"Jadi... selama ini... aku... kita..."

Shintaro tak tahu lagi apa yang harus dikatakan, semua susunan kalimatnya macet berkat guyuran deras informasi barusan. Bahkan kemampuan otaknya yang diatas rata-rata tak bisa membantu pemuda itu untuk mencerna semuanya dalam waktu singkat. Shintaro memegangi kepalanya yang semakin berdenyut-denyut nyeri, berusaha menahan diri untuk tidak kehilangan kesadaran saat ini. Setidaknya sampai ia bisa memecahkan masalah yang cukup rumit ini –

"Ini... ini sangat membingungkan... aku bahkan tak tahu harus mulai dari mana..."

Ene terdiam, membiarkan pemuda kelam itu berpikir sementara dirinya menyeka jejak air mata. Tindakan yang sangat bijak, jika melihat wajah Shintaro yang sudah kusut semakin kusut apabila diganggu konsentrasinya. Ene hanya akan menjawab ketika ditanya.

"Uhm... berarti... semua teori yang pernah kita diskusikan dulu itu benar? Kalau aku... bukan, kita berdua sebenarnya tak punya Eye Ability sama sekali?"

Ene mengangguk.

"Bedanya... kau masuk ke dalam game ini sebagai gadis cyber, sehingga kau dapat melayang dan tidak dapat mati, sementara aku hanyalah manusia biasa?"

Ene mengangguk lagi.

"Lalu Retaining Eyes itu adalah –"

"Apa yang sudah kaulihat barusan. Hanya memori tentang apa yang kualami selama tiga kali pengulangan di permainan ini. Aku memberikannya padamu supaya kau bisa mengingatku, karena setiap kali aku mengulang game ini, semua memori pemain akan terhapus kecuali aku. Di pengulangan pertama dan kedua, aku sengaja tidak memberitahumu tentang jati diriku yang sesungguhnya karena kau pasti akan menyerah saat itu juga. Namun aku sadar, apa yang kulakukan saat itu takkan menyelesaikan apa-apa. Karena itulah, di pengulangan terakhir aku memberimu semua memoriku dalam bentuk Retaining Eyes agar kau bisa mengingatnya sendiri. Aku tidak menyangka kalau kemampuan matamu baru aktif disaat-saat terakhir seperti ini –"

"Tidak juga."

"Eh?" Kali ini gantian Ene yang terkejut.

"Sejak awal, aku sudah mendapat semacam...err... penerawangan masa depan? Clairvoyance? Seperti itulah. Aku tahu apa yang sedang dan akan dilakukan oleh semua pemain, bahkan sebelum aku bertemu dengan mereka. Yah, meskipun beberapa ada yang meleset... karena itulah aku menggunakan Hibiya untuk memastikan bahwa apa yang ku'lihat' ini benar-benar menjadi kenyataan. Kukira penerawangan itu memang Eye Ability-ku yang sesungguhnya, sampai aku menyadari bahwa ada seorang pemain yang tak bisa terlihat, padahal Kido yang berdomisili paling jauhpun masih bisa kuterawang. Hanya kau... aku tak tahu sama sekali tentangmu. Baru setelah kau mengaku bahwa kau bukan manusia... semua ingatan itu terbaca dengan jelas. Maaf."

Pemuda berambut kelam itu menunduk dalam.

"Maaf karena Retaining Eyes yang kauberikan untuk mengingatmu justru membuatku melupakanmu..."

.

.

.

E;SCAPE

Kagerou Project © Jin (Shizen no Teki-P)

(various pair, adventure/scifi/fantasy/angst/friendship/romance, T, AU)

(Warning: alias name used, but I make it pretty clear so you should be able to guess the characters)

-This fanfic is for nothing but fun. I do not gain any profit for making it. Read it, or just leave it-

.

.

.

"Tidak apa-apa... aku... aku juga minta maaf baru memberitahukan ini semua... karena hanya sekaranglah satu-satunya waktu yang tepat..." balas Ene sambil memeluk pemuda tersebut. "Kalau aku melakukannya disaat masih banyak pemain tersisa, kekacauan waktu itu pasti akan terulang... dan aku tidak mau hal itu terjadi lagi."

