This is a story about Mekakushi Dan 10th and 11th.


Mekakushi Dan 10th

Nama : Naisha

Gender : perempuan

Spesies : manusia

Tinggi : 163 cm

Umur : 14 tahun

Kemampuan : Moving Eyes, bisa berpindah tempat dan memindahkan seseorang jika menatap matanya. Dan sebenarnya, dia juga bisa berpindah waktu walau hanya bisa digunakan sekali sehari. Kekurangan kekuatan ini, dia tidak bisa memindahkan benda, melainkan hanya mahkluk hidup saja.

Penampilan : memakai hoodie putih yang diikat di pinggang, kaos tanpa lengan berwarna hitam yang di dobel kaos tanpa lengan berwarna putih, celana yang selutut, dan sepatu boots serta kaos kaki. Rambutnya hitam, lurus dan di segi yang panjangnya dari bahu sampai ke lengan atas. Warna matanya coklat / merah (kalau lagi mengaktifkan kekuatan matanya). Memiliki sedikit kantong mata karena kekurangan tidur.

Sifat : agak tidak jelas, kadang sedikit iseng, sering tersenyum dan ceria saat ada orang lain padahal tidak suka tersenyum. Namun keceriaannya itu merupakan sifat aslinya. Dia pintar (walau IQ nya gak setinggi Shintaro) dan kadang serius. Dia juga lebih memikirkan orang lain dan takut menyakiti perasaan orang lain. Dia juga tidak pernah menangis dan selalu menahan kesedihan di dalam dirinya.

Latar belakang : dia berasal dari sekitar 2 abad yang lalu bersama Noel. Keluarganya sangat kaya, bahkan di rumahnya juga ada lift. Dia lahir di Indonesia. Di Mekakushi Dan, dia akrab dengan Kido dan Shintaro. Dia suka mengisengi Kido sehingga dia dibilang agak mirip dengan Kano oleh Kido. Sebenarnya dia juga otaku, sehingga dia tahu tentang Kagerou Project serta beberapa teorinya, tapi tidak mau memberitahukannya kepada anggota lainnya karena suatu alasan.


Mekakushi Dan Number 11th

Nama : Noel

Gender : laki-laki

Spesies : manusia

Tinggi : 156 cm

Umur : 14 tahun

Kemampuan : Informing Eyes, saat menatap mata seseorang, dia akan langsung mengetahui semua tentang orang itu, tapi bisa juga kalau mau mengetahui beberapa saja (maaf kalau mirip Seto). Bedanya dengan Seto, dia tidak bisa membaca pikiran, tapi hanya bisa mengetahui informasi saja dari orang yang ia tatap.

Penampilan : memakai pakaian formal (butler) karena suatu alasan tertentu. Rambutnya hitam dan sedikit ikal serta poninya panjang. Warna matanya coklat / merah (kalau lagi mengaktifkan matanya)

Sifat : polos (gak sepolos Haruka) dan baik. Tapi, sebenarnya dia hanya selalu memikirkan Naisha. Menurutnya, Naisha selalu paling utama daripada yang lainnya, sifatnya akan berubah kalau terjadi sesuatu pada Naisha.

Latar belakang : Noel adalah teman semasa kecil Naisha, tapi dia berhutang budi pada Naisha sehingga berjanji akan selalu melindungi Naisha. Dia tinggal serumah dengan Naisha karena dia dibuang oleh orangtuanya. Dia berasal dari 2 abad lalu sama dengan Naisha. Di Mekakushi Dan, dia akrab dengan Marry karena sifat kecerobohan mereka yang hampir mirip. Tapi, Noel tidak terlalu ceroboh, hanya kadang-kadang.


Nah, ini adalah cerita masa lalu Naisha dan Noel.


PROLOQUE


Naisha's POV

Saat ini, aku berumur 6 tahun. Aku berada di keluarga yang sangat kaya, dan juga memiliki banyak pembantu. Rumahku yang kutinggali ini sangat besar dan terdiri dari 7 lantai, bahkan sampai ada lift, kolam renang, dan fasilitas-fasilitas lainnya... Benar-benar mirip hotel 'kan? Mungkin aku harus menyewakan beberapa kamar pada orang-orang, hehe. Ayahku sangat menyayangiku dan kakak laki-lakiku. Ibuku sudah meninggal sejak melahirkanku, jadi aku tidak mengenal wajahnya.

Aku masih sangat polos karena masih kecil, sehingga suatu hari aku bertemu dengan seorang anak laki-laki.

Sebelum bertemu dengannya, aku sedang berjalan-jalan di taman dekat rumahku bersama salah satu pembantuku. Lalu, aku melihat anak laki-laki yang duduk di tanah sambil memeluk kakinya dengan menaruh wajahnya di antara kedua lututnya. Sehingga, wajahnya tidak terlihat olehku.

Aku bertanya kepada pembantuku, "Apa yang dia lakukan?"

Pembantuku mengikuti arah telunjukku mengarah, menuju anak lelaki itu.

"Sepertinya anak yang tidak punya orangtua atau rumah… Ini sudah sore, ayo kembali ke rumah," ucap pembantuku sambil tersenyum kecil padaku.

Namun, kedua mataku tidak bisa terlepas dari anak lelaki itu. Aku memerhatikan anak itu. Dia terluka, dan terlihat sangat sedih. Bahkan, aku seperti bisa mendengar sesuatu walau hanya dengan melihatnya... Dia seperti berteriak di dalam hatinya, meminta tolong namun tak ada seorangpun yang menyadarinya.

