*BOW*

Maafkan saya yang Hiatus lamaaaaaaaaaaaaaa sekali

Sebenernya udah lama banget pengen nulis lagi, tapi tugas kuliah dan lain-lain menghalangi dan mood menulis yang di awang-awang. Selalu abis nulis, kayanya jelek dan dihapus lagi.

Well... kebanyakan ngomongnya nih author.

Enjoy Reading!

Now Playing : One Last Time – Ariana Grande

Chapter 6

.

.

Pintu ruangan itu terbuka sedikit. Suho merapatkan tubuhnya ke dinding, berusaha mendengarkan apa yang orangtuanya bicarakan.

Tak berapa kemudian pandangannya berubah kosong.

Ia menyesal mendengar pembicaraan mereka.

Mungkin lebih baik ia tidak mendengarkannya.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Srek

Gadis itu menahan napasnya sejenak. Ia melihat sang namja dengan posisi tidur di mejanya sendiri, di pojok kanan kelas.

Ia melangkah perlahan, berusaha tidak mengusik tidur nyenyak sang namja.

Tanpa ia sadari, langkah kakinya telah membawa dirinya di depan namja itu.

Tampan

Wajahnya sangat tampan, bahkan ketika tertidur. Ingin sekali ia menyentuh wajah tampan itu.

Tapi salah, ia tidak seharusnya begini. Ia tidak boleh begini.

"Xiumin-ah!"

Sontak tubuh Xiumin membalik kaget ke arah suara

"Eoh! Minho-ah! Kau kemana saja!" kagetnya

"apa yang kau lakukan?" tanya Minho bingung

"Ani, tidak apa," jawab Xiumin gugup lalu segera kembali ke tempat duduknya

"Xiumin-ah, ada yang harus kubicarakan denganmu," ucap Minho pelan

Xiumin memerhatikan wajah Minho sejenak, wajah tampan itu terlihat lelah, matanya bengkak.

"Ada apa Minho-ah? Kau baik-baik saja? Kau menghilang tanpa kabar" tanya Xiumin khawatir

"bisa ikut aku keluar sebentar? Ada Luhan disini," ucap Minho lagi pelan

Xiumin mengangguk lalu mengikuti langkah Minho keluar kelas

Srek

.

.

.

.

.

.

.

Gadis itu menatap ke arah di depannya kosong, ia hanya diam, menikmati angin semilir yang menerbangkan anak rambutnya.

Ia hanya diam, namun sesaat kemudian merasakan seseorang mendatanginya.

Gadis itu menoleh

"Kau disini ternyata, Minseokie..."

Gadis itu tersenyum lembut, ketika mendengar suara namja itu memanggil namanya dengan panggilan yang selalu mereka gunakan.

Xiumin menepuk tempat kosong di bangkunya tempatnya duduk, mengisyaratkan namja itu untuk duduk.

Namja itu tersenyum lalu menurut. Ia duduk di samping Xiumin.

Xiumin menyandarkan kepalanya di dada bidang namja itu nyaman. Namja itu pun mengelus rambut panjangnya lembut.

"Junmyeonie..." panggil Xiumin

"Hm..." sahut Suho

"Aku takut..." ucap Xiumin pelan

"apa yang kau takutkan?" tanya Suho lagi

"Aku takut... kau meninggalkanku... seperti Minho meninggalkan Taemin... " ucap Xiumin pelan

Suho terdiam, gerakan tangannya pun terhenti.

Ia tidak menjawab, hanya meraih tubuh mungil Xiumin lebih erat dalam pelukannya.

"tidak... aku tidak akan meninggalkanmu... aku tidak bisa meninggalkanmu..." ucap Suho pelan dalam pelukannya

Xiumin mengangguk mengerti lalu membalas pelukan Suho erat.

.

.

.

.

.

.

.

Minseok tidak pernah merasa semalas ini untuk datang ke sekolah sebelumnya.

