Mask In The Glass

Naruto © Masashi Kishimoto

(Tidak mengambil keuntungan materil dalam bentuk apapun)

Collab Ficts motoharunanaand sugirusetsuna

AU. SasuSaku. Mini Chapter. We hope you like it!

Enjoy!

.

.

.

CHAPTER—TIGA

.

Ada bayang-bayang yang setiap malam menjejak dalam ingatan Sasuke. Kala malam menjelang, akan menjadi malam yang panjang untuknya. Belum lagi saat matanya tidak bisa lepas dari sosok yang berada berseberangan dengan jendela kamarnya. Menghipnotis irisnya untuk tidak lepas dari sana.

Sasuke selalu bingung ketika pikirannya hanya tertuju pada gadis itu. Diam-diam, batinnya seringkali beradu saat sosok gadis Haruno itu tidak pernah luput dari ingatannya belakangan ini.

Ah, memangnya siapa gadis itu sampai-sampai Sasuke harus sibuk memikirkannya? Toh, ia juga hanya tahu sebatas nama dan sekedar bertetangga. Jadi, untuk apa ia repot-repot memikirkan gadis itu?

Diam-diam setengah hatinya yang lain juga penasaran dengan tingkah yang setiap waktu gadis itu lakukan di hadapannya. Tentang tawa ataupun pandangan kosong yang amat kontras selama dua puluh empat jam itu berlangsung.

Ah, aneh.

Menepis pemikirannya, ia bisa menangkap sosok gadis itu tetap berada di sana. Tangannya yang menyangga wajahnya di kusen jendela dengan tatapan kosong yang entah memandang apa. Wajah sendu dan tak lupa jejak air mata juga senantiasa terpampang di wajahnya.

Ingin rasanya Sasuke menyadarkan gadis itu. Tatkala bibirnya yang sedari tadi mengatup, kali ini telah membuka dengan sebuah suara yang nyaris lolos dari bibirnya.

"Ha—"

Suara pintu kamarnya membuka. Membuat katupnya yang nyaris bersuara mendadak terkatup sempurna. Iris pekatnya kini menatap tajam sang pelaku yang kini menampakan wajah tanpa dosa dalam pandangannya.

"Kau sedang apa, Ototou?"

Masih sebal perihal kehadiran aniki-nya yang muncul tiba-tiba, ia melipat kedua tangannya di depan dada. "Mau apa kau?"

"Hanya ingin ke kamarmu saja. Memangnya tidak boleh."

"Tidak, keluar sana." Sasuke menjawab sarkastik. Namun nampaknya, Itachi tak ambil peduli dengan sahutan adik tersayangnya itu.

Ia kini justru merebahkan diri di kasur Sasuke yang kini masih memandangnya dengan tajam. Membuat kekesalan Sasuke yang mulai mengepul, kini tertahan.

"Eh Ototou, kudengar kau sekelas dengan Sakura-chan, ya?"

Sasuke yang mendengar pertanyaan itu tidak menanggapi. Hanya mengambil tempat pada bangku di dekat meja belajarnya yang tertumpuk buku-buku. Sasuke tidak bodoh, Itachi sudah pasti tahu jawabannya dan hanya berpura-pura memastikan saja.

"Aku dengar dari Ibu sih begitu," sambung Itachi lagi.

Tuh kan! Apa Sasuke bilang. Bertanya tapi menjawab sendiri. Sasuke hanya mampu berdecak mendengar ucapan absurd aniki menyebalkan—ralat tersayang—nya itu.

Merasa tak diacuhkan, Itachi mengambil suara kembali. Seperti ibu-ibu yang berkumpul di penjual sayur yang biasa mangkal di depan rumahnya. Bisa dikatakan juga sebelas duabelaslah dengan sang Ibu. Sasuke hanya diam saja.

"Omong-omong, kau cukup akrab tidak padanya? Ah, iya. Pastilah tidak. Mana mungkin seorang Sasuke Uchiha mau repot-repot mengakrabkan diri dengan orang lain, iya 'kan?"

