Little Hope

Disclameir : sampai author nikah sama Kim Ryeowook pun Naruto tetap punya Masashi Kishimoto -_-" #dikeroyokelf...

Pair : SasuNaru.. slight -err ...NejiNaru, SasuDei (?), ItaKyuu, ShikaKiba (selalu ada) dll.

Rate : T

Warning : BL, Typo, gaje, aneh, EYD di pertanyakan (?), dan antek-anteknya.

Ff pertama author di fandom ini, iseng nyoba-nyoba kalau aneh harap di maklum..

Tidak suka jangan di baca klik back aja, warning berlaku jadi NO BASH.

Chapter 3

Pemuda berambut coklat panjang itu terus memeluk Naruto sambil sesekali mengecupi wajahnya, sorot rindu dan takut kehilangan terpancar dari iris lavendernya, Naruto sungguh tak bisa berkutik dadanya berdebar tak karuan bahkan lebih hebat dari sebelumnya setelah bertemu dengan pemuda yang tengah memeluknya.

'Jaga dia untukku' Naruto terkesiap, suara yang berasal dari mimpinya saat ia koma kembali terngiang di telinganya, sungguh dia tak mengerti apa arti mimpinya itu.

"Neji, hentikan apa yang kau lakukan? Dia bukan Gaara." Suara seorang pria paruh baya di depan Naruto membuyarkan pikiran Naruto.

"Nii-sama, Tou-sama benar, Gaara-kun sudah..."

"DIAM! Aku tidak percaya, kalian lihat dia Gaara, dia Gaara ku." Sangkalnya dan semakin mengeratkan pelukannya membuat Naruto sedikit susah untuk bernafas.

"Katakan Gaara, katakan pada mereka jika itu kau."

Naruto tersenyum kaku, bingung dengan jawaban yang harus di keluarkannya.

"Ano, aku err bu..bukan Gaara." Jawabnya takut-takut.

"Kau dengar sendirikan Neji. Relakan Gaara untuk pergi, biarkan dia tenang di alam sana." Nada frustasi terdengar dari mulut pria paruh baya itu, sedikitnya Naruto akhirnya paham dengan situasi ini, ya pemuda yang tengah memeluknya ini adalah orang yang tengah mengalami depresi karena di tinggal kekasihnya.

"Tidak! Dia adalah Gaara. Dia Gaara ku." Naruto merasa iba pada pemuda yang kini memeluknya tangan berkulit tan itu perlahan bergerak lalu membalas pelukannya, mata laverder itu membulat namun detik berikutnya sebuah senyum berkembang di bibir pemuda bernama Neji itu.

"Maafkan aku, tadi aku hanya bercanda, ya aku Gaara jadi lepaskan aku dulu err Ne-Neji." Neji melepaskan pelukannya lalu menatap pemuda yang di sangka kekasihnya itu.

"Benarkan, kau adalah Gaara." Naruto mengangguk. Pemuda pirang itu bangkit berdiri lalu membantu Neji duduk kembali di kursi rodanya lalu mendorongnya kedekat ranjangnya.

"Ano, maaf tapi nii-sama harus segera di periksa." Ucap gadis bermata lavender itu.

"Kau dengar, kau harus di periksa dulu oleh suster." Kata Naruto, Neji tersenyum lembut sambil menganggukan kepalanya.

"Baiklah, tapi kau harus tetap disini dan jangan pergi." Neji memberi syarat, Naruto mau tak mau terpaksa mengiyakannya tak ingin pemuda di depannya mengamuk kembali seperti tadi.

Neji lalu di periksa oleh perawat yang sudah ada di sana sebelumnya, setelah di beri suntikan penenang pemuda berambut coklat panjang itu pun tertidur dengan tenang. Naruto duduk di sebuah kursi yang berada di sisi ranjang di perhatikannya wajah damai sosok itu, entah hanya perasaanya atau apa ia merasa agak familiar dengan wajah tampan Neji.

Puk

Pundak Naruto di tepuk oleh tangan besar milik seorang pria paruh baya yang memiliki wajah yang hampir serupa dengan pemuda berambut coklat itu. Naruto menoleh dapat dilihatnya pria tua itu tersenyum padanya.

"Terima kasih sudah mau membuatnya tenang." Ucap pria bernama Hiashi Hyuuga itu –ayah dari Neji- pada Naruto.

