Bibir itu mengerucut lucu, berdecak sebal pada lima kursi kosong di depannya. Manik azurenya melirik ke arah kelender yang bertengger rapi di sudut ruang makan, tanggal merah, mengindikasi bahwa hari ini adalah hari minggu. Beralih pada jam bandul di sudut lainnya, ujung jarumnya pendeknya menunjukkan angka sembilan dan jarum panjangnya berhenti pada angka dua belas.

Ini fenomena langkah, dalam ingatannya belum pernah seorang Tetsuya menghabiskan sarapannya seorang diri, dalam situasi sunyi sepi dari teriakan ataupun celoteh lima kakaknya yang super ajaib, otaknya sibuk memutar balikkan logika untuk mencari satu jawaban kenapa pagi ini suasana mansion mewahnya nampak legang dari biasanya.

Nafsu makan terkikis habis, perut yang sebelumnya berteriak kelaparan mendadak kenyang tanpa sebab, kebiasaan selalu makan bersama membuat Tetsuya merasa enggan menyentuh santapan di depannya, membuat remaja itu melenggangkan kaki keluar dari ruang makan, dan meninggalkan sarapannya yang kini tersentuh angin.

.

.

.

.

.

*Protektif Overdosis : Drabble*

Disclaimer:

Kuroko No Basuke © Fujimaki Tadatosi

Story by Aoi-Umay

Warning:

Typo, OOC, AU parah, sekuel PO, Genre tidak tentu

DLDR, R&R please...

Enjoy Reading Minna... ^^

.

.

.

.

.

A = Alone~

.

.

.

.

.

Tetsuya duduk sambil menekuk lutut, di depannya terhampar satu kertas lengkap dengan satu buah pena metalik, manik azurenya menatap sendu pemandangan di luar jendela besar di kamarnya, angin bertiup lembut menerbangkan tirai putih dan membelai surainya yang sewarna langit cerah.

Kertas di depannya penuh dengan tarian pena yang dibumbuhi coretan serta silangan besar. Beberapa rencana untuk menyeret lima kakaknya yang katanya sedang sibuk masing-masing tidak membuatnya puas, setiap rencana yang di susun selalu beresiko tinggi dengan tingkat keberhasilan yang minim.

Mahluk manis kesepian itu mendesah lagi, sedikit merasa deja vu dengan kesendirian yang menyelimutinya kini, ujung jemari kakinya memainkan pena yang tergeletak di dekatnya, berharap dapat memungut mukjizat dan mendapatkan pencerahan untuk menemukan ide cemerlang agar dapat menyeret pulang lima kakaknya yang tega meninggalkannya sendirian dan berselimut rasa bosan.

Kesal, pemuda pemilik manik azure itu meremat kertas di depannya sebelum di lembar ke keranjang sampah di dekatnya, yang berakhir dengan kertas naas itu malah bergulir ke kolong meja karena selamat dari lahapan mulut keranjang sampah, atau karena ketidak mampuan si pelempar untuk bisa akurat melempar bola kertas itu.

Rupanya rasa bosan menjadi salah satu indiksi yang membuat remaja dengan ekspresi datar dapat berubah menjadi sosok yang kini nampak seperti remaja putri yang sedang PMS, kesal dan jengkel pangkat dua, tubuh ringkihnya dibanting keras di atas ranjang empuk berbalut seprai putih, kedua kakinya dihentakkan keras menghantam kasur king sizenya, sedangkan kepalanya dibenamkan ke dalam bantal.

Rasa bosan kini mempengaruhi seluruh emosi sang remaja, masa bodoh bila rencananya akan berhasil atau malah gagal total di tangan lima kakaknya, setidaknya harus ada satu rencana yang dijalankan daripada harus mati mengenaskan karena rasa bosan.