Garis-garis imanjiner kini terbentuk di pelipis Sasuke dengan kerutan-kerutan sebal di wajahnya. Diam-diam, bantal yang tadi berada di bangku yang tengah di duduki Sasuke melayang tepat ke arah Itachi yang sukses menghindar. Napas Sasuke memburu sebal.

Itachi tertawa, "kau ini sensitif sekali. Omong-omong tentang Sakura-chan, aku senang dengan anak itu. Selain ramah dan sopan, ia juga unik. Dia mudah sekali membuat orang-orang di dekatnya bahagia dan tertawa. Ia juga pandai mengambil hati banyak orang. Sejak pertama berkenalan dengannya, aku langsung suka dengan karakternya itu. Aku yakin akan banyak laki-laki yang suka padanya. Tapi, apa Sakura-chan tidak punya pacar ya? Ah tapi sepertinya tidak. Tapi Ototou, kau tidak tertarik dengannya?"

Sasuke yang diam saja itu nyatanya mendengarkan panjang lebar ucapan kakaknya itu. Memikirkan ucapan Itachi, rasanya semua jadi terdengar omong kosong di mata Sasuke. Semua orang nampaknya tidak tahu kalau ada yang disembunyikan gadis itu setiap malamnya. Dan itulah fakta yang seringkali Sasuke temui.

Itachi kali ini tersenyum jahil ke arah adiknya, "ah, atau jangan-jangan kau seringkali memperhatikan Sakura-chan diam-diam dari balik jendela ya?"

EH?

Tubuh Sasuke menegang saat mendengar penuturan Itachi barusan. Bisa-bisanya ia menuduh Sasuke yang terasa tepat sasaran itu. Yang membuat Sasuke bertanya-tanya, bagaimana bisa pas begitu?

Menyadari perubahan gerak tubuh Sasuke, kali ini Itachi kembali merekahkan lengkung jahil di bibirnya.

"Pernyataanku tepat sasaran ya?"

Seketika kepala Sasuke menoleh dengan tatapan tajam yang menjadi andalannya itu ke arah Itachi yang menatapnya.

"Kalau kau bilang aku penguntit, akan kulempar tempat pensil ini tepat ke wajahmu!"

"Woah, aku tidak bilang kau penguntit. Aku 'kan hanya bilang memperhatikan diam-diam. Reaksimu itu membuatku curiga," sanggah Itachi seraya memberikan penekanan dalam kalimat memperhatikan diam-diam.

Habis sudah kesabaran Sasuke pada kakaknya itu. Garis-garis imajiner lagi-lagi tertera di salah satu pelipisnya dengan sebuah lemparan kotak pensil yang ia ambil secara asal dari meja. Tapi sayangnya, lagi-lagi Itachi berhasil menghindar.

Tawa lepas kini meluncur dari bibir Itachi. Seperti puas sekali mendapati reaksi yang tidak biasanya itu dari adik tersayangnya. Sasuke yang melihat tingkah kakaknya hanya mampu berusaha sabar-sesabar-sabarnya seraya menahan kekesalannya itu. Itachi kini bangkit dari tempatnya masih dengan tawa yang meluncur dari bibirnya.

"Sudahlah." Itachi berusaha menghentikan tawanya. "Aku mau ke kamar dulu. Oyasumi, Ototou."

Lega sudah Sasuke saat Itachi mulai melangkahkan kakinya keluar dari kamarnya itu seraya menutup pintu. Namun, pintu yang belum benar-benar sepenuhnya menutup itu, nyatanya malah menyembulkan kepala Itachi dari sana seraya mengekehkan tawanya kecil pada adiknya. Menggoda.

"Sudah tidur sana, jangan jadi penguntit."

Dan bantal yang entah didapat sejak kapan, kini melayang ke arah pintu kamar yang menghilangkan jejak Itachi di baliknya.

Sasuke kembali memikirkan kata demi kata yang tadi meluncur dari Itachi. Dan entah kenapa, kata-kata konyol aniki-nya itu malah membuat ujung bibirnya berkedut. Sial!

