Disclaimer: Masashi Kishimoto

Warning: YAOI, AU, OOC dan hal absurd lainnya

Pairing: Always NaruSasu

Rated: M for Mature and Sexual Content

(Don't Like Don't Read)

.


My Guardian Dog

.

By: CrowCakes

~Enjoy~


.

.

Uchiha Sasuke hanyalah seorang pemuda biasa berumur 17 tahun dengan rambut raven, mata hitam kelam, berpostur tinggi ramping, serta berkepribadian pendiam. Tidak pernah mencari masalah apapun di sekolahnya. Ia bahkan sejauh mungkin untuk tidak membuat orang-orang menyadari keberadaannya. Well, menjadi kutu buku di sekolah bergengsi yang paling terkenal di Konoha merupakan hal yang mengerikan.

Kau akan di cap menjadi anak paling kolot dan sok pintar dihadapan guru, belum lagi kau akan terus dihina bahkan di-bully setiap harinya. Sungguh, hal itu membuat Sasuke tidak nyaman. Ia bisa saja mengadukan hal tersebut pada kakaknya, Itachi, yang juga senior disana. Tapi tidak!—Walaupun Sasuke selalu di-bully, tapi dia masih punya harga diri seorang Uchiha. Jadi dia tidak mungkin berlari ke arah sang kakak sambil menangis dan mengadukan hal tersebut.

Hell no!

Sasuke merapikan seragam serta dasinya sebelum berjalan di lorong koridor untuk menuju kelasnya. Ia harus terlihat sempur—

DUGH!—Seseorang menabrak bahunya dengan keras hingga membuatnya terjatuh ke lantai. Sasuke meringis kesakitan sebelum menatap si penabraknya.

"Ah!—Kutu buku rupanya." Suara serak itu keluar dari seorang pemuda bergigi tajam dan berambut silver, Suigetsu. Berandalan paling terkenal di kelasnya. Ia selalu mencari masalah dengan Sasuke, entah mengerjainya atau menghinanya. Sasuke menganggap kalau pemuda itu hanya iri dengan kepintarannya saja.

"Kau butuh bantuan, princess?" Tanya Suigetsu dengan kekeh geli seraya menjulurkan tangan untuk membantu Sasuke berdiri.

Trik murahan!—Sasuke pernah tertipu dan mengambil juluran tangan itu dan akhirnya di dorong lagi untuk jatuh ke lantai.

"Tidak perlu. Terima kasih." Jawab Sasuke dingin seraya bangkit berdiri. Membersihkan beberapa debu di celana dan baju seragamnya. Mata onyx nya sekilas menatap gerombolan berandalan itu. Suigetsu sang pemimpin dengan dua orang sahabat karibnya. Juugo si pendiam dan Karin si gadis centil.

"Kalau kau tidak keberatan, aku harus pergi. Selamat tinggal." Ucap Sasuke lagi seraya melangkah menjauh. Namun baru saja ia berbalik, tangan Suigetsu mencengkram bahunya dengan kuat.

"Mau kemana? Kita belum menyelesaikan masalah kita." Ujarnya lagi.

Sasuke mendesah lelah. Dia tahu kemana arah pembicaraan ini akan berakhir. "Apa maksudmu?"

"Maksudku adalah—mengenai benturan tadi. Seharusnya kau meminta maaf padaku." Sela pemuda itu sambil berpura-pura merintih sakit dengan menyentuh pundaknya.

Sasuke memutar bola matanya, malas. "Maaf." Jawabnya singkat.

Suigetsu terkekeh lagi. "Permintaan maaf di tolak." Sahutnya riang. "—Aku akan memaafkanmu kalau kau memasukkan kepalamu itu ke closet sekolah." Tegasnya lagi. Karin yang berada disampingnya hanya terkikik kecil sambil memakan lolipop-nya.

"Ayolah Suigetsu, kasihan Sasuke-kun." Timpal gadis itu yang tentu saja berpura-pura simpatik.

"Suigetsu, Karin, cukup!" Gelegar suara itu datang dari Juugo. "Kita harus kembali ke kelas, ingat? Kakashi-san pasti sudah menunggu kita." Lanjutnya lagi seraya menarik kedua orang itu untuk menjauh.

"Ah! Tunggu dulu!" Karin melepaskan pegangan Juugo dari lengannya dan bergerak menuju Sasuke. "—Teman tampan kita ini perlu diberi hadiah." Ujarnya seraya mengambil sekaleng jus strawberry dari sakunya, membukanya dan menumpahkannya di atas kepala sang Uchiha.

Suigetsu terkekeh keras saat melihat tubuh pemuda raven itu basah dengan cairan manis tadi. Membuat rambut serta pakaiannya menjadi berwarna merah muda dan terasa lengket.

Karin terlihat puas dengan hasilnya. "Okay, done!" Ucapnya yang melenggang pergi bersama gerombolannya. Meninggalkan Sasuke yang hanya bisa mengepalkan tangannya dengan erat, namun tidak bisa melakukan apapun selain menghela napas pasrah.

"Sebaiknya aku pulang dan mengganti seragam. Aku harap Kakashi-san tidak marah saat aku terlambat nanti." Gumamnya pelan.

Setuju dengan pemikirannya itu, Sasuke mulai berbalik dan berjalan menjauh. Tetapi baru satu langkah dari tempatnya, matanya sudah terjatuh pada sesosok pemuda bertubuh tegap dengan rambut spiky pirang, dan cengiran yang cukup menawan terpasang di wajahnya.

"Hai—" Pemuda pirang itu melambai riang. "—Namaku Uzumaki Naruto. Aku mencari ruang kepala sekolah, kebetulan aku ingin mengurus kepindahanku ke sekolah ini." Jelasnya lengkap.

