Chapter 3
.
Happy Reading
.
Tahukah kau hanya dirimu yang bersemayam jauh di relung hati? Hanya wajahmu yang terbayang-bayang dalam khayalku. Namamu yang terukir di dinding cinta. Melebar ke seluruh ruang, menyusup keluar, melaju cepat dalam aliran darah sampai ke pusat pikiran. Kemudian membelah diri berjuta-juta disetiap bagiannya. Tanpa sadar, sensasinya menarik tangan ini untuk menuliskan tiap aksaramu di lembar-lembar kehidupan. Rindu dikala kesendirian, hanya mampu menatap potret dirimu. Pun, memikirkan namamu dalam ketidakberdayaan. Akankah kau memberiku obat penawarnya?
.
~o0o~KaiHanSoo*Melting By Two Heart~o0o~
.
Pagi kembali menjelang. Matahari mulai melanglang buana dari peraduannya. Tanpa lelah menebarkan cahayanya ke seluruh penjuru dunia, menanti kehidupan baru, tak luput pula meneruskan babak kehidupan yang telah lama berjalan. Dalam perasaan yang kembali hampa, Kyungsoo terbangun dari tidur. Menatap lurus ke dinding kamar bercat putih. Menghirup wangi embun yang samar-samar menyusup masuk melewati celah jendela, melipir di sekitar indera penciumannya. Menghantarkan rasa dingin yang perlahan menghilang di atas permukaan sosok sang fajar. Terketuk hatinya, akan apa yang mungkin bakal terjadi hari ini. Hari dimana ia kembali menjalani hubungan rahasia dengan lebih dari satu orang. Melirik ke sampingnya, Kyungsoo melihat sosok Luhan masih terlelap dengan selimut menggulung tubuhnya. Mendekat, mencoba menatap lekat-lekat lelaki yang dicintainya. Wajah yang tak bercela, nampak begitu rupawan. Terlena ia akan pancar malaikat yang menguar dari kekasihnya. Tak satupun yang mampu menandingi apa yang dimilikinya. Dan Kyungsoo merasa tersanjung menjadi salah satu hal yang dimilikinya.
Terbang dalam khayalnya, apa yang sudah ia perbuat selama hidupnya hingga ia mendapatkan lelaki ini sebagai kekasih hatinya? Adakah dari kebaikannya yang menyentuh Tuhan hingga memberikannya salah satu malaikat terbaik-Nya untuk dirinya yang sederhana ini? Sekalipun, Kyungsoo tak berani memimpikan hal itu. Cukuplah ia dengan kehidupannya yang sekarang. Amat bersyukur ia dengan hidup bahagianya, terutama anugerah terindahnya; Luhan.
Luhan pernah berkata ia kembali menemukannya. Yang Kyungsoo herankan, kapankah mereka pernah bertemu? Mengapa Kyungsoo tak jua mengingatnya? Ini bukanlah ilusi, membuatnya berkhayal diri. Tak seujung jaripun Kyungsoo bermimpi-mimpi manakala ia memang pernah bertemu Luhan. Mungkin itu ingatannya, yang sempat terlupa; tergerus arus waktu yang begitu cepat berlalu. Tak mau berpaling walau cuma sesaat. Agar lorongnya tak terpecah dan teombang-ambing mengacaukan takdir yang tersurat. Kyungsoo mencoba mencari dalam kotak kenangannya, adakah yang terlewat disana. Mungkin saja ia masih terlalu kecil untuk bisa mengingat apa cecap rasa yang telah ia alami. Maniskah, asamkah, pahitkah. Yang manapun terasa membingungkan, sebab kenangan tak ubahnya seperti potret lama; blur dengan warna yang tak lagi sama.
Merasa tak mampu mengingatnya lagi, Kyungsoo memutuskan untuk mengikuti arusnya, bak air sungai yang mengalir dari hulu hingga ke hilir; bermuara di tempat yang semestinya.
Menoleh ke jam dinding, pukul 7:30. Ini masih pagi dan untungnya ia bukan mahasiswa seperti Luhan dan Jongin. Bicara soal Jongin, Kyungsoo belum menghubunginya sejak kemarin. Entah apakah pria itu akan cemas saat pria itu tak mendapati ia ada di rumah. Ditambah ia tak membawa ponselnya. Kyungsoo takut Jongin akan mencemaskannya.
