mencari kayu bakar serta tumbuhan yang bisa dimakan." Jelas Sasuke lagi.

Suigetsu, Juugo dan Naruto serempak mengangguk dan mulai berpencar untuk melakukan tugas masing-masing.

Sang pimpinan kawanan hyena itu memapah Juugo untuk masuk ke dalam gua yang dimaksud dan mulai membangun tenda untuk tempat mereka tidur nantinya. Sedangkan pemuda berambut jingga itu hanya duduk sembari mengistirahatkan kakinya.

"Kau butuh bantuan?" Tawar Juugo. "—Aku bisa membuka tenda dan—"

"Tidak perlu Juugo, kau harus berisitirahat." Tolak Suigetsu lagi seraya menancapkan tongkat tenda ke tanah. Dan beberapa menit kemudian tenda tersebut selesai dengan sempuran. "—Okay done!" Sahutnya lagi sembari tersenyum lebar ke arah Juugo.

"Wow—Kau melakukannya cukup cepat dan rapi." Puji pemuda berambut jingga itu.

Suigetsu terkekeh sebentar dan duduk disamping Juugo. Keheningan merayap perlahan, membuat atsmofir yang tadinya menyenangkan mulai canggung secara tiba-tiba. Pemuda berambut putih itu menggaruk pipinya sebelum mulai berbicara.

"Uhm—soal ciuman itu—"

"Sejak kapan?" Juugo memotong cepat, membuat Suigetsu menoleh heran.

"Apa maksudmu sejak kapan?" Tanyanya bingung.

"Sejak kapan kau menyukaiku?" Ulang Juugo lagi. Kali ini penuh penekanan dan rasa penasaran.

Suigetsu meneguk air liurnya gugup. Ia menggigit bibir bawahnya gelisah namun mencoba tetap tenang dan memilih mengatakan yang sejujurnya. "Sejak tahun pertama kita di Konoha Gakuen. Aku mulai menyukaimu saat kau mulai bergabung denganku dan Karin. Sosokmu yang tegap, pendiam dan berpikiran tenang membuatku jatuh cinta." Jelasnya panjang lebar.

Juugo tidak menjawab. Ia hanya mendengus pelan dengan senyum tipis. "Aku tidak menyangka kalau kau menyukaiku. Maksudku—sikapmu tidak menunjukkan kalau kau jatuh cinta padaku. Aku malah berpikir kalau kau suka dengan Karin."

Suigetsu terkekeh sebentar. "Are you fucking kidding me? Aku tidak mungkin jatuh cinta dengan Karin. Man, i'm gay." Jujurnya. Cukup membuat Juugo menoleh dengan kaget.

"Wow, dan aku juga tidak tahu kalau kau gay." Tegas pemuda berambut jingga itu.

"Well, sekarang kau tahu." Suigetsu kembali memijat tengkuknya salah tingkah. "—Aku benar-benar menyukaimu. Tetapi saat aku sadar kalau kau selalu memperhatikan Sasuke sejak tahun pertama sekolah, membuatku ingin membunuhnya. Aku iri dan cemburu, maka dari itu aku selalu mem-bully Sasuke." Ujarnya terus terang.

Juugo tidak menjawab maupun menimpali perkataan pemuda berambut putih itu. Ia hanya diam sambil menatap lekat ke arah wajah Suigetsu. Sejujurnya saja, Suigetsu terlihat cukup menarik. Apalagi saat ini wajah putih itu dipenuhi semburat merah yang membuat pipinya terlihat menggoda. Iris ungunya yang menawan dan rambut putih kebiruannya yang terlihat lembut semakin membuat sosok itu menakjubkan.

Juugo menjulurkan tangan untuk meraih dagu Suigetsu dan membawa wajah itu untuk bertatapan dengannya. "Jujur saja, saat ini aku tidak tertarik lagi dengan Sasuke." Ungkap pemuda berambut jingga itu. "—Aku rasa, aku harus mencari seseorang yang benar-benar mencintaiku dan bukan seseorang yang tidak pernah menganggapku ada." Jelasnya lagi.

Suigetsu melebarkan matanya dan mengerjap satu-dua kali. "A—Apa maksudmu?"

"Maksudku adalah—" Juugo mulai menggeser duduknya untuk lebih dekat dengan Suigetsu. "—Mungkin seharusnya aku melupakan Sasuke dan mulai menerimamu. Lagipula ciuman kemarin malam membuatku berpikir kalau kau memang benar-benar mencintaiku." Terangnya dengan senyuman kecil. Sanggup membuat wajah Suigetsu merah padam.

"K—Kau pasti bercanda." Sahut Suigetsu lagi, berusaha menutupi suara gugupnya dengan kekeh pelan.

"Mau kubuktikan?" Tantang pemuda berambut jingga itu seraya mendekatkan tubuhnya ke arah Suigetsu. Ia mencondongkan wajahnya secara perlahan untuk memagut bibir dihadapannya itu dengan tidak sabaran, mengeliminasi jarak diantara mereka berdua. Hampir membuat Suigetsu kelabakan dengan serangan mendadak yang dilakukan oleh Juugo.

Bibir berpagut lembut. Penuh intimidasi dan tuntutan. Sedangkan tubuh Suigetsu sedikit demi sedikit terbaring di tanah dengan sosok Juugo diatasnya. "Hmphh!—Juugo, berhenti sebentar." Pintanya yang langsung dituruti pemuda bertubuh besar itu.

"Ada apa?"

"Uhm—sejujurnya, aku tipe yang mendominasi, jadi—Hmph!" Suigetsu mencoba berbicara, namun mulut itu kembali dibungkan oleh bibir pemuda dihadapannya.

"Aku yang mendominasi disini, Suigetsu." Akhirnya Juugo berbicara setelah melepaskan pagutan mereka untuk sejenak.

"Tidak! Aku yang di atas dan kau yang di baw—Ghhk!" Suara Suigetsu lagi-lagi terhenti saat Juugo menggapai dadanya dan mencubit puting yang sudah mengeras dari balik baju itu.

"Jangan melawan." Suara Juugo berubah. Lebih berat dengan nada rendah. Bahkan ekspresinya pun mengeras. "—Akan kubuat kau merubah pikiranmu, Sui-chan." Ucapnya dengan seringai tipis. Sanggup membuat Suigetsu menegak air liurnya dengan gugup.

Belum sempat pemuda berambut putih itu protes, Juugo sudah lebih dulu meraup bibirnya lagi dan membungkamnya dengan ciuman yang dalam dan liar. Sifatnya yang mendominasi dan menjajah membuat Suigetsu kalang kabut. Lidah sang dominan bergerak masuk melalui celah bibir Suigetsu, mencari mangsa di dalam rongga mulut itu.