Sasuke mendengus pelan kemudian menunjuk ke arah koridor di belakangnya. "Lurus saja dan belok kanan. Kau akan menemukan ruang kepala sekolah." Jawabnya singkat, padat dan jelas.

Pemuda bernama Naruto itu mengangguk paham kemudian bergerak menuju ke arah Sasuke. "Siapa namamu?" Tanyanya.

Sang Uchiha mundur sejenak. Tidak suka dengan kedekatan pemuda itu. "Sasuke."

Naruto menyeringai senang. "Ah—Rasanya aku pernah mendengar namamu. Nama yang sangat familiar." Ucapnya lagi sembari berpikir.

"Namaku memang pasaran. Tidak perlu terkejut." Ketus Sasuke sambil mulai beranjak menjauh.

"Tunggu!—" Naruto mencengkram lengan sang Uchiha dengan cepat. Menatap dari atas kepala hingga ujung kaki. "—Kau basah dan beraroma manis. Apakah orang-orang itu mengerjaimu?" Tanyanya dengan tatapan penasaran.

Sasuke menepis kasar. "Yeah—jadi lepaskan aku dan biarkan aku pulang untuk mengganti baju."

"Aku bisa menjadi 'anjing'mu. Melindungimu dari orang-orang itu." Sela Naruto lagi, tidak mempedulikan perkataan sang Uchiha.

Sasuke mengerjap satu-dua kali. Menatap dengan raut wajah heran. "Kau—apa?"

"Menjadi anjingmu. Melindungimu dari orang-orang itu. " Ulang sang Uzumaki, kali ini dengan nada bangga.

Sasuke mendecih dan menatap Naruto dengan galak. "Dengar ya, tuan anjing. Aku tidak butuh perlindunganmu. Jadi jangan ganggu aku lagi." Ketusnya dan melangkah pergi dengan cepat sebelum pemuda pirang itu kembali mengeluarkan ide gila lainnya.

.

.

Kelas berjalan seperti biasa. Sasuke sudah selesai mengganti seragam dan membawa cadangannya kalau-kalau dia akan di-bully lagi oleh kawanan hyena itu. Dia memang sempat terlambat masuk kelas, untung saja Kakashi tidak terlalu mempermasalahkan keterlambatannya. Lucky him!

Dan sekarang, Sasuke sibuk memperhatikan Kakashi yang tengah memperkenalkan murid baru.

Yup! Siapa lagi kalau bukan 'si tuan anjing' yang bernama Uzumaki Naruto itu. Gah! Melihat cengirannya saja membuat Sasuke ingin menggamparnya bolak-balik.

Ingin melindunginya? Menjaganya dari kawanan hyena itu? Cih! Omong kosong!—Memangnya dia siapa? Pahlawan kesiangan?

Kakashi menepuk kedua tangannya dengan suara -Plok!- kecil. "Baiklah, karena Naruto akan menjadi bagian kelas kalian. Aku harap kalian bisa berteman dengan baik. Termasuk kau Sasuke—" Mata sang guru menatap pemuda raven itu dengan tajam. "—Kau sebagai ketua kelas harus membimbing murid baru ini, mengerti?" Lanjutnya lagi.

Sasuke mendengus pelan. "Aku mengerti." Ucapnya, hanya sebagai formalitas biasa.

Kakashi tersenyum puas dari balik masker. "Kalau begitu, Naruto bisa duduk di bangku sebelah Sasuke." Perintahnya lagi.

Naruto terlihat sumringah, namun Sasuke malah terlihat keberatan dan panik.

"Ta—Tapi sensei, aku lebih suka sendiri, dan lagi masih banyak bangku lain yang kosong." Protesnya.

Kakashi melipat kedua tangannya dengan bosan. "Naruto adalah murid baru, ia perlu belajar semua peraturan sekolah darimu, Sasuke. Aku harap kau—sebagai ketua kelas—akan membantunya." Tegasnya lagi.

Pundak Sasuke merosot pasrah saat kata ultimatum seperti 'ketua kelas' meluncur dari mulut gurunya itu. "Baiklah, sensei."

.

Selama pelajaran yang berlangsung, Sasuke tidak menyangka kalau membimbing Naruto lebih mengesalkan dibandingkan berurusan dengan Suigetsu. Pemuda itu selalu menanyainya dengan pertanyaan-pertanyaan bodoh seperti nama orangtua, hobi, artis pujaan, dan makanan kesukaaan. God, memangnya dia pikir Sasuke itu siapa? Anak gadis yang suka menggosip tentang hobi dan artis?—Menyebalkan!

"Jadi Sasuke, apa kau punya binatang peliharaan?" Tanya Naruto sambil memainkan jarinya di rambut raven itu.

Sasuke mendelik ganas dan menepis tangan pemuda itu dengan kasar. "Tidak."

"Bagaimana dengan pacar?" Naruto mengelus lembut tangan sang Uchiha.

"Tidak." Sasuke menepisnya lagi.

"Ukuran celana dalam?"

"Tidak."

"Warna celana dalam?"

Sasuke menggebrak meja dengan kesal, kemudian mendelik sang Uzumaki dengan galak. "Sekali lagi kau bicara omong kosong, aku akan mematahkan lehermu, Dobe." Desisnya, murka.

Naruto mundur sedikit dengan wajah ketakutan. "Ba—Baiklah, jangan marah, oke?" Ucapnya terbata-bata.

Sasuke mendengus dan kembali menyibukkan diri dengan catatannya. Tepat ketika ia baru saja mencoret kertas, suara Suigetsu langsung menginterupsi kegiatannya itu.

"Sedang menulis sesuatu, kutu buku?" Tukasnya seraya memukul kepala Sasuke dengan keras.

Sang Uchiha mendongak seraya mempertahankan delikan sinisnya. "Aku tidak punya urusan denganmu, Suigetsu. Pergi." Usirnya.