Drrt Drrtt
Kyungsoo menoleh ke meja nakas dimana ponsel Luhan berada. Kyungsoo beringsut mengambil ponsel Luhan dan menatapnya. Nama 'Jongin Honey' terpampang dilayarnya. Entah ia harus merasa cemburu atau apa, ia sendiripun tidak tahu. Kyungsoo mendekati Luhan dan mengguncang bahunya.
"Luhan, bangun. Jongin menelpon." Kyungsoo menarik selimut dan menepuk-nepuk pipi Luhan, namun pria itu tak kunjung bangun. Kyungsoo tak menyerah, ia kembali mengguncang bahu Luhan. "Luhan, ayo bangun! Jongin menelponmu."
Merasa terusik, Luhan mencekal tangan Kyungsoo dan menariknya ke dalam pelukan yang disertai pekikan kaget Kyungsoo. "Ya! Apa yang kau lakukan?!"
"Kau berisik sayang. Aku masih mengantuk." ucapnya sambil mengeratkan pelukan sepihak mereka.
Kyungsoo meronta-ronta, "Luhan, lepas! Kau dapat telepon dari Jongin." menunjukkan pada Luhan ponselnya yang kini layar ponselnya mati. "Mana? Tidak ada, kok."
"Tentu saja, ini gara-gara kau kelamaan menjawabnya!" sungut Kyungsoo sambil mencubit pinggang Luhan, membuat pemuda itu beraduh-aduhan.
Luhan meringis menatap Kyungsoo. "Sudahlah, sayang. Jangan marah-marah, ini masih pagi, lho."
"Ish, kau yang membuatku marah duluan." Merasa tak ada gunanya berdebat dengan Luhan, Kyungsoo merebahkan kepalanya di atas dada Luhan dan memeluknya erat. Menghirup wangi maskulin yang bercampur bau embun samar dari tubuhnya.
Memainkan jari-jemari di dada kekasihnya, Kyungsoo berkata, "Kembalilah menelpon Jongin. Siapa tahu ada hal penting."
Luhan terdiam. Menanti apa lagi yang akan diucapkan Kyungsoo. "Kau tidak berpikir untuk melupakan hubunganmu dengannya, kan?"
Sambil mengelus rambut Kyungsoo, Luhan menghembuskan napas berat. "Tentu tidak."
'Tentu tidak.' batin Kyungsoo. Entah mengapa dua kata itu membuat hatinya terasa sakit. Dimana ia tak sepantasnya merasakan hal itu disaat kenyataan memampangkan dengan jelas bahwa Luhan dan Jongin berpacaran resmi. Tak seperti dirinya yang menjalin hubungan diam-diam dengan mereka berdua tanpa sepengetahuan mereka sendiri. Kyungsoo menghembuskan napas berat; lelah pikiran pun lelah hati menjerat.
"Lalu? Apa yang akan kau lakukan?" tanya Kyungsoo memecah keheningan yang melanda.
Kyungsoo menggigit bibirnya kala Luhan tak kunjung bersuara. Agaknya pemuda itu kini diambang kebimbangan. Kyungsoo tahu, kemarin ia pun bertanya hal ini. Namun entah mengapa ada rasa yang menuntutnya untuk terus bertanya. Rasa yang menyesakkan, menuntut jawaban yang mungkin ingin atau tak ingin ia dengar.
Kyungsoo mengangkat kepalanya dan menatap Luhan. Luhan sendiri menatap ke dalam mata Kyungsoo. Mencari, yang sekiranya adakah cara untuk bisa menyelesaikan masalah rumit ini. Tanpa harus mengorbankan dan menyakiti perasaan masing-masing, walau ia tahu hal itu takkan pernah terjadi di dunia nyata; hanya di dunia fiksi saja.
"Maaf bila aku terlalu menuntut. Aku hanya takut." ujar Kyungsoo sambil mendudukan dirinya, menundukan kepala.
Luhan ikut terduduk dan menggenggam kedua tangan Kyungsoo. "Kau jangan takut. Aku bisa menyelesaikan semuanya. Kau percaya, kan?"
Sambil menatap mata Luhan, Kyungsoo mengangguk. Sementara tangan Luhan mengusap pipinya, Kyungsoo memiringkan kepalanya merasakan jemari halus di pipi kirinya. Tak lupa, tangannya menangkap tangan Luhan di pipi, merasakan kehangatan yang menjalar keseluruh tubuhnya. Andai waktu berhenti disaat ini, Kyungsoo rela terus seperti ini bersama Luhan selamanya.