Pasrah dengan posisinya, akhirnya Suigetsu memilih untuk tidak melawan dan membiarkan Juugo untuk memimpin aksi gulat panas mereka.

"Nghmmp—mmph!" Suigetsu mulai mendesah pelan saat titik sensitifnya di dalam mulut tersentuh, yaitu tepat di atas langit-langit mulutnya.

Tangannya mulai menangkap surai Jingga itu dan menariknya untuk memberikan ciuman yang lebih ganas.

Juugo menuruti keinginan Suigetsu. Ia menekan bibirnya untuk menghisap dan melumat bibir pemuda berambut putih itu. Merasakan lidah basah mereka saling bergerak untuk menjilat satu sama lainnya, berbagi saliva dan decakan yang penuh gairah. Hingga akhirnya okseigen memaksa mereka untuk melepaskan diri sejenak demi menghirup udara.

Juugo dan Suigetsu terengah-engah setelah pagutan intim itu. Mereka saling menatap dalam diam dengan benang saliva tipis yang terjalin di sela bibir masing-masing.

"Wow—" Akhirnya Suigetsu membuka suara dengan senyum canggung yang terpasang di bibirnya. "—Aku tidak menyangka kalau kau hebat berciuman, Juugo." Ucapnya dengan kekeh pelan.

Juugo mendengus pelan dan mendorong tubuh ramping dihadapannya itu untuk berbaring di tanah. "Aku bisa melakukan lebih dari sekedar ciuman." Sahutnya lagi. Sanggup membuat Suigetsu meneguk air liurnya panik.

"O—Oh yeah? Seperti apa?" Tanya pemuda berambut putih itu dengan nada gelisah.

"Kau menantangku, Sui-chan?" Goda Juugo lagi. Seringai tipis—benar-benar tipis tapi sanggup tertangkap mata Suigetsu—terlihat di ujung sudut bibirnya. Tanda menerima tantangan pemuda dihadapannya itu.

Suigetsu tidak menolak dan juga tidak keberatan. Ia hanya tersenyum lagi seraya menjilat bibir bawahnya dengan rasa lapar. Tangannya bergerak untuk mengelus otot lengan Juugo yang terlatih itu. "Well, tunjukkan padaku sekarang."

.

"Tunjukkan apa?" Suara Naruto di depan pintu gua membuat kedua pemuda itu langsung menoleh kaget dan sesegera mungkin melepaskan diri dengan canggung. Mereka terlihat duduk dengan kikuk sambil sesekali menggaruk rambut masing-masing.

"Err—Juugo ingin menunjukkan serangga yang ditangkapnya." Ujar Suigetsu, berbohong.

Naruto mengernyitkan dahinya heran. "Serangga?—Kalian seperti anak kecil saja." Sahutnya seraya memutar dua bola matanya dengan malas kemudian meletakkan kayu bakar yang ditemukkannya di samping tenda. "—Ngomong-ngomong, kalian melihat Sasuke?" Tanya pemuda pirang itu lagi.

Suigetsu dan Juugo serempak menggeleng bersamaan. Membuat Naruto berdecak kesal.

"Kalau begitu aku akan mencari Sasuke dulu, mungkin saja ia tersesat." Jelas sang Uzumaki lagi seraya bergerak menjauh. "—Kalian jangan kemana-mana dan tetap disini, mengerti?" Tegasnya lagi yang disambut anggukan patuh kedua pemuda itu.

Setelah kepergian Naruto, barulah Juugo dan Suigetsu kembali bisa bernapas lega karena gangguan sudah pergi. Mereka masih terdiam kaku sambil saling melempar lirikan kecil, menunggu pergerakkan pasangan.

"Jadi—" Suigetsu menggaruk pipinya canggung. "—Kita akan melakukan apa?" Tanyanya.

Juugo berdehem pelan dan sedikit demi sedikit menggeser duduknya hingga berdekatan dengan pemuda berambut putih itu. "Melanjutkan kegiatan kita?" Usulnya lagi.

Suigetsu terkekeh pelan mendengar perkataan pemuda berambut jingga itu, namun sama sekali tidak menolak usul yang dikeluarkan oleh Juugo. Ia mendekat dan menarik kerah pemuda itu untuk kembali memagut bibirnya dengan lembut.

Mereka kembali berciuman ganas dengan saling berbagi saliva dan hisapan. Lidah menari dengan menjilat satu sama lainnya, menikmati hidangan menakjubkan dihadapan mereka. Tangan Juugo bergeriliya masuk ke dalam baju Suigetsu untuk mencari dua tonjolan pink yang sudah mengeras di dalam sana. Memainkannya dan memilinnya dengan lembut, membuat Suigetsu mengerang kecil dengan napas terengah-engah.

"Juugo—hhh—aku mencintaimu—ahh—" Ia mengerang kecil dengan semburat merah terpasang di pipinya.

Sang dominan mengangguk pelan. "Aku tahu—hhh—aku juga mencintaimu—hmph!" Bibirnya kembali memagut mulut dihadapannya dengan lembut. Sesekali melakukan kecupan dan hisapan untuk melumat rongga basah itu.

Lengan Suigetsu melingkar ke leher Juugo untuk memeluk tubuh besar itu. Kemudian selangkangannya menggesek perlahan ke arah selangkangan Juugo untuk memancing gairah pemuda itu.

.

"Uh, guys?—Apa yang kalian lakukan?" Suara Sasuke lagi-lagi menginterupsi kegiatan kedua pemuda itu. Mereka menoleh terkejut kemudian memisahkan diri—lagi—dengan cepat.

Juugo terlihat canggung dengan menyeka air liur serta menutupi selangkangannya yang mulai menegak. Sedangkan Suigetsu mengerang kesal seraya mendelik tajam ke arah Sasuke.

"FOR FUCK'S SAKE! STOP BOTHERING US!LEAVE US ALONE, OKAY?!" Teriak Suigetsu dengan emosi yang meledak. Ia cukup jengah melihat dua orang yang selalu mengganggu kegiatan 'intim' mereka. Sebelumnya, si bodoh Naruto dan sekarang si sombong Sasuke. God! Suigetsu hanya ingin sebuah privasi—berduan—dengan Juugo.

Sasuke membalas dengan lirikan tajam. "Fine! Kau tidak perlu membentakku seperti itu, Idiot! Aku hanya ingin meletakkan buah-buahan yang kudapat dari hutan." Jelasnya seraya menaruh beberapa buah-buahan tersebut disamping tenda. Kemudian kepalanya menoleh ke kiri dan ke kanan seakan-akan mencari seseorang. "—Dimana Naruto?" Tanyanya setelah tidak menemukan orang yang dimaksud.