Perlahan tapi pasti, nyeri yang mendera kepala Shintaro mulai lenyap, bersamaan dengan bergabungnya memori baru dan memori lama yang diberikan Ene waktu itu. Setelah merunut ulang seluruh ingatannya, Shintaro melepaskan diri dan menangkupkan telapak tangannya di pipi Ene. Sepasang mata biru yang ada di hadapannya masih berkaca-kaca.

"Apa yang kaulakukan ini sudah benar, Ene. Jangan meminta maaf lagi. Sudah cukup kau mengulang permainan selama itu, sekarang waktunya kita hadapi bersama-sama. Kita akan pikirkan cara lain, dimana tidak ada seorangpun yang dikorbankan di pertandingan terakhir ini, oke? Aku yakin, kita pasti bisa keluar bersama-sama. Aku yakin itu."

Sebagai balasan, Ene menggenggam tangan pemuda yang masih menempel di pipinya. Sayang, suasana melankonis itu pudar, seiring dengan langkah kaki yang semakin mendekat. Baik Shintaro maupun Ene langsung memasang posisi siaga, tak menyangka ada sesosok pemain lain yang masih hidup selain mereka berdua. Dari kejauhan, siluet pemuda jangkung yang familiar membuat mereka berdua ternganga.

"Konoha?!"

Meskipun langkahnya sedikit goyah, namun tak salah lagi, ia adalah salah satu pemain yang mereka berdua temui di awal permainan. Meskipun di pengulangan kali ini Shintaro tak pernah bertemu secara langsung, namun ia yakin kalau Konoha adalah salah satu pemain yang berpotensial menjadi pemilik gelar, jika nasibnya sedikit lebih baik. Bahkan Status Bar-nya masih sama persis dengan apa yang dilaporkan Hibiya waktu itu, HP dan MP maksimal. Sesuatu yang tidak dimiliki oleh semua orang.

"Ka-kalian..."

Konoha tersenyum setelah mengenali siapa yang ada di hadapannya, begitu pula Shintaro. Penambahan satu pemain membuatnya semakin bersemangat, siapa tahu Konoha dapat membantu mereka untuk bisa keluar –atau jangan-jangan, memang itu alasannya mengapa ia sampai repot-repot dibangkitkan dari kematian?

"Senang rasanya bisa bertemu denganmu kembali, Konoha!" seru Shintaro sambil merentangkan kedua tangannya, tak sanggup menahan rasa bahagia di dada. Berkebalikan dengan Ene yang hanya diam saja dan memandang pemuda jangkung itu tajam.

"Shintaro, kau tahu kan ia seharusnya sudah mati –tidakkah kau curiga?" bisik Ene sambil terus memperhatikan gerak-gerik Konoha. Sejauh ini tidak ada yang aneh. Pemuda berambut putih itu tersenyum lembut dan turut merentangkan tangan –tunggu. Konoha yang Ene kenal hampir tidak memiliki ekspresi apapun termasuk senyum!

"Mundur, Shintaro!"

Dengan sigap, Ene langsung merentangkan tangannya dan memposisikan diri diantara kedua pemuda tersebut, menjadikan tubuhnya tameng hidup demi Shintaro. Seperti yang sudah diduga, senyum lembut itu perlahan memudar, diganti oleh senyum licik ala karakter antagonis pada umumnya. Penampilan serbaputih itu pun juga turut bertransformasi menjadi hitam, hanya aksen kuning yang masih tetap pada tempatnya. Kini pemuda yang berdiri di hadapan mereka berdua bukan Konoha yang mereka kenal, namun sosok lain yang asing dan jahat.

"Ah, ternyata kau dapat mengetahuiku dengan mudah, Ene... sayang sekali. Tapi bisakah kau memberiku sambutan yang sedikit lebih baik? Kukira ini akan menjadi pesta reuni kecil-kecilan, kau tahu," ujar pemuda itu sambil terkikik geli dengan leluconnya sendiri.

"Diam," desis Ene geram. "Seharusnya kau sudah mati dan membusuk di bawah sana!"

