Prologue

A prince for the princess


Hyuuga Hiashi mengepalkan tangan menahan rasa marahnya. Kesialan macam apa lagi ini? Waktu itu seorang anak perempuan sebagai pewaris, lalu anak dari adiknya yang ingin menguasai saham perusahaan, kali ini seorang artis remaja menginginkan putrinya. Ia benar benar geram, ingin sekali rasanya meremukkan kepala orang orang lancang itu sekarang juga.

"Hinata harus segera dijodohkan!" Ia bersikeras, "Atau Neji, si 'lancang pertama' akan mulai melakukan hal hal lain yang lebih menyulitkan baginya. Dan si 'lancang kedua' juga akan melakukannya!" Hiashi memaksudkan kata katanya untuk Sasori.

"Hanya saja, Tuan, untuk seorang anak perempuan yang sejak lahir sudah membawa lebih dari setengah saham perusahaan atas namanya, kau tidak bisa menjodohkannya dengan sembarang orang." Penasehat perusahaan, sekaligus tangan kanan Hiashi, mengutarakan pendapatnya.

"Lagi pula Hinata-sama adalah gadis yang berparas cantik, berhati baik, dan lembut. Akan sangat aneh rasanya jika menjodohkannya dengan seseorang yang tidak pantas."

Ia mengusap usap dahi, mencerna kata kata sang penasehat.

Memang benar, putrinya telah berubah menjadi sangat cantik dan menarik sehingga dengan melihat sekilas saja, kau bisa jatuh cinta padanya. Juga benar bahwa hati putrinya itu sangatlah baik dan lembut, seperti kapas putih halus.

Hinata harus mendapatkan seorang pria yang berkarakter tegas, memiliki kemampuan, bertatakrama, tampan, dan tentu saja, berasal dari keluarga terpandang. Oh ya, jangan lupakan tentang kemampuan bertarung. Hiashi suka pada seseorang yang pandai bertarung.

Masalahnya sekarang..

Pria sesempurna itu,

Dimana Hiashi harus mencarinya?

Ia berpikir keras. Diperintahkannya beberapa orang mencari data diri dari semua pewaris utama perusahaan perusahaan kelas atas di Jepang. Latar belakang mereka satu per satu ditelusuri dengan teliti.

Dan disanalah Hiashi menemukan nama Uchiha, dengan keunikan latar belakang sang pewaris utamanya.

Uchiha Sasuke, putra kedua dari Uchiha Fugaku, satu tahun lebih tua dibanding Hinata. Apa apaan ini? Putra kedua sebagai pewaris utama? Apa yang terjadi pada putra pertama keluarga Uchiha?

"Mengapa nama seorang putra kedua bisa berada disini, Hatake?" tanya Hiashi penasaran.

Kakashi Hatake, tangan kanan Hiashi, menatap foto sang bungsu Uchiha sekilas.

"Pewaris mereka yang sebelumnya dipaksa mundur karena menentang pertunangannya." Jawab Kakashi singkat.

"Lalu putra bungsu mereka menggantikannya?"

"Ya, Tuan. Uchiha Sasuke juga selalu menolak semua permintaan perjodohan, aku khawatir dia akan menolak Hinata-sama sama seperti ia menolak yang lain."

"Hm, menarik."

Kakashi memperhatikan tuannya dengan cermat. "Perintah anda, Tuan."

"Dimana anak ini bersekolah?"

"Konoha International, Konoha. Ia murid kelas dua disana, Tuan."

"Aturlah segala keperluan Hinata untuk pindah ke Konoha, pastikan juga ia bersekolah di sekolah yang sama dengan anak itu. Buatlah agar putriku terbiasa dengan kehadirannya." Hiashi menyesap teh dicangkir sampai habis.

"Akan segera saya laksanakan." Kakashi menghormat.

Dibalik pintu, Hanabi menguping. Ia begitu terkejut mendengar berita ini, padahal ia sudah sangat senang karena onee-san nya dekat dengan aktor keren seperti Sasori nii-san. Sasori juga orang baik dan berpenghasilan lumayan, apa yang salah dengannya?

Dari mana ayah bisa tahu kalau Neji menyukai nee-san? Nee-san saja tak pernah sadar, pikirnya.

