xxXxx

Tittle : Operation Wedding.

.

Last Chap!

xxXxx

.


Sekitaran duapuluh lima menit berlalu, kapal mini mungil berwarna putih rupawan itu berhenti ditengah-tengah hamparan air bening dengan nuansa asin lengket yang kentara—apasih.

Siwon sudah duduk dengan tampan disebelah Jongin, kacamata hitamnya bersender apik dengan hidung mancungnya, pria itu mengusir terlebih dahulu Sehun dan menduduki posisi Sehun tadi.

.

.

"Berhenti."

Begitu interupsi Siwon pada Jongin.

Kapal itu berhenti ditengah hamparan air laut, terombang-ambing secara tenang, ya karena memang air yang berderik sangat pelan.

.

"Yup, sudah sampai." Siwon berseru kembali, membuat para pemuda itu menatap kearahnya dengan alis tertekuk.

.

Banyak pasang mata yang langsung menatap kesekeliling, dan yang terlihat hanya—

Air,

Air,

Daan~ air.

.

"Apanya yang sudah sampai, paman?"

"Ya, sampai ditempat test kalian, masa sampai di peristirahatan terakhir, kalian mau begitu?!"

"Tentu tidaak!"

.

.

Siwon seketika mendengus, ia lalu menatap kearah para manusia bukan betina yang ada disana.

"Jadi—"

.

Jeda.

.

.

Kebiasaan.

.

.

"—didalam sana sudah ada empat empat botol yang berbeda,"

Manusia yang ada disana seketika bertatapan dan bergumam 'botol?' dengan pelan, tidak terkecuali Jongin yang tidak masuk dalam kategori peserta test.

.

"Botol air minum paman?"

"Bukan. Botol bekas."

.

.

.

Semua diam dan menunduk.

.

.

Siwon mendengus dan kembali melanjutkan ucapannya, baik-baik para manusia yang ada disana memasang telinga mereka.

"Kalian harus bisa menyelam kedalam, dan menemukan botol-botol yang sudah saya sebar—"

.

"—botol itu berisi sesuatu, jadi kalian harus terlebih dulu menemukannya untuk tau apa maksud saya meminta kalian mencari benda itu."

.

.

Lagi.

Tatapan heran nampak sekali diwajah para manusia yang ada disana.

.

"Jadi maksud paman kami harus menyelam begitu?"

Yifan bertanya dengan nada hati-hati, Siwon tersenyum menjengkelkan, kemudian mengangguk.

Sontak dengusan nafas para manusia yang ada disana terdengar secara berbarengan.

.

.

Konyol bener testnya, ah.

.

.

Yifan lalu membalikan tubuh tegapnya dan menatap kesekeliling isi kapal.

.

Kok aneh.

.

.

Tidak ada alat selam.

.

.

"Paman, alat selamnya dimana?" Yifan akhirnya bertanya kepada Siwon yang masih sibuk menatap dasar air laut bening yang terlihat jelas.

"Heih—? Alat selam?"

"Iya alat selam, kami disuruh menyelam kan?"

"Memang siapa yang bilang kalian menyelam dengan alat selam?"

.

Loh.

.

.

Ya lalu?

.

.

"Menyelamlah tanpa alat apapun."

"PA'A?‼"

"..err.. terbalik Yeol,"

"Baiklah, ulangi."

.

.

"APA?‼!"

.

.

.

.

.

.

"Zitao—"

"Jangan pingsan!"

.

.

Kyungsoo sekarang sungguh tau untuk apa dia datang.

.

.


.

.

"Zi—?"

Baekhyun menepuk-nepuk pelan pipi tembam adik kecilnya yang sedari tadi asik memejamkan mata (—matamu asik!—)

Gadis itu perlahan membuka matanya, mengerjap dengan menggemaskan hingga helai bulu matanya ikut bergerak.

Beberapa manusia yang ada disana menghela nafas lega melihat Zitao sudah sadarkan diri.

.

"Kau tidak apa-apa sayang?"

Ganti Siwon yang kali ini buka suara, sedari tadi ia sibuk mengusap ujung hidungnya sendiri—entah apa maksudnya—

"Engh~"

Zitao melenguh sebentar, ia lalu membuka matanya secara normal dan bertemu pandang dengan beberapa wujud manusia yang sudah mengelilinginya.

.

"Gege mana?"

"Disini sayang." Yifan mendekat kearah kekasihnya dan mengusap kening Zitao dengan tangannya yang hangat.

Zitao tersenyum sayu, ia lalu menangkup tangan besar kekasihnya itu dengan tangannya yang panjang dan lentik.

"Gege ikut menyelam?"

"Kalau tidak ikut kan tidak bisa menikahimu,"

"Kalau gege mati bagaimana?"

.

.

DZING

.

"Kau maunya begitu?"

Zitao menggeleng lucu, "Enggak kok."

.

Duh emesh.

.

.

Yifan menghela nafas lelah, pemuda british asia itu lalu kembali melanjutkan usapannya dikening Zitao.

.

Siwon berdehem sebentar, ayah empat anak itu lalu berjalan menjauh dari posisinya yang semula, ia bergerak kearah sisi kanan kapal, menatap ke arah luar lewat jendela kecil yang ada disana.

"Jadi, apakah kalian siap?"

.

Semua kepala reflek bergerak menatap pria itu.

"Apanya yah?" / "—paman?"

"Mencabuti bulu doraemon—"

.

Siwon facepalm.

.

"—ya, kalian… menyelam."

.

.

.

.

Zitao seketika tak sadarkan diri lagi.

.

.


.

.

.

"Ayah, kurasa ini akan berbahaya."

Luhan mendesah keras, ia menatap kearah Sehun yang nampaknya sudah siap, pemuda putih susu itu tidak mengenakan pakaian atas, hanya celana pendek selutut.

.

.

.

Duh, mas. Inah ga kuaaat!

.

.

.

Siwon yang sedari tadi duduk dengan manis dipintu kapal, lengkap dengan kacamata hitam yang bertengger manis di hidung mancungnya mendengus.

"Pria sejati itu berani mati, Lu."

"Tapi yah—"

"Xing-iie, apa Zitao sudah sadar?"

Siwon mengacuhkan kembali gurat protes anak sulungnya, ia lebih memilih memalingkan wajah kedalam kapal dan menatap kearah dua gadis lain yang masih sibuk menyadarkan si bungsu.

.

.

.

Pray for dedek Zitao.

Dedek Zitao strong.

.

.

.

"Belum Yah." / "Belum Paman."

Seketika seruan Yixing dan Kyungsoo terdengar kompak menyahuti Siwon.

Siwon lalu reflek menggaruk jumput rambutnya dan menghembuskan nafas lelah.

.

.

Bagaimanapun juga ini harus tetap terlaksana.

Zitao putri kesayangannya, dan ia harus tau apakah calon suami putri kecilnya itu adalah yang terbaik.

Soalnya, dilihat dari wajah, Yifan ini nampaknya adalah pemuda yang semasa SMA-nya punya jumlah mantan seperti bulu hidung—banyak.

Tipekal pemuda yang kalau lihat wanita seksi dengan pakaian kekurangan bahan, memang tidak akan terpengaruh.

Tapi sekalinya lihat wanita seksi sintal dengan kepribadian polos, lucu, upu-upu macam Zitao dia akan langsung menyambar.

.

.

GRRR..

.

.

.

Bukan.

Bukan Siwon tidak menyayangi putri nya yang lain, ia sangat sayang.

Bahkan ia melakukan test yang sama rata untuk calon ketiga putrinya yang lain.

.

Selain Yifan, Sehun adalah salah satu pemuda yang Siwon khawatirkan.

Nampaknya pemuda itu tipekal pemuda yang suka melihat foto wanita dewasa hampir tak berbusana jika sudah malam.

Atau tipekal pemuda yang saat masih kecil diperintahkan untuk shalat taraweh berjama'ah tapi malah belok main point blank diwarnet.

.

Hah.

Belangsak sekali.

.

.

Chanyeol?

Halah, wajahnya konyol.

Dia tidak terlalu was-was dengan pemuda calon suami Baekhyun ini.

Dilihat dari wajahnya, Chanyeol ini tipekal suami yang akan rela jam duabelas malam keluar rumah demi mencari apel berwarna orange hanya karena istrinya (—anggaplah disini posisi itu adalah Baekhyun—) sedang ngidam anak mereka.

.

.

Atau Junmyun.

Haha, jujur saja ya, pemuda ini adalah type-nya.

.

WEITS! MAKSUDNYA TIPE MENANTU LOH YA,

(—iya, om santai dong—)

.

Junmyun menurutnya adalah tipekal pemuda yang jangankan memenggal seekor ayam, menepuk sebatang nyamuk pun dia tidak tega.

.

.

.

.

Ya itu kan menurut Siwon.

Bagaimana menurut anda? (—lupakan—)

.

.

.

"Baik—"

Siwon akhirnya berdiri dari posisinya semula, ia menatap kearah empat pemuda yang sudah tidak berpakaian atas, hanya bercelana pendek (—ini peraturan Siwon yang selanjutnya, jangan berbusana atas—) itu dengan pandangan menilik.

.

"Heish. Baekhyun Choi, kesini."

Baekhyun yang namanya dipanggil dengan lengkap segera melesat berpindah posisi kesebelah kanan Ayahnya,

Dengan terpaksa meninggalkan kegiatannya bersama Chanyeol tadi.

.

Beradu pandang, usap-usap wajah, meringis-ringis sedikit, dan akhirnya—berpelukan~

.

.

.

Heleh.

.

.

Modus.

.

.

"Kalian akan melakukan test yang sudah saya jelaskan tadi,"

Empat pemuda tampan itu seketika menegakkan tubuh mereka, menatap kearah sang ayah calon mertua—aamiin—dengan mata serius.