Mulai teringat akan sosok gadis Haruno, ia mulai mendekati jendela kamarnya yang masih membuka. Namun sayangnya, sosok gadis itu nyatanya sudah menghilang dari sana.

.

Hari-hari hanya di lewati dengan hal-hal yang itu-itu saja di antara Sasuke dan Sakura ketika mereka telah bertemu di sekolah.

Tidak ada obrolan atau sekedar berangkat bersama layaknya tetangga. Tetapi, hanya sebuah sambutan hangat selamat pagi yang terbalas, lalu, setelahnya hanya biasa-biasa saja. Seperti tidak ingin mengenal sebagai teman seperti yang ia lakukan pada yang lainnya.

Ah, peduli apa bagi Sasuke? Toh, tidak akan jadi masalah sekalipun mereka tidak bisa berteman baik selayaknya tetangga seumuran pada umumnya.

Tapi, diam-diam kali ini iris hitamnya mengerling ke segala sudut kelas yang samar-samar terdengar suara guru yang tengah mengajar di menit-menit jam pelajaran akan berakhir. Dan fokus matanya, kini justru berhenti tepat di gadis merah muda itu berada.

Lama sekali, matanya tidak bisa berpaling dari sosok itu. Ia memperhatikan gadis itu yang tengah menggerak-gerakan bibirnya yang tidak bersuara pada teman di sisinya. Lalu, diselingi dengan tawa setelahnya.

Ah, tawa itu terasa seperti bukan Haruno yang sering ia perhatikan setiap malam. Bukan gadis rapuh yang selalu menatap kosong dengan jejak air matanya itu. Bukan. Bahkan gadis itu terlihat lebih manis bila seperti itu.

Menyadari perhatiannya tertangkap oleh gadis itu yang kini menatap ke arahnya dengan tawa yang masih mengembang di bibirnya, buru-buru membuat Sasuke membuang wajahnya cepat. Tidak ingin membuat gadis itu salah paham atas perilaku tidak elitnya barusan.

.

Sasuke menjajaki kakinya untu keluar dari area sekolah. Jam pulang telah berdentang sejak tadi, tapi, ia memutuskan untuk pulang belakangan. Toh, kalaupun ia pulang cepat-cepat, ia akan melihat banyaknya kerumunan siswa-siswi yang bersorak bahagia menyambut waktu yang melelahkan telah berakhir. Dan itu luamayan cukup mengganggu pandangannya. Bahkan, ia juga sudah tidak menemukan sosok Haruno lagi di area sekolahnya. Ah, peduli apa untuk hal terakhir?

Langit memang sudah terlihat gelap sejak sekolah berakhir. Tapi, Sasuke tak ambil peduli. Ia bawa payung dan itu cukup melindunginya dari hujan. Dan nyatanya benar saja, hujan turun saat Sasuke mulai menjajaki kakinya pada jalanan besar yang mengarah menuju rumahnya berada. Meski cipratan airnya mengenai bagian terbawah celananya.

Menikmati gemericik hujan yang turun melalui pandangannya, Sasuke mendadak menghentikan laju langkahnya tatkala ia menemukan helaian merah muda tengah tertimpa air hujan tak jauh dari tempatnya berada. Ada sepercik rasa penasaran pada sosok yang tengah berdiri seraya mendongakan kepalanya ke arah langit yang menjatuhkan butiran-butiran airnya itu. Jatuh tepat menyerbu wajahnya dan itu cukup membuat Sasuke bertanya-tanya.

Apa yang dilakukan gadis itu? Apa gadis itu … menangis dalam hujan?

Tidak ingin melihat gadis itu ambruk hanya karena hujan, Sasuke menghampiri gadis itu seraya memayungi tubuh gadis itu yang hanya terlindungi seragam sekolahnya yang telah basah.

"Haruno, kau tidak takut masuk angin?"