Suigetsu melipat kedua tangannya di depan dada, masih kesal. "Dia baru saja pergi beberapa menit yang lalu. Dia bilang ingin mencarimu. Mungkin kalian berselisih di jalan."

Sasuke mendesah pelan. "Baiklah, aku harus mencarinya dulu. Kalian tunggulah disini." Jelas pemuda itu lagi. "—Dan satu lagi, kalau ingin bercinta—please lakukan di dalam tenda. Aku tidak ingin melihat kalian telanjang dan saling berpelukan layaknya orang idiot." Sambung Sasuke lagi dengan nasihat yang cukup membuat Suigetsu menjulurkan lidahnya dengan jengkel.

.

.

.

Di tempat lain, Naruto terlihat masih sibuk berkeliling hutan untuk mencari Sasuke. Ia melangkah pelan sambil meneriakkan nama pemuda raven itu. Sesekali mengendus udara untuk menemukan bau sang Uchiha.

Naruto memang anjing yang bisa mengendus apapun dengan mudah, tetapi mengendus udara untuk menemukan Sasuke adalah hal yang cukup sulit. Apalagi hutan tersebut dipenuhi bau pepohonan dan binatang yang tercampur dengan aroma sang Uchiha, membuatnya sulit menemukan pemuda raven itu.

"SASUKE!" Naruto kembali berteriak memanggil nama 'majikannya'. Suranya bergema di antara pepohonan hutan tersebut. "—SASUKE KAU DIMANA?!"

"Berhenti berteriak, Bocah. Kau membuat telingaku sakit." Suara serak dan parau menghentikan langkah serta panggilan sang Uzumaki. Pemuda itu menoleh cepat ke arah asal suara dan menemukan seekor rubah yang cukup besar dan memiliki ekor sembilan sedang berjalan ke arahnya.

"K—Kau siapa?" Naruto mundur perlahan dengan ketakutan.

"Aku Kyuubi. Dewa rubah, penjaga kuil tempat Itachi bekerja." Jelas rubah tadi. "—aku jauh-jauh kesini untuk menemui." Jelasnya lagi.

"Menemuiku?"

"Ya, Bocah. Menemuimu karena disuruh dewa langit."

"Tu—Tunggu dulu. Dewa langit?" Naruto mengernyitkan keningnya bingung.

Kyuubi berdecak kesal dengan tidak sabaran. "Ya, dewa langit. Kau bisa menyebut-Nya sebagai dewa utama, dewa langit atau Tuhan. Terserah, aku tidak peduli." Gerutunya jengkel. "—Aku kesini untuk memberitahumu bahwa waktumu tidak akan lama lagi. Besok kau harus kembali untuk segera bereinkarnasi. Kalau tidak, maka kau akan dihapus selamanya dari kehidupan."

"Huh, besok? Reinkarnasi?—Tapi aku masih punya waktu beberapa hari untuk menjaga Sasuke."

"Dengar, Bocah—doamu sudah terkabul. Sasuke tidak perlu dijaga lagi sebab kini ia sudah memiliki teman. Kau tahu, pemuda berambut jingga dan pemuda bergigi tajam itu? Mereka sudah berhenti memusuhi Sasuke dan akan berteman baik dengannya." Jelas Kyuubi panjang lebar seraya melecutkan kesembilan ekornya dengan jengkel.

"Darimana kau tahu kalau mereka tidak akan mem-bully Sasuke lagi?" Sungut Naruto tak kalah kesalnya.

"Hey!—Aku ini dewa! Aku bisa melihat isi hati setiap orang dan tahu pikiran orang-orang tersebut!" Rutuknya lagi, sedikit tersinggung. "—Dan aku juga selalu mendengar doamu di kuil yang meminta kesehatan dan keselamatan Sasuke. Aku sudah memenuhinya dengan memberinya dua teman yang akan menjaganya. Jadi kau tidak perlu khawatir dan segera reinkarnasi." Perintahnya dengan geraman serak. Tipikal dewa rubah yang penggerutu.

Naruto berhenti protes. Ia menunduk dengan raut wajah sedih. Membuat Kyuubi memutar bola matanya malas.

"Oh ayolah, Bocah. Jangan tunjukkan wajah sedih khas anjingmu itu. Kau tahu 'kan aku lemah dengan makhluk cengeng sepertimu?" Ucap hewan besar itu lagi, tetapi kali ini dengan nada sedikit melembut.

"Bisakah besok kau memberikanku sedikit waktu? Setidaknya aku ingin berpamitan dengan Sasuke serta Itachi." Mohon Naruto.

Kyuubi terlihat berpikir sebentar. "Yeah, tentu saja. Waktumu besok sampai tengah hari. Lewat tengah hari, kau tidak bisa bereinkarnasi lagi. Atau istilah lainnya benar-benar menghilang dari putaran kehidupan." Tegasnya.

Naruto menanggapinya dengan anggukan lemah. "Aku mengerti."

"Bagus. Kalau begitu aku harus kembali ke kuil dan mengatakan pada Itachi kalau kalian terdampar di hutan seperti ini. Mungkin dia bisa mencari bantuan." Sahut Kyuubi lagi seraya bergerak menjauh.

Naruto mendongak kaget. "Kau bisa berbicara dengan Itachi?"

"Ya tentu saja, Bocah. Dia memiliki indera keenam yang cukup kuat. Dan lagi, ia sendiri yang menyuruhku untuk memberitahumu tentang waktu reinkarnasimu itu. Padahal aku ingin Itachi yang menyampaikannya padamu, namun ia menolak. Sejujurnya saja, aku lebih suka bermalas-malasan di kuil ku daripada harus terbang jauh kesini hanya untuk menyampaikan pesan dari dewa langit." Jelasnya panjang lebar, ditambah gerutuan serak khas dewa rubah.

Sang Uzumaki mengangguk paham. "Terima kasih, Kyuubi."

"Sama-sama, Bocah. Kalau begitu aku pergi." Pamitnya seraya berlari masuk ke hutan kemudian menghilang dengan iringan kabut putih. Meninggalkan Naruto yang hanya bisa terdiam kaku.

"Besok aku harus reinkarnasi." Pemuda pirang itu bergumam sendiri. "—Ughh, apa yang harus kulakukan? Apa yang akan aku katakan nanti pada Sasuke?" Erangnya seraya mengacak rambut pirangnya, frustasi.

Sang Uzumaki memilih duduk sebentar di batu besar tepat disebelahnya sembari mengusap wajahnya yang letih. "Ini benar-benar membuatku frustasi." Gumamnya dengan nada lirih.

.

Srak!—Suara gemerisik semak membuat Naruto menoleh dengan cepat. Sepasang iris birunya memandang sosok Sasuke yang berdiri dibalik dedaunan dengan tatapan yang tidak bisa dideskripsikan. Sang Uzumaki berharap pemuda raven itu tidak mendengarkan pembicaraannya dengan Kyuubi.