Aku mengabaikan kata-kata pembantuku dan berlari ke arah anak itu. Aku tidak tahu mengapa anak itu menarik perhatian ku... Mungkin seperti yang kuucapkan tadi. Aku tak bisa mengabaikannya karena dia terlihat sangat sedih.

Aku berdiri di depannya. Beberapa saat kemudian, dia mendongak dan menyadari kalau aku sedang berdiri di depannya.

"Kau terlihat sedih… Kenapa?", tanyaku sambil tersenyum.

Dia tertunduk sebentar, melihat kedua kakinya yang masih ia peluk dengan erat.

"… Aku dibuang orangtuaku kemarin," ucap anak itu setelah terdiam sejenak.

Sekilas beberapa saat, mendengar ucapan dia, waktu terasa berhenti. 'Dia pasti merasa sangat sedih ya... Aku harus mencari cara untuk membuatnya tersenyum. Ah! Aku punya ide!'

Aku mencoba kembali tersenyum pada dia setelah mendapatkan ide.

"Bagaimana kalau kamu ikut aku?", ucapku sambil mengulurkan tanganku di depannya. Ia mendongak ke atas untuk melihatku, matanya terbelalak karena tercengang mendengar perkataanku. Aku tidak bercanda... Aku serius. Aku ingin menolong orang ini... Tanpa memedulikan reaksinya sekarang ini, aku menggenggam erat tangannya, lalu mengajaknya untuk berdiri.

"Tu—"

Aku berlari sambil terus menarik tangannya yang kira-kira berukuran sama seperti tanganku. Kami berlari bersama, melewati jalan-jalan yang sudah sangat kukenal. Sampai akhirnya kami tiba di depan rumahku. Bertepatan saat kami tiba di depan rumahku, pembantuku berhasil menyusulku karena kami aku berlari terlalu cepat, sedangkan ia sudah sedikit tua.

Saat aku mau membuka pintu rumahku itu, aku mendengar suara langkah kaki jauh di belakang kami. Ternyata, suara langkah kaki itu berasal dari ayah yang telah kembali dari pekerjaannya. Aku melepaskan genggaman tanganku dari anak itu, lalu segera memeluk ayah untuk menyambut kedatangannya. Ayahku tersenyum melihatku, lalu menyadari anak lelaki itu yang telah kutarik sampai ke sini.

"Siapa dia?", tanya ayahku sembari menatap kembali wajahku.

Aku tersenyum dan menjawab, "Aku menemukan di di taman. Dia dibuang oleh orangtuanya. Boleh kan dia tinggal disini, Ayah?"

Setelah mendengar perkataanku, ayah terlihat seperti memikirkan perkataanku dengan serius.

'Tapi, aku yakin ayah pasti memperbolehkannya, karena ayah itu orang yang baik. Bahkan, orang-orang juga menyukai dia walau dia itu sangat kaya. Ayah juga memiliki banyak teman dan teman-temannya sering mengatakan kepadaku bahwa ayah itu tidak sombong dan tidak pelit walaupun ia sangat kaya.'

Sambil berpikir seperti itu, ayah mendekati dia.

"Apa kau temannya anakku? Apa yang terjadi?", tanyanya kembali pada anak itu.

"U-Umm… Sebenarnya aku baru bertemu dengannya tadi, lalu dia langsung menarik tanganku… Maaf, aku gak bisa menceritakannya…", balasnya sambil tersenyum kecil walau sebenarnya wajahnya terlihat agak sedih.

Ayahku juga sepertinya menyadari hal itu, lalu ayah berkata padanya, "Baiklah, kau boleh tinggal disini"

"E-Eh?!", teriaknya dengan sedikit terkejut.

"Karena anakku yang bilang begitu, lagipula lebih banyak orang lebih baik di rumah ini," ucap ayahku kembali melanjutkan.

Kemudian, ayah membuka pintu rumah dan menyuruh kita masuk ke dalam rumah tersebut. Dia yang masih belum terlalu memahami apa yang terjadi, terlihat kebingungan. Aku pun memegang tangannya dengan mengaitkan jari kelingkingku pada kedua jari kelingkingnya. Ia bereaksi, lalu menoleh ke arahku.

"Sekarang kita adalah teman! Oh iya, namamu siapa?", seruku sambil tersenyum.

"… Noel."

"Noel, ya? Salam kenal!", seruku kembali.


Sejak hari itu, aku, kakak laki-laki ku, dan Noel selalu bermain bersama-sama dengan gembira seperti layaknya anak-anak yang lain. Kehidupan kami sangat menyenangkan. Noel pun mulai membuka dirinya kepada kami. Tapi... hal-hal menyenangkan tidak akan berlangsung lama, bukan?

Beberapa tahun kemudian, kakakku meninggal sendirian karena kecelakaan saat menolongku dan Noel dari penculikan (karena kami keluarga kaya), pada tanggal 15 Agustus, di umurnya yang ke-13. Waktu itu, aku berumur 10 tahun.

Di hari pemakamannya, ayah sangat sedih, Noel menangis, dan aku cuma bisa memandang foto kakakku dengan berbagai bunga mengelilinginya. Karena tubuh kakak dikatakan menghilang, kami menggantinya dengan foto… Kehilangan ini pun sebenarnya dicurigai oleh polisi, namun kakak tidak kembali dalam waktu yang sangat lama sehingga kakak sudah ditetapkan meninggal.

Semua orang yang pergi ke pemakaman itu, menatapku dan berbisik satu sama lain, tapi aku masih bisa mendengar bisikan mereka. "Kasihan ya… anak itu akan menjadi penerus perusahaan saat dewasa, padahal dia terlihat seperti gadis yang polos".