"Sekarang, yang harus kau pikirkan hanyalah kita, Kyungsoo." Luhan mendekat dengan napas teratur. Seakan terhubung, Kyungsoo menghirup dan menghembuskan napas teratur lalu menutup mata kala wajah Luhan semakin mendekat. "Hanya kita."
Kedua belah bibir itu pun saling terpaut, menempelkan diri. Bagiannya melumat lembut satu sama lain, menciptakan frasa hangat yang mendebarkan diri, mengejutkan syaraf, melesat melalui pembuluh darah hingga meledak-ledak bagai kembang api di rongga dada. Kecupan yang manis di pagi yang mulai menipis.
Sungguh, tak satupun dari keduanya yang ingin melepaskan diri satu sama lain. Namun apa daya, oksigen adalah satu-satunya yang dibutuhkan manusia untuk bernapas. Dengan enggan, mereka melepas ciuman dan bernapas dalam-dalam, mengganti pasokan oksigen yang terbuang sebelum kembali berciuman. Kali ini ditambah dengan kecupan-kecupan, jilatan, gigitan, juga lidah yang saling membelit. Membuat rasa panas kian merebak di sekitar mereka. Tanpa melepas ciuman, Luhan membaringkan Kyungsoo di kasur dan menindihnya. Mengulang kembali apa yang seharusnya mereka jalani seperti tadi malam.
Sibuk memiringkan kepalanya ke kiri dan ke kanan untuk memperdalam ciuman, tangan Luhan mulai meraba sisi tubuh kekasihnya, mengusap pinggangnya. Menelusup masuk, menyentuh tonjolan kecil di dada yang mengirimkan sensasi kejut pada tubuh mungil Kyungsoo. Menjepitnya dengan ibu jari dan telunjuk serta memilinnya, tak pelak membuat tubuh Kyungsoo menggelinjang. Dipeluknya leher Luhan sembari membalas ciuman-ciuman dahsyat yang diberikan lelakinya. Membuatnya tak tahan untuk mencapai kembali kenikmatan surgawi yang sudah mereka rasakan berkali-kali.
Melepas ciumannya, Kyungsoo berbisik dengan napas memburu. "Aku sungguh membutuhkanmu, Luhan."
Tak perlu waktu lama bagi Luhan untuk mengerti, Luhan langsung melepas kemejanya yang di pakai Kyungsoo, menelanjangi tubuh kekasihnya hingga polos tanpa sehelai benang pun. Luhan menciumi seluruh tubuh Kyungsoo tanpa ada satupun yang terlewati. Tak ingin berlama-lama, Luhan melepas celana pendek yang dipakainya lalu mengurut kesejatiannya. Sementara Kyungsoo menatap antisipasi pada Luhan. Kala Luhan mendapati dirinya ditatap, pandangannya melembut. Membuat wajah Kyungsoo memerah sepenuhnya.
"Kali ini aku akan membawamu kembali ke nirwana, sayang. Bersiaplah."
Dan, ketika Luhan memasuki tubuh Kyungsoo. Pikiran pemuda mungil itu langsung berputar. Bak ombak yang mulai menggulung kesadarannya. Dan tak kembali lagi. Membuat kesadaran keduanya berada di ambang batas. Menanti apakah yang kan mereka temui segera, apakah kenikmatan duniawi atau surgawi.
Dan mereka melupakan segalanya. Segalanya, termasuk ponsel yang bergetar; yang entah bagaimana telah jatuh di permukaan lantai berkarpet biru, dengan nama Jongin yang terus terpampang di layar ponsel.
.
~o0o~KaiHanSoo*Melting By Two Heart~o0o~
.
Jongin menutup kembali ponselnya. Berkali-kali ia menelpon kekasihnya, namun tak kunjung diangkat. Ini membuatnya khawatir. Kyungsoo yang hilang sejak kemarin tanpa membawa ponselnya pun masih belum ia temukan, dan kini Luhan yang tak ia ketahui kabarnya. Entah apa yang harus dilakukannya.
"Apa aku harus ke apartemen Luhan?" gumamnya.