"Tak apa, tapi saya juga ingin meminta maaf karena sudah mengaku-ngaku sebagai Gaara, padahal saya sama sekali tidak mengenalnya." Pria tua itu mengusap puncak kepala Naruto lalu menggeleng pelan.

"Aku mengerti, tapi itu lebih baik daripada anakku terus menerus seperti tadi."

"Ano, err sebenarnya seperti apa sosok Gaara itu? Apa dia mirip dengan saya?" tanya Naruto, dalam hati ia berdoa agar orang yang di maksud tak mirip dengannya. Sudah cukup kekasihnya dulu salah sangka dan mengira dirinya adalah Deidara yang notabene mantan kekasih dari kekasihnya.

"Sama sekali tidak nak. Mungkin Neji hanya berilusi saja karena terlalu merindukan pemuda itu, tapi jika di lihat dari ukuran tubuhnya kalian memang sepantaran." Jawab Hiashi, Naruto terdiam lalu bersyukur dalam hatinya.

"Lalu dimana sekarang Gaara?" Hiashi tak menjawab, pria tua itu hanya memandang kearah langit biru di luar sana, Naruto mengikuti arah pandang pria tua itu.

"Dia mungkin sudah tenang di alam sana." Jawab Hiashi pada akhirnya, Naruto terbelalak kaget.

"Di..dia sudah meninggal?"

"3 hari yang lalu ia dan Neji mengalami kecelakaan yang parah, hingga membuat keduanya sekarat. Namun di antara keduanya Gaara lah yang paling parah. Kondisinya tak memungkinkannya untuk bisa hidup, kalau di pertahankan pun dirinya tidak akan hidup normal. Sementara Neji kau lihat sendirikan kondisinya sekarang dia lumpuh dan satu-satunya cara agar dia bisa berjalan lagi ada dengan melakukan terapi." Naruto shock mendengarnya, 3 hari yang lalu itu juga bertepatan dengan kecelakaan yang menimpa dirinya dan Sasuke.

'Tidak mungkin.'

"Dari beberapa saksi yang melihat langsung kecelakaan itu dan juga beberapa orang yang menolong mereka, mobil Neji bertabrakan dengan mobil seorang anak pengusaha terkenal bermarga Uchiha."

"Apa!" tubuh Naruto menegang seketika, tangannya meremas bagian lutut celananya. Di lihatnya pria tua itu lewat ekor matanya, raut sedih terlihat jelas di wajahnya.

"Tapi kematian Gaara sebenarnya bukan karena kecelakaan itu, seperti yang sebelumnya kukatakan ia masih bisa bertahan. Gaara, ia mendonorkan jantungnya untuk seseorang." Getaran di tubuh Naruto semakin menjadi, di tambah jantungnya yang berdetak cepat. Naruto meremas dadanya berharap debaran yang kian berpacu di dadanya berhenti.

'Apakah jantung ini miliknya?' batinnya bertanya, semuanya serba kebetulan baginya. kening Naruto sedikit mengerut sepertinya ia mengalami pusing mendadak, ah mungkin kembali kekamarnya bukan ide yang buruk, ya Naruto butuh ketenangan sekarang.

"Ah, paman sepertinya saya harus segera kembali kekamar." Naruto berdiri dan berusaha bersikap tenang. Walau ia yakin suaranya sedikit bergetar.

"Ya, silahakan. Kalau boleh tahu siapa namamu dan berada di kamar nomer berapa?" tanya Hiashi.

"Saya Naruto dan saya di rawat di kamar 210." Naruto pamit pergi dan keluar dari kamar Neji dengan langkah sedikit gontai.

.

.

Tiba di depan pintu kamarnya Naruto langsung di sambut pelukan erat sang kekasih yaitu Uchiha Sasuke, yah walaupun hanya menggunakan sebelah tangannya namun itu tak menghambat pemuda berambut raven itu untuk memeluknya.

"Dobe, darimana saja kau? Aku mencarimu tapi tak ada makanya aku memutuskan untuk menunggumu di sini." Ucapnya dan sukses membuat Naruto melongo karena ia yakin dulu kekasihnya tak pernah berucap sepanjang ini.

"Teme, a..aku.."

"Jangan membuatku khawatir, aku sangat cemas saat kau tak ada." Ujarnya, 'Teme, dia khawatir padaku.' Batinnya senang senyummanis terukir di bibir cherry nya.