'Itu sangat menyebalkan. Aku tak ingin dikasihani.' Aku menggigit lidahku, kesal dengan perkataan mereka.

"Hei," Noel memegang bahuku. Aku menoleh padanya.

"Ah, ada apa Noel?", tanyaku sembari menatap lekat wajahnya.

"Kenapa memasang wajah marah seperti itu?"

"…" Aku tidak menjawabnya. Aku hanya tidak ingin dia merasa khawatir.

"Baiklah. Aku akan berhenti menangis," ucap Noel sambil mengusap kedua matanya yang berlinang air mata.

"Eh?" Aku memiringkan kepalaku.

'Kenapa tiba-tiba dia berkata seperti itu?'

"Aku berjanji akan selalu melindungimu, Nona!", seru Noel dengan sangat tiba-tiba.

Wajahku sangat memerah karenanya. "N-Nona? Apa maksudmu?"

"Oh, aku membaca komikmu di kamarmu kemarin. Ceritanya tentang butler dan putri keluarga kaya. Lalu butler nya berjanji akan melindunginya. Kurasa bagus juga menirunya...", ucap Noel sambil tersenyum polos.

"Tu-Tunggu! Siapa yang memperbolehkan kamu masuk ke kamarku sembarangan!", seruku sambil menutupi mukaku dengan lengan kananku karena malu.

"Sudahlah, itu sudah berlalu. Kalau begitu aku sekarang adalah pelayanmu," jelasnya sekali lagi.

Aku menepuk jidatku karena perkataannya. "Terserah deh...", jawabku sambil memutar badanku agar tidak menatap wajahnya.

Tapi, entah kenapa perasaanku mulai membaik. Jangan-jangan, dia mengatakan hal seperti itu agar aku tidak sedih? Dia... orang yang baik...


1 tahun telah berlalu sejak hari itu. Sekarang aku duduk di kelas 5 SD. Aku bersekolah di sekolah swasta biasa. Di kelasku, aku sama sekali tidak punya teman. Dan aku, selalu duduk menyendiri di belakang.

Saat pelajaran, guruku menyuruh kami untuk membuat kelompok drama masing-masing. Dimulailah hal-hal yang buruk terjadi...

Aku menghampiri salah satu gadis populer di kelasku. Dia sedang berbicara dengan teman-temannya. Aku bertanya dengan dia sambil tersenyum,

"Apa kelompokmu masih kekurangan orang? Boleh aku masuk ke kelompokmu?"

Dia melirik ke arahku dengan pandangan sinis, lalu ia tertawa dengan sangat tiba-tiba, membuatku terkejut. Setelah tertawa, dia berkata,

"Maaf yaah~ Gak ada tempat untuk cewek penyendiri dan gak punya teman sepertimu. Soalnya membosankan kalau bersama tipe orang kayak kamu, hehe!"

Setelah berkata seperti itu, dia berbincang dengan teman-temannya lagi.

Aku terdiam melihat mereka.

Aku muak dengan semua ini.

Mengapa semua orang memandangku kasian?

Mengapa aku membosankan?

Mengapa aku harus selalu tersenyum padahal rasanya sakit?

Apa salahnya menjadi orang yang sedikit diam?

Aku benci ini semua.

"kan..."

Perempuan itu mendengar suaraku, lalu menoleh ke arahku. "Apa? Aku tidak bisa mendengarnya," katanya sambil mendekatkan telinganya padaku.

"MEMANGNYA APA YANG SALAH KALAU AKU MEMBOSANKAN!?"

*BRAK!*

Aku mendorongnya sampai ia terjatuh dari bangkunya.

"Apa-apaan sih! Begitu saja marah!", teriaknya dengan kesal sambil berusaha berdiri.

"Kau tidak mengerti perasaanku. Bodoh!", teriakku membalasnya.

"Untuk apa aku mengerti perasaanmu! Sakit tau!"

Aku pun mulai menggigit lidahku dengan rasa marahku yang semakin meluap, "Cewek sombong sepertimu..."

"Apa? Beraninya..."

Setelah pertengkaran mulut itu, kami berkelahi. Semua murid di kelas pun panik melihatnya. Lalu, ada seorang murid yang memanggil guru. Guru yang dipanggil pun datang dan melerai kita. Ia pun menggandeng tangan kami dan menatap kami dengan serius.

"Ikut ibu ke kantor guru."

Kami menurutinya dan mengikuti guru itu ke kantor guru, lalu kami ditegur disana.

Saat ditegur itu, bukannya aku malah mendengarkan tegurannya, tapi aku mulai menyesal karena merasa keterlaluan saat berkelahi dengannya. 'Aku akan minta maaf besok.'


Keesokan harinya, aku tidak menyangka akan terjadi hal yang lebih buruk daripada kemarin. Saat aku membuka pintu kelas, ember yang berisi air ditumpahkan dari langit-langit ke atasku sehingga seragamku basah semua. Saat itu, seorang gadis bertepuk tangan sambil tersenyum sinis melihatku.

"Aku dengar kau suka baca komik ya? Aku membaca komik tentang bully dan aku mengikuti caranya~ Lalu aku coba saja ke kamu."

Aku terdiam. Padahal kemarin aku cuma bertengkar dengannya. Kenapa dia tiba-tiba sangat marah?

Aku melihat sekelilingku. Teman-teman sekelasku hanya melihatku dan berbisik-bisik. Mereka melihatku dengan pandangan kasian.

"Hm. Gak ada reaksi ya... Gadis yang gak menarik. Aku akan memikirkan hal yang lain nanti."