Tekad sudah dibulatkan, apapun yang terjadi si bungsu sudah siap menghadapi setiap resiko yang akan di dapatkannya, masih dengan keadaan yang tengkurap, sebelah tangannya meraih ponsel biru yang tergeletak tak jauh darinya, binar jahil terpancar jelas pada dua azure miliknya, kendati wajahnya masih datar luar biasa. Dan pada detik berikutnya satu pesan sudah di kirim pada lima ponsel kakaknya, dan sekarang hanya menunggu satu racun berupa pesan singkat itu menjangkiti lima kakaknya dan membuat kelimanya tungang langgang pulang ke mansion mewah mereka.

"Cepat datang Nii-chan," gumam penuh misterius si bungsu yang masih setia dengan posisi tengkurapnya.

.

.

.

.

.

Dugaan si bungsu tentang kakaknya yang akan lari tunggang langgang setelah menerima pesan darinya berbukti berhasil, kerena kurang dari sepuluh menit satu persatu kakaknya menjeblak pintu kamarnya dengan kasar. Dimulai dengan model blonde yang penuh peluh segera berlari memeluk si bungsu begitu pintu kamar Tetsuya di buka kasar.

"Tetsucchi kau tidak apa-apa –ssu? Mana yang sakit –ssu? Maaf meninggalkan Tetsucchi sendirian, aku berangkat lebih pagi supaya bisa lebih cepat pulang –ssu," ucap si blonde sambil memeluk si bungsu dan mengusap-usap surai baby-blue itu dengan lembut, yang dibalas dengan senyum samar si bungsu.

Belum lepas dari pelukan beruang si blonde, Tetsuya kembali dikejutkan dengan kedatangan pemuda berkulit tan yang menendang pintu kamarnya.

"Tetsu apa yang terjadi? Kenapa perutmu bisa sakit? Apa yang kau makan tadi pagi? Kalau tahu akan begini aku pasti akan membatalkan latihan pagiku," berondong tanya sang kakak, belum bisa si bungsu jawab, karena yang bersangkutan masih terikat peluk beruang pemuda blonde dan kini pelukan itu di tambah dengan pelukan gorila berkulit tan.

Masih dengan posisi saling himpit, tindih dan peluk, ketiga pemuda itu tersentak saat sekali lagi pintu kamarnya terbuka kasar dan menghadirkan dua sosok kakak tertua mereka.

"Tetsu-chin aku sudah selesai membuat resep baru dan spesial aku ingin Tetsuchin yang mencobanya pertama kali, aku membuatnya pagi-pagi supaya Tetsu-chin bisa makan kue buatanku," sebuah piring dengan satu potong cake tertutup krim putih disodorkan pemuda bersurai violet, wajahnya nampak malas berbanding terbalik dengan manik ungu yang berbinar bersemangat.

Di samping sang raksasa dengan cake manisnya, berdiri seorang pemuda bersurai zamrud, ekspresinya terlihat tidak peduli walaupun binar emeraldnya memancarkan sejuta rasa khawatir pada si bungsu.

"Sudah berkali-kali aku peringatkan untuk selalu makan tepat waktu, begini jadinya kalau kau telat makan, aku sudah membawakan beberapa obat, setelah ini kau harus minum obat dan hari ini harus istirahat—," segaris senyum dikulum si bungsu saat mendengarkan cerca kakak keduanya yang panjang bagaikan rangkaian kereta, namun si bungsu masih tetap diam karena sadar kalimat kakaknya pasti belum selesai.

"—aku melakukan ini bukan karena aku peduli nanodayo, aku melakukannya karena aku terikat pada kode etik sebagai dokter," imbuh sang pemuda sambil membenarkan letak kacamatanya yang tidak sepenuhnya melorot.

Perasaan hangat menyerbu tanpa permisi ke dalam relung hati si bungsu, misi berdasar iseng karena dilanda rasa bosan yang berkepanjangan berhasil dan sukses besar, namun kening pucat Tetsuya masih mengkerut, setelah berusaha lepas dari himpitan berkedok pelukan dari dua kakaknya, si bungsu mulai menghitung berapa manusia yang masuk ke dalam kamarnya.