Sakura menoleh saat melihat siapa pemilik payung yang kini mampir memenuhi pandangannya. Ia segera mungkin meraup wajahnya dengan salah satu tangannya.

"Ah, Uchiha-kun. Karena tadi aku lupa bawa payung, akhirnya aku nekat menerobos hujan dan berakhir dengan hujan-hujanan begini."

Gadis itu merekahkan cengiran di bibirnya. Dan itu sempat membuat Sasuke terpaku untuk beberapa saat.

"Oh … sou."

Sasuke memasukan satu tangannya ke dalam kantung celananya tanpa melepas pandangannya dari gadis itu. Merasa pongah diperhatikan, gadis itu membuang pandangannya ke arah lain.

"Kau sendiri, apa baru pulang dari sekolah? bukankah kelas sudah berakhir sejak tadi?"

"Hn. Hanya ingin pulang belakangan saja," sahut Sasuke sekenanya. Dan memang begitu keadaannya.

Sakura mendengus kecil, "jawaban macam apa itu, tidak masuk di akal."

"Memang."

Sasuke dan Sakura masih saling berhadapan di bawah payung yang melindungi mereka. Melihat keadaan Sakura yang nampaknya akan kedinginan itu, Sasuke melepas almamater sekolahnya lantas memberikannya pada Sakura yang terbengong-bengong melihat tingkahnya.

"Pakai ini, aku tahu kau kedinginan."

Sakura melongo seraya memegang dengan kaku almamater pemberian Sasuke. Menatap tidak percaya. Sasuke justru keheranan melihat ekspresi gadis itu.

"Kau tidak mau pakai? Atau mau kupakaikan? Jangan sampai aku berubah pikiran," ucap Sasuke seraya mengalihkan wajahnya menghindari tatapan gadis itu.

Sakura yang tersadar itu mulai menyipitkan mata seraya mengembangkan senyumnya.

"Ha'i, arigatou, Uchiha-kun."

Sakura memakai almamater milik Sasuke yang kebesaran di tubuhnya itu. Meski tidak berefek apapun, tapi cukup ampuhlah membuat hatinya menghangat saat ini. Ia mulai membuka suaranya kembali,

"Uchiha-kun, boleh kalau aku menumpang payungmu sekalian?"

Sasuke berdecak kecil, "hn, kali ini tambah menyusahkan."

Sakura merenggut dengan tawa yang keluar dari bibirnya. "Ish, kau ini. Jahat sekali ucapanmu itu."

"Lalu kau mau aku jawab apa? Ya sudah ayo."

Sakura dan Sasuke kali ini mulai melangkahkan kakinya bersama di bawah payung milik Sasuke. Menikmati bulir-bulir air dan suaranya yang menjadi latar dalam perjalanan mereka yang mulai kembali dalam diam. Tidak ada yang berani bersuara.

Sakura kali ini membuka pembicaraan di antara mereka, "hei Uchiha-kun, kau tahu apa nikmatnya bermain hujan-hujanan?"

Sasuke menyahut asal, "tidak ada nikmatnya, hanya membuat badan tidak enak saja."

Sakura menggerutu sebal, "jawabanmu tidak asik."

"Tidak peduli."

Keduanya masih melangkahkan kaki bersama. Kali ini suara Sakura yang mendominasi di antara mereka.

"Bagiku hujan-hujanan itu mengasikan. Orang bilang hujan itu berkah dan kupikir itu benar. Hujan seperti kesejukan di musim panas. Kau akan merasakan sensasi saat bulir-bulir air itu menyentuh bagian-bagian tubuhmu. Dan belum lagi, ketika kau dongakan wajahmu. Hujan akan menyerbu dengan begitu enaknya. Seakan mampu menghilangkan beban pikiran yang bersemayam di dalam pikiranmu."

Gadis itu mengelurkan telapak tangannya ke luar area payung yang mereka tumpangi. Membiarkan beberapa bulir air jatuh tepat di sana. Lalu, senyumnya mengembang kembali.

"Dan kau tahu tidak, hujan juga bisa menyemarkan kesedihan."