Setelah terdiam cukup lama, aku bertanya padanya, "Kenapa kau tiba-tiba menumpahkan air dari atas ke arahku? Kita kan cuma berkelahi kemarin..."

Dia menatapku lalu menggenggam erat kerah seragamku.

"Jangan pura-pura tidak tahu! Ada hal lain selain pertengkaran kita kemarin!"

Dia melepaskan genggamannya itu dan kembali ke tempat duduknya. Beberapa detik kemudian, bel berbunyi. Sementara itu, aku hanya memandangnya dengan bingung. 'Memangnya apa yang kulakukan?'


Pelajaran pertama dimulai. Guru masuk ke dalam kelas dan menaruh buku pelajaran di atas mejanya. Lalu kedua matanya langsung tertuju padaku.

"Kenapa seragammu basah?", tanyanya.

"Ah, Umm... Ini... Tadi botol minumku tumpah kena bajuku. Hehe" jawabku sambil tersenyum terpaksa dan menggaruk kepalaku yang tidak gatal ini.

Guru menghela nafasnya dan menunjuk pintu kelas dengan jarinya,

"Pinjamlah seragam di ruang guru."

"Ba-baik," jawabku, lalu berdiri dan pergi ke ruang guru.


Sejak itu, setiap hari di sekolah, aku selalu di bully oleh dia. Banyak cara yang ia lakukan, seperti ditumpahkan ember seperti yang tadi, dikunci dari luar toilet, sepatu disembunyikan, dll.

Makin hari bully yang dia lakukan semakin menjadi-jadi. Karena itu, aku selalu pulang ke rumah dengan keadaan luka-luka dan basah. Semua orang di rumahku sangat khawatir melihatku dan bertanya-tanya kepadaku. Tapi aku tidak menjawabnya dan hanya tersenyum.

Bukan berarti aku membiarkan diriku di bully karena aku masochist. Tapi... dia entah kenapa sangat kejam padaku. Semua orang yang mendekatiku saat di sekolah atau dimanapun dia melihatnya, keesokan harinya pasti terluka dan ketakutan saat melihatku maupun dia. Karena itu, aku sama sekali tidak punya teman. Kehidupanku sudah hancur.

Tentu saja aku juga tidak memberitahunya kepada Noel karena dia satu-satunya sahabatku... Aku tidak ingin dia terluka sedikitpun. Setidaknya, aku ingin melindunginya walau aku lemah. Karena aku sangat menyayangi Noel... Oleh karena itu, aku pasti akan melindunginya.

'Aku berharap aku bisa kembali ke masa lalu yang menyenangkan bersama Noel dan kakak. Atau berpindah ke suatu tempat yang jauh dari sini...', pikirku sembari menatap jendela kelasku.


Noel's POV

Sangat aneh. Saat pulang dari sekolah, dia selalu terluka dan basah. Namun saat aku menanyakan apa yang terjadi, dia selalu berkata, "Aku cuma terjatuh kok! Sekarang kan musim hujan. Tidak perlu khawatir."

Jelas itu tidak mungkin, kan? Tidak mungkin seseorang bisa jatuh berkali-kali setiap hari dengan keadaan yang sama.

Aku telah berjanji akan melindunginya. Karena itu, aku harus mencari tahu apa yang terjadi. Sekarang dia sudah kelas SMP 3. Mungkin ada yang terjadi padanya di sekolah?

'Ah, aku ada ide.'

Keesokan harinya, tanpa sepengetahuan orang-orang di rumahku-terutama Naisha, aku berhasil masuk ke sekolahnya. Aku melihat sekeliling. Banyak sekali orang disini… Aku tidak tahu seperti apa itu sekolah karena aku tidak pernah ke sekolah sebelumnya.

Sambil berpikir seperti itu, aku berjalan ke lantai 2 sekolah itu. Semua murid disana melihatku dengan kebingungan. Mungkin karena aku memakai baju bebas? Tadi aku juga berhasil masuk dengan alasan mengantarkan bekal yang ketinggalan. Rasanya tidak enak juga kalau ditatap seperti ini.

"Hei, apa yang kau lakukan disini?"

"?!" Tiba-tiba, aku mendengar suara yang sangat kukenal. Aku menengok ke belakang, melihat nona yang sedang membawa tas nya di tangan.

Aku mulai meneguk ludahku. 'Gawat... Aku harus cari alasan yang bagus...'

"A-Aku hanya membawakan bekalmu yang ketinggalan kok, hehe…", ucapku sambil menggaruk kepalaku yang tidak gatal.

"Jangan bohong. Aku sudah mengenalmu dari kecil. Pulanglah." Setelah mengatakannya, dia masuk ke dalam kelas 9B, sepertinya itu adalah kelasnya. Tapi aku tidak akan menyerah walau nona bilang begitu!

Setelah bel masuk berbunyi, aku menunggu di luar kelas sampai istirahat pertama.

Bel istirahat pun berbunyi. Beberapa murid keluar dari kelasnya masing-masing. Tapi Naisha tidak keluar dari kelasnya.

'Mungkin Naisha tidak suka keluar kelas?'

Penasaran, aku mengintip dari luar jendela kelas itu. Aku pun melihat beberapa perempuan yang mengelilingi nona. Aku tidak dapat mendengar suaranya. Tapi perempuan-perempuan itu seperti menyiksa dia.

Melihatnya, aku membelalakkan mataku. Tanpa sadar aku menjatuhkan bekal yang kubawa untuk Naisha dan berlari masuk ke kelas itu. Aku menggenggam erat lengan salah satu gadis itu agar berhenti menyakiti nona. Saat gadis itu melihatku, gadis itu segera melepaskan tangannya dari genggamanku dengan kasar dan berteriak, "Kau siapa?! Kenapa tiba-tiba kamu ikut campur?!"