"Sayangnya aku berhasil kembali dan bertemu denganmu lagi, Ene~ atau bolehkah kupanggil dengan namamu sebelumnya, Actor?"

Gadis serbabiru itu mendadak membeku, menumbuhkan rasa penasaran di benak Shintaro.

"Ene? Kau tidak apa-apa? Siapa orang itu? Kurasa aku pernah melihatnya di suatu tempat –"

Ene menghela napas, dengan sangat terpaksa memperkenalkan sosok licik yang berdiri di hadapan mereka. "Dia adalah Kuroha, pemain yang pernah kukalahkan di game sebelumnya. Kau mungkin pernah melihatnya di salah satu memoriku. Seharusnya ia tak bisa datang kemari, dan seharusnya ia tidak bisa menyamar sebagai Konoha sebelumnya –"

"Alasan yang sama kuajukan padamu, Actor," potong Kuroha dingin. "Sekedar informasi, E;SCAPE yang kalian huni saat ini sebenarnya adalah versi 1.2. Pengembangan sebelumnya, yaitu E;SCAPE 1.1, tidak serumit yang kalian mainkan saat ini. Bahkan pemainnya hanya dua orang, yaitu kau dan aku. Dengan kata lain, kau juga bukan berasal dari versi ini!"

Hening.

"I-itu... tidak benar... kan?"

Shintaro tak mampu berkomentar. Penjelasan sederhana yang dikemukakan Kuroha mampu menyingkap tabir misteri yang melingkupi game ini. Jika Ene bukan berasal dari versi ini, maka tak heran kalau ia mustahil dikalahkan oleh pemain biasa dan kemampuannya di luar nalar.

"Apa kau masih tidak ingat, Actor? Setelah kau memenangkan E;SCAPE 1.1, bukannya dikembalikan ke dunia nyata, tuan K justru mengubahmu menjadi gadis cyber, sehingga kau tidak dapat kemana-mana lagi. Akhirnya kau memutuskan untuk tinggal di komputer Shintaro, bertemu dengan teman-teman barunya... sampai mereka semua terjebak di E;SCAPE 1.2 yang kalian mainkan sekarang, termasuk dirimu sendiri. Bagaimana mungkin kau melupakan hal-hal sepenting itu, Actor~"

"Tidak... aku..."

Samar-samar ingatan Ene yang bercokol di otak Shintaro melintas. Ia ingat adegan dimana Actor dan Kuroha bertarung hingga Actor menang dan melintasi jembatan runtuh sebagai jalan keluar, namun gadis itu tak dapat bangun dari tubuh manusianya dan terjebak di dalam komputer.

Apa mungkin itulah yang membuat Ene menjadi gadis cyber...?

"Ba-bagaimana kau bisa tahu..." tanya Ene dengan suara bergetar, menahan emosi yang bergejolak. Kuroha tertawa.

"Sebagai karakter yang kalah, tentu saja aku tidak dapat kemana-mana. Aku hancur menjadi partikel kecil-kecil dan menyatu dengan game ini. Namun, sisi baiknya, aku dapat melihat semua yang terjadi. Aku tahu penampilan dan identitasmu berubah dari ACTOR menjadi ENE sejak kejadian tersebut. Aku tahu kau tinggal di komputer Shintaro dan bertemu dengan teman-teman Mekakushi Dan. Aku tahu kalau Tuan K diam-diam mengembangkan E;SCAPE 1.1 dan memperbaiki bug-nya sehingga terciptalah E;SCAPE 1.2, lalu mengundang kalian semua di dalamnya. Aku bahkan tertawa saat kalian semua, yang masih kehilangan ingatan, menganggap satu sama lain sebagai musuh yang harus dimusnahkan... betapa tolol dan rendahnya harga persahabatan kalian..."

"Diam!"

"Oh ya... mungkin kalian juga perlu tahu bagaimana aku bisa datang ke E;SCAPE 1.2 yang notabene bukan 'tempat tinggal'ku... sedikit lebih rumit dan membutuhkan usaha yang tidak sedikit daripada apa yang kau alami, tapi setidaknya aku berhasil. Aku telah menunggu saat-saat dimana game ini diperbaharui dan mencari celah agar bisa masuk ke versi berikutnya. Setelah masuk, aku bahkan masih menunggu sampai ada salah satu pemain yang mati, agar aku bisa menggunakan tubuhnya. Kebetulan sekali Konoha jatuh ke dalam Venom's Edge waktu itu, sehingga tubuhnya yang bermutasi cocok sekali dengan diriku... baru aku menemukan kalian berdua."