Merasa memang itu jalan satu-satunya, maka Jongin menyambar jaket serta kunci motornya. Langsung melesat ke apartemen Luhan. Semoga kekasihnya ada disana. Soal Kyungsoo, ia akan mencarinya nanti.
Namun ia tak tahu apa yang akan ia dapatkan nanti disana. Takdir memang akan berputar tanpa henti, seiring berjalannya waktu apa yang belum terungkap, pasti kan terungkap.
.
~o0o~KaiHanSoo*Melting By Two Heart~o0o~
.
Setelah menepikan motornya di pelataran parkir gedung apartemen, Jongin berjalan masuk gedung. Sambil berjalan, entah kenapa ia berdebar-debar; merasa was-was tanpa sebab. Banyak pemikiran negatif yang berputar di otaknya, namun ia tepis jauh-jauh. Ia hanya bisa berharap tidak terjadi hal-hal buruk.
Ketika sampai di depan pintu apartemen Luhan, Jongin memasukkan kodenya dan membuka pintu. Hal pertama yang menyapa Jongin adalah kesunyian. Masuk dan menutup pintu, Jongin melangkah pelan. Perasaan berdebarnya semakin menjadi saat suara desahan samar-samar tertangkap telinganya. Menelan ludah, Jongin meraih kenop pintu dengan tangan gemetar. Suara desahan kian menjadi kala ia memutar kenopnya pelan, desahan dua orang. Yang mana dua-duanya sangat Jongin kenali. Menahan napas, Jongin membuka lebar pintu kamar kekasihnya.
Yang pertama dilihatnya adalah tubuh telanjang Luhan yang membelakanginya. Tubuhnya menghentak-hentak tubuh yang juga membelakanginya. Namun tanpa perlu menebak, Jongin sudah familiar milik siapa tubuh itu.
"Ngh.. Luhan, aku tak tahan.."
"Mh, ya aku juga.. Kita keluarkan bersama sayang.."
Jongin menahan napas, giginya gemeretak menahan suara yang hendak meledak keluar. Rasa amarah memenuhi dirinya, entah pada siapa. Pada Kyungsoo, Luhan, atau pada dirinya sendiri?
"LUHAN!"
"ERGH, KYUNGSOO!"
Keduanya berejakulasi entah untuk ronde ke berapa, mereka tak ingat. Keduanya terjatuh di kasur, saling menindih. Tanpa tahu, orang yang tidak mereka harapkan mengetahuinya telah menonton kegiatan panas mereka.
"Sudah puas bermain?"
Keduanya tersentak dan berbalik, terkejut mendapati Jongin berdiri tak jauh dari pintu. Menatap mereka dengan tatapan tajam. Wajah mereka memucat, lebih-lebih Kyungsoo yang kini hanya bisa menundukkan kepala dan menggenggam erat selimut yang entah kapan sudah membungkus dirinya dan Luhan.
"Senang bisa bermain di belakangku, hah?" suara Jongin terasa dingin menusuk tulang.
Kyungsoo memejamkan mata, tak ingin menatap Jongin yang marah. Ia takut.
"Maaf, Jongin." Luhan menatap Jongin walau sedikit bergetar. "Ini semua salahku, tolong jangan salahkan Kyungsoo."
"Sejak kapan?" mata Jongin menyipit.
"Apa?"
"SEJAK KAPAN KALIAN BERMAIN DI BELAKANGKU SEPERTI INI?!" amarah Jongin meledak. Napasnya tersengal-sengal.
Kyungsoo mengeratkan cengkramannya, ia sangat takut menghadapi Jongin dan kemarahannya. Luhan yang melirik sekilas pada Kyungsoo langsung menggenggam erat tangannya. Hal itu tak luput pula dari pandangan Jongin, membuatnya sebisa mungkin menahan tubuhnya agar tidak mengamuk.
"Sejak kami bertemu, tepat dihari kita resmi berpacaran."
Kyungsoo terbelalak, ditatapnya Luhan dengan gelengan kepala. Luhan menghiraukannya. "Dari sana, kami terus melakukannya, menjalani hubungan rahasia ini secara diam-diam."
"Tidak, Luhan.. Jangan-"
"Aku dan Kyungsoo saling mencintai." tandas Luhan.
Kyungsoo terdiam membisu. Kepalanya kosong, tak bisa membantah apa yang dikatakan Luhan. Sementara Jongin menggeram rendah.