Suho memandanginya khawatir lalu mengelus kepalanya lembut. Tapi tidak biasanya, Minseok hanya membalas perlakuan Suho dengan senyuman kecil lalu masuk ke kelasnya malas.

Srek

Kosong

Luhan tidak ada, itulah hal pertama yang bisa dipikirkan Minseok pagi itu.

Minseok duduk di tempatnya seperti biasa lalu memandang bangku di depannya sebentar.

Mulai hari ini Minho juga tidak ada. Minseok menghela napas keras, ia benar-benar tidakk ingin sekolah hari ini.

Ia mengeluarkan sebuah buku tebal dari tasnya, tapi bukan untuk membaca melainkan untuk menjadikannya bantal. Mungkin lebih baik tidur sebentar mengumpulkan semangat, pikirnya. Itupun bila ia punya semangat hari ini.

.

.

.

.

.

Minseok terbangun ketika mendengar suara ramai memenuhi pendengarannya. Ia menegakkan kepalanya dan menyadari bahwa pagi itu kelas sudah ramai. Lagi-lagi Minseok menoleh kebelakang, dan anehnya Luhan masih tidak ada di tempatnya.

Cukup aneh bagi murid yang selalu datang paling pagi dan masih belum datang hingga sekarang.

"Kenapa hari ini banyak sekali yang tidak ada?"gumamnya

.

.

.

Cklek

Sebuah kotak putih tergeletak manis di dalam lokernya.

Ia mengerutkan dahinya bingung lalu melirik jam tangannya. Pukul 5 sore, dan ia yakin jamnya tidak salah. Ini pertama kalinya ia mendapatkan hadiah di sore hari, bukan di pagi hari.

Ia mengambil kotak itu lalu memasukannya ke dalam tas.

"Chagiya,"

Minseok membalikkan badannya cepat lalu tersenyum manis melihat Suho di belakangnya.

"Ayo kita pulang," ajak Suho

Minseok mengangguk lalu menggandeng tangan Suho berjalan ke luar sekolah.

.

.

.

Minseok menarik kursi meja belajarnya lalu mendudukkan dirinya disana. Ia membuka tasnya lalu mengeluarkan kotak putih dari sana.

Ia tidak membuka kotak itu tapi membuka laci meja belajarnya dan mengeluarkan kotak-kotak putih lain yang terlihat sama satu sama lain, lalu menjajarkannya di atas meja.

Sudah ada enam kotak putih di hadapannya. Masing-masing berisi liontin huruf yang jika dirangkai akan menghasilkan namanya panggilannya 'XIUMIN'

Ia mengambil kotak putih yang baru didapatkannya tadi pagi lalu membukanya. 'N' huruf terakhir dari nama panggilannya. Ia mengambil surat kecil yang diselipkan sang pengirim fi bawah kotak.

~I was never perfect, never claim to be. You can't see me, but i can see you. I always there beside you, even if you didnt recognize me. Congratulation with your new boyfriend. I just wanna say, I will always there to protect you. I Love You.
Your Secret Admirer
~

Minseok menghela napasnya pelan, sang pengirim berarti memang selalu ada di dekatnya, pikirnya.

Ia mengelus liontin terakhir itu pelan.

Kenapa aku begitu ingin bertemu denganmu? Batinnya

Cklek

"NOONA!"

Minseok tersentak kaget lalu menoleh ke arah pintu, dilihatnya Kai dengan wajah sumringah memandanginya.

"Wae?!" balas Minseok lalu membereskan meja belajarnya cepat.

