Title : Between You and Him

Author : Kim Kira

Genre : Yaoi/Romance (Don't like don't read ^^)

Rate : Untuk chapter ini T dulu deh ya ^^

Cast :

- Kim Jaejoong (28 tahun)

- Jung Yunho (28 tahun)

- Shim Changmin (26 tahun)

- Park Yoochun (28 tahun)

- Kim Junsu (27 tahun)

And others

Enjoy ^^

.


.

"Mungkin 3 hari lagi Tuan Jung sudah bisa pulang." Seorang namja berjas putih dengan stetoskop menggantung di lehernya tersenyum simpul ke arah seorang pemuda di hadapannya. Sementara pemuda itu hanya menatap pria paruh baya yang tengah duduk bersandar di ranjang rumah sakitnya.

"Baguslah. Aku akan bosan bila sampai berhari-hari disini tanpa melakukan apapun. Apakah aku tidak boleh pulang sekarang saja dokter? Aku benci rumah sakit." Namja paruh baya tersebut menggerak gerakkan kedua tangannya untuk meregangkan otot-ototnya yang kaku. Menatap pemuda yang berdiri di sebelah ranjangnya dengan senyuman.

"Kami masih harus melakukan beberapa pemeriksaan terhadap anda tuan. Jadi lebih baik anda tetap tinggal disini sampai 3 hari kedepan. Kami akan mengusahakan perawatan dan pemeriksaan maksimal supaya anda bisa kembali ke rumah secepatnya. Tuan tidak perlu khawatir." Dokter tersebut tersenyum simpul yang juga membuahkan sebuah senyuman di bibir sang pria paruh baya.

"Bukankah hari ini kau ada pertemuan dengan client kita dari Inggris, Yun?" tanyanya kepada pemuda yang kini menatapnya dengan sedikit keterkejutan tergambar di wajah kecilnya. Seakan tersadar akan sesuatu yang hampir saja ia lupakan.

"N..ne abeoji." Ucapnya sambil menunduk hormat kepada pria paruh baya di hadapannya tersebut. Dia merutuki dirinya sendiri yang hampir melupakan pertemuan penting dengan client nya karena mengkhawatirkan keadaan ayahnya yang baru saja dikabarkan masuk rumah sakit karena serangan jantung ringan.

"Pergilah, Yun. Kau bisa terlambat." Mr. Jung menepuk bahu putra satu satunya tersebut. Yunho mengangguk kecil kemudian membungkukkan badannya di hadapan sang ayah.

"Kalau begitu aku pamit, abeoji. Jaga kesehatan anda dan tolong jangan banyak berpikir dulu untuk sementara. Serahkan semuanya padaku, abeoji." Ujar Yunho sebelum akhirnya berlalu dari kamar rawat ayahnya dan segera disambut oleh asistennya diluar pintu kamar ayahnya.

"Jam berapa sekarang?" tanyanya pada asistennya sambil berjalan menyusuri koridor rumah sakit. Membuat asistennya terpaksa melirik jam tangannya.

"Jam 12 tuan." Ucapnya. Sementara sang atasan hanya mengangguk kecil sambil terus berjalan.

.


.

"Silakan bunganya, Tuan, Nyonya." Terlihat seorang namja yang tengah tersenyum manis di balik stand bunga di koridor rumah sakit. Mulutnya tak henti-hentinya menawarkan bunga di hadapannya dengan senyuman semanis mungkin kepada siapapun yang lewat. Bunga yang akan menyelamatkan banyak nyawa nantinya. Sejenak ia menghela nafas. Ia sedikit lelah berdiri disana sejak tadi pagi. Dan baru beberapa orang yang telah membeli bunganya.

"Semangat, Kim Jaejoong." ucapnya sambil mengepalkan tangannya didepan dada. Tanpa disadarinya seorang namja telah berdiri di depan standnya sambil menatapnya. Namja bernama Jaejoong itu terlihat kikuk. Namun kemudian ia kembali tersenyum kepada namja di hadapannya.

"Bunganya, Tuan?" sekali lagi dikeluarkan senyuman semanis mungkin sambil kembali menawarkan bunganya. Namun yang ia dapat hanya tatapan datar dari sang namja.

"Kenapa kau berjualan bunga di koridor rumah sakit seperti ini? Kenapa bukan di toko bunga?" ucap namja itu sedikit ketus. Tangan namja itu membelai daun daun bunga yang tertata rapi di hadapannya. Jaejoong sedikit tertegun dengan pertanyaan sang namja. Namun sesaat kemudian ia kembali tersenyum.