Suigetsu menggeram marah. Ia menarik kerah baju Sasuke dengan kasar. "Dengar ya anak manja, kau tidak berhak mengusirku. Aku yang berkuasa disini." Desisnya emosi.

Naruto yang melihat gelagat itu langsung menepis cengkraman Suigetsu dari kerah seragam sang Uchiha. "Kau yang dengar, napas bau—" Pemuda pirang itu ikut mendesis. "—Sekali lagi kau berani menyentuh Sasuke, akan kupastikan lehermu patah." Lanjutnya geram.

Suigetsu terkekeh meremehkan, kemudian mencengkram kerah Naruto dengan kasar. "Jangan bercanda, aku yang akan mematahkan lehermu, brengsek!—Lagipula siapa kau? Pahlawan nasional? Pahlawan kesiangan?" Ejeknya.

Naruto menepis cengkraman Suigetsu dan menatapnya angkuh. "Aku 'anjing'nya, Sasuke."

Pemimpin kawanan hyena itu terdiam, mengerjap tidak percaya. Detik selanjutnya dia tertawa terbahak-bahak. "Buahahaha—anjing?" Suigetsu tergelak keras sambil memegangi perutnya yang kesakitan. Sedangkan Sasuke menggeram kesal ke arah Naruto yang luar biasa bodohnya.

"Kemari, Idiot!" Sasuke menarik paksa tangan pemuda pirang itu dan membawanya keluar kelas. Mereka bergerak cepat menuju bawah tangga, tempat yang strategis untuk berbicara empat mata.

Sasuke menyentakkan lengan Naruto dengan geram. "Apa maksudmu tadi, hah?! Kau ingin mempermalukanku atau apa?!" Bentak pemuda itu penuh emosi.

Naruto yang bersender di sisi tembok hanya menatap Sasuke kebingungan. "Aku hanya mengatakan yang sebenarnya. Aku anjingmu, Sasuke."

"Cukup omong kosongnya! Sebenarnya maumu apa?! Kau ingin mengerjaiku dengan cara baru, begitu?!" Bentaknya lagi.

"Aku tidak ingin mengerjaimu! Aku ingin melindungimu!" Balas Naruto tak kalah kesalnya.

"AKU TIDAK BUTUH PERLINDUNGANMU!" Sasuke akhirnya berteriak keras. Membuat Naruto terkejut dan mundur ketakutan hingga punggungnya menabrak tembok.

Sasuke terengah-engah sejenak saat keheningan menyelimuti mereka berdua. Jujur saja, sebenarnya ia tidak ingin memarahi pemuda itu. Naruto hanya ingin membantunya, hanya saja cara yang dilakukan si idiot itu terlalu—menggelikan. Dan itu membuat darah tinggi Sasuke naik seketika.

Sang Uchiha mendesah pelan, mencoba meredakan kemarahannya. "Dengar—" Ia memijat pertemuan pelipisnya, "—Aku meminta maaf sudah membentakmu, oke? Aku hanya terbawa emosiku." Ucapnya dengan nada melembut.

Naruto mencoba mengangguk. Pemuda Uzumaki itu mendekat dan mulai menjilat kelopak mata sang Uchiha. Sontak Sasuke yang menerima perlakuan itu langsung kaget dan mundur dengan panik, wajah pucatnya berubah merah sempurna.

"Apa yang kau lakukan, Dobe?!" Bentaknya sambil mempertahankan jarak dari Naruto.

Si penjilat hanya menatap heran. "Menghiburmu." Ucapnya lagi.

"A—Apa?! Jangan bercanda! Mana ada menghibur dengan menjilat seperti itu!—Itu namanya pelecehan seksual!" Bentak Sasuke kesal.

"Tapi aku anjingmu."

"Cukup! Aku tidak mau mendengar alasan tentang anjing lagi!—Kau itu aneh!" Tepat setelah teriakannya itu, sang Uchiha langsung berbalik pergi dengan geram. Meninggalkan Naruto yang hanya bisa menggaruk rambut spiky pirangnya kebingungan.

.

.

.

_Kediaman Uchiha, pukul 16.00 sore_

.

Sasuke kembali ke rumahnya dengan seragam sekolah yang basah. Semua ini gara-gara Suigetsu yang lagi-lagi menyiramnya dengan se-ember penuh air saat ia pulang tadi. Pemuda raven itu mendesah lelah dan mulai masuk ke rumahnya. Sedikit tidak mempedulikan tetes jatuh air di lantai dari pakaiannya.

"Kau kenapa?" Suara Itachi dari ruang depan membuat Sasuke menghentikan langkahnya dan menoleh sekilas.

"Tidak ada apa-apa." Jawabnya singkat seraya berjalan menuju anak tangga.

"Kau yakin?" Itachi mengikuti langkah adiknya itu dengan penasaran. "—Kau benar-benar basah kuyup." Lanjutnya lagi.

"Hanya hujan lokal." Sahut Sasuke sembari membuka kenop pintu kamarnya, tidak peduli.

Dahi Itachi berkerut heran. "Hujan lokal? Aku yakin kalau tadi tidak ada hujan sama sekali." Ucapnya seraya berpikir.

Sasuke memutar bola matanya bosan. "Sudahlah, Itachi-nii. Tinggalkan aku sendiri." Ketusnya lagi sambil melempar tasnya ke atas ranjang. Sedangkan sang Uchiha sulung masih berdiri di sisi pintu sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

"Kau terlihat kesal, Sasuke. Apakah ada masalah di sekolah?" Tanya Itachi mengalihkan pembicaraan.

Sasuke berhenti sejenak untuk melepaskan seragamnya dan mendelik ke arah sang kakak tanpa berminat. "Kalau kau sudah selesai bicara, kau bisa keluar sekarang." Ketusnya.