"Oh hai, Sasuke—" Naruto menyapa dengan cengiran lebar, menyembunyikan raut wajah frustasinya.

"Hai, Dobe. Kau kemana saja? Aku lelah mencarimu." Gerutu Sasuke seraya melipat kedua tangannya di depan dada.

Melihat kalau Sasuke sama sekali tidak mengungkit apapun membuat Naruto yakin kalau pemuda itu tidak menguping pembicaraannya dengan Kyuubi. Cukup melegakan.

"Aku juga mencarimu. Tapi sepertinya aku tersesat." Bohong pemuda pirang itu dengan tawa bodohnya.

Sasuke mendengus geli kemudian menepuk kepala Naruto dengan lembut. "Kalau begitu, ayo kita ke tenda sekarang." Ajaknya. Namun sang Uzumaki menggeleng tegas.

"Maksudmu ke tempat Juugo dan Suigetsu?—Tidak! Aku tidak ingin memergoki mereka sedang telanjang dan bercinta. Itu menjijikan." Tolak Naruto dengan berpura-pura mual ingin muntah.

"Well, kenapa menjijikan? Bukankah kita juga sering melakukan hal itu juga?"

"Dengar, Sasuke—ini dan itu berbeda. Aku tidak masalah melihat kau telanjang bulat, tetapi mataku akan katarak kalau melihat mereka berdua yang telanjang, oke?" Jelas sang Uzumaki dengan suara menggerutu.

"Fine, kalau begitu kita akan duduk diam disini selama beberapa menit." Usul Sasuke lagi. "—Aku harap Juugo dan Suigetsu melakukan urusan mereka dengan cepat." Sungutnya kesal seraya mengusir nyamuk yang mondar-mandir di sekitar mereka.

Naruto mengangguk setuju. Mereka saling diam sambil menatap alam sekitar. Hanya ada pepohonan dan beberapa hewan kecil seperti tupai dan burung di sekelilingnya. Cukup nyaman dan tentram. Walaupun agak bising dengan kicauan dan teriakan burung, tetapi setidaknya hal itu masih dimaklumi dibandingkan mendengarkan erangan dan desahan Juugo dan Suigetsu. Hell no!

"Uh, Naruto—" Sasuke memanggil. Ia menatap pemuda pirang itu dengan getir. "—Kau tidak akan pergi dari sisiku 'kan?" Ucapnya dengan suara pelan, lebih berbisik.

Naruto menoleh terkejut. "A—Apa maksudmu?" Tanyanya dengan kekeh kecil, berharap Sasuke tidak menyadari apapun juga mengenai reinkarnasinya.

Sasuke tidak langsung menjawab. Kepalanya tertunduk perlahan dan bibirnya saling mengigit dengan gelisah. "Aku melihat kau dan seekor rub—"

.

Drrrt!Drrtt!—Kalimat Sasuke terpotong oleh getaran ponselnya. Dengan cepat dan panik, pemuda raven itu merogoh saku jaketnya dan menatap layar handphone-nya dengan heran.

"Hmm—aneh. Itachi-nii meneleponku. Padahal aku yakin sekali kalau tadi tidak ada sinyal di gunung ini." Gumamnya bingung. Sedikit tidak peduli, Sasuke mulai mengangkat telepon dari kakaknya itu. "—Ya hallo, Itachi-nii?"

.

"Kau dimana, Sasuke?!" Suara Itachi terdengar panik dan cemas.

.

"Camping." Jawab Sasuke cepat, berusaha bercanda. Namun sang kakak sama sekali tidak menanggapinya dengan serius.

.

"Sasuke, Apa kau benar-benar sedang camping sekarang?" Tanya Itachi lagi dengan nada ragu.

.

"—Well, sejujurnya aku, Naruto dan dua teman kami terjatuh ke dalam jurang dan akhirnya tersesat di hutan." Jujur pemuda raven itu mempersingkat cerita.

.

"Jurang?!Oh god, kau yakin kau tidak apa-apa?!"

.

"Itachi-nii, please, jangan berlebihan. Jurang itu tidak terlalu dalam. Dan aku sama sekali tidak apa-apa." Sahut Sasuke lagi seraya memutar bola matanya, malas.

.

"Patah tulang? Luka? Tergores?" Sela Itachi lagi.

.

"Tidak!—Sama sekali tidak, Itachi-nii! Aku hanya butuh bantuan. Bisakah kau memanggil bantuan untuk segera menyelamatkan kami?" Erang Sasuke lagi. "—Please? Secepatnya?" Sambungnya lagi dengan tidak sabaran.

.

"Okeoketetap tenang dan aku akan menelepon polisi serta ambulans untuk membantu kalian." Balas Itachi, masih dengan nada panik.

.

"Cukup polisi saja, Itachi-nii. Kami tidak butuh ambu—"

Tuut!Tuut!—Sambungan telepon langsung di putus secara sepihak oleh Itachi. Sepertinya pemuda sulung itu tidak ingin membuang-buang waktu dan segera menghubungi bantuan. Bahkan tidak membiarkan Sasuke untuk menyelesaikan kalimatnya.

Sang Uchiha bungsu mendesah pelan dan menaruh kembali ponselnya ke dalam saku. "Oh well, Itachi-nii akan segera mengirimkan bantuan untuk kita." Ucapnya seraya menoleh ke arah Naruto. "—Kebetulan yang menakjubkan, huh?" Lanjutnya lagi dengan senyuman tipis.

Naruto menanggapinya dengan anggukan pelan, berusaha menampilkan cengiran lebarnya. Di dalam hatinya, ia sadar kalau Kyuubi yang sudah memberitahu mengenai kondisi mereka disini kepada Itachi. Tidak ada yang namanya kebetulan. Semua sudah diatur oleh Tuhan. Termasuk kehidupan dan reinkarnasinya.

Entah kenapa, fakta itu membuat Naruto sama sekali tidak bersemangat. Ia berharap bisa disini sebentar lagi bersama Sasuke. Menikmati alam dan menghirup aroma pepohonan yang wangi. Sayangnya ia hanya arwah seekor anjing dan bukannya pengatur kehidupan. Naruto tidak mempunyai kekuatan apapun selain pasrah. Dan itu benar-benar menyebalkan.

.

.

.

_Kediaman Uchiha, pukul 20.00 malam_

.