Satu, dua, tiga, empat. Pirang, biru tua, ungu dan hijau. Kerutan pada keningnya makin bertambah. Sukses memancing empat tangkapan besar, sayang satu tangkapan paling besar tidak sukses terjerat jaring pesan singkat.

Tetsuya mendengus samar, rupanya si sulung lebih mementingkan pekerjaannya dari pada pesan singkat yang dikirimnya yang mengatakan bahwa dia sakit perut. Rupanya si sulung ingin sedikit melihat kebolehannya, jika itu memang yang diinginkan kakak bersurai scarlednya, maka Tetsuya akan mengabulkannya.

Beringsut dari pembaringan empuknya dan meninggalkan kerut si atas seprai putih, tubuh Tetsuya melengganga pelan menuju empat kakaknya yang berdiri sejajar menanti penjelasan dan menunggu jawaban si bungsu tentang alasan secara sengaja mengirim pesan singkat, yang membuat keempatnya segera menyelesaikan pekerjaannya secepat sambaran kilat.

Satu persatu kecupan hangat mendarat pada pipi keempat pemuda yang berdiri, hadiah sebagai penghargaan dan apresiasi karena lebih mengutamakan dirinya daripada pekerjaan dan hal lain yang dikerjakan keempat kakaknya. Manik azurenya nampak merilik meremehkan ke arah sudut langit-langit, bibir pucat si bungsu mengecup sayang satu persatu kakaknya, gejolak hatinya berbisik untuk melakukan hal itu, keyakinan hatinya memperkuat dan memantabkan hatinya bahwa hal itu akan menyeret si sulung yang tengah bekerja.

Dan sepertinya harapan si bungsu segera di dengar Tuhan, do'anya segera terkabulkan, karena saat kecupan terakhir akan mendarat di pipi sang dokter Shintarou, pemuda dengan tinggi yang tak jauh darinya berdiri diambang pintu, kilat heterocromenya menghujam tajam, surai scarletnya lepek tersapu keringat, walaupun mencoba disembunyikan, semua orang tahu si sulung tengah mengatur napasnya yang memburu.

Balutan garmen yang dikenakan Seijuurou membuat lima remaja yang melihatnya melenggang membelah ruangan terlihat mengernyit, sebuah kemeja merah darah dan celana bahan kain hitam menjadi garmen yang membalut kulit pucatnya, tanpa jas, dasi ataupun sepatu pantofel, mengidentifikasi bahwa si sulung menyelesaikan pekerjaannya di ruang kerja di dalam kamar pribadinya.

"Terima kasih sudah datang Sei-nii," sambut si bungsu dingin, sengaja mengabaikan Seijuurou yang tengah memasang pose siap menerima kecupan, namun bukan kecupan hangat yang di dapatkan, hanya sapuan angin yang dirasakannya karena si bungsu yang langsung melangkah pergi menjauhi dirinya.

"Karena niichan sudah berkumpul di sini semuanya, mari kita sarapan bersama, perutku sakit karena belum sarapan dari pagi,"

Nada jenaka kental terdengar dari kalimat Tetsuya, walaupun ekspresi yang ditunjukannya masih sedatar tembok, kata puas adalah yang terus diteriakkan dalam hati. Puas karena berhasil menyeret kelima kakaknya untuk menemaninya sarapan, puas karena tahu bahwa dirinya masih menjadi prioritas utama dalam keluarganya, dan tentunya puas dengan aura kesal yang menguar dari tatapan intimidasi Seijuurou.

"Kenapa aura di kamar Tetsucchi berubah menjadi mencekam ya –ssu," guman Ryota sambil bergidik, sedangkan Tetsuya hanya tersenyum simpul saat mengetahui bahwa aura mencekam yang pekat membumbung di udara adalah aura kekesalan yang coba ditahan Seijuurou untuk tidak mengamuk di tempat.

'Salah sendiri tidak cepat-cepat datang,' batin Tetsuya enteng, berharap bisikan batinnya tersampaikan pada pemuda yang masih menghujam sekelilingnya dengan tatapan heterocrome yang tajam.