"Aku sudah resmi menjadi kekasihnya Taemin sunbae," ucap Kai setengah berteriak

Minseok hanya berdecak pelan lalu mengangguk

Ekspresi Kai berubah datar, ia ikut berdecak pelan lalu berbaring dengan kaki menjuntai ke bawah di sisi ranjang noonanya

"Kenapa balasanmu hanya begitu?" tanyanya kesal

"Kyungsoo bagaimana?" tanya Minseok balik lalu membalikkan tubuhnya menghadap ke arah Kai

Kai langsung terduduk dan menatap Minseok bingung

"Memangnya Kyungsoo kenapa? Ah! Aku melihatnya menangis tadi sore, tapi ia tidak bercerita kenapa," cerita Kai singkat

Puk

"Aw!" ringis Kai

Sebuah penghapus bertengger manis di kepala Kai

"Kau ini kenapa sih? Bukannya senang adikmu dapat kekasih, malah menanyakan Kyungsoo dan melemparku dengan penghapus! Adikmu itu aku atau Kyungsoo!" kesal Kai

Minseok mendengus pelan lalu menghampiri Kai dan mengelus kepalanya lembut

"kau tidak setuju aku pacaran dengan Taemin?" tanya Kai serius

Minseok menghela napas pelan lalu memandang Kai dalam

"selama kau bahagia, noona tidak apa," ucap Minseok pelan

Jongin mendengus pelan

"bohong!" kesal Jongin

Minseok mendesah pelan

"Tidakkah kau berpikir ini aneh? Taemin baru saja berpisah dengan Minho yang sudah menjadi kekasihnya selama dua tahun, dan tiba-tiba ia menerimamu sebagai kekasihnya, tidakkah kau berpikir ini aneh?" jelas Minseok pada akhirnya

Jongin terdiam lalu memandangi Minseok.

"aku tidak ingin mengatakannya, kau malah membuatku mengatakannya, dasar menyebalkan, sudah sana tidur, aku juga mau tidur," ucap Minseok setengah mengusir Jongin.

Jongin beranjak dari kasur Minseok lalu melesat keluar kamar.

Brak

Pintu kamar Minseok tertutup.

Minseok menghela napas pelan lalu berbalik ke arah meja belajarnya, ia menyentuh surat yang diberikan hari ini dan membacanya lagi.

Ia menyentuh kertas itu lembut lalu memasukkannya ke dalam kotak.

Ia memasukkan kotak itu kembali ke dalam laci meja belajarnya lalu membaringkan dirinya di kasur.

Drt..

Drt...

Tangan Minseok meraba-raba di sekitar kasur mencari ponselnya.

"Junmyeonie"

Minseok mengernyitkan dahinya lalu tersenyum kecil, ia menerima panggilan dari kekasihnya itu.

"Annyeong!" seru Junmyeon dari seberang

Minseok terkekeh kecil

"Annyeong!" balasnya

"kau sedang apa?"

"aku? Tidak sedang apa-apa"

"benarkah? Coba lihat keluar jendela,"

Minseok bangkit dari kasurnya lalu membuka gorden dan kunci jendelanya.

"Junmyeonie!" panggil Minseok senang

Di bawah Junmyeon melambaikan tangannya sambil tersenyum lebar

"Ayo turun!" ucap Suho dari telepon

Minseok mengangguk semangat, ia segera mengambil jaketnya lalu berlari kecil keluar rumah.

Minseok keluar dari rumah tapi ia tidak menemukan siapa-siapa di depan rumahnya

"Junmyeonie, kau dimana?" panggilnya

Minseok mengedarkan pandangannya tapi ia tidak bisa menemukan sosok Junmyeon dimanapun.

Ia menghela napas kecewa, baru saja ia berbalik hendak kembali masuk

Grep

"ah!" kagetnya

Ia menghirup aroma tubuh Junmyeon yang disukainya.

"Junmyeonie..." ucapnya pelan

"Sebentar saja... aku ingin memelukmu..." ucap Junmyeon pelan

Minseok melepaskan tangan Junmyeon yang melingkar di perutnya lalu membalikkan badannya dan balik membalas pelukan Junmyeon erat

Junmyeon tersenyum lalu membalas pelukan Minseok erat.