Sasuke yang asyik mendengarkan kali ini melirik ke arah gadis itu dengan ujung matanya.

"Pernyataanmu yang terakhir itu maksudnya apa?"

Sakura mengembalikan salah satu tangannya itu kembali ke sisi roknya. Mata hijaunya menatap lurus. Lengkung bibirnya tetap bertahan di sana.

"Ibaratnya saat kau menangis, hujan tahu dan ikut menangis bersamamu. Seakan hujan hanya tidak ingin membuatmu bersedih sendirian dan melarutkan tangisanmu itu pada bulir airnya. Seakan tidak ingin orang lain tahu akan kesedihanmu itu."

Ah, Sasuke menyadari, kata-kata Sakura barusan seakan tengah membicarakan dirinya sendiri. Ia tidak cukup bodoh untuk mampu dibutakan dengan perkataan yang berkeliling dan penuh filosofi itu. Sasuke hanya mampu memperhatikan wajah gadis itu yang masih menampakan raut 'bahagia'-nya itu.

Hujan mendadak reda. Jalanan yang mereka pijaki sudah nyaris mendekati sampai di kediaman masing-masing. Sasuke menutup payungnya itu dengan sempurna seraya melangkahkan kakinya kembali tepat di samping Sakura yang kini tengah mendongakan kepalanya ke langit.

"Hei, Uchiha-kun, lihat ada pelagi."

Sasuke mengikuti arah pandang Sakura yang terlihat takjub memandangi pembiasan yang menghasilkan warna-warna cantik yang melengkung di sana.

"Cantik ya, indah." Sakura berdecak kagum. "Uchiha-kun, menurutmu kenapa pelangi turun setelah hujan?"

Menoleh ke arah gadis itu, ia menghentikan langkahnya. Meskipun langkahnya mulai tertinggal sedikit dari gadis itu.

"Kau tidak tahu? Ya karena ada pembiasaan cahaya matahari menjadi spektrum warna melalui media air hujan. Dan yah, spektrum warna itu adalah warna-warna yang ada dalam pelangi seperti yang kau lihat sekarang."

Sakura menghentikan langkahnya sekarang. Ia tidak membalikan badannya atau sekedar menoleh ke arah Sasuke yang kini menatap punggungnya.

"Kau salah…." Sakura menyalahkan pernyataan Sasuke barusan. Dan itu sukses membuat Sasuke mengerutkan keningnya.

"Karena pelangi setelah hujan itu seperti bahagia setelah kesedihan dan kepedihan berakhir," sambung Sakura dengan suara yang terdengar nyaris berbisik.

Sakura kini terlihat menundukkan kepalanya. Dan mampu membuat Sasuke bertanya-tanya di dalam hatinya. Tidak—di dalam pikirannya. Ia cukup mendengar dengan jelas suara gadis itu yang terdengar nampak lain.

"Kau ngomong sesuatu, Haruno?"

Menyadari suara Sasuke, Sakura mengangkat wajahnya seraya menoleh ke arah Sasuke. Ia kembali mengembangkan senyumnya dengan mata yang kini menyipit sempurna.

"Tidak. Oh iya, omong-omong kita sudah hampir sampai. Aku duluan ya, Uchiha-kun. Terimakasih atas almamatermu dan tumpangang payungmu. Sampai bertemu besok!"

"Hn," sahut Sasuke singkat.

Sakura mulai melangkahkan kakinya, namun, mendadak terhenti tatkala suara Sasuke mulai masuk ke dalam telinganya.

"Hei, kurasa kau boleh memanggilku nama kecilku, Sakura."

Menoleh cepat seraya melebarkan senyumnya, gadis itu mengangguk senang. "Baiklah, sampai besok, Sasuke-kun."

Sakura melambaikan salah satu tangannya di udara dan segera melangkahkan kakinya yang terlihat sedikit berlari itu. Sasuke yang masih terdiam di tempatnya, hanya mampu menatap punggung gadis itu yang perlahan mulai menghilang dari pandangannya.