Luhan menghela napas, mau tidak mau dia harus mengatakan hal ini. "Selama ini aku tidak mencintaimu, Jongin. Aku hanya memanfaatkanmu untuk mendekati Kyungsoo. Kau pikir untuk apa aku mau berpacaran denganmu kalau bukan karena Kyungsoo?"
"Luhan, hentikan!" ucap Kyungsoo sambil melepas tangannya yang digenggam, namun Luhan menolak melepaskannya.
"Dengan menjadi pacarmu, akhirnya aku bisa mendapatkan Kyungsoo. Orang yang kucintai."
"Luhan.. Jangan begini.."
"Kau sama sekali tidak berharga bagiku. Sadarlah! Aku sama sekali tidak mencintaimu! Aku mencintai Kyungsoo! Aku-"
PLAKK
Suara tamparan membahana di seluruh ruangan. Luhan terbelalak, pipinya terasa panas. Meraba pipinya, Luhan mendapati Kyungsoo menatapnya sengit. Cepat-cepat Kyungsoo melepaskan tangannya, dan berlari menghampiri Jongin. Tak ia pedulikan tubuhnya yang tak tertutupi apapun.
"Jongin, semua yang Luhan katakan adalah bohong. Semuanya memang salahku. Kalau mau benci, bencilah aku, Jongin. Kumohon.." ujar Kyungsoo sambil berlutut memegang kaki Jongin. Jongin yang semula menatap tajam, kini hanya bisa menatap nanar pada wajah mungil yang telah merah karena sembab. Jongin merasa bersalah. Namun ia tak juga bisa semudah itu memaafkan Kyungsoo. Jongin merasa dikhianati.
Sementara Luhan menatap tak percaya pada Kyungsoo. Mengapa kekasihnya harus berlutut pada Jongin. Bukankah ini yang Kyungsoo inginkan? Dengan ini Luhan tidak perlu mencari cara untuk putus dengan Jongin. Dengan ini otomatis ia sudah bebas. Bukankah ini yang diidam-idamkan Kyungsoo? Lalu mengapa pemuda mungil itu malah menamparnya dan kini bertekuk lutut di hadapan Jongin? Masih banyak hal yang berputar di pikiran Luhan.
"Kumohon, Jongin. Bicaralah.."
Menatap Kyungsoo, Jongin menyentakkan kaki, melepaskan tangan Kyungsoo. Kyungsoo terkejut, begitu juga Luhan. Tanpa sepatah kata pun, Jongin berbalik dan pergi meninggalkan dua insan yang dilanda keheningan di dalam kamar tersebut.
Detik demi detik berlalu, namun Kyungsoo urung beranjak dari posisinya berlutut. Luhan menghela napas lelah. Ia melangkah mendekati Kyungsoo yang diam menatap hampa. Luhan berlutut dan memeluk Kyungsoo dari samping. Mengusap bahunya, menenangkan.
"Kau keterlaluan, Luhan.." tubuh Kyungsoo bergetar menahan marah. "Tidak seharusnya kau berkata menyakitkan seperti itu pada Jongin."
"Maaf, aku tidak bermaksud sejauh itu." ucap Luhan sambil menghembuskan napas lelah.
"Ini salahku.. Tidak seharusnya aku mengkhianatinya.. Aku salah.. Salah.." tubuh Kyungsoo bergetar menahan tangis.
Luhan meraih kepala Kyungsoo dan menyembunyikan wajahnya di dada. "Ssh, jangan bicara begitu Kyungsoo. Ini bukan salahmu."
"Ini salahku.. Semua salahku.."
Luhan tidak menyangka, apa yang telah ia perbuat bisa berakibat fatal seperti ini. Agaknya, ia memang sudah keterlaluan kali ini.
"Sshh, tenanglah Kyungsoo. Kita akan baik-baik saja. Aku akan memperbaiki semuanya. Kau jangan khawatir." ujar Luhan sambil mengecupi kepala Kyungsoo yang terus bergumam "Ini salahku.." berulang-ulang.
Kyungsoo menatap nanar. Hidupnya, persahabatannya, cintanya, semuanya. Kyungsoo selalu tak bisa menggapainya. Apa yang kini harus ia lakukan? Waktu terus berjalan, tak peduli pada orang-orang yang tersakiti. Sampai manakah roda kehidupannya bergulir kini?