Temperatur suasana seakan-akan anjlok setelah mereka berdua mendengarkan penjelasan Kuroha. Meskipun sang pembawa informasi adalah musuh mereka berdua, namun hampir semuanya masuk akal jika mengingat-ingat apa yang telah terjadi selama ini. Apalagi jika melihat Ene yang kini sedang berlutut dan memegangi kepalanya, mustahil bagi Kuroha untuk mengada-ada jika pemuda itu hanya bermaksud untuk mengadu domba. Satu-satunya yang mengganjal di benak Shintaro adalah... Awakening Eye yang pernah dimiliki Konoha sebelumnya...

"Ene, awas!"

DOOOOOOORRRRRRRRRR!

Gadis cyber itu hampir saja tertembak kalau Shintaro tidak cepat-cepat mendorongnya hingga membentur permukaan tanah. Sedetik kemudian, ia merasa bodoh karena seharusnya Ene tak perlu dilindungi jika mengingat kemampuannya untuk meregenerasi diri –

"Ene! Kau tidak apa-apa?" jerit Shintaro panik setelah menyadari luka goresan di bahu gadis itu masih menerbitkan darah, alih-alih menutup dengan sendirinya. Ene sendiri juga terkejut dengan reaksi tubuhnya yang di luar dugaan. Seharusnya pixel biru familiar akan muncul dari ketiadaan dan membuat tubuhnya kembali seperti semula.

"Aku... aku tidak apa-apa... tapi –"

"Nanti saja dipikirnya!" seru Shintaro sambil berlari dan menembakkan pelurunya ke arah Kuroha. "Satu hal yang pasti, kau harus lebih hati-hati sekarang!"

Ene mengangguk lemah, lalu mengikuti Shintaro dalam adu tembak melawan musuh yang ada di hadapannya. Kombinasi mereka berdua yang biasanya sanggup melawan siapa saja kini tampak tak berdaya di depan Kuroha, padahal pemuda berkuncir satu itu hanya sendirian. Kecepatannya yang tak masuk akal dalam menghindari peluru dan kekuatannya dalam menghancurkan benda-benda lain di sekitar membuat dugaan Shintaro menguat. Jangan-jangan –

"Ah~ aku lupa memberitahu kalian, ya?" Kuroha tersenyum saat mereka berdua nyaris saja kejatuhan pipa raksasa, sementara pemuda jangkung tersebut berdiri dengan angkuh di langit-langit pabrik. "Karena aku menggunakan tubuh Konoha sekarang, otomatis Awakening Eyes yang ada di sini menjadi milikku juga~"

Shintaro mengumpat dalam hati. Kuroha benar-benar memanfaatkan dengan baik kesempatan ini. Berbeda dengan Ene yang sanggup bergerak dengan bebas karena tubuh cyber-nya, Kuroha mampu melakukan hal yang sama dengan kecepatan lari dan lompatnya yang luar biasa. Selain itu, ia juga sanggup melihat pergerakan peluru, sehingga tidak ada satu goresanpun yang melukai lapisan dermisnya. Parahnya lagi, akurasi tembakannya hampir menyamai Shintaro meskipun senjata Kuroha tidak didesain untuk penyerangan jarak jauh. Berkali-kali mereka berdua nyaris kehilangan nyawa karena gaya bertarung Kuroha yang cenderung brutal dan destruktif. Pabrik yang tadinya hanya bertaburan lubang kini nyaris runtuh berkat Kuroha yang menghancurkan semua titik-titik potensial.

"Kau baik-baik saja, Ene?" tanya Shintaro setelah mereka berdua bertemu di balik kotak kayu, salah satu tempat yang masih belum tersentuh oleh pemuda jangkung itu. Gadis berambut biru itu mengangguk, lalu melirik bahunya yang masih terluka. "Masih bisa bertarung, kan?"