Itachi tersenyum simpul, memaklumi sifat sinis sang adik. "Kau tahu, aku merupakan kakakmu, kalau kau ada masalah kau bisa mengatakannya padaku."

"Hn." Sasuke tidak terlalu peduli dan memilih untuk memakai baju santainya.

Melihat tidak ada respon apapun dari sang adik, Itachi hanya bisa menghela napas dan duduk di sisi ranjang. "Sasuke, kalau kau butuh bantuan, kau bisa bicara denganku." Ujarnya dengan nada lembut.

Sasuke terlihat tidak peduli. Ia memilih menarik kursi belajar dan duduk disana seraya membuka buku pelajaran. "Aku tahu." Ucapnya singkat.

"Kalau ada masalah kau bisa mengadu padaku juga." Lanjut Itachi lagi dengan nada agak keras, cukup untuk Sasuke mendengarkan keseriusannya.

Sang adik mengerang kesal. "Aku tahu, Itachi-nii. Kau sudah mengatakan hal itu dua kali. Aku tidak tuli, jadi bisakah kau keluar dari kamarku dan biarkan aku belajar?" Tukasnya cepat. "—Please!" Sambungnya lagi penuh penekanan.

Itachi mendesah dan mulai bangkit berdiri. "Oke, oke, aku akan keluar sekarang. Tapi ingat, kalau ada apa-apa kau bisa meminta bantuanku." Tegasnya lagi sebelum keluar kamar.

"Hn—baiklah." Jawab Sasuke tanpa menoleh. Ia hanya mendengar pintu ditutup dengan pelan, menandakan sang kakak sudah menjauh.

Sasuke menghela napas lega dan memilih bangkit dari kursi kemudian berbaring diatas kasur. Alasan belajar cukup membuat Itachi meninggalkan kamarnya, sedikit lega karena ia bisa beristirahat sejenak. Pem-bully-an di sekolahnya cukup membuat otak dan mentalnya lelah. Di tambah lagi murid baru bernama Naruto yang makin menyiksa batinnya.

God!—Yang diinginkan Sasuke hanya sebuah ketenangan, bukannya pem-bully-an dan penyiksaan seperti itu. Tetapi, mau tidak mau, suka atau tidak suka, Sasuke harus bertahan satu tahun lagi demi kelulusannya.

Yeah! Dan setelah lulus, dia akan terbebas dari gerombolan hyena dan si idiot kuning itu.

Senang dengan pemikiran itu, Sasuke mulai melupakan sejenak nasib sialnya dan mencoba menutup mata. Beristirahat di kasur empuknya yang hangat dan nyaman.

Tidur selama lima atau sepuluh menit tidak apa-apa 'kan? Urusan belajar bisa dilakukannya nanti malam saja. Batinnya dalam hati.

.

Riiing!Riiing!Alarm handphone Sasuke berbunyi, membuat pemuda yang sudah terlelap nyenyak itu bangun perlahan dengan gerakan malas. Ia mengucek matanya sejenak sebelum meraih benda kecil disamping bantalnya.

Pukul 20.30 malam. Angka itu tertera di layar ponselnya dengan jelas, membuat Sasuke terbelalak panik. Ia sudah tertidur selama lima jam lebih.

Shit! Aku lupa mengerjakan tugas. Batinnya ketar-ketir seraya keluar kamar untuk mencuci muka di kamar mandi. Bermaksud untuk menjernihkan pikiran.

Tetapi baru setengah jalan di anak tangga, telinganya langsung mendengar suara tawa dan obrolan dari arah ruang depan. Sedikit penasaran, Sasuke turun dengan tergesa-gesa dan mengintip siapa tamu yang datang malam-malam begini.

Mata onyx nya terpaku pada sosok sang kakak yang tengah berbincang dengan seorang pemuda berambut pirang yang selalu menampilkan cengirannya.

"Na—Naruto?" Sasuke memanggil dengan nada terkejut sekaligus heran, membuat dua orang yang sedang berbincang di ruang depan itu menoleh dengan cepat.

Itachi menyambut sang adik dengan senyuman tipis. "Kau kedatangan tamu, Sasuke. Naruto sudah disini sejak satu jam yang lalu."

Sang Uchiha bungsu tidak mempedulikan omongan Itachi, ia malah langsung bergerak menuju ke arah Naruto dengan galak. "Mau apa kau kesini?!" Ketusnya.

Naruto menampilkan cengirannya. "Belajar bersama."

"Kau bisa belajar sendiri, Dobe." Sinis Sasuke seraya melipat kedua tangannya, angkuh.

Naruto hanya menggaruk rambutnya salah tingkah diusir secara halus seperti itu, sedangkan Itachi menatap tajam ke arah Sasuke. "Bisakah kau bersikap lebih sopan terhadap temanmu, Sasuke?"

"Tapi, Itachi-nii—"

"Jangan beralasan, bawa saja temanmu ke dalam kamar dan bantu temanmu ini belajar, oke?" Potong Itachi lagi. "—Dan jangan kasar dengan Naruto. Dia teman yang baik." Lanjut pemuda itu seraya tersenyum pada sang Uzumaki.

Sasuke mendengus kesal menyadari sang kakak lebih memihak pemuda pirang itu dibandingkan dirinya. "Terserah sajalah." Ketusnya lagi sambil melangkah menjauh.

Naruto tersenyum senang dan mulai bangkit untuk mengikuti pemuda raven itu. Baru satu langkah berjalan, Sasuke sudah berbalik menghadap ke arahnya sambil berkacak pinggang. "Tunggu aku di kamarku, aku mau ke kamar mandi dulu." Perintahnya tegas.