.
~o0o~KaiHanSoo*Melting By Two Heart~o0o~
.
Sudah seminggu sejak kejadian itu, Kyungsoo selalu mendapati Jongin mengurung diri di kamarnya. Kadang, ia hanya minum air putih seharian. Kadang pula ia tak makan seharian. Membuat Kyungsoo begitu khawatir berkepanjangan dengan keadaannya. Kyungsoo sudah mencoba membujuknya untuk makan, namun nihil. Tak sesuap pun masuk ke dalam mulutnya. Bila Kyungsoo hendak menyuapinya, Jongin pasti melempar semua makanan itu ke lantai dan masuk kembali ke kamarnya dengan membanting pintu. Hal itu, membuat Kyungsoo harus ekstra sabar menghadapi sikap tempramen Jongin.
Dan sudah seminggu ini Kyungsoo tak menemui Luhan dan menghabiskan waktu bersama. Luhan sendiri yang datang kemari, melepas rindu namun tak lupa pula dengan niat minta maaf dan berbicara dengan Jongin. Walau hal itu selalu pupus mengingat Jongin selalu mengunci pintu kamarnya, tak membiarkan seorangpun untuk masuk bahkan Kyungsoo sekalipun.
Kyungsoo tak tahu lagi bagaimana cara menghadapi Jongin. Setiap Kyungsoo memaksanya makan, pasti makanan itu selalu berakhir di lantai. Atau tubuhnya yang di dorong ke lantai. Ia tak ingat yang mana yang paling sering terjadi. Jongin juga tak mau menatap wajahnya. Dan, yang membuat Kyungsoo amat khawatir adalah berat badan Jongin yang terus menurun drastis. Ia terlihat begitu kurus. Kyungsoo takut Jongin jatuh sakit.
Kyungsoo menoleh kala ia mendengar suara pintu dibuka. Jongin keluar dari kamar dengan wajah yang tak karuan. Kyungsoo miris menatapnya.
Kyungsoo bersembunyi dibalik tembok ketika Jongin berjalan mendekati meja makan. Untunglah Kyungsoo sudah menyiapkan sepiring omelet dan dua gelas; susu dan air putih. Kyungsoo harap-harap cemas menanti Jongin memakan masakannya. Namun, alih-alih menatap omeletnya, Jongin meraih segelas susu dan meneguknya. Yah, Kyungsoo harus bersyukur. Setidaknya kali ini Jongin ada kemajuan, tak hanya minum air putih saja.
Selesai minum susu, Jongin meletakkan gelasnya di meja. Ia menatap sekeliling. Dengan sigap, Kyungsoo menyembunyikan diri. Mendengar langkah kaki menjauh, Kyungsoo kembali mengintip dan melihat Jongin memasuki kembali kamarnya. Ia hanya bisa menghela napas lega; juga berat. Sampai kapan hal ini akan terus terjadi?
Menggelengkan kepalanya, Kyungsoo mendekati meja makan. Diambilnya gelas susu Jongin. Terlihat cairan susu yang masih tersisa. Kyungsoo meminum dan menyecapnya. Terasa manis di lidahnya. Kyungsoo menatapnya, entah sudah berapa lama ia tak merasakan lagi kecupan Jongin. Memang aneh, tapi kini Kyungsoo merasakan rindu yang amat luar biasa. Kyungsoo merindukan Jongin. Jonginnya yang ceria, Jonginnya yang percaya diri, Jonginnya yang hanya membutuhkannya. Dia rindu semuanya dan itu terasa menyesakkan.
Menghirup dan menghembuskan napas perlahan, Kyungsoo meletakkan kembali gelas di meja. Ia berjalan ke kamar Jongin dan mengetuknya.
"Jongin? Kau sudah tidur?"
Tidak ada jawaban. Mungkin ia memang sudah tidur. Tapi Kyungsoo tidak menyerah. Ia yakin Jongin pasti mendengarnya sekarang.
"Jongin! Aku mau keluar dulu membeli bahan-bahan makanan. Kau tidak apa-apa kan, sendirian?"
Hanya hening yang menjawab pertanyaannya. Kembali, Kyungsoo menghela napas panjang.
"Baiklah, jaga dirimu baik-baik, Jongin. Aku pergi."