"Saranghae Minseok-ah... apapun yang terjadi ingatlah... aku mencintaimu..." ucap Junmyeon sambil mengelus rambut Minseok lembut dalam pelukannya

Minseok mengangguk

"Aku tahu... aku juga mencintaimu Junmyeonie..." ucapnya pelan

Junmyeon melepaskan pelukannya lalu mengelus pipi Minseok pelan.

"pipimu dingin, kau pasti kedinginan... masuklah... sana istirahat..." ucap Suho pelan

"Ada yang terjadi?" tanya Minseok

Junmyeon menggeleng

"benarkah?" tanya Minseok memastikan

"benar... percayalah... aku hanya merindukanmu Minseokie... masuklah, nanti kau sakit... saranghae," ucap Junmyeon pelan lalu mengecup dahi Minseok lama

"nado saranghae Junmyeonie, hati-hati di jalan yaa," balas Minseok lalu masuk kedalam rumah

Klik

Terdengar suara pintu rumah terkunci

Junmyeon masih menunggu disana sampai wajah manis itu muncul di jendela kamarnya lalu melambaikan tangan dengan senyum merekah di wajah manisnya

'saranghae!' ucap Minseok meskipun Junmyeon tidak bisa mendengarnya

'nado' balas Junmyeon

Minseok menutup gorden jendelanya lalu mematikan lampu kamarnya.

Ekspresi Junmyeon berubah datar setelah ia membalikkan badannya dan berjalan beberapa langkah menjauh dari rumah Minseok.

"keluarlah... aku tahu kau disana," ucap Suho datar

Seorang namja keluar dari persimpangan dekat rumah Minseok

"Kau mempermainkannya Tuan Kim,"

Suho menatap namja itu geram

"kau tidak tahu apa-apa Tuan Xi!" ucapnya geram

"Hah! Jangan buat aku tertawa! Kaupikir aku tidak tahu!" ucapnya meremehkan

"Xi Luhan!" kesal Suho

Luhan mendekati Suho, menatapnya tajam.

Ia mencengkeram kerah Suho, tapi Suho hanya diam tak bergeming.

"Aku tidak akan memaafkanmu kalau sampai kau menyakitinya! Camkan itu!" geram Luhan lalu melepaskan kerah Suho kasar.

Baru saja ia berbalik hendak meninggalkan Suho.

"Luhan..."

Tap

Langkah Luhan terhenti.

"Aku akan menyakitinya, meskipun itu bukan mauku," ucap Suho pelan tapi masih terdengar oleh Luhan

Luhan berbalik menghadap Suho

Suho memandang Luhan balik

"Kau tahu jelas apa maksudku, karena itu... bisakah kau menjaganya?" tanya Suho

Luhan diam.

.

.

.

.

.

.

.

.

Xiumin masuk ke kelas seperti biasa. Ia memandang ke arah bangku belakang, dann Luhan masih tidak ada disana.

'Apakah dia tidak masuk lagi? Apa dia sakit?' batinnya

Xiumin duduk di bangkunya dan memandang ke arah ponselnya.

Suho bahkan tak mengabarinya sejak tadi malam.

Sebenarnya ada apa dengan orang-orang? Mengapa mereka semua menghilang tanpa kabar?

Xiumin menghela napas pelan lalu menatap ponselnya datar.

kring

Bel berbunyi, dan Luhan masih juga belum datang. Tak lama terdengar langkah kaki datang. Xiumin menengadah dan menemukan Luhan muncul dari balik pintu.

Pandangan mereka bertemu, tetapi dengan cepat Luhan mengalihkannya dan berjalan ke arah bangkunya.

Xiumin baru saja akan melanjutkan tidurnya.

Tuk.

Xiumin terbangun lagi dan menyadari ada segelas kopi hangat diletakkan oleh Luhan di mejanya.

Xiumin memandang punggung Luhan yang sedang berjalan ke bangkunya, hingga ia duduk dan menyiapkan buku-bukunya.

Xiumin tersenyum kecil meskipun ia tahu Luhan mungkin tidak akan menyadarinya, setidaknya ia ingin berterimakasih lewat senyumannya. Lalu ia berbalik lagi menghadap ke depan karena guru mereka sudah datang.