Dan untuk saat itu Sasuke merasa bibirnya tertarik, seakan membentuk satu senyuman tipis yang bertengger di sana.

.

"Bagiku hujan-hujanan itu mengasikan. Orang bilang hujan itu berkah dan kupikir itu benar. Hujan seperti kesejukan di musim panas. Kau akan merasakan sensasi saat bulir-bulir air itu menyentuh bagian-bagian tubuhmu. Dan belum lagi, ketika kau dongakan wajahmu. Hujan akan menyerbu dengan begitu enaknya. Seakan mampu menghilangkan beban pikiran yang bersemayam di dalam pikiranmu."

Perkataan demi perkataan Sakura terngiang kembali di telinganya. Berputar tanpa ia minta.

"Dan kau tahu tidak, hujan juga bisa menyamarkan kesedihan."

"Ibaratnya saat kau menangis, hujan tahu dan ikut menangis bersamamu. Seakan hujan hanya tidak ingin membuatmu bersedih sendirian dan melarutkan tangisanmu itu pada bulir airnya. Seakan tidak ingin orang lain tahu akan kesedihanmu itu."

Serentetan kata itu seperti ringan terucap namun dalam bila di ingat-ingat kembali. Akan kesedihan yang tersamarkan, Sasuke semakin jelas penasaran. Membuat otaknya tersihir untuk terus mengingatnya. Dan belum lagi yang terakhir,

"Karena pelangi setelah hujan itu seperti bahagia setelah kesedihan dan kepedihan berakhir."

Ada sarat nada kepedihan yang tercetak jelas dalam nada suara gadis itu. Belum lagi gadis itu tidak membalikan tubuhnya. Ia hanya membelakanginya tanpa menampakan ekspresinya.

Apa gadis itu tidak merasa bahagia? Kenapa?

Pertanyaan itu bergelayut di dalam otak Sasuke. Membuat Sasuke menerka-nerka apa yang sebenarnya tengah terjadi dengan gadis itu. Ia bergerak gelisah, bahkan hanya mampu menatap atap-atap kamarnya yang putih seraya memijit pelipisnya pelan.

Sebetulnya kenapa?

Mendadak ada niatan yang muncul untuk menanyakan secara langsung kepada gadis itu. Rasa penasarannya yang semakin menggunung. Bukannya ingin mencampuri urusan gadis itu. Hanya saja kenyataannya, apa yang gadis itu tampakan di hadapannya cukup membuat Sasuke bertanya-tanya dan mengusik sedikit hidupnya.

Ia melirikan irisnya ke arah tirai jendelanya yang melambai-lambai seakan memanggilnya. Meyakinkan hatinya untuk menanyakan pada gadis itu, membuat ia tergoda untuk bangkit dari posisinya menuju ke kusen jendelanya berada.

Namun sayangnya, saat ia sudah sampai di sana, ia harus menelan kembali kepenasarannya yang menguap entah kemana.

Karena malam itu, ia tidak menemukan gadis itu di sana.

.

TBC

.

a/n: hay, hay! Ini chap 3-nya syudaaah apdet. Terimakasih banyak sekali lagi yang telah menyempatkan membaca dan bahkan menyempatkan meripiu karya ini. Maaf tidak di sebutkan satu-satu, tetapi ripiu yang masuk sangat dihargai dan telah dibaca ^^

oke sampai ketemu di chapter depan! ripiu tetap akan selalu dihargai XD

motosetsuna

.

P.s: chap ini sebetulnya giliran saya (Nana a.k.a motoharunana) karena beberapa hal yang membuat saya lama melanjutkan cerita ini. Gomen atas keterlambatan update-nya yang betul-betul ngaret minta ampun. Sekali lagi gomen. Gomen juga kalo chap ini terasa banyak kekurangannya *ojigi* Untuk Hana a.k.a sugirusetsuna jangan bunuh sayaaaaaaa wkwkwkw semangat melanjutkan chapter setelahnya! Yoooo ganbatte XD