Merasa tak ada harapan, Kyungsoo berbalik, menyambar jaket dan dompetnya kemudian keluar rumah. Melewatkan pintu kamar yang terbuka dan Jongin berdiri disana dengan tatapan yang sulit diartikan.
.
~o0o~KaiHanSoo*Melting By Two Heart~o0o~
.
Kyungsoo berjalan di trotoar. Supermarket tempatnya belanja sudah dekat. Tinggal berjalan sampai ke pertigaan dan menyebrang jalan, ia akan sampai di tempat yang dituju. Kyungsoo melangkah lesu. Masalah kini kian rumit. Walau rasa bersalahnya kini berkurang; terima kasih pada Luhan yang selalu menyemangatinya. Tetap saja, Jongin masih tak mau menemuinya. Bagaimana mereka bisa menyelesaikan masalah bila Jongin tetap bersikap seperti itu? Kyungsoo juga tak mungkin meninggalkan Jongin begitu saja dan pergi bersama Luhan. Ia tidak bisa meninggalkan Jongin.
Tak terasa Kyungsoo sudah sampai di pertigaan dan kebetulan sedang lampu merah. Segera saja Kyungsoo menyebrang dan baru menyadari ada mobil yang melaju kencang ke arahnya.
Kyungsoo terbelalak, yang terakhir di dengarnya sebelum mobil menabraknya adalah teriakan seseorang.
"AWAS!"
BRAKK
Kyungsoo terpental, kepalanya berputar-putar, dan semuanya gelap.
.
~o0o~KaiHanSoo*Melting By Two Heart~o0o~
.
Kyungsoo membuka matanya. Pandangannya masih gelap, buram. Namun ia masih bisa mendengar suara orang-orang berteriak di sekelilingnya. Mengedipkan mata berkali-kali, pandangannya mulai terbiasa dengan cahaya. Yang pertama dilihatnya adalah langit berwarna biru cerah. Mungkinkah ia sudah berada di surga?
"Kau tidak apa-apa, nak?"
Kyungsoo menoleh, mendapati pria paruh baya menatapnya khawatir.
"Dia sadar! Cepat telepon ambulans."
"Sedang ku telpon."
Kyungsoo bangkit duduk, dan meraba dahinya. Ada darah disana. "Apa yang terjadi?"
"Kau hampir tertabrak, nak. Namun ada seorang pemuda yang mendorongmu hingga terpental ke trotoar dan pemuda itu yang tertabrak." ujar si pria paruh baya sambil menunjuk ke arah kerumunan banyak orang. Entah mengapa perasaannya tidak enak.
Dengan tertatih, dibantu sang pria paruh baya, Kyungsoo berdiri. Pelan-pelan, ia berjalan ke kerumunan tersebut. Begitu banyak orang yang mengelilinginya.
Mencoba menyusup ke dalam kerumunan, Kyungsoo mendapati pria tinggi yang sangat familiar baginya. Tergeletak begitu saja dengan darah yang terus mengalir dari kepalanya.
Napasnya tercekat.
"Jongin?"
.
.
.
.
.
.
.
_TO BE CONTINUED_
A/n :
Hai! Lama gak ketemu. Maaf ya baru dilanjut fictnya. Banyak yang harus aku benahin. Dan, introspeksi juga pastinya.
Pasti banyak yang lupa sama ff ini. Gak papa juga sih, gak penting juga. Soalnya udah ditelantarin selama setahun lebih. Ada yang baca aja syukur. Tapi kalo ff ini cuman jadi sampah di ffn, mungkin aku hapus nanti. Masih mungkin sih, gak tau juga.
Yang lalu biarlah berlalu. Semoga kalian move on dari ucapanku yg dulu nyakitin banget. Mau move on dari ff-ffku juga gak papa, aku emang php sih. Maafin anak payah ini ya, gais. TvT
Maaf, ya lagi-lagi aku gak bisa bales review kalian. Sekali lagi maaf. /bow90derajat/
Big thanks to :
ellaelysia | yoow ara | ArraHyeri2 | DeerOwl | DyoniChan | opikyung0113 | Gigi onta | marcul | ibf | .16 | DyOnly One | Kim Leera | FarhanAnaknyaDio | Al | Guest | Retnoelf | flowerdyo | R.H | Aoyama Flory | t.a.
Apa gaya penulisan saya berubah? hehe ^.^)v
.
.
.
Last,
Review juseyo~ :'*