Sasuke dan Naruto kembali ke kediaman sang Uchiha dengan selamat, walaupun dengan baju dan ransel yang kotor akibat kejadian tadi siang di gunung, yaitu terjatuh di jurang dan terdampar dengan Juugo serta Suigetsu yang memiliki libido berlebih. Membuat sang Uchiha bungsu dan Uzumaki itu hanya bisa mendesah lega ketika sampai di rumah sembari melemparkan diri mereka di sofa, beristirahat. Sejujurnya, mereka sudah tidak peduli lagi dengan acara camping yang diadakan oleh sekolahnya. Dan memilih ikut dengan polisi untuk diantarkan ke tempat tinggal mereka. Setidaknya itu pilihan yang cerdas.

Itachi berdiri di hadapan mereka dengan wajah tak kalah leganya menyadari kalau sang adik tidak apa-apa. "Aku benar-benar khawatir dengan kalian."

"Tidak perlu khawatir, Itachi-nii—" Sasuke menyela dengan cepat. Wajahnya terlihat lelah sekali. "—Kami baik-baik saja. Yang aku butuhkan hanyalah tidur di kasur yang empuk dan hangat."

"Right! Kau benar—" Jawab Itachi lagi berusaha tersenyum. "—Kalau begitu mandilah dulu, lalu makan dan istirahat di kamar kalian, oke?"

Sasuke mengangguk lelah dan segera bangkit dari sofa menuju lantai atas kamarnya. Meninggalkan Naruto yang masih duduk di sofa dengan Itachi disebelahnya.

"Jadi—" Pemuda pirang itu membuka pembicaraan. "—Kyuubi yang memberitahumu mengenai kejadian yang kami alami?"

"Yup!—Dia rubah yang penggerutu namun sangat baik dan cukup menyenangkan diajak mengobrol." Sahut Itachi lagi. "—Apakah dia sudah memberitahumu mengenai reinkarnasi besok?" Lanjutnya seraya mendelik ke arah Naruto.

Sang Uzumaki mengangguk tanpa minat. "Ya, cukup membuat frustasi. Maksudku, aku tidak menyangka kalau waktuku bisa sesingkat ini."

Itachi menjulurkan tangan untuk menepuk kepala pirang itu dengan lembut. "Reinkarnasi tidak terlalu buruk juga, Naruto. Kau bisa hidup kembali dan berdoa semoga menjadi anjing Sasuke lagi—" Tegas pemuda Uchiha itu. "—Atau lahir kembali menjadi manusia dan pacaran dengan Sasuke." Godanya dengan tawa kecil. Membuat Naruto menoleh terkejut.

"K—Kau—"

"Oh ayolah Naruto, kau pikir aku tidak tahu hubungan kalian? Well, kau salah besar. Aku tahu segalanya. Jangan pernah membodohi orang yang bisa berteman dengan dewa." Ujarnya dengan bangga.

"Ah benar juga, kau kan berteman dengan Kyuubi. Dan hewan itu mengetahui segalanya." Gerutu Naruto sedikit tidak suka.

"Tidak segalanya—" Potong Itachi cepat. "—Ia tidak bisa mengetahui takdir, kelahiran dan kematian seseorang. Ia hanya penyampaikan pesan dari dewa langit, atau kau bisa menyebut-Nya sebagai Tuhan."

Naruto tidak membalas perkataan pemuda itu. Ia hanya diam dan membiarkan Itachi mengelus kepalanya dengan lembut. Banyak rentetan pemikiran yang berlalu-lalang di otaknya mengenai keberadaan dirinya. Tapi tidak ada satu pun yang menjelaskan kenapa reinkarnasi harus dilaksanakan besok. Sebenarnya, ia ingin lebih lama bersama dengan Sasuke tetapi—

"Naruto?" Itachi memanggil, membuyarkan lamunan pemuda pirang itu. "—Aku tahu kau masih memikirkan tentang reinkarnasi. Tetapi tidak ada yang bisa kau lakukan dengan hal itu. Sebaiknya kau istirahat dan lupakan sejenak masalahmu, oke?" Usulnya lagi.

"Ya, kau benar. Sebaiknya aku istirahat sekarang." Jawab Naruto dengan gumaman pelan. Kemudian bangkit dari sofa dan naik ke lantai atas untuk menuju kamar Sasuke. Meninggalkan Itachi yang mengambil sebatang rokok kemudian menyelipkan benda itu ke mulutnya.

Ughbagaimana aku harus menjelaskan soal ini pada Sasuke? Aku yakin anak itu akan sedih saat mengetahui 'anjingnya' akan segera pergi. Batin Itachi lagi sembari menghembuskan asap rokok dengan pelan. Berusaha menenangkan pikirannya.

.

.

Keesokan harinya, Itachi bermaksud untuk memberitahukan segalanya mengenai Naruto kepada Sasuke. Namun niatnya terhenti saat Sasuke meminta ijin untuk membolos hari ini dan berjalan-jalan bersama Naruto.

Tanpa mengatakan apapun, Itachi yakin kalau sang adik sudah mengetahui semuanya. Terlihat dari raut wajah sang Uchiha bungsu yang mencoba sekuat tenaga mempertahankan ekspresi stoic-nya, tetapi Itachi sama sekali tidak bisa dibohongi. Ia menyadari tatapan sedih dari iris onyx Sasuke.

Itachi tidak tahu apakah Naruto sudah memberitahu segalanya pada pemuda raven itu ataukah Sasuke sendiri yang mencari tahu, tetapi itu tidak mengubah kenyataan bahwa Sasuke sudah mengetahui tentang reinkarnasi sang Uzumaki dan berusaha tetap tegar menghadapi masalah ini.

Tanpa banyak bicara, Itachi hanya menganggukkan kepala, dan membiarkan Sasuke serta Naruto untuk membolos sekolah, memberikan mereka waktu untuk membuat kenangan bersama. Lagipula tidak ada yang bisa dia lakukan selain menuruti permintaan sang adik 'kan?

Sasuke tersenyum senang saat Itachi memperbolehkannya membolos hari ini dan bersenang-senang dengan Naruto. Ia dengan cepat menggandeng tangan pemuda pirang itu dan membawanya keluar berjalan-jalan seharian penuh.

"Kita mau kemana, Sasuke?" Tanya sang Uzumaki sembari membiarkan lengannya diseret tidak sabaran oleh pemuda Uchiha itu.

"Ke taman hiburan. Aku sudah lama ingin kesana." Sahut Sasuke lagi dengan senyum tipisnya.

Naruto sama sekali tidak bisa membantah permintaan Sasuke. Ia mengikuti sang Uchiha sepanjang jalan untuk menuju ke taman hiburan Konoha's Amusement Park.

Tempat wahana itu sangat luas dan menarik, dengan beberapa area permainan seperti roller coaster, ferris wheel, merry-go-round, dan masih banyak lagi lainnya. Bahkan beberapa stand menyediakan cemilan manis dan lezat. Membuat Naruto terpana dan bersiul takjub.