Aku memandangnya tajam beberapa saat. Aku tidak menjawab pertanyaannya, namun aku berbalik menoleh ke arah nona.

"Kau baik-baik saja?" Tanyaku sambil memegang tangan Naisha.

"I...Iya...", jawabnya sambil melihatku dengan agak bingung.

"Hei! Jangan mengabaikanku!", teriak gadis itu.

Aku menoleh ke arahnya dan berteriak dengan sangat marah. Aku tidak menyangka akan ada orang yang menyakiti Naisha seperti ini...

"Aku ikut campur karena aku adalah temannya! Sebenarnya apa yang kalian lakukan?!"

Mereka tercengang melihatku yang terlihat sangat marah. Mereka pun berbalik dari kami, "Ini bukan urusanmu." Lalu mereka berjalan menjauh dari kami.

Setelah memperhatikan mereka yang telah pergi, aku kembali melihat ke arah nona, dengan cemas bertanya, "Apa yang terjadi?"

Dia melihatku. Terlihat wajahnya seolah-olah sedih. Lalu dia berbisik kepadaku, "Maaf, tolong jangan berbicara denganku saat di luar rumah. Ini masih jam istirahat, aku akan memberitahumu sepulang sekolah nanti."

Setelah mendengarnya, aku mengangguk mengerti dan berjalan ke luar kelas. Lalu kembali ke rumah untuk menunggu jawabannya.


Naisha's POV

Kenapa dia datang kesini? Uh… karena aku mengatakan itu, aku harus memberitahu dia sepulang sekolah nanti tentang segala hal yang terjadi. Apa yang harus kubicarakan? Jujur mengatakan 'aku dibully?' atau berbohong mengatakan 'tadi mereka cuma marah karena blablablah'? Noel itu suka khawatir... Nanti dia malah melakukan sesuatu yang tidak dapat kuduga...

'Aaargh! Aku bingung!'

"Hei."

Aku mendengar seseorang memanggilku, lalu aku menoleh ke suara yang memanggilku. Ternyata yang memanggilku adalah beberapa teman baruku di SMP ini, kami berteman secara diam-diam.

"Kau baik-baik saja kan saat istirahat pertama tadi? Ah iya, boleh kami main ke rumahmu?"

"Eh? Main ke rumahku?", tanyaku balik sambil memiringkan kepalaku.

"Iya, ada tugas inggris kan? Sepertinya rumahmu paling dekat dengan sekolah."

Aku memikirkannya dengan menaruh tanganku di bawah dagu. Tapi mungkin menyenangkan juga, karena belum pernah aku punya teman saat SD apalagi ada yang main ke rumahku. Aku pun mengangguk dan menyetujuinya.

Sesampai di rumah, aku disambut oleh banyak pembantuku seperti biasa. Tapi, teman-temanku tercengang tampak tercengang melihatnya.

"Hei, ada berapa pembantumu…?", tanya salah satu temanku.

"Hm? Sekitar 20 pembantu mungkin?"

Setelah mendengarnya, teman-temanku terkrjut, tetapi aku mengabaikannya. Beberapa detik kemudian, muncul lah Noel.

"Nona! Kau membawa teman-temanmu?", serunya dengan senang.

"Iya, antar mereka ke kamarku ya. Aku mau ganti baju dulu," balasku sambil tersenyum.

"Baik, kalian, ikutlah denganku," ucapnya sambil tersenyum pada teman-temanku.

Teman-temanku mengikuti Noel yang pergi berjalan ke lift karena kamarku ada di lantai 3. Sepertinya teman-temanku masih tercengang. Setelah mereka pergi, aku mengganti bajuku dan segera ke kamarku. Saat aku tepat berada di depan pintu kamarku, aku mendengar suara teman-temanku yang sedang berbincang-bincang.

"Menurutmu dia itu kasihan gak?"

"Iya, tiap hari dia dibully. Kita sebenarnya menjadi temannya karena dia dibully, kan? Awalnya kita gak terlalu niat menjadi temannya karena membosankan."

Mendengarnya, aku mengepalkan tanganku erat, kemudian berlari menjauh dari kamar itu. Hatiku sangat sakit mendengarnya. Semua orang hanya mengasihaniku... Memangnya aku terlalu menyedihkan!?

Aku terus berlari hingga meninggalkan rumahku tanpa kusadari.


Noel's POV

Aku melihat Naisha berlari tiba-tiba dari depan kamarnya saat aku berpapasan dengannya. Ada apa dengan dia? Mungkin aku harus bertanya pada temannya...

Aku memasuki kamarnya dimana teman-temannya menunggu.

"Ada apa dengan nona? Dia tadi berlari keluar."

Mereka terkejut mendengarku lalu berbisik-bisik dengan panik. Merasa ada yang aneh, aku bertanya sekali lagi pada mereka.

"Ada apa?"

Akhirnya, salah satu dari mereka menjawab.

"Sepertinya dia mendengar pembicaraan kita tadi…"

Penasaran dengan apa yang mereka maksud, aku berkata dengan serius, "Tolong jelaskan."


Naisha's POV

Aku terus berlari. Tidak tahu kemana tujuanku sekarang. Aku hanya memikirkan hal-hal yang negatif, yang meluap pada diriku, terutama perkataan mereka tadi. Ternyata mereka... hanya kasihan padaku...

'Aku benci dikasihani!'