.

"Tiga puluh menit tidak menemukan apapun, silahkan naik kembali."

"Paman."

"Yo'i bro."

"Kami tidak memakai alat pengaman apapun?"

"Ada—"

"Hah~ syukurlah." Sehun yang tadi bertanya tentang keamanan nyawanya, menghela nafas lega sembari mengusap dada bidang tak berbusana miliknya.

.

.

Uhh~ err..

.

.

"Dimana paman alatnya?" kali ini Chanyeol yang bertanya, pemuda itu menatap Siwon dengan mata jenakanya yang menggemaskan.

.

Siwon tersenyum tampan walau matanya tertutup kacamata hitam, surai hitamnya tertiup angin sehingga semakin terlihat mempesona—tsaaah.

.

.

.

Tapi jawaban Siwon, sama sekali tidak mempesona bagi empat pria muda disana.

.

.

.

"Di mimpi kalian."

.

.

.

.


.

.

"Sudah siap?"

Hela nafas samar-samar terdengar ditelinga Siwon, disusul dengan anggukan ke-empat anak muda yang sudah berdiri lunglai dipinggiran kapal.

Terdorong dengusan nafas Kyungsoo sedikit saja, mungkin mereka sudah jatuh ke-air.

.

Luar biasa.

.

.

"Baik kita mulai—"

Siwon kembali memberi aba-aba, peluit mungil putih serta stopwatch hitam sudah bergantung cantik dileher berkulit sedikit tan miliknya.

Pemuda yang ada disana sudah mulai melakukan kuda-kuda untuk segera meluncur turun,

.

"Bersedia—"

.

Lagi, Siwon memberi aba-aba selanjutnya.

Pergerakan semakin terasa akan dimulai.

.

"Bersedia—"

"Yeol hati-hati,"

"Sehun-aah, ingat—

…masa depanmu…."

.

.

"Siap‼"

Siwon mengangkat tangan kekarnya keats tinggi-tinggi, pemuda yang ada disana sudah mulai sedikit membungkuk untuk bisa lebih muda membasahi diri—ahem.

.

"Mu—"

"Junmyun-iie!"

.

.

.

.

Pause dulu.

.

.

.

Yixing mendadak keluar, membatalkan ancang-ancang ke-empat pemuda yang berdiri tegap disana, gadis itu mengahmpiri kekasihnya dengan sedikit menggigit bibir bawahnya,

.

"Hati-hati, tidak masalah kalau kau tidak bisa menyelesaikannya.. aku tetap mencintaimu.."

"Xing…"

"Sukses.. sayang."

"Hu'um!"

.

.

.

Keadaan mendadak terasa sangat manis.

Kedua sejoli itu masih asik berpandangan sembari berpegangan tangan.

Manusia yang tersisa mendadak ingin loncat saja dengan ikhlas,

.

.

.

Ini manis bingitz.

.

.

.

"WOHOK! Sudah bisa dimulai, Yixing?"

Siwon menginterupsi kegiatan lovey-dovey putrinya beserta kekasih pendeknya tersebut.

Yixing segera sadar diri dan berjalan kearah ayah dan dua saudarinya yang lain.

.

.

"Baik, kita mulai. Bersediap. Siap. Mu—"

"Sehun!"

"Haiya."

.

.

Baru saja Siwon ingin memulai, sekarang si sulung yang berlari kearah kekasihnya.

.

.

Dan si sulung ini nampaknya jauh lebih simple, daripada saudarinya yang lain.

.

.

Tidak.

Tidak usah berpandangan sambil berpegangan tangan dan berwajah sayu.

.

.

.

Luhan hanya mencium pipi Sehun dan kembali lagi ketempat ayahnya.

.

.

Simple.

.

.

Dan menantang!

Huahaha.

.

.

.

"Oke, sekarang serius—

" ..bersedia.."

.

.

"…siap…"

.

.

"Mulai!"

.

.

.

BYURR‼

.

.

Suara kecipak air yang terhantam paksa oleh tubuh tegap dan tinggi ke-empat manusia tadi terdengar sangat keras.

.

.

.

"GEGE‼"

"Zitao‼"

.

Menyusul setelahnya suara jeritan si bungsu yang segera berlari kepinggir kapal, untungnya ada tiang putih yang terpasang secara horizontal menghadang tubuh ramping itu.

.

Kalau tidak mungkin dia juga menggelinding keluar.

.

.

Siwon dan tiga putrinya lain sontak terkejut, mereka memekik secara serempak melihat gerak si bungsu,

.

"Zitao, jangan lompat Zitao!" Kyungsoo lari tergopoh-goboh lengkap dengan capitan kue yang masih ia genggam kuat, menyusul dibelakangnya ada Jongin yang pipinya membeludak tembam karena terisi sesuatu—lagi makan dia tadi—

"Noona! no, don't do that…"

Jongin memekik setelah menelan bulat-bulat kue yang tadi masih ia usaha kunyah pelan-pelan,

Seketika ia menyadari sesuatu.

.

.

"Tsaaah, diriku.. hebat sekali bisa pakai bahasa inggris. Jadi makin mirip johny depp kan. Hihay~"

.

.

Oke, man.

Serius dong!

.

Tegang nih.

.

.

"Zitao jangan!"—Luhan.

"Sayang, sayang jangan ikuti kekasihmu, biarkan saja dia yang turun sayang."—daddy Siwon.

"Ya noona, jangan konyol, jangan melakukan hal itu."—Jongin.

"Zitao-iie. Huks.."—Kyungsoo.

.

.

Zitao hanya diam memperhatikan mereka,

Sekejap ia yang semula menatap kearah manusia yang tadi memanggil-manggil namanya sontak membalikan tubuhnya dan menatap kearah air biru,

Ia mengeluarkan sesuatu dari sakunya, tapi tidak terlihat karena ia melakukannya dengan perlahan.

.

.

Zitao menatap kebawah lagi, kali ini ia melongok semakin kebawah.

.

.

"Zitao!"

Sontak semua yang ada disana memekik,

Mereka tidak menyangka Zitao senekat ini, hanya demi Yifan dia mau melompat.

.

.

Dedek.

Jangan, dek. Hiks..

.

.

"Zitao! Ayah janji, ayah akan lakukan apapun yang kau mau!"

"Kakak janji, kakak tidak akan menjahilimu lagi deh, kakak akan membelikanmu semua sepatu Victoria beckham, janji sayang, tapi jangan lompat yah,"—Baekhyun.

"Zitao mau apa dari kakak hm? Kakak janji, kakak akan belikan Zitao tiket konser bigbang, dimanapun konsernya diselenggarakan."—Luhan.

"Zitao sayang, kakak janji akan masakan kue untukmu, cookies, tart, apapun, asal jangan lakukan sayang, huks.."—Yixing.

.

.

Zitao mengernyit, ia lalu membalik tubuhnya dan menatap kearah manusia yang tadi menjanjikannya banyak hal seperti calon presiden kampanye.

.

.

"Apa sih maksudnya?"

Itu suara pertama dari Zitao.

.

.

"Kau…"

Luhan menjeda ucapannya, matanya sudah berkaca-kaca menatap kearah adik kecilnya.

.

.

Duh emesh.

.

.

"..Mau.."

Baekhyun sontak melanjutkan, ia juga tidak kalah gemetar, bahkan bibir kecilnya sudah bergerak-gerak seperti getaran bajaj.

.

.

"..Lompat 'kan?" Yixing sukses menutup kalimat Luhan dan Baekhyun, ia sudah hampir menangis, air mata setetes sudah ada dipelupuk matanya.

.

.

"SO BABY DON'T GO!" entah angin mamiri mana yang masuk, hingga Siwon dan Jongin serta Kyungsoo kompak mengatakan kalimat itu.

.

.

.

.

"Siapa yang mau lompat sih?"

Zitao berkata dengan heran, alis matanya tertekuk dengan bibir maju beberapa centi.

.

.

Duh emesh.

.

.

"Loh ya lalu mau apa?"

Kompak nih ye, guys.

.

.

Zitao diam dan menghela nafas maklum, angin laut membuat rambutnya berkibar sangat manis, dengan imut ia menunjukan gambar yang muncul dilayar ponselnya.

.

"Cuma mau foto air laut, air-nya bening nih, sayang kalau dilewatkan 'kan. Hihihi.."

.

.

.

.

.

Maka terjengkang lah manusia yang mendengar langsung.

.

.

.


.

.

.

"Ayah—"

"Hmm.."

"Ini sudah dua puluh lima menit,"

"Iya, masih ada sepuluh menit lagi."

"Ayah serius, ah!"

Siwon yang tadi memakan dengan khidmat sebuah burger buatan Kyungsoo itu, segera menatap kearah Luhan.

"Ayah kurang serius dimana coba?"

Luhan mendengus keras, gadis usia dua puluh empat itu lalu melipat tangannya di depan dada.

Dadanya naik turun secara urut,

.

.

Kelihatannya adinda sedang menahan kesal ya?

(—udah tau nanya!—)

.

.

o—oke lupakan saja.

.

.

"Ayah, mereka itu manusia, paling lama waktu lima menit untuk menahan nafas, dan sekarang sudah dua puluh me—"

"Mereka itu anak berpendidikan, Luhan Choi. Jadi mereka pasti tau untuk menaikan kepalanya keatas permukaan laut, untuk kemudian kembali menyelam."

"I—iya, tap—tapi.."

"Masa' kalah dengan lumba-lumba, yang benar saja. Kau berlebihan mereka tidak akan mati, percuma waktu tahunan yang mereka pakai untuk sekolah tinggi-tinggi."

Siwon menyelesaikan ucapannya dengan cepat dan tepat sasaran.

Terbukti dari reaksi anak sulungnya yang hanya bisa membuka mulut seperti ikan kehabisan air, tanpa ada suara sedikit saja yang keluar.