"Wow! Ini sangat hebat!" Ucap Naruto dengan tawa senang. "—Lihat Sasuke, benda itu terlihat keren!" Lanjutnya lagi seraya menunjuk roller coaster yang meliuk-liuk dengan cepat di rel nya.

Sasuke tertawa. "Bagaimana? Apa kau suka?" Tanyanya.

Naruto menyambutnya dengan anggukan antusias. "Sangat suka!" Jawabnya dengan cengiran lima jari yang cukup menawan.

"Baiklah, kita akan mulai bersenang-senang, oke?"

"YEAH!" Naruto menunju udara dengan riang. "—Aku suka bersenang-senang!" Serunya lagi dengan wajah sumringah.

Sasuke menanggapi antusiasme sang Uzumaki dengan tawa kecil, kemudian menggandeng pemuda pirang itu untuk menaiki arena merry-go-round yang ada disana.

Dengan penuh semangat, Naruto langsung naik ke salah satu kuda kayu yang berwarna-warni dengan kerlip lampu dan tertawa senang saat benda itu bergerak memutar di area komedi putar. Sedangkan Sasuke memilih kuda disamping Naruto dan saling berpegangan tangan.

Setelah beberapa menit bersenang-senang dengan wahana komedi putar itu, mereka sepakat untuk berhenti dan mencari arena lain, yaitu roller coaster. Wahana permainan yang lebih ekstrim dan memacu adrenalin.

Awalnya Naruto terlihat bersemangat, namun begitu benda itu bergerak cepat dengan liukan tajam, sang Uzumaki mulai berteriak ketakutan. Tidak menyangka kalau kecepatan roller coaster bisa membuat organ dalamnya dikocok dengan brutal.

Sasuke tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi ketakutan dan pucat sang Uzumaki, tetapi ia mulai panik saat raut wajah pemuda pirang itu berubah menjadi biru kehijau-hijauan, tanda mual dan ingin segera muntah.

.

"God, kau membuatku takut saja, Idiot! Aku pikir kau benar-benar akan muntah saat di roller coaster tadi." Ucap Sasuke setelah mereka turun dari benda itu. Mengusap punggung Naruto dengan lembut.

Sedangkan Naruto masih terlihat pucat seraya duduk di bangku taman. "Aku memang hampir muntah. Sungguh—yang tadi itu membuatku mual." Keluhnya lagi.

Sasuke mendengus pelan dan menepuk kepala Naruto lagi. "Bagaimana kalau kita mencari makanan saja? Kau mau?" Tawar pemuda itu.

Naruto menoleh dan menampilkan senyuman lebarnya. "Ya! Aku mau!" Jawabnya seraya bangkit dari bangku dan menyeret Sasuke menuju stand makanan terdekat.

Mereka membeli apple candy dan permen kapas. Kemudian beralih ke stand makanan lain untuk membeli beberapa cemilan seperti takoyaki dan dango. Naruto terlihat senang sembari memakan cemilannya. Sesekali ia memandang takjub beberapa wahana yang terlihat asing di matanya. Sasuke yang berada disebelahnya hanya tersenyum geli melihat tingkah Naruto yang sangat antusias dengan wahana bermain tersebut.

Mereka bersenang-senang disana selama beberapa jam, kemudian Sasuke mengatakan pada Naruto bahwa dia ingin pergi ke suatu tempat—tentu saja setelah pemuda raven itu membeli sebuket bunga cantik di salah satu toko bunga di pinggir jalan.

"Kita mau kemana lagi, Sasuke?" Tanya Naruto penasaran saat Sasuke terus berjalan di depannya dengan membawa sebuket bunga yang masih segar.

"Kau akan tahu nanti." Ucap Sasuke yang terus mempercepat langkahnya di sepanjang trotoar jalan.

Naruto tidak membantah lagi dan mengikuti pemuda raven itu tanpa protes. Langkah kaki mereka terus bergema di sepanjang jalan hingga akhirnya berhenti di depan gerbang pemakaman Konoha.

Tepat ketika Sasuke ingin masuk ke area tersebut, langkahnya terhenti ketika Naruto mencengkram lengannya dengan kuat. "Tunggu Sasuke, kenapa kita kesini?"

"Kenapa? Tentu saja mengunjungi makammu, Naruto." Jawab Sasuke pelan, terdengar lirih.

"Tapi kenapa?" Naruto bersikeras lagi. Sasuke tidak menjawab dan terus berjalan memasuki area pemakaman. "—Sasuke, kenapa kau ingin kesini?!" Ulang pemuda pirang itu lagi, sedikit kesal.

"Sudah kukatakan untuk mengunjungi makammu, Naruto." Jawab Sasuke seraya berhenti tepat di depan batu nisan sang Uzumaki.

"Kau mengetahuinya 'kan?" Naruto mendesis pelan. Kilatan marah terpantul di matanya. "—Kau menguping pembicaraanku dengan Kyuubi 'kan?!—Jawab Sasuke!" Bentaknya lagi.

Sang Uchiha tidak langsung menjawab, ia menjulurkan tangannya untuk meletakkan sebuket bunga itu di makam sang Uzumaki. Kemudian mengelus lembut ukiran nama yang tertera disana. "Ya, aku mendengar seluruh pembicaraanmu dengan rubah itu." Ucapnya akhirnya.

Wajah Naruto mengeras mendengar ucapan sang Uchiha. Ia ingin marah, namun ia sadar kalau dirinya sama sekali tidak berhak memarahi pemuda raven itu.

Sasuke tidak salah. Kenyataan itu tidak salah. Yang salah adalah takdirnya.

"Maaf—" Akhirnya sang Uzumaki bersuara setelah emosinya mereda. "—Aku pikir bisa menyembunyikan kenyataan ini hingga aku menghilang, tetapi nyatanya tidak. Kau sudah mengetahui segalanya."

Sasuke tidak menjawab. Ia hanya menatap pemuda pirang itu dalam diam. "Apakah kita akan bertemu lagi?"

Naruto menatap pemuda dihadapannya dengan pandangan teduh, kemudian tersenyum getir. "Tentu saja. Kita akan bertemu lagi."

"Kau berjanji?" Ada getar suara dari sang Uchiha. Pemuda raven itu sekuat tenaga menjaga agar suaranya tidak pecah oleh tangisan.

Naruto mengangguk. Tangannya terjulur untuk menangkap tubuh ramping itu dan memeluknya dengan lembut. "Aku berjanji, Sasuke."

Untuk sesaat mereka saling merengkuh satu sama lain. Menikmati kehangatan tubuh pasangannya. Tidak ada ciuman maupun desiran hasrat, hanya sebuah pelukan sayang yang sebentar lagi akan terpisah oleh reinkarnasi. Sasuke membenci perpisahan, karena itu ia memilih memisahkan diri dibandingkan harus berhubungan dengan orang lain. Tetapi sekarang berbeda, ia sama sekali tidak menyesal sudah bertemu dengan Naruto.