"Tidakkah anda membaca selebaran kami? Kami dari yayasan pengidap kanker. Hasil penjualan bunga ini akan disumbangkan untuk membantu penyembuhan para pengidap kanker." Senyum Jaejoong kembali merekah. Kini giliran namja di hadapannya yang tertegun menatap Jaejoong. Namun sesaat kemudian ia kembali menguasai dirinya.

"Kalau begitu, aku akan membeli semua bunga ini." Ucap namja tersebut sambil mengeluarkan sebuah kartu kredit dan menyodorkannya kepada Jaejoong yang masih menatap namja tersebut dengan tatapan tak percaya.

"Kau.. kau tidak bercanda kan, Tuan?" tanyanya memastikan. Namja dihadapannya hanya menggeleng pelan. Masih setia dengan ekspresi datarnya.

"Baiklah. Atas nama siapa, Tuan? Biar kusampaikan salammu pada anak-anak yang telah terbantu karenamu." Jaejoong meraih secarik kartu ucapan dan sebuah pena. Bersiap menuliskan nama namja tersebut.

"Jung Yunho." Ucap namja dihadapannya datar. Diamatinya jaejoong yang kini tengah menuliskan namanya di kartu ucapan tersebut.

"Baik, Jung Yunho-ssi. Silakan tuliskan pesanmu pada mereka." Jaejoong tersenyum. Tangannya mengulurkan secarik kertas dan sebuah pena pada Yunho. Yunho menatapnya bingung, sejenak kemudian tangannya menyambut tangan Jaejoong. Meraih kertas dan pena dari tangan Jaejoong kemudian menuliskan pesannya bagi anak-anak pengidap kanker yang telah dibantunya. Kemudian mengembalikan kertas tersebut kepada Jaejoong.

"Leeteuk-ssi, tolong suruh orang untuk mengangkut semua bunga ini ke kediamanku." Titah Yunho yang langsung disambut sebuah anggukan dari Leeteuk. Sementara Yunho kembali memainkan jarinya pada daun salah satu bunga yang berwarna merah. Membelainya perlahan, kemudian meraih pot bunga berwarna merah tersebut.

"Bunga ini untukmu." Ujarnya sambil memberikan bunga tersebut pada Jaejoong. Jaejoong sedikit tertegun namun dengan cepat tangannya meraih pot bunga tersebut.

"Go-gomapseumnida Jung Yunho-ssi." Jaejoong membungkukkan badannya berkali-kali dengan senyuman yang seolah tak ingin lepas dari bibirnya. Ditatapnya Yunho yang mulai berbalik meninggalkan stand nya.

Jaejoong kembali mengarahkan tatapannya pada bunga yang kini ada di genggamannya. Baru kali ini ada yang memberinya bunga seperti ini. Jaejoong tampak senang. Dan perasaannya semakin gembira ketika mengingat hari ini ia tak perlu menjaga stand nya sampai malam karena bunganya sudah habis terjual. Jaejoong meregangkan otot-ototnya. Kemudian mengemasi stand nya ketika beberapa orang datang mengambil satu persatu bunga pada stand nya. Anak buah Yunho.

.


.

"Kim Jaejoong." Yunho tersenyum kecil ketika mengingat kembali nama itu. Mengingat kembali kejadian di koridor rumah sakit barusan. Bayangan wajah Jaejoong terukir jelas di otaknya. Cantik. Itulah yang ada di pikirannya sekarang. Ia memutar kembali memorinya pada waktu ia bertemu Jaejoong tadi.

"Kenapa seorang namja bisa secantik dia?"

.


.

Jaejoong melangkah dengan riang menuju rumahnya. Ia ingin segera menemui kekasih tercintanya, kasur empuknya yang selalu setia menantinya pulang bekerja. Digenggamnya bunga yang tadi diberikan Yunho padanya. Ia baru saja pulang dari yayasan untuk mengabarkan bahwa bunganya sudah habis terjual. Kepala yayasan sangat berterima kasih padanya. Juga anak-anak yang ditemuinya di yayasan tadi. Mereka sangat bahagia ketika Jaejoong mengabarkan bahwa bunganya sudah habis terjual. Jaejoong kembali menarik ujung bibirnya membentuk sebuah senyuman mengingat kejadian tadi siang di rumah sakit.

"Jung Yunho orang yang sangat baik." Jaejoong menghirup aroma bunga digenggamannya.

"Aku janji akan merawat bunga ini dengan baik." Ucapnya lalu kembali melanjutkan perjalanan ke rumahnya. Jaejoong menatap bingung di daerah sekitar rumahnya yang saat ini terlihat ramai. Ia memiringkan sedikit kepalanya.