Mendengar langkah kaki mulai mendekat, ia segera berlari menyembunyikan diri dibalik pilar pilar mansion.

"Uchiha Sasuke?" gumamnya,

"Mengapa ayah memilih seorang Uchiha untuk nee-san?" ia bertanya tanya.

Hanabi, tahukah kau seberapa banyak kekayaan seorang Uchiha Sasuke itu?

.

.

A Fairytale

.

.

"Senang sekali bisa bertemu dengan anda, Tuan Hyuuga." Fugaku menyalami Hiashi.

"Ya, sudah sangat lama sejak terakhir kalinya kita bisa bermain golf bersama seperti ini." Jawab Hiashi ramah.

Mereka berdua bermain cukup lama, dan membicarakan banyak hal disana. Salah satunya adalah perjodohan. Matahari sudah mulai terik, sehingga mereka terpaksa beristirahat sejenak di salah satu bangku panjang beratap.

"Kudengar putra keduamu selalu menolak semua perjodohan yang kau atur, benarkah begitu?" tanya Hiashi.

Fugaku tertawa singkat, "Putraku yang satu itu memang masih kekanakan, sungguh sangat berbeda dengan putrimu yang begitu dewasa dan berpikir jauh kedepan."

"Begitulah cara Hyuuga mendidik seorang putri." Hiashi membanggakan diri,

"Hinata selalu memasak makananku secara khusus untuk menjaga kesehatanku, dia juga sangat pandai bernyanyi, bermain alat musik, dan menari. Kemampuan kaligrafinyapun sungguh mengagumkan. Dia memberiku banyak kebahagiaan." Lanjutnya.

Tak mau kalah, Fugaku yang panas mendengar Hiashi membangga banggakan Hinata mulai menceritakan hal hal baik yang ada pada putranya, Uchiha Sasuke.

"Anak anak memang bertumbuh sangat cepat, rasanya baru kemarin aku menggendong tubuh kecil Sasuke, kini ia sudah menjadi pria yang sungguh sangat sempurna. Ia juga sangat menonjol dibidang akademis dan olahraga, kemampuan berpolitiknya luar biasa."

Sebuah ide muncul begitu saja setelah kalimatnya berhenti. "Bagaimana jika kita menjodohkan mereka saja, temanku?" tawar Fugaku tiba tiba, persis seperti rencana Hiashi.

"Ah, aku pasti akan sangat bahagia jika bisa memiliki ikatan keluarga denganmu, teman. Tapi mengingat penolakan yang mungkin akan diberikan oleh putramu.."

"Tidak, tidak." potong Fugaku, "Akan aku pastikan putraku tidak akan menolak kali ini. Aku berjanji padamu."

Hiashi tersenyum penuh kemenangan. Seorang tuan putri, memang sudah seharusnya mendapatkan seorang pangeran bukan? Jika perusahaan adalah kerajaan, mendapatkan menantu seorang Uchiha berarti mendapatkan kerajaan terbesar di Asia. Wajah Hiashi berseri seri.

"Jadi.. kapan kita akan mempertemukan mereka, teman?"

.

.

A Fairytale

.

.

"U-Uchiha?" wajah cantik Hinata berubah kaget bercampur cemas.

Surai indigo panjangnya jatuh lembut kedepan bahunya ketika ia menunduk. Yukata yang dikenakannyapun ia remas ujungnya hingga kusut. Hanabi hanya bisa memperhatikan Hinata dengan tatapan kasihan. Mereka berdua duduk berhadapan di ruangan HInata.

Ayahnya memilih seorang Uchiha? Adakah kesialan yang lebih parah dari ini? Hinata gemetar.

Ia membayangkan dirinya bersanding dengan seorang pria kejam yang memiliki mata merah menyala dan tatto diseluruh tubuhnya.

Banyak orang yang berkata bahwa klan Uchiha dipenuhi dengan orang sombong dan kejam, tak berperasaan, serta bersedia melakukan segalanya demi mendapat apa yang diinginkan. Terutama untuk pria bernama Uchiha Sasuke itu, ada yang bilang dia ketua kelompok pembunuh bayaran.

"Nee-san, tenang dulu. Setelah aku cari tahu di Google, wajahnya cukup tampan kok!" Hanabi mencoba menenangkan Hinata. Ia memperlihatkan foto profil Sasuke, namun Hinata menolak.