Naruto lagi-lagi mengangguk layaknya anjing patuh dan bergegas menuju kamar sang Uchiha bungsu di lantai dua. Dia masuk ke kamar yang memiliki papan nama dengan tulisan 'Uchiha Sasuke' di depan pintunya. Kemudian duduk patuh di lantai sambil menunggu pemuda raven itu selesai dengan urusan kamar mandinya.

Cklek!—Sasuke masuk ke kamar sepuluh menit kemudian dengan rambut basah dan wangi sabun. Naruto menebak kalau Sasuke baru saja mandi, terlihat dari handuk kecil yang tersampir di bahunya.

"Kau wangi." Puji Naruto dengan senyum lebar. Sasuke hanya menanggapinya dengan dengusan pelan dan memilih duduk di samping Naruto.

"Jadi, kau ingin belajar apa?" Tanya pemuda raven itu tanpa basa-basi.

"Terserah saja." Sahut Naruto.

Sasuke mendelik galak. "Kau bawa peralatan tulis?"

Naruto menggeleng pasti. "Tidak."

"Bawa buku pelajaran?"

"Tidak."

"Lalu apa yang kau bawa?!" Teriak Sasuke, kesal. Ia sudah habis kesabaran meladeni kebodohan pemuda pirang itu.

Naruto menampilkan senyuman lebar sambil menarik sebuah benda dari kantong jaketnya. Benda kotak dengan gambar wanita telanjang berdada besar. Sebuah kaset film porno. "Aku bawa ini. Kelihatannya menarik, jadi aku ingin melihatnya bersamamu." Jawabnya lagi.

Sasuke terdiam sejenak, mengerjap tidak percaya. Detik selanjutnya ia bangkit untuk membuka pintu kamar. "Keluar." Satu kata itu terucap dengan galak dan bernada dingin.

"Ta—Tapi Sasuke—"

"Aku bilang keluar, Mesum!" Bentak Sasuke lebih keras. Kesal dengan tingkah bodoh sang Uzumaki.

Naruto meneguk air ludahnya, gugup. "Sa—Sasuke, kenapa kau marah? Aku pikir kau suka dengan hal-hal ini?"

"Kenapa aku harus suka dengan hal-hal itu, Idiot?!" Sahut sang Uchiha lagi, masih mempertahankan tatapan kesalnya.

"Tapi—kata penjualnya, kau akan menyukai film ini." Terang Naruto lagi dengan ekspresi sedih. "—Padahal aku sudah membelinya dengan susah payah." Sahutnya, kali ini ditambah nada kecewa yang kentara sekali.

Sasuke mendesah sambil memijat keningnya. "Baiklah, baiklah, hentikan tatapan sedihmu itu. Kita akan menontonnya." Ucapnya lagi sambil menutup pintu kamar dan menguncinya rapat-rapat, mencoba mencegah sang kakak masuk kamar saat mereka sibuk menonton benda nista itu.

Naruto sumringah dan langsung menyerahkan benda itu ke tangan Sasuke. Sedikit terpaksa, pemuda raven itu mulai memasukkan kaset yang dipegangnya ke dalam pemutar DVD.

"Ngomong-ngomong Sasuke, kau punya tissu? Kata penjualnya, kalau ingin menonton ini harus sedia tissu." Ucap Naruto lagi.

Sasuke mengerang jengkel, kemudian mengambil sekotak tissu dari laci meja belajarnya dan menyerahkannya ke pemuda pirang itu. Naruto menyambutnya dengan senyum senang.

"Sasuke, kemari. Duduk disampingku. Kita akan menontonnya sebentar lagi." Pinta Naruto seraya menepuk lantai di sebelahnya, menyuruh sang Uchiha duduk.

Dengan putaran bola mata kesal, Sasuke akhirnya duduk patuh disamping pemuda pirang itu. Mata onyx nya melirik sekilas ke arah Naruto yang terlihat girang sambil menunggu dengan sabar film tadi diputar.

Si bodoh ini terlihat antusias sekali, sepertinya dia tidak pernah menonton film porno. Ucap Sasuke dalam hati. Kemudian mengalihkan pandangan ke layar televisi saat benda itu mulai menampilkan adegannya.

Sang Uchiha meneguk air liurnya gugup. Jujur saja, ia pernah menonton film nista itu seorang diri. Namun sekarang ia harus menontonnya bersama dengan si idiot Naruto. Semoga saja ia bisa mengendalikan libidonya.

Adegan pertama terlihat seorang anak laki-laki yang sedang duduk di ranjang kamar. Bocah itu terlihat tengah membaca komik dengan seru.

Sasuke mengernyit heran. Apakah ini sejenis film porno terbaru? Shotacon mungkin? Pikirnya lagi.

Tetapi setelah lama menunggu—hampir dua puluh menit—tidak ada sama sekali wanita berdada besar atau sejenis gadis muda yang beradegan ranjang dengan bocah tadi. Hanya film keluarga dengan anak laki-laki yang tengah berlari di pantai dengan anjingnya. Tertawa bahagia. Sedangkan di sisi pantai, ayah dan ibunya melambai riang melihat keceriaan sang anak.

Tunggu!Sepertinya ada yang salah disini. Batin Sasuke lagi. Pemuda raven itu menoleh ke arah Naruto yang terlihat antusias menonton setiap adegannya.

"Na—Naruto, sebenarnya kau membeli film apa?" Tanya sang Uchiha.

Naruto menoleh dengan wajah bingung. "Tentu saja film tentang seorang anak laki-laki yang kehilangan anjingnya. Dia sedih karena anjing kesayangannya mati saat menolongnya tenggelam di pantai." Jelas pemuda itu panjang lebar.

"Tu—Tunggu dulu, jadi maksudmu ini film tentang keluarga, begitu?"

Naruto mengangguk dengan senyum lebar. "Yup!"