.

.

Daddy Siwon.

Watchaw~

.

.

"Iya, deh. Ma'afkan Luhan ya, Yah."

Siwon menghela nafas lelah dan mengusap rambut yang menutupi kening putri sulungnya yang mendadak menundukan kepala itu,

"Ya, sayang. Kau hanya terlalu mencemaskan mereka."

.

.

.

.

.


.

.

Ini sudah menit ke duapuluh delapan, dan mereka belum memiliki tanda-tanda akan naik keatas kapal.

Zitao ingin menangis rasanya.

Ia diam saja sambil meringis-ringis sedari tadi menunggu.

.

.

Disuapi nasi dan ayam oleh Yixing, ia tidak mau.

Disuapi mie dengan cabikan daging sapi oleh Baekhyun ia tidak mau.

Disuapi cookies oleh Kyungsoo ia tidak mau juga.

Disuapi buah apel oleh ayahnya, ia tetap tidak mau juga.

.

.

Eh,

Disuapi majalah dengan cover TOP Bigbang oleh Luhan, matanya langsung cerah.

.

.

.

.

Heleuh.

Maklum, fangirl.

.

.

.

.

.

BRUSH.

.

.

Seketika semua mata menatap kearah sisi kiri kapal, termasuk Zitao yang sedari tadi asik dengan senyum cool Choi Senghyun.

.

.

Cie.

.

Mau coba menduakan hati, cie.

.

.

.

Muncul secara mendadak empat surai rambut beda warna keatas permukaan, tiga warna coklat tua, satu warna emas kemilau—duh, men. silau—

.

Wah.

Itu ternyata kekasih mereka!

.

.

"Gege!" / "Sehun!" / "Yeol!" / "Suamiku!"

.

.

.

.

Gerakan mereka yang ingin membantu kekasih mereka masing-masing mendadak berhenti,

Mereka beralih menatap kearah Yixing yang sekarang tersenyum kaku karena ditatap dengan pandangan aneh nan menghina dari saudari-saudarinya.

.

.

.

Bukan apa-apa,

Bukan masalah apa-apa,

Panggilannya itu loh.

.

.

Yixing ekstrim.

.

.

.

"Hah..ah."

Ke-empatnya sudah dibantu untuk duduk dengan normal diatas lantai kapal, menghela nafas sembari bersandar.

Siwon dengan wajah tampannya duduk dengan santai disebuah kursi.

Kacamata hitam masih bertengger manis dihidung mancung yang percis sekali rupanya dengan si bungsu.

.

"Waw, dua menit lebih awal, anak-anak."

.

.

Duda tua.

.

.

Kagak liat itu anak-anak kehabisan nafas?

.

.

.

"Bagaimana? Sudah ketemu?"

Masing-masing dari mereka yang masih asik menghirup nafas seketika kompak mengangkat tangan, dan terpampanglah empat buah botol kaca dengan tutup sepengkol kayu dalam genggaman.

.

Siwon tersenyum tampan, pria itu lalu melepas kacamatanya dan memperbaiki posisi duduknya.

.

"Coba, buka dan baca isinya."

.

Menerima mandat dari sang ayah mertua, empat pemuda itupun kemudian membuka penutup botol, membiarkan gesekan tangan kekasih masing-masing yang berusaha mengeringkan rambut mereka dengan handuk kecil.

.

Botol pertama dibuka, itu botol milik Chanyeol.

.

"Eits! Satu-satu coba, ya. Yak—kau dulu,"

Chanyeol yang ditunjuk oleh sang Ayah mertua berjengit, Baekhyun yang tadi mengusak rambut kekasihnya dengan handuk berwarna kuning miliknya ikut berjengit.

.

Chanyeol menurut, ia lalu mengeluarkan kertas kecil yang ada di dalam botol.

Setelah berhasil meluncur keluar, pemuda bermata jenaka dengan rambut colat basah itupun segera membaca isi kalimat dalam kertas miliknya.

.

.

.

Alis matanya menukik.

Sederet kalimat dalam kertas putih itu membuatnya semakin bingung.

"Coba, bacakan."

Siwon kembali memerintah Chanyeol, pemuda itu kemudian menggaruk pipinya dengan canggung dan mulai membaca kalimat yang ia baca,

.

"Welcome doormat."

.

.

Ya, Doormat.

Atau dalam bahasa spanyolnya.

.

.

.

Keset Selamat Datang.

.

.

.

Tidak.

Kalian tidak salah baca kok.

Iya, keset. Yang buat diusak kekaki sebelum masuk ruangan.

.

.

.

"Apa maksudnya paman?"

Chanyeol bertanya dengan alis yang masih tertekuk dalam. Siwon sendiri hanya mampu tertawa meremehkan,

Pria itu lalu menyandarkan punggungnya disandaran kursi yang ia duduki sebelum bertanya kembali pada Chanyeol, "Cinta itu mirip doormat, kenapa bisa?"

.

Chanyeol semakin bingung kerutan dikeningnya makin terlihat jelas kala ia mendengar pertanyaan Siwon.

"Ini sejenis tebak-tebakan paman?"

"Matamu bulat tebak-tebakan,"

Chanyeol berjengit lagi mendengar jawaban sengit dari Siwon.

Pemuda itu lalu menggaruk pipinya kembali dan mulai berpikir.

.

Siwon mendengus lagi melihatnya, ia kemudian mengangkat bahu cuek dan mengalihkan pandangan matanya kearah yang lebih tinggi.

Yifan.

.

.

Pemuda berambut cemerelang itu melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Chanyeol.

Reaksi yang sama,

Ia berjengit saat melihat sebuah benda bulat dengan corak hitam putih tergambar manis dikertas dalam botol miliknya.

.

.

BOLA.

.

.

Yifan berjengit, ia menatap kearah Zitao yang juga bereaksi yang sama, pasangan itu menggumam 'bola?' dengan pelan.

.

.

"Pikirkan jawabannya, pertanyaan yang sama seperti milik si mata bulat ini."

Siwon berkata santai sembari menunjuk kearah Chanyeol yang masih asik berpikir.

.

.

Hal yang sama pun dilakukan oleh kedua manusia lain,

Joonmyun dengan tulisan kanji yang berarti 'Gaun.'

Sedangkan Sehun dengan gambar 'Lampu Jalan'

.

.

Watchaw.

.

.

Pertanyaannya juga sama.

'Cinta mirip dengan—benda-benda petunjuk dalam kertas mereka masing-masing.'

.

.

Ya apa dong, broh?

.

.

.

.


.

.

.

Tuk-tuk-tuk.

.

.

Lima menit berlalu, Siwon mulai menguap-nguap sendiri menunggu jawaban dari empat pria muda dihadapannya.

Inisiatif sendiri, ia mengeluarkan ponsel pintar miliknya, bermain sebentar diatas layar bening benda itu lalu seketika jemarinya sudah asik dengan sebuah permainan dalam ponsel—

.

"NAH‼"

.

.

.

Jongin tersedak.

Siwon terjengkang.

.

.

.

"Sialan sekali kau bocah!"

"Iya! Dasar bocah!"

.

.

Kai dengan kurang ajarnya ikut mengumpat pada sosok pemuda dengan mata bulat besar, yang jelas-jelas lebih tua dua tahun dari usianya.

Siwon mengusap sebelah lengannya yang dengan manis berciuman dengan lantai kapal.

.

"Apa sih?!" Siwon dengan galaknya mendelik pada Chanyeol, yang dipelototi malah menunduk dengan dalam, sampai dagunya bertemu dengan pangkal leher.

.

"Err.. anu paman, aku ingin memberikan jawabanku boleh?"

Siwon mendesah kesal, ia masih mengusap lengannya dan duduk dengan tampan di kursinya semula.

Iya menggerakan kepalanya membuat gesture mempersilahkan.

"Ma—ma'af kalau salah paman.."

"Ya, wajahmu sudah menunjukan kesalahan terbesar."

.

.

.

DZUG.

.

.

Chanyeol menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal, ia kemudian menatap Baekhyun sebentar sebelum kekasihnya itu menatapnya dengan pandangan meyakinkan diri.

.

.

Duhileh.

.

.

"Cinta itu mirip dengan keset welcome, paman.."

"Iya, karenaa~?"

"Karena… keset welcome itu mulia, bukan masalah untuknya jika diinjak-injak dan jadi alas kaki, karena dia tetap saja rela untuk memberikan kata 'welcome' dengan tulus."

.

.

.

Krik-krik-krik.

.

.

.

.

.

.

"BUAHAHAHAHAH! BUAHAHAH! LUAR BIASA!"

"Luar biasa keren ya paman?"

"Luar biasa konyol!"

Siwon menyembur dengan pedas,

Chanyeol diam dibuatnya.

.

.

Tapi Chanyeol tidak gentar, ia kembali melanjutkan ucapannya, "Karena cinta yang tulus rela mema'afkan, memaklumi, bukan menuntut untuk selalu diperhatikan, tapi bagaimana cara dia membuat kita saling memperhatikan satu sama lain."

Chanyeol menatap kearah Baekhyun.

Yang dipandang meringis-ringis terharu,

"Chanyeol.."

"Baekhyun.."

"Chan.."

"Baek.."

"..Yeol."

"..Hyun."

.

.

.

.

.

.

.

.

Krik-krik-krik.

"Dih, geli."

.

.

Dan Luhan menghancurkan keromantisan pasangan hina itu.

.

.

.

Siwon mendengus melihat kemesraan pasangan beda kepribadian itu.

"Kalau begitu, cinta juga seperti bola dong, paman."

Siwon mengalihkan pandangan matanya kearah Yifan, satu-satunya pemuda yang menurutnya lahir dengan perawakan sempurna lengkap dengan surai kemilau emas yang cocok dengan wajah dinginnya.