Setelah tersadar dari pikiran itu semua, aku melihat sekelilingku. Hari sudah malam dan sangat gelap, bahkan aku hampir tidak bisa melihat jelas sekitarku. Aku pun mulai ketakutan karena takut akan kegelapan.

"Ge-Gelap sekali. Dimana ini?"

'... Tidak terdengar suara apapun.'

Tubuhku mulai gemetar dan ketakutan. Wajahku juga mulai pucat dan berkeringat. Benar-benar tidak ada siapapun disini...

Di tengah kegelapan itu, aku mulai merasakan sesuatu yang aneh. Seperti ada orang yang mengikutiku dari belakang...? Namun, aku terus berjalan dengan ketakutan. Entah takut karena kegelapan maupun ada orang yang mengikutiku. Aku merasa orang itu terus mengikutiku dari belakang. Beberapa saat kemudian, aku sudah merasa tidak diikuti lagi. Aku menghela nafas. Namun, tiba-tiba, seseorang menyergapku dari belakang. Aku pun mulai kehilangan kesadaran saat orang itu menutupi mulut dan hidungku dengan saputangan.


Aku membuka mataku pelan-pelan. Aku merasa hari sudah pagi karena ada suara ayam berkokok. Aku mulai sepenuhnya sadar dan melihat sekelilingku. Tempat ini sangat kecil. Tidak ada jendela, hanyalah tempat kosong, yang hanya ada sebuah lemari berwarna coklat.

'Mungkin ini gudang?'

Tiba-tiba, seseorang membuka pintu.

"Bagaimana tidurmu? Nyenyak?"

Aku tercengang. Terlihat seorang gadis yang berbicara adalah gadis yang membullyku setiap hari di sekolah.

"Kenapa aku ada disini?", tanyaku yang mulai mengerutkan dahiku. 'Sepertinya dia merencanakan hal yang aneh...?'

"Bisa dibilang aku menculikmu," balasnya sambil tersenyum kecil.

'Eh?'

"Jadi orang yang kemarin itu…", gumamku sambil menaruh telunjukku di daguku.

"Iya, itu aku."

Aku mendongak untuk melihat dia, lalu bertanya dengan keringatku yang mengalir dari pelipisku, "Apa yang mau kau lakukan?"

Dia tersenyum menyeringai dan berkata, "Mengurungmu seharian tanpa makan dan minum. Jadi kau akan menderita~"

Aku terdiam mendengarnya. Apa orang ini benar-benar serius?

Setelah mengatakan hal itu, dia menutup pintu gudang tersebut.

"Eh! Tunggu!", teriakku berlari ke arah pintu tersebut.

Namun, terlambat. Aku mendengar suara pintu terkunci dari luar.

Aku pun berusaha menggebrak pintu itu, namun tetap tidak bisa terbuka.

'Sial...'


Noel's POV

Sebenarnya, nona ada dimana? Sampai sekarang pun, dia belum pulang... Padahal dari kemarin aku sudah seharian mencarinya.

Teman-temannya juga sudah menjelaskan apa yang mereka bicarakan kemarin dan memintaku untuk menyampaikan permintaan maafnya pada Naisha. Aku mengerti perasaan Naisha... Dia memang paling tidak suka dikasihani. Tapi aku khawatir. Sangat khawatir. Aku harus mencari dia sampai ketemu... Walau berhari-hari ataupun berminggu-minggu sekalipun.

Aku menghela nafas. 'Andaikan aku bisa mengetahui semua informasi di dunia ini, aku bisa menemukan nona... Dan Naisha tidak akan menderita karena dibully... Seharusnya, aku tahu hal itu lebih awal.'

Aku tersenyum sedih pada diriku sendiri. "Aku sungguh bodoh."


Naisha's POV

Seminggu telah berlalu, sekarang adalah tanggal 15 Agustus jika aku lihat di HPku-karena aku selalu memeriksa tanggal dan jam di HPku. Tentu saja aku tidak bisa menelpon keluargaku karena disini tidak ada sinyal... Aku juga sudah merasa sangat haus dan kelaparan. Dia benar-benar ingin membuatku menderita... dengan cara yang seperti ini. Walau aku berusaha sekuat tenaga untuk keluar darisini, tetap saja aku tidak bisa berbuat apa-apa. Apa mungkin dia menyiapkan tempat ini khusus untukku? ...Aku merasa beruntung karena aku masih hidup.

Tiba-tiba, terdengar suara pintu terbuka. Gadis itu kembali datang. Dia memang selalu memeriksaku 3 kali dalam sehari.

Dia pun tersenyum, "Bagaimana~?"

Aku menatap tajam wajahnya. Rasanya tubuhku benar-benar sudah tidak bertenaga... Namun, aku masih berusaha berbicara dengan tenang, "….. Cepat keluarkan aku darisini."

Masih tersenyum, dia membalas, "Hehe~ Maaf ya jangan sekarang."

Aku menggertakkan gigiku lalu bertanya, "Sebenarnya apa yang kulakukan saat itu setelah aku bertengkar denganmu!?"

Mendengarnya, ekspresi dia berubah. Wajahnya yang tadinya tersenyum berubah menjadi marah.

"Kau masih pura-pura tidak tahu?! Ayahmu menyuruh orang membunuh ibuku kan?!", teriaknya.

Eh?

"Ada bukti-buktinya! Jangan mengelak!", teriaknya sekali lagi.

Sambil berteriak, ia mulai meneteskan air matanya, sedikit menangis.

'Ternyata... Dia menderita sama sepertiku.'

"Aku sama sekali tidak tahu…", bisikku dengan sedih pula.

Namun, gadis itu mengusap matanya yang berlinang air mata itu, dan berusaha kembali tersenyum.