"Tentang anjing dan majikannya?"

"Benar sekali."

"Makanya kau butuh tissu karena sebentar lagi akan ada adegan sedih, begitu?" Tebak Sasuke lagi.

"Ya, tentu saja. Memangnya kau pikir untuk apa aku meminta tissu?" Tanya Naruto semakin heran dengan tingkah sang Uchiha.

Sasuke memijat pertemuan mata dan hidungnya. "Lalu kenapa cover depannya wanita telanjang?" Tanyanya lagi tak habis pikir.

"Well—aku tadi menjatuhkan cover depannya hingga rusak, jadi penjualnya berinisiatif memberikan tempat DVD yang baru, tetapi hanya ada cover dengan wanita telanjang ini. Jadi, aku terima saja." Jawab Naruto, sedikit tidak peduli.

Sasuke mendesah lagi. Ternyata film ini hanya film keluarga biasa, rasanya aku menyesal sudah marah-marah tidak jelas seperti tadi. Batinnya lagi.

"Sasuke? Kau tidak suka ya?" Naruto menoleh untuk menatap pemuda Uchiha itu.

Sasuke mencoba memaksakan senyumnya. "Aku suka kok—" Ada jeda sejenak sebelum dia melanjutkan kalimatnya lagi. "—Maaf ya, tadi sudah memarahimu."

Naruto menampilkan cengirannya. "Tidak apa-apa. Aku sudah tidak memikirkannya lagi kok."

Sasuke mengangguk dan memilih berbaring di ranjang. "Kalau sudah selesai menonton. Bereskan kasetnya, oke?"

"Memangnya kau tidak ingin menonton film ini?" Tanya Naruto heran sambil menatap sang Uchiha yang memilih berbaring di atas kasur.

"Aku sudah menontonnya hampir sepuluh kali."

"Benarkah?" Naruto terlihat antusias. "—Jadi bagaimana pendapatmu tentang film ini?"

"Well, aku tidak terlalu suka." Sasuke menguap sebentar. "—Maksudku, anjing itu terlalu bodoh mengorbankan dirinya demi sang majikan. Itu sangat menggelikan." Lanjutnya lagi.

Naruto terlihat berpikir sebentar. "Kalau menurutku, filmnya cukup bagus. Aku suka melihat kesetiaan anjing itu." Ia berhenti berbicara, mata birunya memandang Sasuke dengan lekat. "—Aku pun akan melakukan hal yang sama kalau kau tenggelam di pantai."

Sasuke mendengus geli. "Kau bukan anjing, Dobe."

"Tapi—aku pasti akan menyelamatkanmu kalau kau tenggelam!" Naruto sedikit bersikeras. Matanya memandang sang Uchiha dengan tatapan serius.

Sasuke lagi-lagi hanya mendengus geli. Tangannya terjulur untuk menepuk kepala Naruto dengan lembut. "Aku mengerti. Tapi kau tidak perlu menyelamatkanku. Aku bisa berenang, Dobe." Sahutnya lagi.

Naruto menekuk wajahnya kesal. "Tsk!—Tidak menarik! Seharusnya kau tidak bisa berenang, Teme. Jadi aku bisa terlihat seperti pahlawan!" Gerutunya.

Sasuke tertawa kecil. Ia memandang sang Uzumaki yang sibuk mengoceh tentang kepahlawanan dan pose terbaik saat menyelamatkan orang.

Sepertinya, menjadikan Naruto sebagai anjingku bukanlah hal yang buruk. Pikir pemuda raven itu lagi. Sedikit geli dengan pemikiran bodohnya.

"Naruto—" Sang Uchiha memanggil. "—Apakah penawaranmu masih berlaku?"

Pemuda pirang itu memiringkan kepalanya, bingung. "Penawaran?"

"Menjadi anjingku." Jelas Sasuke lagi. "—Aku sudah memutuskan untuk menerimamu sebagai anjing penjagaku."

Naruto terbelalak terkejut. "Kau—serius?" Tanyanya dengan bibir yang bersiap tersenyum lebar.

Sasuke mengangguk. "Aku serius."

Detik berikutnya Naruto langsung sumringah dengan tawa keras. Bersorak atas kegembiraannya. Sedangkan Sasuke mendengus geli melihat tingkah pemuda pirang itu.

Well, sekali idiot tetaplah idiot.

.

.

.

_Konoha Gakuen, pukul 08.00 Pagi_

.

Rumor tentang Naruto yang menjadi 'anjing penjaga' Sasuke mulai beredar luas di sekolah. Padahal baru kemarin Naruto menyerukan di hadapan Suigetsu bahwa dirinya adalah 'anjing setia' pengikut Sasuke, dan hari ini kabar itu terus menyebar dengan cepat ke seantero gedung sekolah.

Bahkan Sasuke pun tidak bisa melakukan apa-apa selain diam saat diejek oleh beberapa siswa lainnya bahwa ia memiliki 'anjing' yang bodoh. Seperti sekarang ini, pemuda raven itu hanya memutar bola matanya malas saat ada segerombolan siswa mendatangi mejanya.

"Kau sudah dengar?" Salah seorang siswa yang merupakan pimpinan kawanan itu mulai membuka suara. "—Ada yang mempunyai anjing. Aku ragu apakah anjing itu bisa menolongnya saat dihajar ramai-ramai oleh kita?" Lanjutnya lagi sambil tertawa girang, diikuti oleh beberapa siswa lain dibelakang mereka.

Sasuke tidak peduli. Atau lebih tepatnya, berpura-pura tidak mendengar celotehan memuakkan itu. Ia menyibukkan diri dengan merapikan buku-buku pelajarannya di atas meja.