.

.

.

.

.

FIN

A/N :

Terima kasih untuk Anisa Phantomhive, Kyoura Kagamine, ukkychan, InfiKiss, Megan Schoutless, ChiiKuro, Minge-ni, Chi-chan, SunakumaKYUMIN, Suki Pie, Yuzuru Nao, babyberrypie, Sagi Akabara, BlueBubbleBoom, Demon D. Dino, Amelo, Miharu, Matsuoka Rose, Shizuka Miyuki, Mel, Myadorabletetsuya, Rin, witchsong, ELLE HANA, tetsuya kurosaki, ParkHyunRee, , Kitami Misaki, hikmatulhayati169, nshawol56, deerpop, akashi sei-ji, Kyuminhae, S Kaze, Bona Nano, Megumi, Nigou-i, amurei, Saki Akabara, Green Shooter Nanodayo, alyazala, Aka no Rei, yuzuru, Ichika07, Zefanya, 46Neko-Kucing Ganteng, Lee Kibum, eruchaa, Ken, kurokolovers, Guest, Ah Rin, Gemini otaku-chan, Tanaka Aira, Rea, devilojoshi, Brid LaCroix, KekeMato2560, Shiro, mr DongDong, LiaZoldyck-chan, Rhie chan Aoi sora, Kitami Misaki, kanakoharuchan, Shoujo Record, bakpaolumut, , albab1996. (Maaf jika salah ketik nama) seluruh silent reader, follower dan yang memfavoritkan fic geje ini.

Terima kasih untuk dukungannya selama ini, terima kasih untuk kritik dan sarannya dan terima kasih sudah menyempatkan membaca PO. ^^

Ada yang menanti epilog?

.

.

.

.

Epilog...

Tubuh ringkih yang sudah terbalut piama putih itu merangkak menuju tempat pembaringannya yang nyaman, sekali lagi hari ini menjadi hari yang menyenangkan dalan cacatan hidup Tetsuya. Setelah sedari pagi kelima kakaknya menghilang dan bahkan tidak muncul saat sarapan, namun sejak pukul sepuluh pagi kelimanya kembali mengisi kekosongan hati Tetsuya dengan canda gurau seperti biasanya, dan yang spesial hari ini adalah penampakan monster bersurai merah yang selalu menguarkan aura membunuh sepanjang hari.

Sorot cahaya rembulan menambah terang kamar dengan sinar redup, kedua manik azure itu sudah terselimut kabut kantuk, seharian menghabiskan waktu dengan kakak-kakaknya yang hyperaktif membuat tenaga sang pemuda terkikis habis, namun sebelum kantuk menuasai dirinya secara penuh, masih ada satu misi yang harus diselesaikan malam ini, juga untuk menjawab sikap cuek dan pilih kasih yang dilakoni si bungsu seharian ini pada kakak tertuanya.

Manik azure itu menatap lurus pojok langit-langit, menohok lurus manik heterocrome yang mengamatinya lewat monitor sepuluh inci. Dilambaikannya sebelah tangan, mencoba mengalihkan perhatian si pengawas.

"Sei-nii," panggilnya lirih, namun cukup untuk di dengar pemuda bersurai merah yang mematung mengamati tingkah adiknya.

"Lain kali kalau memang bekerja di rumah jangan lupa menemani Tetsuya sarapan ya. Setelah itu silahkan lanjutkan pekerjaannya," monolog Tetsuya masih dengan tatapan yang menuju pojok langit-langit kamarnya.

"Jangan seperti hari ini, Hoam— selamat malam niichan, selamat bekerja," setelah menguap dan meregangkan tangan, tubuh ringkih itupun beringsut pada selimut tebal yang menaunginya, meninggalkan sang pengawas yang mengeram kesal, sepertinya keabsolutan soorang Seijuurou harus dipertanyakan kembali jika berhadapan dengan si bungsu.

End of Epilog