Luhan yang tadinya sibuk dengan buku, menghentikan kegiatannya lalu memandang punggung Xiumin sambil tersenyum tipis.

.

.

.

.

.

.

.

Ruang kelas kini kosong, karena semua murid sedang sibuk mengisi perut masing. Tapi tidak dengan seorang gadis manis.

Sekarang sudah jam istirahat kedua, dan kekasihnya Suho masih juga tidak memberi kabar.

Xiumin meletakkan dagunya malas di atas buku, sambil mengelus ponselnya, berharap dengan begitu Suho segera menghubunginya, ya.. anggap saja begitu.

Drt..

Xiumin langsung menegakkan tubuhnya lalu melihat ponselnya.

Drt..

Hap

"YA!"

Xiumin berteriak lalu menengadah melihat orang yang mengambil ponselnya.

Dilihatnya Luhan sedang memegang ponselnya tinggi sambil memandang ke arahnya dingin.

"Apa yang kau lakukan? Bagaimana kalau itu telepon dari Suho!" kesal Xiumin sambil berusaha merebut ponselnya kembali.

Luhan tetap dengan wajah datar mengalihkan ponsel itu dari jangkauan Xiumin.

"Kembalikan!" kesal Xiumin

"kau tidak perlu menghubungi orang yang akan menyakitimu," ucap Luhan dingin

Xiumin terdiam lalu memandang Luhan bingung.

"Apa... maksudmu...?" ucapnya pelan

Luhan tetap diam dan menatap mata Xiumin dingin

"apa maksudmu?! Kenapa kau berkata begitu?!" desak Xiumin

Luhan tetap diam tak bergeming lalu ia menghela napas pelan.

Drt...

Ponsel Xiumin bergetar lagi di tangan Luhan.

Luhan melihat layar ponsel Xiumin dan membaca nama Suho disana.

Ia menghela napas sekali lagi lalu menyerahkannya pada Xiumin.

Xiumin segera mengambilnya lalu menerima panggilan itu.

"Eoh, Junmyeon-ah... wae?... arasseo..."

Klik

Xiumin bergegas pergi tetapi Luhan menahannya.

"Apa yang dia katakan?" tanya Luhan

"apa urusanmu?" tanya Xiumin balik

"Apa yang dia katakan?" seakan tak mendengar perkataan Xiumin, Luhan kembali menanyakan hal yang sama.

Xiumin menghela napas pelan.

"dia bilang ingin menemuiku di taman belakang sekolah, puas? Sekarang lepaskan!" ucap Xiumin datar, menghentakkan tangannya dari pegangan Luhan dan bergegas ke luar kelas, menemui Suho.

Luhan memandang punggung Xiumin yang menghilang dan mengikutinya dari belakang.

.

.

.

.

.

.

"Junmyeonie!"

Namja itu tersentak dari lamunannya lalu mempersiapkan senyuman terbaiknya untuk gadis yang paling dicintainya.

Ia berbalik dengan senyumannya, senyuman malaikatnya.

"Junmyeonie!"

Xiumin berlari kecil menghampiri kekasihnya itu.

Suho masih tersenyum hingga Xiumin sampai di hadapannya. Ia langsung mengelus rambut Xiumin lembut dan menarik tubuh mungil itu dalam pelukannya. Memeluknya erat, sungguh tidak ingin melepaskannya.

Xiumin yang awalnya terkejut, langsung membalas pelukannya Suho tak kalah erat.

"Kau kenapa? Mengapa tidak mengabariku semalam? Tidakkah kau tahu betapa khawatirnya aku?"

Suho tersenyum kecil lalu melepaskan pelukannya.

"kenapa dilepas? Kau sebal karena aku mengomel? Harusnya kau tahu betapa..."

Chu

Suho mengecup bibir manis itu sekilas, meninggalkan ekspresi terkejut di wajah mungil itu, serta rona kemerahan di pipi bapau kesukaannya.