"Aku hanya jalan-jalan sebentar, teme. Sebaiknya kita masuk kekamarku." Sasuke melepaskan pelukannya lalu masuk kedalam kamar Naruto.

Kushina mengintip di balik pintu yang terbuka menyaksikan keakraban anaknya dengan pemuda yang katanya adalah kekasihnya, hatinya gelisah dan tak tenang apalagi saat mengetahui marga pemuda itu.

'Aku tidak akan membiarkanmu merawat Naruto, karena dia adalah hak asuhku'

Kushina terhenyak, sekelabat bayangan di masalalu melintas di pikiranya.

'Aku ibunya. Tentu saja aku yang lebih berhak!'

'Kita lihat saja di pengadilan'

"Tidak." Lirihnya pelan berusaha mengenyahkan bayangan di masalalunya, masa di mana ia dan suaminya saling berebut hak atas anak pertama mereka, Naruto.

'Fugaku, kita temankan. Bisakah kau membantuku? Tolong aku ingin mendapatkan hak asuh Naruto.'

"Jangan. Jangan ambil anakku." Kushina tak mampu membendung airmatanya, dengan langkah cepat wanita bersurai panjang itu meninggalkan kamar putranya sebelum Naruto sempat melihatnya.

'Kenapa? Kenapa harus Uchiha, Naruto.' Batinnya miris.

.

.

Kyuubi kesal, sangat kesal dengan mata pelajaran hari ini, tidak kalian tidak salah baca Kyuubi sangat KESAL bukan BOSAN dengan mata pelajaran yang sedang berlangsung. Tsk bagaimana tidak kesal jika yang mengajarinya adalah sensei paling mesum bin keriputan alias Uchiha Itachi yang setiap mengajar di kelasnya pasti selalu menatap dirinya di meja guru setelah sensei itu selesai menulis di papan.

Grek grek

Kyuubi menulis semua tulisan di papan tulis di bukunya dengan kasar, ia merasa risih dengan tatapan onix yang terus mengarah kearahnya.

Teng tong teng

"Ah, sudah waktunya istirahat rupanya. Baiklah pelajaran cukup sampai di sini, kita berjumpa lagi besok anak-anak. Selamat siang." Itachi berdiri dari kursinya lalu berjalan keluar kelas di liriknya Kyuubi sekilas sambil mengedipkan sebelah matanya membuat Kyuubi kaget lalu memalingkan wajahnya kearah jendela. Itachi tersenyum kecil karena berhasil menggoda sang pujaan hati.

"Kyuu, kita kekantin yuk?" Ajak teman sebangku Kyuubi yang bernama Shukaku, Kyuubi menghela nafas.

"Aku tidak lapar, Shu."

"Kenapa? Ayolah Kyuu. Sudah 2 hari kulihat kau tidak makan siang di kantin." Bujuk Shukaku. Kyuubi tetap bergeming dan berpura-pura menulis membaca buku.

"Aku sedang malas. Sana kalau mau pergi, pergi saja." Usirnya pada teman sebangkunya, Shukaku manyun namun tetap mengikuti ucapan temannya, tak apalah mungkin Kyuubi memang sedang ada masalah begitulah kira-kira pikiran Shukaku, pemuda berambut coklat berantakan setengkuk itu akhirnya pergi kekantin seorang diri.

.

.

"Naru, aku ingin minta maaf atas sikap ku selama ini." Ucap pemuda berambut raven a.k.a Uchiha Sasuke itu.

"Eh?" Naruto terpekik, tangan kanannya terulur menyentuh dahi kekasihnya, "Kau kenapa teme? Apa kepalamu terbentur terlalu keras saat kecelakaan itu."

Plak

Sasuke menepis tangan Naruto, "Aku serius dobe." Ucapnya dengan raut wajah serius dan tatapan matanya berubah tajam.

"Err gomen, habis kau jarang sekali berkata 'maaf' pada oranglain rasanya aneh saja. Hehe." Ucap Naruto sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Aneh katamu, kali ini aku serius dan aku ingin kita memulai semuanya dari awal, bagaimana?"

"Baiklah." Jawab Naruto ragu-ragu, walau tak menutup kemungkinan hatinya senang karena kini Sasuke mau berubah.