Alis mata ayah Zitao itu terangkat tinggi, "Memang kenapa?"

"Eum, ya, iya. Cinta sejati itu seperti bola… walau diperebutkan oleh banyak pemain, tapi hanya kiper yang cocok memeluknya—"

Siwon mulai tertarik dengan filosofi bocah tinggi galah ini, terbukti ia mendengarkan dengan sangat seksama kalimat dari bibir Yifan.

"—sama sepertimu, Peach. Meski banyak mata yang memandang, serta pikiran yang terpusat kearahmu, aku harap.. hanya aku yang bisa memelukmu sebagai milik ku."

"Gege.."

"Aku mencintaimu, ma'af tidak bisa jadi yang sempurna untukmu, ma'af membuatmu sering sedih dan kesal, ma'af aku tidak bisa seperti Joonmyun yang selalu memperhatikan Yixing, aku juga bukan perayu romantis kan seperti Sehun? Dan aku juga tidak selalu bisa membuatmu terus tertawa seperti Chanyeol—"

.

Zitao hanya diam dan menatap Yifan dalam.

Sama, sang pemuda juga melakukan hal yang sama.

.

.

Memandang dalam kemata Zitao,

Mata tajam Yifan meredup, ketulusan dan kelemahan terpancar jelas dari belah mata dingin itu.

.

.

"—Aku hanya bisa menjadi diriku, berusaha membuatmu nyaman karena diriku yang sebenarnya, aku ingin membuatmu mengenal banyak hal bersama-sama denganku. Ma'af. Sekali lagi ma'af karena membuatmu kecewa terus-menerus, aku sangat beruntung memiliki mu yang selalu bisa menerimaku, apa adanya aku."

.

.

.

Maka hancurlah pertahanan Zitao.

Ia menangis tersedu-sedu, memeluk erat Yifan.

Bukan hanya Zitao yang menangis, entah kenapa Luhan, Yixing, Kyungsoo dan bahkan Baekhyun ikut menangis.

.

Siwon pun bahkan menangis dibuatnya.

.

.

.

.

.

"Sudah, ja—jangan huks.. menangis." Siwon mencoba untuk meredam tangisannya, tapi senggukan itu tidak terhadang.

"Ayah juga..huks.. menangis." Baekhyun menjawab, kepalanya masih asik bersandar di dada Chanyeol dengan nyaman.

"Ayah, huks.. bukan menangis karena alasan yang sama dengan..huks.. kalian,"

"Lalu.. huks.. kenapa?" Yixing menyahut pelan, usapan dipunggung sempitnya terasa sekali belai halus Joonmyun.

.

.

.

.

.

Sebenarnya..

"Ini karena.. Jongin. Kau menginjak kakiku hey bocah hitam!"

Jongin tersentak dan segera mengangkat kakinya.

.

.

.

.

Oh. Rupanya.

.

.

.

.

Setelah selesai sesi menangis—karena jempol kaki nyut-nyutan—akhirnya Siwon mulai kembali meneliti filosofi dari kedua peserta lainnya.

.

Membiarkan Baekhyun yang sekarang sedang membuat minuman hangat untuk kekasihnya—spesial—dan tiga pemuda lain.

Serta Zitao, si bungsu yang masih asik membenamkan kepalanya keceruk leher Yifan, masih sesenggukan sesekali.

.

.

.

Hah. Yifan. Hebat juga.

.

.

"Kalau kau, Myun. Punya filosofi?"

"Emm.. menurutku sih paman.."

.

"..cinta sejati itu bukan dari seberapa banyak pakaian dan benda-benda lain yang bisa kau berikan kepada dia, tapi cinta sejati itu menanyakan seberapa banyak kepastian dan masa depan indah yang bisa kau padanya."

.

.

.

.

DUHILEH JUNMYUN‼

.

.

.

"Myun-iie.."

"Eits, tadi sudah janji tidak akan menangis 'kan?"

Yixing menganggukkan kepala dengan lucu, ia lalu mengusap kepala Junmyun yang berambut basah, ia tertawa manis sampai cekungan dipipinya tercetak.

Junmyun tidak kuasa untuk tidak tersenyum.

.

"Oh, em. Ya, jadi be—"

"Jadi kau Sehun. Apa jawabanmu?"

Siwon memutus ucapan Junmyun yang belum selesai ia utarakan, genti menatap kearah si bungsu Sehun yang sedari tadi hanya mengangguk-angguk mendengarkan.

"Eum, kalau aku sih paman, Cinta sejati umpama lampu jalan, rela menerangi siapa saja, rela berdiri sendirian, sampai ada orang yang sadar harus ganti bohlam di dalamnya."

.

.

.

Siwon facepalm.

.

.

" ?"

Siwon bertanya dengan nada tidak ramah sama sekali padanya, apa lagi alisnya yang menjungkit tinggi.

Sehun meneguk liurnya pasrah.

Hiiyh~

.

Luhan tidak bisa membantu apapun, ia hanya menunduk dan menggenggam jemarinya sendiri.

.

.

"Iya pa—"

"Jadi maksudmu, cinta anak ku ini bisa kau ganti dengan bohlam lain begitu?"

"Bu—"

"Apabila kau sudah menemukan orang yang tepat begitu?"

"Bukan pa—"

"Dari awal memang aku tidak cukup setuju dengan mu."

.

.

.

OHOK!

.

.

Jongin yang sedang meminum jus alpukat buatan Kyungsoo—lagi-lagi—tersedak.

Siwon menggeram marah, itu membuat Jongin mericis seram.

Kyungsoo hanya berkedip-kedip dibuatnya.

Sedangkan pasangan lain,

Hanya Zitao yang masih tenang memeluk Yifan seolah tidak dengar apa-apa.

.

.

.

Coba, yuk. Intip dedek Zitao.

.

.

Zoom.

Zoom.

Zoom.

.

.

.

.

Oh, rupanya dia tidur.

Posisinya manis sekali lagi.

Ia masih memeluk Yifan dengan wajah yang terbenam dileher Yifan, tangan lentiknya melingkari leher Yifan, sedangkan kedua tangan Yifan sibuk menyangga kekasihnya, melingkari pinggang dan punggung gadis terkecil—usianya—milik Siwon itu.

.

.

Duh, emesh.

.

.

.

.

Back to the Hun-Han.

.

.

.

.

.

Sehun menengguk liurnya kasar,

Salah kalimat nampaknya.

Siwon masih memasang wajah garang, matanya membelo, dan bibir atas naik-naik reflek.

.

.

"Paman, dengarkan aku dulu."

"Sudah! Aku lelah dengan kebohonganmu, aku muak. Muaaaa~~aak!"

"Tapi pam—"

"Cukup fernandez! Cukup!"

.

.

.

Krik-krik-krik.

.

.

.

.

"Ayah ih! Drama deh."

Luhan nyerocos sebal.

Ia lalu bersidekap dan memasang pose kesal.

.

.

Siwon dan Sehun baru sadar.

Mereka tadi 'tuh abis ngapain.

.

.

.

.

"Jadi gini loh paman, dengarkan aku."

Siwon mendecih sebal, ia mengusap ujung hidungnya tidak peduli.

"Orang tepat yang aku maksud adalah Luhan—"

Siwon masih acuh, tapi Sehun tau ia mendengarkan.

"Dan aku adalah lampu jalannya, hehe..

.

"..aku mau hanya Luhan yang mengambil bohlam lama dan menggantinya dengan yang baru. Agar aku bisa terus menerangi jalannya."

.

.

.

.

.

Siwon terhenyak.

.

Jadi flashback.

Dulu, sewaktu dia kencan dengan ibu dari anak-anaknya ini.

Ia juga berkencan di taman, ditemani lampu taman yang bulat kemilau bak gundu cemerlang.

Dan jujur—

.

.

Dia pernah merayu istrinya dengan hal yang seperti itu, kalimatnya percis.

.

.

"Kau mengutip kalimatku ya?"

"Ha?"

Ganti Sehun yang meranga besar-besar.

Mengutip? Mengutip siapa?

.

.

"Mengutip siapa paman?"

"Mengutip rayuan ku dulu!"

"Bagaimana aku melakukannya? Tanya oleh siapa paman?"

.

.

.

Krik-krik-krik.

.

.

"..iya juga, ya?"

.

.

Duda tua.

.

.

.

"Jadi bagaimana paman? Apa aku diterima kembali?"

Sehun kembali bertanya, dengan nada penuh kehati-hatian ia mulai membuyarkan lamunan Siwon yang entah memikirkan apa.

.

.

"Aku tidak bilang setuju pada filosofi kalian semua."

"HAH?!"

"Kenapa begitu?"

"Salah apa lagi kami, paman?"

"Padahal kami sudah terluka sana-sini paman, terkena karang, menyelam, tergores, tersengat ubur-ubur—"

Empat pemuda itu reflek berseru kompak, protes dengan kecewa pada hasil yang mereka dapat.

Mereka lupa pada fakta adik Zitao sedang tertidur pulas, ia bergerak tak nyaman dan menggeram imut.

Yifan mengusap kembali kepala Zitao untuk membuat gadis itu kembali tidur.

.

.

Kasian, ah.

Gak tega banguninnya.

.

Tadi saja pingsan mendadak.

.

.

.

.

"Tapi aku juga tidak menolak."

.

.

.

Loh,

Jadi?

YIHAAAAAAAAY~!

.

.

.

"Cinta sejati itu harusnya seperti kayu bakar—"

Jongin mendadak bersua pelan, hanya ada dia dan Kyungsoo di kapal bagian belakang ini. Jadi hanya Kyungsoo lah yang bisa mendengar apa yang akan ia katakan sekarang.

"Eh, kenapa?" Kyungsoo menyahut dengan mata mengerjap cantik.

"Karena… dia rela hangus terbakar, demi menghangatkan orang lain."