"Tidak ada hubungannya kamu tahu atau tidak. Ayahmu pasti sangat menyayangimu kan? Aku ingin membuat anaknya menderita lalu membunuhnya agar bisa membalaskan dendamku," ucapnya tenang.

Aku terkejut mendengarnya. Saat kupikirkan kembali, sejak kematian kakak, ayah mulai berubah sedikit demi sedikit. Dia terlihat tidak memedulikan aku dan Noel lagi. Yang ia lakukan hanyalah bekerja sampai larut malam. Mungkin ini akibat dari ketertekanan ayah karena kematian ibuku dan juga kakakku... Padahal, dahulu ayah adalah orang yang baik. Tapi sekarang sudah berubah, menjadi orang yang tak kukenal. Tapi apa alasan ayah membunuh ibu dia?

Aah... Ini memang salahku... Ibu meninggal saat melahirkanku... Lalu kakak meninggal karena ada seseorang yang mau menculikku dan Noel, lalu kakak tertabrak mobil.

Kalau ini membuat dia dan semua orang lebih baik... Maka aku...

"Kalau begitu, bunuh saja aku... Aku tahu kau menyimpan pisau di sakumu."

Dia tercengang mendengar perkataanku.

Aku berdiri dan mendekatinya, sementara ia melangkahkan kakinya mundur ke belakang. Aku mengambil pisau di sakunya dengan perlahan dan memberikannya kepada dia.

"Cobalah bunuh aku," kataku sambil tersenyum.

Dia terlihat ketakutan melihatku yang kemungkinan ia pikir seperti seseorang yang mencoba membunuh dirinya sendiri dengan orang lain yang disuruhnya untuk membunuhnya.

"A-A-Aku… Ja-Jangan main-main! Kau…!"

Saat dia berteriak seperti itu, tanpa sengaja, dia menyenggol lemari coklat di sebelahnya dengan keras sehingga lemari itu terjatuh. Aku yang menyadarinya, langsung mendekap tubuhnya untuk melindungi dia. Tubuhku sudah lemah sekarang ini karena tidak makan dan minum berhari-hari... Sepertinya kalau kejatuhan lemari seperti ini, aku akan mati…

Lemari itu pun terjatuh mengenaiku dengan keras. Tubuhku pun berlumuran darah.

'Biasanya di saat seperti ini, orang akan kesakitan kan? Aku tidak merasakannya sama sekali,' pikirku pada diriku sendiri dengan sedikit tersenyum.

Dia –gadis yang membullyku– melihatku dengan ketakutan dan membelalakkan matanya. Dia seperti melihat sesuatu yang mengerikan di depan matanya. Meskipun begitu, aku mengerti penderitaan yang dia alami. Dia hanya melampiaskannya padaku. Dia juga hampir sama sepertiku walau sifat kami berbeda. Aku mengerti perasaannya yang kehilangan orang yang disayanginya. Karena aku telah kehilangan kakak, ibuku, bahkan ayahku sudah berubah. Sebenarnya, aku dari dulu memang tidak membenci dia walau dia selalu membullyku. Aku aneh, bukan?

Yah, ada beberapa kata yang ingin kukatakan sebelum kematianku...

'Selamat tinggal, Noel…

Kau satu-satunya sahabat terbaikku. Aku harap aku bisa bertemu denganmu lagi suatu hari nanti...

Noel, aku sangat menyayangimu, seperti keluargaku sendiri.

Selamat tinggal...'

Aku pun memejamkan mataku sembari meneteskan air mataku. Lalu, kesadaranku mulai benar-benar menghilang.


Noel's POV

Aku kembali ke rumah dan membuka pintu. Di depanku ada ayah yang seperti menunggu diriku.

"Ada apa, Ayah?", tanyaku.

Ayah melihatku dengan berwajah sedih, seakan-akan hal yang buruk telah terjadi.

"Noel, ada berita buruk."

Aku memiringkan kepalaku. Ayah melanjutkan, "Naisha dan seorang gadis meninggal di sebuah gudang... tapi katanya, mayat mereka hilang..."

Saat mendengar perkataan ayah itu, semua indraku sesaat serasa tidak berfungsi. Tatapan mataku dan kepalaku terasa kosong. Semuanya, semuanya berubah menjadi warna hitam. Rasanya air mata akan menetes dari mataku, tapi aku menahannya karena aku sudah berjanji pada dia kalau aku tidak akan menangis lagi.

Aku tau ini bukan saatnya aku menangis.

Aku berusaha membuka mulutku dan hanya bisa mengeluarkan 2 kata.

"Ti...dak mungkin..."

Ayah mengelus kepalaku. "Maafkan aku, ini salah ayah..."

Aku mendongak dan bertanya dengan heran, "A-Apa maksudnya...?"

Ayah berhenti mengelusku saat aku bertanya, ia pun segera memalingkan wajahnya dariku. "... Sebenarnya ada orang yang membenci ayah. Sifat ayah berubah sejak hari kematian kakak Naisha. Tanpa sadar, ayah memecat orang itu karena stress. Ayah sebenarnya tahu keadaan keluarganya. Dia miskin, istri serta anaknya sakit parah. Karena itu, dia memohon kepada ayah. Tapi waktu itu ayah tetap tidak peduli dan mengusirnya secara kejam. Sejak saat itu, ia dendam pada ayah dan membunuh ibu dari salah satu teman sekelas Naisha dan memberi bukti palsu kalau ayah yang membunuhnya kepada anak dari orang yang dibunuh itu. Sehingga dia dendam pada ayah dan berusaha membuat Naisha menderita... Ayah juga baru mengetahuinya dari polisi..."