Ia menerima perpisahan ini sebagai pertemuan yang masih tertunda.

Ya!—Sasuke yakin ia akan bertemu lagi dengan Naruto. Nanti. Di lain waktu.

"Sasuke—" Sang Uzumaki mulai membuka suara. "—Aku harus pergi." Bisiknya lirih.

Pemuda raven itu mengencangkan pelukannya, mengeratkan rengkuhannya pada leher Naruto. Ia menenggelamkan kepalanya di leher sang Uzumaki, menghirup aroma jeruk yang menguar dari tubuh itu.

Aroma terakhir Naruto.

"Sasuke, aku harus pergi." Naruto mengulang ucapannya. Jarinya membelai surai hitam itu penuh sayang. "—Aku janji, kita akan bertemu lagi." Lanjutnya lagi.

Sasuke mengangguk pelan dan akhirnya melepaskan pelukannya. "Ingin melakukan permainan terakhir?"

"Permainan?"

"Ya, petak umpet. Aku berhitung dan kau bersembunyi." Ucap sang Uchiha lagi.

Naruto tidak membantah, ia hanya mengangguk pelan. "Kalau begitu hitunglah. Dan aku akan bersembunyi."

Pemuda raven itu mulai menutup kelopak matanya perlahan dan mulai berhitung mundur. "10... 9..."

Naruto tersenyum teduh saat menatap sosok pemuda ramping dihadapannya itu. Wajah yang tampan dan mulus, bulu mata lentik dengan bibir tipis yang agak pucat serta rambut hitamnya yang sangat mempesona, betapa Naruto akan merindukan seluruh sikap dan sifat angkuh sosok sang Uchiha itu. Ia mencondongkan tubuhnya untuk mengecup pelan kening Sasuke, "Aku mencintaimu, Sasuke." Ucapnya lirih hampir berbisik. "Sangat mencintaimu." Ulangnya lagi.

Sasuke menggigit bibirnya, berusaha menahan butiran tangis dari matanya yang masih menutup. Kemudian ia kembali bergumam pelan, "...8... 7... 6..."

Naruto mundur perlahan. Senyum tipis terukir di bibirnya. Tubuhnya lambat laut menjadi transparan, menghapus setiap jengkal keberadaan pemuda pirang itu. Seakan-akan tubuhnya hanya terbuat dari abu yang akan menghilang bila ditiup angin.

"...5 ...4... 3..." Sasuke masih menghitung. Setiap hitungan yang keluar dari bibirnya membuat suaranya tercekat dengan nada serak menahan tangisan. Kedua tangannya terkepal disamping tubuhnya, berusaha menjaga dirinya agar tidak mengeluarkan emosi apapun.

Ini bukan perpisahan

"...2 ...1..." Sang Uchiha menyelesaikan hitungannya. Ia tidak membuka matanya dan masih terdiam, menunggu. Berharap suara Naruto masih terdengar dan sosok itu tetap berada dihadapannya. Namun begitu kelopaknya terbuka, sang Uzumaki sudah menghilang. Iris onyx nya hanya melihat ruang kosong tanpa adanya sosok pemuda itu. Hanya semilir angin yang bisa dirasakan Sasuke di pemakaman tersebut.

Ini hanyalah pertemuan yang tertunda.

Sasuke berusaha mengulang kalimat itu di otaknya, berharap ia bisa tegar dan meneruskan kehidupan. Sayangnya, matanya memiliki pemikiran lain. Kedua pasang onyx hitam itu tidak sanggup lagi menahan cairan bening yang sudah menumpuk di kelopak mata, membiarkan tetes itu jatuh mengaliri pipi hingga sisi dagunya.

Hingga akhirnya, sasuke memilih menyerah dengan perasaannya dan terduduk di tanah dengan tangisan keras. Memanggil nama Naruto berkali-kali dengan suara putus asa.

.

.

.

.

_16 Tahun Kemudian_

.

_Konoha Gakuen, pukul 10.00 Pagi_

.

Uchiha Sasuke terlihat berjalan di sepanjang lorong koridor sekolah sembari menenteng buku absen di tangannya. Pemuda yang kini berumur 33 tahun itu terlihat masih menampilkan sikap stoic-nya walaupun sekarang dia adalah guru yang dihormati di sekolah tersebut.

Banyak siswi dan para guru wanita yang terpesona dan kagum padanya, berharap bisa menjadi istri pemuda berwajah tampan yang masih berstatus single itu. Sayangnya, sang Uchiha tidak berniat menikah, apalagi bersenang-senang dengan gadis muda yang bau kencur setara anak sekolahan. Hell no!

Sasuke melirik jam tangannya. Pukul 10.20 menit, masih ada waktu untuk kelas selanjutnya. Bagaimana pun juga ia harus menjadi guru yang disiplin serta teladan bagi para muridnya. Memberikan contoh agar selalu tepat waktu dan berprestasi.

"Yoo!—Sasuke!" Panggilan seseorang membuat langkah pemuda itu terhenti. Ia menoleh ke belakang dan menemukan sosok Suigetsu berbalut kemeja dan Juugo yang berpakaian olahraga. Mereka berdua merupakan teman Sasuke yang juga memiliki profesi sama. Juugo sebagai guru olahraga dan Suigetsu adalah guru fisika.

Well, siapa sangka kalau pemuda yang dulunya adalah pimpinan berandalan ternyata bisa menjadi seorang guru fisika.

Hmm—waktu memang mengerikan.

"Kalian sedang apa berkeliaran disekitar sini?" Ketus Sasuke dingin. Ciri khas sang Uchiha.

Suigetsu terkekeh sebentar sembari menyampirkan lengannya di bahu pemuda raven itu. "Oh ayolah, Sasuke—kau terlalu kaku menjadi guru. Apakah setiap hari bergumul dengan matematika membuat otakmu kusut?" Godanya lagi.

Sasuke memutar bola matanya malas. "Aku tidak sepertimu yang kerjaannya menggoda para gadis, padahal kau sudah memiliki Juugo."

"Well, aku mencintai Juugo, tetapi dada besar para gadis selalu menarik di mataku." Potongnya cepat.

Sasuke menatap Juugo dengan pandangan kasihan. "Kau tidak keberatan kalau pacarmu segila ini, Juugo?" Tanyanya dengan nada prihatin.

Pemuda berambut jingga itu mengangkat kedua bahunya, tidak peduli. "As long as he loves me, i don't mind about that."