"Masih, tapi... bagaimana bisa aku terluka –ini pertama kalinya aku –"

Shintaro menghela napas dan menyobek lengan blazer kremnya, lalu mengikat kuat goresan tersebut agar pendarahannya tidak semakin parah. "Nah. Untuk sementara pakai ini dulu saja, nanti akan kucarikan sesuatu kalau suasananya sudah aman. Apa kau tidak ada bayangan apa-apa tentang Kuroha? Sesuatu yang kautahu saat pertama kali kau melawannya?"

"Tidak ada... saat itu E;SCAPE versi 1.1 belum punya variasi fitur seperti Eye Ability, sehingga kemampuan dan senjata kami sama persis. Kami harus bertarung mati-matian untuk jadi pemenang. Untung saja aku berhasil menyerangnya saat ia lengah, namun dengan kemampuannya yang sekarang... aku bahkan ragu kalau ia berada di level yang sama dengan kita..."

Pemuda berambut kelam itu terdiam. Ene yang dianggapnya sebagai pemain terkuat di game ini bahkan mengakui kemampuan Kuroha yang luar biasa, apalagi sekarang ia sedang terluka. Presentase kemenangannya kini semakin menipis. Jika saja Shintaro bisa mengatur strategi seperti biasanya –

"Kita berpencar, Ene," putus Shintaro pada akhirnya. "Tembak dari sudut-sudut yang sulit dijangkau oleh manusia normal, sementara aku akan mencari tempat persembunyian lain. Cari tahu mengapa kau tidak bisa regenerasi seperti biasanya, namun tetap jaga jarak. Siapa tahu Kuroha punya senjata rahasia lain yang membuatmu seperti ini. Mengerti?"

"Sangat jelas. Oh iya, Shintaro."

"Ada apa –"

Sesuatu yang basah dan empuk menyentuh bibirnya ketika pemuda berambut kelam itu menoleh. Ciuman itu berlangsung singkat, namun sanggup menyampaikan perasaan masing-masing pihak tanpa suara, tanpa kata-kata tersurat. Ketika kebutuhan akan oksigen meningkat, mereka berdua melepaskan pagutan masing-masing sambil saling menatap. Hanya ada satu harapan di mata mereka.

"Jangan mati, oke?"

"Kau juga."

-E;SCAPE-

"Dimana kalian~ ayo keluarlah~" panggil Kuroha sambil terus menembaki sekelilingnya tanpa kecuali. Ene yang keluar pertama sebagai pengalih perhatian, disusul Shintaro yang berlari sambil terus menyembunyikan presensi. Kini posisi Ene dan Kuroha berada di atas, saling melumpuhkan lawan denggan posisi lima meter dari permukaan. Ene yang telah diperban lukanya kini dapat bergerak dengan lincah, melewati tiang demi tiang sementara Kuroha masih harus berpijak pada jembatan terdekat sebagai alas loncat. Saat pemuda jangkung itu lengah, Shintaro langsung mengarahkan snipernya ke atas.

DOOOOOOORRRRRRRRRR!

Rencana awal untuk membuat Kuroha kehilangan keseimbangan dan jatuh dari ketinggian lenyap begitu saja begitu Shintaro menyadari bahwa tidak ada luka satupun yang tercetak disana. Bagaimana bisa?

"Ooh, kau disana rupanya, Shintaro," ejek Kuroha sambil melambai-lambaikan tangannya dari atas sana. "Kusarankan kau jangan mencampuri pertarungan kita berdua, oke? Hanya para pemain E;SCAPE 1.1 yang bisa membunuh satu sama lain, karena itu tangannya belum sembuh dari tembakanku yang pertama. Nanti aku akan membunuhmu kalau urusanku dengan Actor selesai, tenang saja~"

"A-apa?!"

Ene yang kebetulan berada paling dekat dengan Kuroha melancarkan tembakannya lagi, namun pemuda jangkung itu dapat menghindarinya dengan mudah. Baku tembak kembali terjadi di langit-langit, namun dengan intensitas yang lebih sengit karena Ene paham, hanya ialah satu-satunya yang bisa melawan Kuroha dengan situasi seperti ini. Ditatapnya kepala kelam di bawah mereka dengan pedih, berharap Shintaro segera bersembunyi dan menjauh dari area pertempuran ini.