Aku yang mendengarnya, terkejut. Aku tidak tahu selama ini ada hal seperti itu... Kenapa aku tidak menyadarinya? Sekali lagi, aku berpikir, 'Andaikan aku bisa mengetahui semua informasi yang ada, aku pasti sudah bertindak sebelum semuanya terlambat...'

Setelah mengatakan hal itu, tiba-tiba ayah mengambil sebuah gunting. Aku yang melihatnya, mengetahui apa yang akan dilakukan selanjutnya oleh ayah.

Aku segera berteriak dengan membelalakkan mataku. "A-Ayah! Apa yang ayah mau lakukan?"

Ayah menjawab, "Ayah ingin menembus kesalahan ayah. Ayah juga harus mati karena ayah yang telah membuat Naisha mati..."

Setelah itu, ayah segera menusuk dadanya. Namun, aku segera menghentikannya. Aku pun terkena gunting itu, dan tepat tertusuk di bagian kepalaku.

Warna merah darah mengalir dari kepalaku. Sekilas, aku melihat ayah yang terkejut melihatku. Rasanya aneh. Aku akan mati di hari yang sama dengan nona. Mungkin aku akan bertemu dengannya di dunia sana. Maaf aku membuatmu sedih, ayah. Tapi aku akan bertemu dengannya.

Aku hidup bersama nona dan selalu ingin melihat senyuman nona saat masih kecil dulu. Senyum yang tidak dibuat-buat dan tulus. Namun, semuanya sudah berubah sejak saat itu... Wajahnya menjadi suram, pucat, bahkan ada kantong mata di kedua matanya. Setiap hari dia hanya bermain komputer untuk menonton anime, membaca komik, dan bermain game, ataupun menggambar.

Tapi, saat kau tersenyum melihat hal kesukaanmu itu, aku merasa sangat senang.

Sebentar lagi aku akan bertemu kembali denganmu.

Tunggulah aku...

Aku mencintaimu, Naisha.


"So, you're here. Open your eyes if you want to come back to life again."

-Azami


Bonus Story

Perempuan -yang membully Naisha- POV

Apa ini yang sekarang ada di depan mataku? Aku mulai semakin menyadari situasi sekarang ini. Dia yang berlumuran darah itu, telah meninggal di depan mataku. Tapi, kenapa dia melindungiku? Aku telah membuatnya menderita selama ini. Apa dia tidak membenciku?

Saat itu, aku menyadari kalau aku telah membuat kesalahan besar. Walau ayahnya seperti itu, anaknya sungguh baik. Bahkan selama ini, dia tidak pernah membalasku. Kenapa aku melakukan ini? Aku merasa sangatlah bodoh.

Tiba-tiba, pintu gudang itu terbuka. Yang membukanya adalah orang yang memberitahu kalau ibuku telah dibunuh oleh ayah dia. Aku segera berdiri dan menggenggam tangannya.

"Di-Dia meninggal! Kumohon... Kumohon-"

Sebelum menyelesaikan perkataanku, dia menembakku dengan pistol dan setelah itu, aku mati.


Seseorang -yang dendam dengan ayah- POV

Aku sangat membenci dia. Orang itu telah memecatku dan mengeluarkanku secara kejam di depan banyak orang. Harga diriku hancur. Istri dan anakku yang sakit parah, tidak dapat diselamatkan dan meninggal beberapa tahun yang lalu.

Aku melihat segala kejadian yang terjadi pada anak dari orang itu dan anak dari orang yang kubunuh itu. Dia benar-benar sangat tidak berguna.

Saat itu, aku masuk ke gudang itu. Anak dari orang yang kubunuh itu berlari dan menggenggam tanganku.

"Di-Dia meninggal! Kumohon... Kumohon-"

Saat itu, aku mengambil pistolku dan menembaknya.

Darah mengalir dari tubuhnya. Sepertinya dia sudah mati. Aku berbalik dari mayat mereka, namun aku mendengar sesuatu yang sangat tidak ingin kudengar sekarang ini.

Aku mendengar suara mobil polisi.


Ayah POV

Aku melihat Noel yang mati tertusuk di depan mataku. Aku menangis melihatnya. Aku tidak bisa menerima ini semua. Semua orang yang kusayangi, istriku, anak-anakku, dan Noel meninggal. Semuanya telah meninggal.

Aku mulai frustasi dan mengambil gunting yang tertusuk pada kepala Noel secara perlahan-lahan. Darah mengalir dari kepalanya. Aku mulai merasa mual.

Makin lama aku makin merasa takut.

Akhirnya, aku mengakhiri hidupku dengan menusuk diriku sendiri.


Author's Note : Maaf kalau kurang berasa feels nya dan masih belum ada hubungannya dengan KagePro. Soalnya saya masih pemula dan ini cerita pertamaku di fanfiction. Ini adalah cerita masa lalu Mekakushi Dan number 10th dan 11th. Selanjutnya akan muncul anggota Mekakushi Dan lainnya serta kekuatan matanya. Oh ya, Naisha itu cuma panggilan, bukan nama aslinya. Tolong di reviews ya!

A/N : proloque ini baru saja kuperbaiki, karena alur kecepatan, dll. Dan juga, maaf karena terlalu banyak berganti-ganti POV... Dulu sudah terlanjut membuat banyak POV, jadinya seperti ini, hehe. Lalu, words nya mencapai 5000-an... Sepertinya panjang banget ya? Tapi, sebenarnya cerita yang asli baru akan muncul di chapter berikutnya. Jadi, jangan membaca sampai sini saja ya! XD