"See?—Juugo tidak mempermasalahkan kelakuanku." Tukas Suigetsu lagi seraya mengedip genit ke arah sang pacar. "—Malam ini kau akan kuberi layanan yang memuaskan, honey." Godanya lagi, membuat Sasuke yang berada didekat mereka langsung mual karena jijik.

"Dasar pasangan idiot." Dengus Sasuke lagi. Memilih meninggalkan kedua orang itu untuk segera masuk ke dalam kelas, memulai pelajaran.

Dia tidak peduli dengan pasangan lovey-dovey yang sibuk bermesraan di luar kelas. Masih ada tugas yang perlu dikerjakannya dibandingkan mengurusi Suigetsu dan Juugo.

"Selamat pagi, anak-anak." Sasuke menyapa saat masuk ke dalam kelas. Melangkah menuju podiumnya.

"Selamat pagi, Sasuke-sensei!" Teriak para siswa dan siswi bersamaan.

Sang Uchiha tersenyum tipis menanggapi semangat yang dikeluarkan muridnya. Ia kembali menatap buku absen untuk mendata para siswanya. "Baiklah, sensei akan memanggil nama kalian sat—"

"Maaf, sensei. Saya terlambat." Suara seorang siswi menginterupi ucapan sang Uchiha. Gadis itu berdiri di ambang pintu kelas sambil membungkuk meminta maaf.

"Ya, tidak apa-apa." Sahut Sasuke lagi seraya menyuruh muridnya itu untuk masuk.

"Oh ya, ngomong-ngomong Sensei—" Gadis itu menyela lagi. "—Ada siswa baru yang ingin masuk ke kelas." Lapornya sembari menunjuk seseorang yang berada di sampingnya, tertutup oleh tembok kelas.

Sasuke mengernyit heran, kemudian menatap dan membolak-balik buku absennya, berusaha menemukan data maupun profil murid baru tersebut, namun hasilnya nihil.

HmmMungkin kepala sekolah lupa memberitahuku mengenai murid baru ini. Batin Sasuke dalam hati.

Pemuda raven itu menengok ke arah pintu kelas, berusaha menjulurkan kepala untuk memandang si murid baru, tetapi sosok itu terlindung oleh tembok kelas. Membuat Sasuke tidak bisa melihat jelas wajah murid tersebut.

"Uhm—masuklah." Ucap Sasuke lagi.

Murid baru tersebut melangkah masuk ke dalam kelas. Sosok itu merupakan pemuda yang cukup tinggi dan bertubuh tegap dengan seragam Konoha Gakuen yang dipakai agak berantakan—tipe berandalan. Senyum cerah pemuda itu selalu terpasang di bibirnya. Mengingatkan Sasuke dengan seseorang yang sangat familiar.

"Hallo—" Si murid baru menyapa. "—Namaku Uzumaki Naruto, umur 16 tahun, dan menyukai gadis berdada besar." Sapanya riang pada seluruh teman sekelas. Membuat para siswi dan siswa saling berbisik heran dan penasaran.

Sedangkan Sasuke hanya bisa terdiam dengan mata melebar, terkejut. "Na—Naruto?"

Pemuda yang bernama Naruto itu menoleh ke arah Sasuke, kemudian tersenyum dengan cengiran lebar. "Oh, hallo Sasuke. Lama tidak bertemu, kau sudah tua rupanya." Ucapnya dengan tidak sopan seraya menatap pemuda raven itu dari atas kepala hingga ujung kaki. "—Tapi kau tetap tampan dan manis seperti dulu. Benar-benar awet muda rupanya." Lanjut Naruto lagi dengan kekeh pelan.

Sasuke mengerjap satu-dua kali. "K—Kau mengingat kehidupanmu sebelumnya?" Tanyanya penasaran.

"Tentu saja aku ingat, cukup sulit juga mencarimu. Maksudku, saat aku berumur 7 tahun aku sudah berusaha kabur dari rumah untuk pergi menuju Konoha menemuimu, tapi selalu gagal. Selama ini aku tinggal di Suna dan aku tidak suka suasana di daerah itu." Gerutu Naruto panjang lebar. Tidak mempedulikan Sasuke yang masih shock dengan apa yang dilihatnya sekarang.

"Naruto, kau manusia sekarang." Ujar sang Uchiha lagi seraya menatap pemuda berlebih hormon itu dengan intens. Tidak mempedulikan pandangan para murid yang sedang melihat mereka dengan tatapan bingung.

"Ya, aku manusia sekarang." Naruto merentangkan dua lengannya dengan lebar seraya tersenyum senang. Berharap mendapat pelukan dari pemuda raven itu, namun yang dilakukan Sasuke adalah menarik sang Uzumaki keluar kelas, menghindari tatapan para muridnya.

Mereka bergerak cepat menuju bawah tangga kemudian saling berpandangan selama beberapa detik. Terlihat senyuman tipis di bibir Sasuke sebelum pemuda itu memeluk sang Uzumaki dengan penuh kerinduan.

"Aku menunggumu." Suara Sasuke terdengar bergetar. "—Menunggumu selama 16 tahun, Idiot." Ucapnya lagi sembari menggigit bibir bawahnya, menahan suaranya agar tidak pecah.

Naruto tersenyum kecil, kemudian membalas pelukan itu dengan rengkuhan kuat. "Maaf sudah membuatmu menunggu, Sasuke." Bisiknya pelan. "Aku sudah kembali sekarang." Sambungnya lagi.

"Mulai sekarang kau harus berjanji tidak akan meninggalkanku lagi, Anjing bodoh." Sungut Sasuke dengan nada kesal namun juga penuh sayang.

Naruto tertawa sebentar. "I promise i won't never leave you again. Even though i may not be able to promise that i will always be there for you, i sure can promise that i will always love you... Sasuke, let me be your guardian dog."

Sasuke tidak menjawab dan hanya merengkuh pemuda yang lebih tinggi darinya itu dengan lebih erat dan penuh sayang. Bibirnya melengkung tipis menandakan kebahagiaan, dan kali ini ia bersumpah—apapun yang terjadi, dirinya tidak akan membiarkan Naruto pergi lagi.

.

He's the only one can protect me. And he's precious to me.

Because he's—

.

—My guardian dog.

.

The End

.

.

.

Yuhuuuu~ Akhirnya selesai juga...

Chap 5 udah aku persingkat dan jadinya malah pendek dan gaje gini... Damn! Aku gak berbakat bikin ending sama sekali... Dan endingnya is sooo lameee!

God! Aku pengen ngubur diri aja di tong sampah terdekat :( *maafkan aku teman, karena sudah mengecewakan kalian dengan ending yang hancur begini"

Oh well, semoga kalian masih suka hehe :) *semangat*

Oke, sampai jumpa di fic selanjutnya, Teman! Byeee :D *Crow terbang sambil makan cakes*

.

RnR Please!