.

.

.

.

"Jongin-iie—"

"Ya sayang, romantis ya?"

"Kamu mengibaratkan dirimu sendiri ya?"

"Eh, maksudnya?"

"Itu—loh.. err..hangus."

.

.

.

.

Hening.

.

.

.

Sehun nampaknya sekilas mendengar.

.

.

.

Pemuda itu lalu menatap kearah pasangan beda warna itu.

.

.

.

.

.

.

.

"MUAHAHAHAHAHAHAH‼ BAHAHAHAHAHAH!"

.

.

.


.

.

.

"Pokoknya tidak mau! Kalau apelnya tidak orange aku tidak mau, Oh Sehun!"

"Iya, tapi sayang. Sudah malam, ini saja kalau bukan di supermarket 24 jam, tidak ada lagi."

"Pokoknya tidak!"

"Astaga Luhan—"

"Udah ah, aku mau ketempat Xiumin saja! Gak usah cari-cari!"

.

.

BLAM!

.

.

Sehun mendesah keras, ia menghantam tubuh tegapnya keatas sofa, membiarkan otot tubuhnya rileks sebentar.

Kepalanya terasa berdebam kuat setiap melihat Luhan mulai bertingkah kekanakan.

Ya, Luhan dan Sehun serta anak-anak Siwon lain sudah menikah seminggu yang lalu, secara kompak dinikahkan bersama-sama.

.

Hemat biaya.

.

.

Haha. Bercanda.

.

.

Tapi karena kalian tahu 'kan, bahwa—err.. Luhan sudah mengandung lebih dulu anak Sehun sebelum mereka sah menikah.

Jadilah Luhan mengalami masa ngidam lebih dulu.

.

.

Perkara mudah kalau mengidamnya masuk akal.

Masalahnya Luhan selalu ngidam yang aneh-anek, dua hari lalu, ia minta kaldu ayam tapi tidak ada citarasa ayam.

Cari dimana coba?

.

Sehun sampe mau mati mencarinya tetap tidak ketemu.

.

.

Lalu, kemarin, Luhan minta untuk bertemu dengan Suri Cruise.

Iya, putri aktor ternama hollywood Tom Cruise.

Mau bagaimana Sehun mengabulkannya.

.

.

Dan sekarang?

Minta apel. Normal.

Tapi, apelnya harus warna orange.

Bunuh saja Sehun!

.

.

Dan jika Sehun tidak bisa mengabulkan, maka istrinya akan merajuk.

Seperti tadi, dia bilang dia akan menginap kerumah Xiumin—siapa yang tahu apa yang sedang Xiumin dan Jongdae lakukan, secara mereka baru menikah dua hari yang lalu.

Kan lagi seru-serunya.

.

Ihiwh!

.

.

.

Tapi, santai. Sebentar lagi Luhan akan—

.

.

Drrt-drrt-drrt.

.

.

"Halo?"

"Sehun-iie~ takut, eemm..susul mau pulang aja ih."

"Loh, katanya tidak usah disusul."

"Kan cuma ngancam ih,"

"Hah~iya deh, baik, kamu dimana sayang?"

"Di gerbang."

.

.

.

Krik-krik-krik.

.

.

"Iya, tunggu saja aku turun."

.

—Luhan akan menelfonnya kembali.

.

.

.

Terbukti 'kan?

.

.

.


.

.

.

"Myun."

.

.

Suka heran deh sama Junmyun, dia itu laki-laki normal.

Pria normal dengan jakun yang mencolok ditenggorokan.

Tapi kok sama Yixing dia tidak tergoda ya,

Seminggu setelah menikah, terhitung baru sekali mereka 'wohok-wohok-desuwh-tsah-khanmaen' selebihnya tidak.

.

Kalau Yixing tanya kepada Baekhyun, dia pasti panas sendiri, Chanyeol tidak usah digoda sudah tergoda duluan.

Kalau tanya ke-Luhan, dia luar biasa 'pwohok-ohok'.

Buktinya, kalau mereka bisa menahan nafsu syahwat masing-masing, kenapa bisa kebobolan duluan 'kan ya?

Huh.

Dasar.

.

.

Adik bungsunya?

Sudah ah, tidak tega nanyanya.

.

.

.

Sekarang sudah malam, Junmyun belum pulang karena katanya sedang ada perkumpulan para kepala editor.

Iya, Junmyun bekerja diperusahaan penerbitan.

.

.

Yixing sendirian, di tujuh harinya setelah mereka resmi menikah.

Memang ini baru malam pertamanya ditinggal sendirian, tapi tetap saja sepi, biasanya saat dirumah, akan ada pertengkaran antara Baekhyun dan Zitao yang memekakan telinga tapi sangat dirindukan olehnya.

Hah~

Kangen dua bocah idiot itu jadinya.

.

.

Ting-tong!

.

Yixing berjengit, kegiatannya yang sedari tadi mengaduk susu coklat sachet dalam mug terhenti.

Dentingan bell rumah besar pemberian ayah Junmyun ini membuatnya segera bergegas kearah pintu untuk membukakan pintu.

.

Ting-tong!

.

Lagi suara bell berdenting.

"Iya sebentar."

Yixing segera mempercepat langkahnya kearah pintu. Mungkin saja yang datang adalah Junmyun.

.

.

Yehet!

Papi pulang—tsaah.

.

.

"Myun!"

"Xing—iie, aku pulang, hehe.."

Yixing tersenyum manis sekali, ia meraih tas hitam yang Junmyun genggam sedari tadi kemudian menuntun suaminya itu keruang tengah rumah mereka.

Junmyun mendudukan dirinya disofa putih panjang yang ada disana untuk kemudian merebahkan tubuhnya, sekedar mengistirahatkan otot tubuhnya yang terasa sangat tegang.

Istri cantiknya sudah melenggang cantik kearah dapur.

Nampaknya, kakak Yixing ingin membuatkan sebuah minuman hangat untuk sang kakanda.

.

.

Desuwh.

.

.

"Ini Myun, minum dulu. Aku siapkan air hangat untukmu mandi ya."

"Hu'um, terimakasih cantik."

Yixing tersenyum dibuatnya, gadis duapuluh tiga tahun itu kemudian bergegas kekamar mereka, seperti apa yang ia katakan barusan, ia akan menyiapkan air hangat untuk suaminya mandi.

Tidak baik mandi malam dengan air dingin.

Reumatik nanti—kok rasanya kayak sudah kakek-kakek saja.

.

Junmyun menyeduh teh hangat buatan istrinya dengan perlahan, mendadak matanya berhenti kesatu fokus.

Sebuah buku majalah, dengan cover seorang wanita seksi berbadan sintal dengan kulit tan yang menggoda.

Disampul buku itu ada sebuah tulisan besar-besar dengan model huruf times new roman dengan warna merah darah, yakni—

.

.

"Give ur Husband best job in bed."

.

.

.

BRUSH‼

"OHOK! WOHOK! OHOK—OHOK."

Junmyun menyemburkan isi teh yang sedang ia sesap seketika, saat mata bulat lucunya membaca deret kalimat itu sebagai judul atau mungkin tema—lah sabodo—majalah edisi itu.

.

.

'Ini apaan sih, kenapa Yixing baca buku seperti ini?'

Junmyun sekelebat memikirkan hal yang membingungkan diri sendiri,

Kenapa Yixing beli buku seperti ini?

Kenapa bacaan Yixing seperti ini?

Apa yang Yixing ingin ketahui?

Apa yang Yixing harapkan?

Apa yang Yixing pikirkan?

Apa yang—

.

.

Duh gusti.

.

.

.

Dengan rasa ingin tahu yang besar, Junmyun membuka lembar pertama—

Untung dia sedang tidak minum teh, kalau iya mungkin tersembur keluar lagi.

.

.

Ada gambar seorang gadis dengan lingerie hitam, bibir yang merekah dengan lipstick merah darah yang menggoda.

Duduk dengan seksi, menampilkan lekuk buah—ohok-pehuk-ihik—dadanya yang padat.

Serta sebuah tulisan besar-besar yang menampilkan kata,

"BE SEXY."

.

.

Junmyun melotot.

Seketika ia geleng-geleng kepala.

Ia juga tidak lupa istighfar, "Ya ampun Tuhan, ampuni wanita ini—"

.

Junmyun mengganti tatapannya, ia melihat kearah atap rumahnya yang luar biasa tinggi, matanya beradu pandang dengan lampu megah besar yang menggantung indah.

"—dan ampuni aku juga ya Tuhan."

.

.

.

.

Baru saja minta ampun sama Tuhan.

Tapi Junmyun masih kekeuh membuka lembar selanjutnya.

Gambar selanjutnya, ada seorang laki-laki dengan wajah tampan khas amerika latin, mata berwarna biru muda yang terang tanpa berbusana atas, duduk sembari memangku.

IYA BRO! MEMANGKU.

MEMANGKU!

M-A-N-G-K-U.

MANG—KU‼!

(—oke, calm. Calm—)

Seorang wanita yang tadi menjadi model majalah, wanita seksi itu duduk sambil duduk diatas pangkuan model laki-laki, menyentuh bibir sang model pria dan model pria itu berpose dengan menyentuh paha si gadis.

Tulisan yang terpampang jelas adalah—

.

.

"Make him feel satisfied with you."

.

.

.

.

Dan terjengkanglah tuan Kim Junmyun.

.

.

.

.

.

.

"Myun—"

.

.

"—MYUN! Kenapa bisa nyusruk disitu?!"

.

Junmyun yang masih meringis kesakitan karena jatuh terjengkang menghantam lantai, segera bangkit berdiri dengan bantuan Yixing yang terkejut melihat sang suami terkapar dengan posisi a42.

Wajah tampan itu meringis, sambil mengusap pinggangnya yang terasa nyeri.