"tumben ramai." Ujarnya sambil tetap berjalan. Namun semakin ia berjalan ia melihat sumber keramaian itu adalah rumahnya. Jaejoong membelalak. Tanpa pikir panjang ia segera berlari dan menyeruak diantara kerumunan. Betapa terkejutnya ia ketika beberapa orang sedang mengeluarkan barang-barang miliknya dari dalam rumahnya. Dan di gerbang rumahnya sudah terdapat sebuah tulisan bahwa rumahnya telah disita. Jaejoong terpaku. Tanpa sadar bunga beserta potnya yang tengah ia genggam terlepas dari tangannya dan terjatuh ke tanah. Ia segera berlari menuju orang-orang yang sedang mengeluarkan barang-barangnya.

"Tuan, ada apa ini? Kenapa barang-barangku dikeluarkan? Ini rumahku, tuan." Jaejoong meraih badan salah seorang pria yang tengah mengeluarkan barang-barangnya. Jaejoong mengguncangkan badan pria itu dengan harapan bahwa orang-orang ini salah rumah. Dan mereka tak perlu mengeluarkan barang-barang miliknya karena ini rumahnya.

"Apakah anda tuan Kim Jaejoong?" Tanya pria itu dengan tenang. Jaejoong mulai melepaskan tangannya dari badan pria tersebut. Ia mengangguk pelan.

"Maaf, tapi hutang ayah anda sudah jatuh tempo dan ayah anda tidak bisa melunasinya. Maka dari itu kami menyita rumah anda, tuan." Mata Jaejoong membelalak sempurna.' Hutang? Aku tak pernah tahu ayah memiliki hutang. Sebanyak apa hingga rumah kami harus disita? Dan untuk apa uang sebanyak itu?' pertanyaan itu langsung muncul di otak Jaejoong. tubuh Jaejoong melemas, ia tak mampu lagi menahan berat tubuhnya. Ia jatuh bersimpuh di halaman rumahnya. Tatapannya kosong menghadap pada rumahnya yang mulai sekarang sudah bukan menjadi miliknya lagi.

Hingga rombongan pria itu pergi, Jaejoong masih belum bergerak dari tempatnya. Bulir air mata mulai menghiasi pipi mulusnya. Baru saja ia merasakan kebahagiaan, kenapa ia harus kembali merasakan kepahitan?

Jaejoong menatap nanar pada rumahnya. Ia harus segera pergi meninggalkan tempat ini. Rumah ini sudah bukan miliknya lagi. Namun, sebuat pertanyaan terbersit di otaknya. 'Aku harus kemana? Aku sudah tak punya kerabat disini. Keluargaku hanya ayah. Namun kemana ayah sekarang?' Jaejoong kembali menitikan air mata. Apa yang harus dilakukannya sekarang?

Jaejoong memaksa tubuhnya untuk berdiri. Perlahan ia melangkahkan kakinya meninggalkan tempat itu dengan gontai. Di gerbang rumahnya ia melihat sebuah pot bunga yang pecah dan tanahnya sudah berserakan dang bunga yang sudah hancur seperti bekas terinjak. Jaejoong kembali menangis, Jaejoong berjongkok di hadapan bunga tersebut, menyentuhnya perlahan.

"Maaf, aku tidak menepati janjiku padamu." Ujarnya lirih.

Tiba-tiba sebuah mobil berhenti tepat di depan rumahnya. Ia menatap mobil tersebut dengan heran. 'Siapa yang datang ke rumah yang sudah disita malam-malam begini?' batin Jaejoong. Seorang namja jangkung dengan setelan jas rapi muncul dari balik pintu mobil tersebut. Jaejoong mengernyit. Ia tak mengenal orang ini.

Namja itu melangkah menghampirinya. Menatap Jaejoong yang masih berjongkok. Jaejoong pun sepertinya enggan berdiri dan malah memilih untuk memandangi namja di hadapannya ini. Hingga akhirnya namja dihadapannya tersebut meraih tangannya dan memaksa tubuhnya untuk berdiri. Namja itu menatap Jaejoong dengan tatapan yang sulit diartikan, sejenak kemudian tangannya terulur untuk menghapus sisa air mata di pipi mulus Jaejoong.

"Ikutlah bersamaku, Kim Jaejoong." Ucapnya. Jaejoong tertegun. Namja ini tahu namanya. Padahal ia yakin ia tak pernah bertemu namja ini.

"neo.. nuguya?" Tanya Jaejoong penasaran. Namja itu hanya memberikan senyuman kecilnya pada Jaejoong.

"Shim Changmin imnida."

-TBC-

Otte? Keep or Delete? Review Juseyo ^^