"Kau cerewet sekali Minseokie..." ucap Suho pelan

Suho memberikan terlalu banyak kejutan pada Xiumin hari ini, ia bahkan tidak bisa berpikir jernih.

Suho tetap dengan senyumannya lalu duduk di kursi taman.

"Duduklah..." pinta Suho

Xiumin mengangguk lalu duduk di samping Suho. Suho menggeser tubuhnya lalu meletakkan kepalanya di atas pangkuan Xiumin, dan menyamankan posisi tidurnya.

Xiumin membiarkannya lalu mengelus rambut Suho lembut.

"ada apa? Kau terlihat lelah sekali..." tanya Xiumin pelan

Suho memandang kedalam mata Xiumin, mata kucing yang begitu ia sukai. Apakah ia punya hak untuk membuat mata itu menangis? Apakah ia sanggup melihat kepedihan di mata itu? Ia rasa tidak. Ia tidak sanggup menyakitinya, gadis yang begitu dicintainya.

Suho menggenggam tangan Xiumin erat, ia menutup matanya lalu menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya lagi.

Flashback on

"Kita harus segera mengirim Jumnyeon ke Cina, ia akan bersekolah disana, dan dijodohkan dengan keponakan Tuan Xi, seperti rencana awal," ucap appanya

"tapi... kenapa secepat itu? Ia bahkan belum menyelesaikan sekolahnya disini," jawab eommanya

Sang appa mengambil amplop cokelat di meja lalu melemparnya pelan ke depan eommanya. Eommanya mengambil amplop itu lalu mengeluarkan beberapa foto dari sana.

"ia mulai berhubungan dengan gadis itu, entah dari keluarga mana dia, yang jelas ia dapat menjadi penghalang rencana kita," jelas appanya lagi

"tapi... bagaimana kalau Junmyeon mencintainya..." ucap eommanya pelan

"Persetan dengan cinta! Dia harus bisa memimpin perusahaan dengan baik! Satu-satunya cara untuk membuat perusahaan ini semakin besar adalah dengan menikahkan dia dengan keponakan Tuan Xi!" ucap appanya keras.

Suho di luar ruangan membalikkan badannya diam.

Ia berjalan gontai ke arah kamarnya, lalu mengunci kamarnya dari dalam.

Ia membuka laptopnya lalu membuka email penting yang sudah ditandainya.

-Chun Yuang University-

Beasiswa yang ia dan Kyungsoo ajukan diterima. Ia tersenyum pedih. Ketika kemarin ia mengabarkannya pada Kyungsoo, ia sangat bahagia. Tapi sekarang ia merasa hampa, karena semua ini hanyalah bagian dari rencana appanya. Rencana untuk masa depannya, bukan masa depan bersama Xiumin yang diimpikannya.

Flashback off

Suho menggenggam tangan Xiumin lebih erat. Ia tidak ingin meninggalkan Xiumin, tapi apa dayanya, ia bukanlah anak pembangkang yang bisa memberontak hanya demi seorang gadis, ia akan melakukan apapun untuk Xiumin terlebih untuk orang tuanya.

Suho membuka matanya perlahan, dilihatnya Xiumin memandangnya khawatir. Suho menegakkan tubuhnya lalu memandang dalam ke mata Xiumin.

"Minseokie... apapun yang kukatakan sekarang, dengarkan baik-baik, dan aku mohon satu hal..."

"apa itu?" tanya Xiumin

Suho menatap mata itu lekat

"Kumohon percayalah padaku,"

"Aku percaya padamu Junmyeonie," jawab Xiumin

Suho menarik napas dalam

"Maafkan aku Minseokie... aku..."

Xiumin menunggu Suho melanjutkan perkataannya.

Sedangkan tak jauh dari sana, sesosok namja memandangi mereka dari jauh. Wajahnya tanpa ekspresi, ia hanya diam dan menunggu.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

To be Continue.