"Nah, mulai sekarang hilangkan kecurigaanmu juga pada Deidara dan jangan sekali-kali mengatakan ingin putus dariku." Naruto mengangguk semangat.

"Ha'i." Sasuke tak bisa menahan dirinya untuk mencubit hidung Naruto karena gemas dengan tingkah Naruto yang menurutnya lucu.

"Aww, itte. Teme kau tega sekali mencubit hidungku." Katanya seraya mempoutkan bibirnya lucu.

"Hidungmu itu pesek dobe, jadi aku sengaja membuatnya sedikit mancung." Candanya. Bisa-bisanya Uchiha bungsu itu bercanda di saat sang kekasih sedang kesakitan(?).

"Kau jahat sekali , teme. Ukh rasakan ini." Tangan berkulit tan itu memukul bahu Sasuke tepat di bagian lengannya yang patah.

"Aww, hentikan dobe, aww kau tidak lihat tanganku di perban karena patah." Sasuke berusaha melindungi area lengannya yang menjadi korban pukulan kekasihnya yang masih gencar di lakukan.

"Rasakan, siapa suruh menghina hidungku." Naruto memeletkan lidahnya lalu tersenyum puas kearah kekasihnya, terbawa suasana Sasuke pun mengulas senyum tipis.

"Ehem." Deheman seseorang yang berasal dari arah pintu membuat sepasang kekasih itu menoleh bersamaan, di lihatnya seorang pria berambut pirang berantakan yang sedikit dengan mata yang berwarna biru langit, pria itu tersenyum kearah Sasuke.

"Paman Minato." Sasuke menyebut nama pria itu, Minato atau lebih lengkapanya Namikaze Minato seorang pengusaha terkenal dan juga merupakan sahabat dari Uchiha Fugaku ayah Sasuke di samping itu Minato adalah ayah dari mantan kekasih Sasuke yaitu Deidara.

"Sasuke, ternyata benar kau ada disini. Paman dan Dei tadi mencarimu." Katanya sambil melangkah masuk kedalam kamar Naruto.

"Darimana paman tahu kalau aku ada disini?" tanya Sasuke.

"Fugaku bilang katanya kau ingin mengunjungi kamar kekasihmu, makanya paman menanyakan juga di mana kamarnya. Jadi ini kekasihmu yang baru." Minato melihat kearah Naruto yang juga sedang menatapnya.

Deg

Minato merasakan perasaan aneh saat melihat wajah Naruto, perasaan familiar terhadap sang pemuda muncul di pikirannya.

"Apa aku mengenalmu?" tanya Minato tiba-tiba.

"Ti-tidak paman, kita bahkan baru saja bertemu." Jawab Naruto.

"Ah maaf kupikir kita-.."

"Jadi ada apa paman mencariku?" tanya Sasuke sedikit ketus memotong ucapan Minato, tak suka melihat tatapan sahabat ayahnya itu terhadap kekasihnya, oh rupanya Uchiha bungsu ini sekarang mulai posesif pada kekasihnya.

"Paman hanya ingin menjengukmu saja memang tidak boleh, jahat sekali." Katanya dengan wajah murung yang di buat-buat, Sasuke mendengus dia hapal sekali sifat Minato yang satu ini.

"Sekarang paman sudah melihatku kan dan kondisiku sekarang sudah lebih baik, jadi paman pergi saja aku masih ingin berkencan di sini." Usirnya. Minato melongo dan bukan karena di usir Sasuke melainkan kalimat panjang sang pemuda raven.

"Baiklah, baiklah paman memang Cuma sebentar kok. Paman pergi dulu ya Sasuke dan bocah manis." Pamit Minato dan keluar dari kamar Naruto dengan kecepatan kilat.

Ctak

'Apa? manis katanya? Yang boleh menyebut si dobe ini manis hanya aku' umpatnya dalam hati. Sedang kan Naruto kini wajahnya sudah merah karena di bilang manis.

.

.

Tsunade mengetuk-ngetuk pena nya di atas meja, pandangannya pun tak tentu arah seperti sedang memikirkan sesuatu.

'Aku yakin yang kukihat kemarin itu adalah Kushina. Mantan menantuku' batinnya, wanita tua awet muda dan berdada besar ini terus mengingat-ingat sosok wanita bersurai merah panjang yang tak sengaja bertabrakan dengannya kemaren sore.