.

"Kau kenapa sih? Kenapa bisa sampai jatuh terjengkang begitu?"

Junmyun masih sesekali meringis-ringis, dengan sekuat tenaga dan usaha, pemuda itu menunjukan majalah yang ia baru buka dua lembar tapi sudah berakibat fatal.

.

Yixing melotot besar-besar.

Mata sayunya mendadak melebar dengan reflek.

.

.

Itu.

Ditangan Junmyun apaan?

.

.

.

Itu kan—

.

.

.

.

.

Cincin nikah mereka.

(—bukan woy! Geser dikit zoomnya, itu yang dipegang—)

.

.

Oh..

Hah!?

Itu kan—

.

.

.

.

.

Majalah.

Astaga.

Majalah nganu.

.

.

.

.

"I—itu.."

Yixing berbicara dengan tergagap, mulutnya terbuka lalu kemudian tertutup.

Pengen ngejelasin sama doi.

Tapi gak bisaaa..

.

"Kenapa..sshh.. beli buku seperti ini?"

Junmyun mulai mengeluarkan suara, meskipun sesekali mendesis karena rasa perih dilengannya belum mau hilang juga.

"I—itu. emm.. aku.. itu—"

"Ya?"

"Eum, sebenarnya i-itu, itu ku."

"ITU MU?!"

"Iya, itu ku, anu.."

"ITUMU ANU?!"

"Junmyun mikirin apa coba?"

"Memang apa?"

.

.

.

Gezz.

.

.

.

"Coba duduk dulu." Junmyun menarik pergelangan tangan Yixing dengan lembut, membuat wanita cantik itu duduk diatas sofa yang sudah menistakannya tadi.

(—dusta,orang nyusruk sendiri—)

"Jadi?"

Junmyun mencoba kembali mengorek penjelasan dari sang istri, wanita putih pucat itu masih asik dengan gerak putar bak kincir angin belanda yang dilakukan oleh dua jempol tangannya.

"Ja—jadi, ma-maksudku beli buku itu supaya…"

"Hmm.. iya, supaya?"

"..supaya, kau.."

"Iya, supaya aku?"

.

'hih. Junmyun nadanya menjengkelkan sekali, ingin jitak rasanya'

Yixing sibuk mendumel mendengar untai kalimat dari sang suami, bukan kalimatnya sih yang menyebalkan.

.

Nadanya itu loh.

.

.

"Supaya kau rajin menyentuhku, Myun. Aku itu ingin cepat-cepat hamil. Masa kalah dengan Chanyeol, apa lagi Sehun. Dia sudah sukses mencetak gol duluan."

.

.

ink-ink.

.

Junmyun berkedip-kedip pelan mendengar ucapan Yixing.

Kok.

Rasanya greget sekali, ya.

.

.

"Heih?"

"Iya, Myun! Sentuh aku dong! Aku wanita yang sudah menikah, inginnya apa? ya cepat punya keturunan."

Yixing kembali berujar cepat, nada tingginya sesekali terdengar saat dia berbicara.

Kepala Junmyun terasa berdebam kuat.

.

Waduh.

Permintaannya Yixing hih.

.

.

.

Membahagiakan.

.

.

.

"Yixing.."

Yixing masih setia mengerucutkan bibir merahnya, tangannya terlipat di depan dada.

Dilihat dari posenya.

Nampaknya dia sedang kesal.

.

.

"Yixing.."

"Apa?!"

.

.

Woh.

Galak sekali.

Junmyun sampai reflek memundurkan kepalanya kebelakang saat dibentak begitu,

.

"Tenang dulu, jangan galak begitu—"

Junmyun mendesah pelan, ia kemudian berpindah tempat, duduk dihadapan sang istri dan menggenggam tangan wanita itu,

"Dengarkan aku ya,"

Junmyun berkata sangat pelan dan halus.

Yixing yang mendengarnya hanya mampu mengangguk dengan bibir mengerucut lucu.

.

.

.

Duh.

Emesh.

.

.

.

"Bagaimana mulainya, ya? e—em.. bukan aku tidak mau menyentuhmu, sayang. Tapi—"

"Junmyun kalau tidak digoda duluan tidak pernah mau, kalau Chanyeol, Sehun bahkan Yifan, nampaknya tidak usah digoda tapi malah menyerang duluan."

.

.

DUAGH.

.

Pas kena hatiku.

.

.

.

"Bukan tidak mau, tapi.."

.

.

.

"..aku takut membuatmu terluka."

.

.

Heih?

Luka?

Bagian mana?

.

.

"Luka? Apanya Myun."

Junmyun menghirup nafas amat dalam, sampai-sampai posisi dadanya naik, matanya beradu pandang dengan mata istrinya, menempelkan belah bibirnya kejemari lentik Yixing yang ia genggam.

.

"Aku tidak tega, saat kita melakukan itu, kau akan mencengkram erat lenganku, menangis, lalu mendesis kesakitan. Aku merasa jahat karena membuatmu harus merasakan itu. Aku.."

.

.

"..jadi tidak tega padamu."

.

.

Duh. Junmyun.

.

.

.

Yixing samar tersenyum, pipinya menghangat mendengar ucapan Junmyun barusan.

Ia balas menggenggam jemari hangat suaminya untuk kemudian berpindah mengusap perlahan pipi lembut Junmyun.

"Tidak, Myun—iie."

Yixing masih setia mengusap pipi Junmyun.

Mata itu berpandangan dengan pas.

Si corak hangat dan pendar cahaya sayu.

.

.

"Kau sama sekali tidak melukaiku, Myun. Aku.." Yixing menunduk sebelum melanjutkan kembali ucapannya, "..aku justru menyukainya."

Junmyun reflek berjengit mendengarnya.

.

"Aku senang saat nanti aku bisa mengandung anakmu, lalu akan hadir seorang anak yang wajahnya menyerupaimu, tampan, manis, lucu, menggemaskan.. hihi."

Yixing menutupi bibirnya sendiri, saat ia mulai terkikik membayangkan seorang bocah dengan wajah mirip Junmyun akan menemani hari-harinya.

.

"Menyenangkan 'kan, Myun."

Junmyun terdiam.

Ia menatap kearah Yixing yang masih samar tersenyum, rasa yang diinginkan Yixing uga sama dengan apa yang dia rasakan.

Junmyun juga menginginkan seseorang hadir kedunia mereka, dan melengkapi kehidupan rumah tangganya, bocah manis dengan raut wajah mirip dengannya atau istrinya.

Memberikan nama panggilan termanis untuk Junmyun,

'Papa'.

Si kecil lucu yang akan tertawa lebar saat ia mengangkat tubuhnya tinggi-tinggi, dengan gigi susu yang lucu, pipi chubby dan kepal tangan mungil yang gembul.

.

Dusta kalau Junmyun tak menginginkan hal itu nantinya.

Tapi, Junmyun juga tidak kuasa menyakiti Yixing—menurutnya.

.

.

Yixing menatap suaminya yang sekarang tengah melamun sembari menatapnya, entah memikirkan apa sebenarnya.

"Myun?"

Yixing memanggil nama suaminya dengan pelan.

Belum ada sautan.

"Myun?"

Kali ini Yixing memanggil suaminya dengan tambahan lambaian tangan didepan wajah tampan itu.

Membuat Junmyun tersentak dari lamunannya dan menatap kearah Yixing yang juga tengah menatapnya heran, "Kau kenapa?" tanya Yixing.

"A—ah, eh, itu, a—aku tidak apa-apa, 'kok."

Junmyun menjawab dengan tergagap karena ketahuan jelas sedang melamun, Yixing nampaknya tau kalau suaminya berbohong.

Yixing lalu kembali mengusap pipi suaminya itu, ibu jarinya yang terhiasi kuku cantik mengusap dengan gesture atas dan kebawah bagian chubby Junmyun.

"Jangan bohong, memikirkan apa hm?"

"Tidak honey, bukan apa-apa."

"Myun.."

"Sungguhan deh,"

.

Yixing akhirnya hanya menghela nafas kuat, mengangguk samar memberikan Junmyun kepercayaan palsunya.

"Baiklah."

.

.

.

Hening menyergap keduanya, tidak ada yang berkeinginan untuk mulai pembicaraan, baik Junmyun dan Yixing masih menikmati genggaman tangan keduanya ketimbang mengobrol santai.

.

.

"Xing—iie,"

"Hmm..?"

Junmyun menggigit bibir bawahnya, ia menatap kearah sang istri yang memasang wajah kebingungan.

.

.

Duh.

Mau ngomong kok ya susah sekali rasanya.

.

.

"Ada apa Myun?"

Junmyun masih setia dengan keterdiamannya, sesekali belah bibir itu memang membuka, namun sekejap menutup kembali.

Matanya bergerak lincah kanan dan kiri.

"Apa saja yang sudah kau pelajari dari majalah itu?"

.

Ganti Yixing yang terdiam.

Matanya mengerjap perlahan, membuat bulu mata lentiknya bergerak manis.

.

.

.

Ini maksudnya Junmyun apa.

"Hah?"

Yixing bersua heran, alis matanya naik secara berbarengan menatap kearah Junmyun.

Yang ditatap semula menunduk, namun kemudian beralih menatap mata sayu menggoda itu dengan berani.

.

"Iya, beritahu aku apa yang sudah kau ketahui dari buku itu."

.

.

.

DEG!

.

.

Yixing merasa debaman halus pada jantungnya.

Apa ini pertanda kalau Junmyun ingin mereka—

.

.

.

.

Pehik!

.

.

.

Beberapa detik saja waktu yang Yixing perlukan untuk bersahabat dengan debaman halus dibalik rusuknya. Gadis itu lalu melepas tautan tangan mereka, ia kemudian berpindah posisi menjadi duduk dipangkuan sang suami.