Merasa diabaikan, salah seorang siswa tadi menggebrak meja sang Uchiha dengan gusar. "Sepertinya, kau butuh pelajaran tambahan, huh?" Desisnya sinis sembari mengepalkan tangan, bersiap untuk menghajar Sasuke.

Sasuke mendongak untuk menatap siswa itu dengan tatapan kesal. "Kau akan menyesal." Balasnya dengan desisan tak kalah sinis.

Siswa tadi menggeram marah mendengar ucapan sang Uchiha. "Kau—" Baru saja ia ingin melayangkan tinjunya, tiba-tiba sebuah tangan mencengkram kepalanya dengan kuat, menghentikan aksinya tersebut.

Ia menoleh dan mendapati sosok Naruto yang menatap tajam ke arahnya. Tangan pemuda pirang itu semakin mempererat cengkramannya. "Kau punya nyali juga rupanya ingin menghajar 'majikan' ku."

Siswa malang tadi ketar-ketir ketakutan, sedangkan Sasuke menyunggingkan senyum tipis. "Kau lama, Dobe." Ucapnya singkat.

Naruto menoleh ke arah Sasuke dan menampilkan cengirannya. "Maaf, Asuma-sensei mengajarnya terlalu lama." Sahutnya sembari melemparkan siswa di cengkramannya ke lantai dengan tidak peduli. Seakan-akan pemuda tadi hanya terbuat dari kapas.

Naruto kembali mendelik kawanan siswa yang sempat mem-bully Sasuke itu. "Sekali lagi kalian berani mendekati Sasuke, aku pastikan kalian semua akan terjun dari lantai tiga ini." Ancamnya dengan nada rendah.

Para gerombolan tadi gemetar ketakutan dan memilih lari tunggang langgang keluar kelas. Sesekali berteriak minta maaf dan mohon ampun. Meninggalkan Naruto yang berkacak pinggang dengan angkuh.

"Tsk! Dasar manusia tidak berguna. Digertak sedikit saja langsung kabur." Dengus Naruto sembari mengusap hidungnya dengan bangga.

Sasuke yang mendengar kesombongan sang Uzumaki hanya memutar bola matanya dengan malas. "Sikapmu itu benar-benar menyebalkan, Dobe." Ujarnya sambil merapikan buku di atas meja.

"Well, kalau tidak begitu, mungkin saja sekarang kau sudah dihajar oleh mereka." Balas Naruto.

Sasuke mendongak seraya menatap tajam ke arah pemuda pirang itu. "Jadi, apakah aku harus bersimpuh dan menyembah dihadapanmu karena sudah menyelamatkan harga diriku, begitu?" Sinisnya.

Naruto menggaruk rambut spiky-nya. "Tidak harus begitu juga sih." Sahutnya lagi. "Aku hanya ingin kau sedikit menghargai tindakanku tadi."

Sasuke mendesah. Mungkin ia memang sedikit kasar tadi. Lagipula Naruto sudah menolongnya dari para gerombolan kurang ajar itu, sedikit ucapan terima kasih tidak akan menjatuhkan harga dirinya 'kan?

"Naruto—" Sasuke memanggil pelan. "—Terima kasih untuk—err—yang tadi." Lanjutnya agak canggung.

Sang Uzumaki tersenyum senang. "Tidak masalah. Itu sudah tugasku untuk melindungimu." Sahutnya dengan cengiran lebar.

Pemuda raven itu mendengus geli. "Sebagai anjingku?"

"Sebagai anjingmu." Jelas Naruto lagi, antusias.

Sasuke tertawa kecil kemudian menatap ke arah Naruto dengan lekat. "Jadi, mau menemaniku ke perpustakaan? Aku harus mengembalikan beberapa buku kesana." Ujarnya seraya menunjuk tumpukan buku di mejanya.

Naruto terlihat berpikir sebentar. "Maaf Sasuke, aku tidak bisa ikut. Aku harus pergi."

"Kemana?" Tanya sang Uchiha sedikit bingung dan penasaran.

"Uh—hanya berjalan keluar dari sekolah." Jawab pemuda pirang itu lagi.

Sasuke mendelik galak. "Kau membolos?"

Naruto panik. "T—Tidak! Aku hanya—err—jalan-jalan sebentar."

"Itu namanya membol—"

"Ssst—sstt—" Naruto menutup mulut Sasuke dengan cepat. "—Please, jangan terlalu keras bicaranya. Kurenai-sensei bisa mendengarmu." Bisiknya pelan sembari mendelik keluar kelas, menatap seorang guru wanita yang sibuk berbincang dengan beberapa siswa.

Sasuke menepis kasar tangan Naruto dari mulutnya, kemudian mendelik galak. "Baiklah, untuk kali ini saja aku akan membantumu membolos. Aku bisa mengatakan pada Kakashi-sensei kalau kau sakit dan minta ijin untuk pulang." Jelas pemuda itu yang disambut senyum senang sang Uzumaki.

"Terima kasih, Sasuke. Kau yang terbaik." Ucapnya riang sembari bergegas keluar kelas. Terlihat terburu-buru.

Sasuke hanya bersungut kesal dan memilih bergerak menuju perpustakaan. Tetapi baru saja ia melangkah keluar kelas, sosok Juugo terlihat berdiri di ambang pintu sambil menatapnya dengan tajam.

Sasuke mundur perlahan dengan panik. Mata onyx nya menatap tak kalah tajam dan dinginnya, mengirim tatapan ancaman untuk jangan mendekat.

Juugo mengerti aura permusuhan yang dikeluarkan oleh Sasuke. "Aku disini bukan untuk mem-bully mu." Ujarnya tegas.

Sasuke mendengus pelan, seakan-akan kalimat itu hanyalah trik murahan yang selalu didengarnya dari Suigetsu. "Apa maumu?" Tanyanya agak ketus.