"Pria tampan biasanya lebih kejam, Hanabi." Ujar Hinata pucat pasi.

"Makanya nee-san harus terlihat sempurna agar ia tak berani berbuat jahat! Nee-san yang lemah hanya akan membuat orang orang ingin menjatuhkanmu!"

"Unn.. Ta-tapi.."

"Kau juga tidak boleh tergagap saat bicara dengannya! Kau harus ingat itu, nee-san!"

Hanabi selalu seperti ini. Keras dan tegas, bersuara lantang pula. Berbeda dengan Hinata yang aslinya, bersuara seperti cicitan tikus.

"Lagipula ini bisa menjauhkan nee-san dengan si Neji itu, seharusnya nee-san senang!"

Hinata mengerti maksud Hanabi. Ia pun tersenyum. Ia mencoba tersenyum.

"Aku penasaran, seperti apa ya paras seorang pembunuh bayaran?"

"Tadi kuperlihatkan fotonya, kau tidak mau lihat.."

"Um.. apa ototnya lebih besar daripada kepalanya?"

"Atau jarinya terbuat dari pisau lipat?"

"Ahh, sebentar!" Hanabi mengeluarkan lagi ponselnya, "Kalau kau memang penasaran, maka kau harus lihat sendiri!"

Akhirnya Hinata menerima ponsel tersebut, lalu memperhatikan sosok pria disana baik baik.

"Dia.. sedikit seram.."

Mereka berdua tertawa bersama, "Paling tidak dia tak seburuk dugaanmu, bukan?"

HinataeHinata mengangguk.

"Nee-san, aku ada ide!" celetuk Hanabi, "Kalau kau takut menemui si Uchiha itu seorang diri, kau bawa saja Akimichi-nii bersamamu. Ia besar dan kuat, pasti akan berguna!"

Hinata tertawa lagi, "Ide bagus, Hanabi. Nanti aku menyamar jadi pelayan saja, aku tidak perlu mengatakan apa apa padanya. Hanya menilai saja."

"Ahh, tapi Akimichi-nii makannya banyak sekali.. Bisa bisa ia juga merebut makanan si Uchiha nanti." Hanabi menepuk dahinya.

Disaat yang sama, di Konoha, si bungsu Uchiha kita terus saja bersin bersin sepanjang hari.

"Yo, Teme, pasti ada yang sedang membicarakanmu disuatu tempat!" Teriak Naruto.

.

.

.

A Fairytale

.

.

.

Mansion Uchiha. Konoha, Jepang. Satu tahun setelah rencana pertunangan.

"Aku menolak!" seru pria muda yang masih mengenakan seragam sma-nya. "Siapapun dia, bagiku dia hanyalah siasat para saingan dagang agar bisa memperoleh kekuasaan di perusahaan ini. Karena itulah, aku menolak!"

Semua orang terdiam, takut. Pria yang tadi menyatakan penolakannya dengan tegas adalah sang pewaris utama Uchiha corp, Uchiha Sasuke.

Umurnya baru menginjak 17 tahun waktu ayahnya memutuskan mengalihkan seluruh saham keluarga menjadi miliknya. Dia mempunyai selera yang cukup tinggi, sehingga hampir mustahil mencarikan pendamping untuknya. Sudah satu tahun dilaluinya sebagai pewaris dengan segala peraturan yang berlaku untuknya. Beberapa peraturan, seperti pulang cepat dan makan malam di rumah sepertinya sudah tidak berlaku lagi baginya.

Sasuke diberkati dengan wajah tampan, mata yang indah, dan banyak kelebihan lainnya. Semua pria pasti iri padanya, apalagi jika sudah melihat berapa banyak wanita yang menempel pada sang Uchiha itu.

Dulu, dulu sekali, bahkan sebelum orang orang mengenalnya sebagai pewaris, ia sudah dijuluki 'pangeran berdarah dingin' karena jarang menunjukan ekspresi lain selain marah, jengkel, dan bosan. Ia memiliki relasi yang baik dengan mafia mafia dunia, juga menguasai berbagai aliran bela diri. Dan itu menjadikannya makin terkenal dan ditakuti.