Ia duduk dengan pandangan mata menggoda yang mengarah kearah Junmyun.

Jemari lentiknya bergerak mengusap rahang Junmyun, wajah itu mendekat dan terbenam diceruk leher sang suami.

"Kata di majalah itu—"

Yixing melepas dasi hitam Junmyun, lalu beralih melepas kancing kemeja atasnya, mengusap dada bidang sang suami.

.

.

Tidak sadar, Xing, itu jakun sudah naik turun.

.

.

"..wanita harus terlihat seksi dimata suami mereka,"

.

.

Glup!

.

.

Junmyun menenggak liur paksa, adam applenya bergerak keatas kebawah saat Yixing mengucapkan kalimatnya dengan nada yang seksi.

.

.

Siapa bilang Yixing gadis tenang?

Huh. Tidak tahu sajaaa~

.

.

"Lalu katanya juga—"

Yixing beralih menatap kearah mata Junmyun, bibirnya mulai bergerak menciumi tiap inti wajah suaminya, mulai dari hidung lalu beralih kepipinya yang tembam untuk kemudian pindah lagi kebagian rahang.

.

.

Wohok!

Junmyun gak kuat Tuhan, ampuni dia.

.

.

"..aku harus bisa memuaskan suamiku,"

.

.

INI BAGIAN TER-OHOK!

.

.

.

"Yi—yixing.."

Junmyun susah payah menyebutkan nama istrinya itu, pasalnya si cantik mulai bergerak kebagian leher.

Memberi gesekan manis dengan hidung mungilnya yang mancung.

.

.

Resikonya punya suami seperti Junmyun, kalau tidak digoda tidak akan mau bergerak duluan—ihik.

.

.

"Ya Myun?"

Yixing berbisik ditelinga merah Junmyun. Rasanya ingin terkekeh saat melihat reaksi tubuh Junmyun atas ulahnya.

.

"Ak—aku."

"Apa?"

.

Junmyun bersusah payah menjauhkan wajah Yixing dari lekuk lehernya. Ia menatap kearah istrinya dan bergerak tergesa mencium bibir istrinya.

Awalnya hanya sekedar menempel dengan apik, sebelum akhirnya ia bergerak dengan sedikit terburu-buru, bergantian bermain dengan bibir atas dan bawah sang istri.

Yixing ingin terkekeh saja rasanya, tapi ia harus bisa menahannya, ia tidak mau merusak momen baik seminggu sekalinya ini—ihik.

.

.

"Kau sukses, nyonya Kim."

"Sukses apa?"

"Sukses membuatku menumbuhkan bibit baru."

.

.

.

.


.

.

.

"MAMA!‼"

Hah. Selalu seperti ini.

Setiap Yifan ingin menyentuh istri kecilnya ini, pasti teriakan seperti itu yang akan keluar sebagai reaksi.

.

Padahal sudah seminggu mereka sah menjadi sepasang suami-istri.

Tapi, mereka belum pernah sekalipun melakukan tugas sebagai suami istri pada umumnya,

Ya, kau tahu maksudku kan.

.

.

"Kenapa sih, Peach—"

Yifan merubah posisinya menjadi duduk, tepat disebelah sang istri yang tertidur dengan manis.

Tadi Yifan hanya menyentuh bagian perut Zitao, tapi gadis itu malah bereaksi seperti Yifan akan mencabut jantungnya keluar.

"—kenapa setiap aku menyentuhmu kau akan bereaksi seperti itu? Kau fikir apa yang akan aku lakukan?"

"Habisnya gege… itu.."

.

.

.

.

Blam!

.

"Ada apa? Apa ada? Yifan apa yang kau lakukan pada Zitao upu-upu hah?"

.

Ini lagi masalah Yifan, mereka sudah menikah tapi mereka belum diperbolehkan menempati rumah pribadi mereka.

Alasan besarnya adalah karena keduanya masih harus menyelesaikan kuliah mereka.

.

.

Lah, ya terus kenapa?

.

.

Jadilah Yifan dan Zitao tinggal dirumah Yifan, lengkap dengan kedua orang tua Yifan yang—hah.

Ya ini lebih baik lah, daripada harus tinggal dirumah Zitao, bersamaan dengan Siwon.

Haha.

Bukannya tidur berdua, bisa-bisa Yifan tidur bertiga dengan Siwon, lengkap dengan pria tua itu yang mengambil posisi ditengah-tengah mereka berdua.

.

.

Hiyh.

.

.

"Aku menyentuhnya seperti biasa, bu. Dan dia berteriak histeris."

Jaejoong mengernyitkan dahi, ia lalu berjalan mendekat kearah putra tunggal dan menantu cantiknya itu, duduk tepat disisi ranjang Zitao dan mengusap lengan ramping sang menantu.

"Yifan, bisa ibu bicara dengan Zitao?"

Jaejoong menatap kearah putranya dengan pandangan lembut, Yifan menghela nafas dan segera keluar dari kamar tidurnya bersama Zitao.

Menutup pintu dengan perlahan, membiarkan ibunya yang cantik bicara empat mata ala seorang wanita.

.

.

.


.

.

"Loh, kenapa kau turun?"

Yunho menatap gerak putra tunggalnya bersama Jaejoong itu dengan pandangan mata heran, Yifan mendudukan dirinya tepat disebelah kanan ayahnya yang tengah asik menyaksikan acara komedi malam hari.

"Diusir ibu."

Yifan menjawab dengan cuek, ia mengikuti gerak posisi ayahnya yang menyenderkan kaki jenjangnya di meja kaca depan sofa.

Yunho mengernyit, ia lalu menawarkan snack kentang goreng kepada putra tunggalnya itu, untuk kemudian dibabat habis dengan rakus oleh Yifan.

.

"Sudah berhasil mencetak gol?"

"Sudah, tapi dalam mimpi, yah."

.

Lagi, Yunho mengernyit,

Apa maksudnya dalam mimpi?

.

"Dalam mimpi? Serius Yifan,"

Yifan mendesis kesal, ia kemudian menyambar dengan galak soda kaleng milik ayahnya hingga tidak tersisa satu tetes pun.

.

Woh.

Emosi.

.

"Iya, ayahku sayang. Zitao belum pernah kusentuh."

"Satu titik pun?"

"Satu titik pun."

"Leher?"

"Tidak."

"Dada?"

"Leher saja tidak apa lagi dada."

"Ckckck.."

Yunho mendesah prihatin, pria lima puluh lima tahun itu menggelengkan kepala secara dramatis kala mendengar jeritan hati putranya.

.

"Sebenarnya apa yang kau lakukan sebelum kau lahir nak?"

"…"

"Sewaktu pacaran, tidak boleh menyentuh. Saat sudah menikah, malah tambah parah."

"Entah, ini mungkin salah ayah, dulu memboboli ibu terlebih dulu."

"…"

.

.

.

.

Yunho tertohok.

.

.


.

.

"Kenapa tidak mau disentuh Yifan-gege?"

Jaejoong mulai menyerukan pertanyaannya dengan nada manis dan lembut.

Maklum, namanya masih kecil, jadi harus dilembuti.

.

.

Zitao hanya menunduk dan memainkan jemarinya yang sekarang sudah terhiasi cincin pernikahan cantik.

Matanya menatap kearah benda bulat dalam jari manisnya itu, masih segan untuk bertatap muka dengan 'ibu' baru'nya.

.

"Ka—kata, Baekhyun-jiejie, itu..akan..menyakitkan."

.

.

.

.

.

PRANK!

.

.

Pecahan piring tiba-tiba terdengar keras dari balik kepala Jaejoong.

.

Benar-benar deh, kakak menantunya ini, rupanya gadis itu yang membuat Yifan merasakan tekanan batin yang teramat sangat.

.

.

.

"Tau darimana, upu…?"

'Upu'

Haha.. lucunya.

Jaejoong kembali bertanya dengan nada halus, jemarinya mulai bergerak mengusap tangan menantunya yang masih bertaut erat sedari tadi.

.

.

"...kan Zitao belum 'mencobanya'."

Zitao mulai memberanikan diri mendongak, ia menatap kearah ibu mertuanya itu dengan pandangan mata bulat yang mengerjap lucu.

Bibir bawahnya mengerucut secara reflek.

.

Tahan Jae, jangan cubit-cubit.

.

.

"Memang tidak akan sakit, ma?"

Zitao bertanya dengan ekspresinya yang tidak juga berubah, Jaejoong bahkan tersenyum lebar dibuatnya.

"Tidak kok, Zitao pasti terbiasa nantinya,"

"Tapi jiejie bilang…"

"Ah! begini saja…" Jaejoong menjentikan jarinya, ia kemudian beralih menatap kearah ponsel pintar putih milik Yifan yang tergeletak di meja nakas tepat disisi kanan tempat tidurnya.

"…coba sekarang, Zitao tanya lagi pada jiejie."

Jaejoong segera menyabet ponsel pintar itu dan memberikan kepada menantunya, alismatanya bergerak-gerak keatas.

.

Wah. Ini tanda.

.

Nyonya BooJae sedang memikirkan rencana picik.

.

.

.

Zitao mengerjap dengan bingung, alis matanya naik tinggi-tinggi dengan apik.

"Kenapa pakai ponsel gege, pakai punyaku sa—"

"A—a, Zitao-iie. Sudah telfon saja,"

Jaejoong mendorong tangan Zitao, memberi gesture pada menantunya itu untuk segera melakukan apa yang ia minta barusan.

.

.

Zitao dengan ekspresi bingung tetap melakukan apa yang diminta ibunya, ia mencari nama kakak termudanya itu di list contact milik suaminya.

.

.

.

Baekhyun.

(—tidak ditemukan—)

Choi Baekhyun.

(—tidak ditemukan—)

.

.

Zitao mengernyit, ia mulai kebingungan karena tidak menemukan nama kakaknya dalam list di ponsel Yifan.