Cklek

"Kaasan, apa kabar?" Tsunade tersentak begitu ada seseorang yang menyapanya.

"Minato? Sejak kapan kau berada di konoha?" tanya Tsunade. Tak menyangka jika putra satu-satunya akan datang ke konoha.

"Aku baru saja menjenguk Sasuke." Jawabnya. Minato menghampiri meja ibunya lalu duduk di kursi yang berada tepat di depan meja sang kepala rumah sakit.

"Sasuke? Oh anak Uchiha itu." Minato mengangguk.

"Minato, ada yang ingin ku katakan."

"Apa itu Kaasan?"

"Kemarin aku tidak sengaja bertemu dengan seorang wanita." Ujarnya. Minato mendengarkannya dengan serius.

"Dan wanita itu, dia.." ada jeda sejenak, "- mirip dengan Kushina."

"Apa!" refleks Minato langsung berdiri dari duduknya karena terlalu kaget, "Apa Kaasan yakin?"

"Entahlah, dia sepertinya sedang terburu-buru atau mungkin takut saat melihatku." Tsunade melipat kedua lengannya.

Buk

Minato memukul pelan meja dengan kedua tangannya yang terkepal, "Sial." Umpatnya kesal, selama ini Minato memang selalu berusaha untuk mencari keberadaan wanita yang merupakan mantan istrinya itu.

"Aku tidak akan menyerah untuk mencarinya dan mengambil anakku dari tangannya." Geramnya.

"Minato sampai kapan kau akan bersikap seperti ini. Kushina itu ibunya wajar jika dia ingin bersama dengan anaknya."

"Tapi hak asuh anakku sudah jatuh ketanganku dan dia dengan seenaknya telah menculiknya dariku." Minato mengelak.

"Hak asuh itu harusnya milik Kushina. Jangan kamu pikir kaasan tidak tahu apa yang kau lakukan Minato." Minato terdiam apa yang di katakan ibunya memang benar hak asuh sebenarnya anak mereka adalah sepenuhnya milik Kushina hanya saja dia menyabotase semuanya sehingga hak asuh anaknya beralih padanya.

"Kaasan benar. Tapi itu tak akan membuatku untuk berhenti mencari mereka." Minato menggeser kursi yang sempat di dudukinya lalu berjalan keluar dari ruangan milik Ibunya

"Minato!" seru Tsunade memanggil nama anaknya.

"Kaasan bilang sempat bertemu dengannya kan? Berarti ada kemungkinan ia dan anakku berada di konoha." Katanya yang masih berdiri depan pintu, "aku permisi." Ucapnya lalu keluar dari ruangan itu.

Brak

"Seharusnya tadi aku tidak bercerita saja soal kejadian kemaren." Ucapnya dengan wajah kesal.

.

.

Naruto duduk di kursi taman rumah sakit sambil memperhatikan beberapa pasien rumah sakit yang masih asik bermain di taman, hari sudah menjelang sore namun sepertinya tak berpengaruh sama sekali pada pemuda berambut blonde bernama Naruto itu.

Suasana hati pemuda itu sedang gembira sekarang karena besok dirinya sudah diijinkan pulang kerumahnya begitu juga dengan kekasihnya Sasuke.

Tep

Naruto merasakan pandangannya berubah gelap ada seseuatu yang menutup kedua matanya, dapat di rasakannya sepasang tangan besar tengah di antara kedua matanya, Naruto tersenyum.

"Teme, kau kah itu?" tanyanya pada sosok yang kini menutup matanya yang ia yakini juga adalah kekasihnya.

"Siapa yang kau panggil teme, Gaara?" kedua tangan itu terlepas, iris sapphire yang semula tertutup terbuka dan melebar sekaligus.

TBC

Fiuhhh akhirnya kelar juga nih ff... halo reader semuanya.. gimana chap 3nya masih banyak kekuranganya kah? Yah maklumi saja kimi kan memang tidak bisa membuat cerita dengan penulisan yang bagus...

Thank's to:

Versetta, sivanya anggarada, aurelsarrs, ahn ryuuky, irmasepti11, mifta chinya, hanazawa kay, yuichi, widi orihara, xiaoooineedtohateyou, iis dahliana, iche cassiopeiajaejoong, dark uzumaki15, heriyandi kurosaki, harpaairiry

Sekali lagi arigatou buat semuanya.

Review ^^