"Bukan hanya kali ini kau menolak, Sasuke. Namun aku harap kau paling tidak menemui dan memberi salam pada gqdis yang satu ini. Dia adalah putri tertua dari keluarga Hyuuga." Uchiha Mikoto, sang Okaa-sama menjelaskan.

"Hanya menepati janji dan memberi salam saja, Sasuke. Jika kau memang tak tertarik padanya kau bisa membatalkannya secara baik baik. Akan kubicarakan pada ayahmu."

Sasuke mendengus. Ia tak suka Hyuuga. Ia tak suka keluarga yang kuno dan selalu berada diurutan atas 'Beauty Born List' tersebut. Menjadi menantu mereka? Jangan harap.

"Jangan salahkan aku jika gadis itu menangis darah setelah aku menolaknya." Jawabnya sebelum berjalan meninggalkan ruang keluarga mansion Uchiha.

.

.

.

.

warning: some adult contents, typo, and many more.

enjoy!

© Masashi Kishimoto

© Naruto

.

.

A Fairytale

'Can you be my prince?'


.

.

Sasuke berpura pura tergesa.

Jas dan kemeja yang ia kenakan tidak matching sama sekali. Tadi, ia juga sudah sengaja berlama lama di kamar mandi dan bahkan bermain game di smartphonenya saat ia masih di bathtub, memperlambat waktu dengan sengaja memilih jalan yang macet, dan sempat berada ditoilet restoran selama lebih dari 15 menit.

Siapa yang akan menyangka, kalau seorang Uchiha bisa duduk di kloset restoran selama setengah jam?

Semua itu ia lakukan agar sang heiress Hyuuga yang akan ditemuinya kesal dan menganggapnya pria yang tidak bertanggung jawab dan tidak bisa memegang janji, lalu membatalkan pertunangan. Hyuuga terkenal paling tidak suka pada orang orang yang tidak disiplin.

Sasuke merasa cerdas.

Senyumnya terus mengembang, seiring dengan langkah kakinya mendekati seorang pelayan khusus tamu VIP.

Pelayan itu menunduk, hanya rambut indigonya yang digelung yang terlihat.

"Aku sudah ada janji dengan nona Hyuuga Hinata." Ia mengacak rambut model pantat ayamnya agar terlihat kusut berantakan.

"Tuan Uchiha?" Sasuke mengangguk. "Hn."

"Anda sudah ditunggu oleh Nona Hyuuga sejak 2 jam yang lalu. Silahkan." Sang pelayan restoran membungkuk lalu menunjukan jalan.

Sial, gadis macam apa yang mau menunggu selama lebih dari 2 jam seperti ini? Pikir sasuke. Ia sedikit merasa bersalah. Mungkin ia akan meminta maaf pada gadis itu diakhir pertemuan.

Sasuke mengikuti sang pelayan menyusuri lorong luas menuju ruang VIP. Restoran itu sungguh megah, pikir Sasuke. Benar benar selera Hyuuga. Megah dan artistik.

"Nona, Tuan Uchiha ada disini." Sang pelayan mengetuk pintu.

"Biarkan dia masuk." Perintah seseorang dari dalam.

Sang pelayan lalu membukakan pintu untuk Sasuke. Ia pun masuk dengan arogan dan penuh percaya diri. "Maaf atas keterlambatanku."

Sang pelayan mengambil sampanye dari troly makanan diujung ruangan, lalu melirik Sasuke yang sedang terpaku.

Ekspresi stoic pria itu tak lagi bisa bertahan, karena yang ada dihadapannya, bukanlah seorang gadis cantik ataupun manis, apalagi keibuan.

"Aku sudah menunggu sangat lama disini, Tuan Uchiha."

Seorang yang entah wanita atau pria, bertubuh gempal dengan sumpit dalam genggamannya dan nasi yang masih belepotan dimana mana membungkuk memberi hormat. Sasukepun hanya bisa menganga.

Menahan tawanya sekuat tenaga, sang pelayan menuangkan sampanye dengan tangan bergetar.

"H-Hn." Jawab Sasuke. Ia terpukul, sangat terpukul.


.

.

.

T

B

C

.

.

.

jangan lupa review ya minna. saya merasa kehilangan arah tanpa review kalian.

anyway, thanks for reading. muah.