Juugo lagi-lagi hanya diam. Kemudian mengacak rambut senada kulit jeruk itu dengan canggung. "Aku ingin berbicara denganmu—" Ia kembali menatap lekat ke arah Sasuke. "—Empat mata." Sambungnya lagi.

Sasuke mengernyitkan kening, heran. Mata onyx nya memandang ke sekitar dengan cemas, dan sepertinya Juugo menyadari gerakan sang Uchiha.

"Tenang saja, Suigetsu dan Karin sedang berada di kantin sekarang ini. Mereka tidak akan mengganggumu." Sela Juugo dengan nada tenang.

Mendengar ucapan itu sedikit membuat Sasuke lega, lalu kembali menatap pemuda berambut jingga itu. "Baiklah, kita akan bicara di perpustakaan saja." Usulnya.

Juugo mengangguk setuju dan mengekor Sasuke di belakang menuju ke perpustakaan yang berada di samping tangga lantai dua. Mereka berdua bergerak masuk ke ruang penuh rak buku itu dan memilih meja yang berada di pojok ruangan, tempat yang cocok untuk membicarakan hal serius.

"Jadi, apa yang ingin kau bicarakan?" Sasuke langsung membuka suara sembari mendudukan diri di kursi. Sedangkan Juugo memilih duduk di hadapan sang Uchiha.

Pemuda berambut jingga yang terkesan kalem itu sedikit meremas kedua tangannya. "Hanya pembicaraan biasa." Sahutnya berusaha berbicara setenang mungkin, walaupun gerak tubuhnya terlihat gugup.

Sasuke menaikkan satu alisnya. "Pembicaraan biasa? Pembicaraan seperti apa?" Tuntutnya tidak sabaran.

Juugo mendongak untuk menatap mata onyx sang Uchiha. "Apa benar kalau Naruto itu menjadi 'anjing penjaga' mu?" Tanyanya.

Pemuda raven itu menatap Juugo dengan heran. "Well, itu benar. Memangnya ada apa?"

Juugo tidak langsung membalas. Ia terdiam sejenak sebelum kembali berbicara. "Apakah Naruto bisa diandalkan? Maksudku—kenapa kau tidak cari orang yang benar-benar bisa melindungimu?"

Sasuke masih menatap heran, namun dapat disembunyikan dengan mimik stoic-nya. "Apa maksudmu? Aku tidak mengerti."

"Maksudku adalah—" Ada jeda kecil saat tatapan Juugo berubah serius. "—Aku bisa melindungimu dan menjagamu dibandingkan pemuda itu. Aku lebih bisa diandalkan." Jelasnya dengan kalimat lugas dan tegas. Sanggup membuat Sasuke membelalak kaget.

"Kau—apa?" Ulang Sasuke tidak percaya.

"Dengar, mungkin ini terdengar gila, tetapi aku ingin melindungimu, Sasuke." Juugo kembali bersikeras. Kali ini raut wajahnya menjadi serius.

Sasuke mencoba meneliti setitik kebohongan di mata pemuda itu, namun ia menyerah saat mimik wajah Juugo tetap tidak berubah. Sang Uchiha hanya mendesah pelan. "Cukup omong kosongnya. Kau pikir setelah kau mem-bully ku kemudian menawarkan bantuan, aku akan percaya begitu saja? Maaf, tetapi aku tidak akan pernah tertipu trik murahan kalian." Jelasnya panjang lebar dengan sedikit nada emosi.

"Tidak ada kata 'kalian', hanya ada 'aku'. Aku tidak pernah mem-bully mu, aku hanya ingin melindungimu."

"Kenapa?" Sasuke menyela dengan cepat. "—Kenapa kau bersikeras ingin melindungiku?"

Juugo terdiam. Pertanyaan sang Uchiha langsung membuat lidahnya kelu seketika. "A—Aku—" Ia mencoba membuka suara, namun tidak ada kata-kata lain yang keluar dari bibir itu.

Lelah menunggu jawaban pemuda itu, Sasuke memilih bangkit dari kursi untuk pergi. "Kalau tidak ada yang dibicarakan lagi, aku akan kembali ke kelas." Ujarnya.

Baru satu langkah menjauh, tangan Sasuke langsung dicengkram oleh Juugo. Pemuda berambut jingga itu menatap sang Uchiha dengan tajam dan lekat. Ia bergerak mendekat dengan tatapan yang semakin intens.

Tangan Juugo meremas lembut jari-jemari Sasuke. Membuat pemuda raven itu merasakan hangat kulit mereka yang saling bersentuhan.

Kemudian sebuah pernyataan singkat keluar dari mulut Juugo. Terlalu tiba-tiba dan mengejutkan, sanggup membuat dunia Sasuke jungkir balik tidak karuan. Berputar layaknya roller coaster.

"Aku menyukaimu." Juugo akhirnya membuka suara. Kalimat yang tegas tanpa keraguan. Ia kembali meremas tangan Sasuke semakin erat dan kuat, namun juga lembut di saat yang bersamaan. Menegaskan keseriusannya. "—Aku menyukaimu, Uchiha Sasuke." Ulangnya lagi, seakan-akan kalau ia tidak mengatakan perasannya berulang kali, maka tidak akan ada lagi kesempatan kedua.

Sasuke hanya bisa terdiam. Membelalak terkejut dengan pernyataan cinta yang konyol itu.

.

Dia bilang apa?Menyukaiku?

Apakah ini trik murahan yang lain?

.

.

.

TBC

.

.

Yuhuuuu~ CrowCakes bawa fic baru lagi *lambai-lambai senang* :3

Semoga kalian suka ya? Huehehe... Aku ingin membuat fic tanpa konflik, hanya cinta-cintaan biasa khas sinetron alay indonesia... Buahahaha #plak XD

.

RnR please! ^^