.

'Apa gege tidak menyimpannya ya?'

.

.

Zitao menggeleng samar, membuyarkan dugaan anehnya barusan.

Jaejoong yang melihat tingkah laku anak menantunya ini ikut mengernyit, "Kenapa, sayang?"

.

Zitao tersentak kecil, matanya beradu pandang dengan mata doe ibu mertuanya ini.

"A—ah, itu.. tidak ada nama Baekhyun-jie disini, ma."

Jaejoong kembali mengernyit, ia kemudian mengambil alih ponsel anaknya sembari sesekali menatap kearah Zitao.

"Perasaan mama saja atau apa ya, tapi sepertinya Yifan menyimpan semua nomer ponsel saudarimu, Zi."

Zitao mengangkat bahu bingung.

Jaejoong kembali membuka list kontak diponsel Yifan, mengetikan nama Baekhyun, tapi hasilnya nihil.

Mengulang lagi dengan mengetikan nama 'Baekhyun Choi', tapi tetap tidak membuahkan hasil.

"Kok tidak ada ya?"

"Ya sudah mama, pakai punya Zitao sa—"

"Ah! Ketemu, sayang!"

.

Zitao baru saja ingin menyarankan agar mereka menelfon kakaknya itu dengan ponselnya saja, tapi kembali terurung kala Jaejoong memekik senang karena berhasil menemukan nama Baekhyun dalam ponsel Yifan.

Nomer ponsel dengan nama kontak; Wanita separuh iblis. CB.

.

.

.

.

Zitao lalu segera melakukan apa yang diminta ibunya, menunggu beberapa detik sampai akhirnya sambungan telfon itu diangkat oleh kakaknya.

"Yeobose—"

"Ngghh.. Y—ya. Yeobo—nghh.. sebentar Yeol.. uh, Yifan menel—pon kuhh."

"Sedang apa?"

Jaejoong berkata dengan nada yang dibuat-buat agar terdengar lebih berat.

Mengabaikan fakta Zitao yang sedang melongo besar-besar kala mendengar jawaban kakak termudanya itu.

.

.

"Ten..tuh sajahh.. Yeol..ah! jebal! Making love, pabbo! Ke..kenapahh.. masih.. haha.. belum bisa melakukannya dengan adikku ya? Haha.. uh.. Yeol! Kena kau!"

.

.

.

Tut-tut-tut.

.

.

.

Zitao melongo lebar.

Jaejoong tersenyum misterius.

Kalau kalian mau menyandingkan, smirk Jaejoong tadi percis sekali dengan Yifan.

.

.

"See baby? She is liar."

.

.

.

.


.

.

"Gege.."

Yifan tadinya sedang sibuk dengan lawakan dari televisi, yang nyatanya bisa membuatnya tertawa gahar. Sesekali ia bertepuk tangan tanpa sadar—gerak reflek saat Yifan tertawa.

Sebelum suara manis itu masuk keindera pendengarannya.

Ada Zitao, istri kecilnya yang sedang menatapnya sembari mengigit pelan bibir bawah merahnya, tangannya bertaut erat sekali.

.

"Oh, Peach, ada apa? Apa sudah selesai bicaranya?"

Yifan bertanya sambil berusaha menahan tawanya agar teredam, Zitao mengangguk perlahan sebagai jawaban pertanyaan Yifan.

Jaejoong tiba-tiba turun dari anak tangga, menggeser posisi duduk Yifan agar ia bisa duduk tepat disisi tubuh suaminya.

.

"Yi—temani Zitao."

Begitu titah ibunya, Yifan lalu mengangguk dan menghampiri Zitao, gadis itu masih menunduk walau Yifan sudah ada dihadapannya.

"Hey, kau kenapa?"

Yifan bertanya dengan suara lembut, kedua tangannya menangkup pipi Zitao, hingga wajah gadis cantik itu bisa bertatapan dengannya.

Zitao menggeleng samar. Ia balik menggenggam tangan besar Yifan yang menangkup belah pipinya.

"Gege.."

"Hmm..?"

"..tidur yuk."

.

.

.

Ngik-ngik-ngik.

.

.

"Ayo."

.

.

.


.

"Tadi habis bicara apa sih dengan mama?"

Yifan mengeratkan pelukannya pada tubuh ramping Zitao, mereka sedang—ihik—tertidur dengan nyaman sambil berpelukan erat diatas kasur.

.

.

.

Duileh. Ihik.

.

.

.

Zitao menggeleng samar, rambut hitam terurainya bergesek dengan alas tidurnya saat ia menggerakan kepalanya pelan.

"Tidak ada.."

"Bohong."

"Gege.."

"Apa?"

"Mau melakukan itu denganku tidak?"

"Ya, mau lah.."

.

.

"..APA?!"

.

.

.

Yifan tersentak dan dengan reflek merubah posisinya menjadi terduduk.

Ia menatap kearah Zitao dengan mata dan belah bibir yang membola.

.

.

Perasaan udah diajarkan untuk tidak berpikiran kotor.

Entah kenapa otaknya masih suka berkhayal.

.

.

"Hah.. khayalanku."

"Apanya yang mengkhayal?"

"Aku mengkhayal kau mengajakku, melakukan hal.. ah, sudahlah."

".."

.

.

Zitao ikut menposisikan dirinya menjadi duduk, ia lalu mendekatkan wajah cantiknya kearah Yifan, menatap mata suaminya itu dalam dan mengusap rambut halusnya.

"Tidak mengkhayal 'kok gege… aku sungguhan."

.

Detik berganti, Yifan masih belum bereaksi apa-apa, ia masih berkedip sesekali tanpa bersuara,

"Ap—apa?"

.

.

Zitao mengecup belah bibir Yifan yang berwarna merah muda lembut, bibir mungil itu memberi kecupan berulang layaknya kepak kupu-kupu.

"Jebal.."

Yifan menutup belah matanya, lalu menghela nafas samar.

"Sayang—" pria itu mengusap mata Zitao yang terkatup dengan ibu jarinya, merasakan tekstur halus bulu mata lentik hitam itu baik-baik.

"—aku tidak mau melakukannya jika kau merasa terpaksa, itu akan menyakitimu."

.

"Gege…"

"Tidak usah dipaksakan, oke..?"

Yifan mengecup kening istrinya dengan lembut. Mengusap surainya dan tersenyum tampan.

"…jja, tidur."

.

.

.

Grep!

.

.

"Gege."

Zitao menahan gerak tubuh Yifan, ia memilin perlahan piyama putih Yifan yang senada dengan miliknya.

.

"Ajari aku.. aku sudah dewasa, dan aku mau melakukannya dengan suamiku, aku tidak merasa dipaksa. Aku memang ingin melakukan..nya."

Pipi Zitao memerah secara cepat saat ia selesai mengatakan keinginannya pada Yifan.

.

.

.

Caileh, dedek. Udah gede.

.

.

.

"Zi—"

Yifan menatap Zitao lagi.

Gadis itu mengigit bibir bawahnya perlahan.

Matanya mamandang Yifan dengan pendar menggemaskan.

.

"Baiklah.. akan aku ajarkan hal baru untukmu."

.

.

.

Chu!

.

.

.

Yifan mengecup bibir merah berbentuk layaknya anak kucing kecil itu perlahan,

Hanya menempel, tapi Zitao sudah tersentak, matanya membuka dengan sayu.

Pergerakan Yifan mulai, bibir itu mulai memperdalam ciuman keduanya, bergantian memanjakan bagian kenyal atas lalu yang bawah.

Mengigiti dengan lembut, membuat Zitao reflek mengenggam piyama bagian punggung yang Yifan kenakan.

.

.

Ciuman itu terlepas sementara, Yifan tersenyum hangat dan mencium kembali kening itu dengan dalam. Bibir itu kemudian beralih kebagian rahang dan hidung mancung istrinya.

Bergerak lagi kebagian leher, mengecup dengan ringan hingga menimbulkan jejak kemerahan.

Bibir itu berpindah gerak lagi, kini mengeksplor bagian depan tubuh Zitao, membuat gadis itu merasa sesuatu yang baru kali ini ia rasakan.

Matanya terpejam lalu terbuka kembali dengan sayu, entah kenapa tapi Zitao mendadak merasa isi kepalanya kosong.

Yang ia sadari Yifan mulai bergerak kebagian dadanya, dan terlintas sesuatu dalam fikirannya—

.

'Ayah, Ibu, Kakak..
Aku sudah dewasa..
Ibu.. aku harap, aku bisa menjadi ibu yang baik seperti ibu nantinya,
Ayah.. terimakasih sudah menyayangi dengan luar biasa,
Kakak… aku mencintai kalian lebih dari apapun.
dan, Yifan gege, terima kasih sudah mengajariku banyak hal baru.
Jadilah Ayah yang baik nantinya.
Aku mencintai kalian,
Gege. Aku sangat mencintaimu.'

.

.

.


END


.

.

YOSH!
Ini selesai! Ini selesai! Selesai!
Gak punya utang lagi yes‼ /sembah sujud/

Terima kasih banyak yang sudah mengikuti cerita ini dari awal,
semua yang sudah memberi kritik yang membangun, saran yang luar biasa hebat,
dan protes yang luar bisa menyesakkan.
/desuwh/

Terima kasih untuk semua readers, favoriters (?), followers, dan silent readers.
awas silent readers, ku kutuk kau untuk terus mencintaiku. Lmao.

INI SMUTT KAN? YA KAN?
JIJIK'I KAN? BIKIN GELI KAN?
Sabodo teuing ah,
oke, sudah. Selesai.
tinggalkan review terakhir kalian ya ^_^
siapa yang mau minta sequel?
haha.. sini duel aja, ku buat kau mencintaiku nanti,

paay~~ upu-upu!