"Pergilah, Shintaro! Jangan khawatirkan aku! Kau dengar sendiri, kan?" pekik Ene dari kejauhan, lupa kalau dirinya sedang berada di ambang bahaya. Sebuah peluru yang hampir saja menyerempet kepalanya membuat gadis itu tersadar. Shintaro tercekat, namun tak ada hal lain yang bisa ia lakukan selain berdiri di tempat. Pertarungan yang terjadi di atas kepalanya benar-benar di luar jangkauan, secara harfiah maupun kiasan. Bahkan Shintaro sudah tak sanggup melihat lagi yang mana Kuroha, yang mana Ene. Hanya selongsong yang menghujani permukaan beserta sisa mesiu-nya.

"Sudah cukup main-mainnya, Actor~ ayo kita selesaikan ini sekarang juga!"

Bahkan di tengah pertempuran yang melibatkan kecepatan tingkat dewa ini Kuroha masih tertawa?! Shintaro tak pernah bisa memahami bagaimana jalan pikirannya. Ternyata selama ini pemuda jangkung itu hanya meladeni serangan ofensif Ene tanpa sedikitpun kelelahan, sementara Ene sendiri sudah mencapai batasnya. HP yang melayang di atas kepala biru itu mulai menyusut hingga merah, dan Kuroha langsung menyudutkannya ketika ia menemui kesempatan.

BRAAAAAAAAAAAAAAKKK!

"Kena kau."

Kuroha tersenyum puas setelah melihat musuhnya tak berdaya, namun masih memaksa untuk melawan. Seperti kucing liar yang diangkat tengkuknya dengan paksa. Sebagai perwujudan rasa benci terakhir, Ene meludah ke wajah Kuroha. Mata kuning itu menyipit. Kesalahan besar. Tanpa ada peringatan, sebuah tinju melayang ke perut gadis tersebut.

Ene mengaduh.

"Dasar lemah. Bisanya hanya bertarung jarak jauh dan menggunakan senjata. Ha! Percuma saja punya tubuh immortal dan bisa terbang. Kau tidak pantas menjadi pemain terkuat di E;SCAPE dan meyandang gelar The Sun!" Kuroha menggeleng-gelengkan kepala tak percaya. "Lihat, bahkan kau hanya mampu bertahan dua ronde dariku, yang baru saja bergabung di permainan ini beberapa jam lalu. Itu saja karena aku sedang berbaik hati dan ingin mengetes kemampuanmu. Ternyata, tanpa pistol ini, kau tak ada apa-apanya kecuali pemain menyedihkan yang menunggu ajal. Aku kecewa."

Dalam kondisi kedua tangan ditahan di atas kepala dan dinding di belakang tubuh, Ene tak bisa melakukan apa-apa selain menatap nanar pistolnya yang telah dibanting oleh Konoha.

"Padahal aku masih ingin bermain denganmu lebih lama lagi, Actor..."

DUAAAAAAAKKKK!

Darah muncrat. Kuroha belum puas.

"Dasar bajingan kecil arogan. Kau pasti tidak menyangka akan disudutkan seperti, kan? Oh iya, our mighty Ene won't be lose like this. Kau terlalu sombong dengan kemampuanmu sendiri sampai-sampai tak pernah mempelajari bagaimana cara bela diri dengan tangan kosong. You just need to run away. Sekarang, setelah kau tahu kita berdua memiliki kesempatan yang sama untuk mati apabila menyerang satu sama lain, apa yang akan kaulakukan, Ene? Dengan HP yang semakin menipis? Aku bahkan tak yakin kau masih sanggup hidup setelah ini."

Kuroha sudah siap untuk melayangkan tinju terakhirnya kalau ia tidak diganggu oleh tembakan Shintaro. Memang tidak berpengaruh apa-apa, namun konsentrasinya langsung buyar dan itu dimanfaatkan dengan baik oleh Ene untuk lolos dari cengkeraman pemuda tersebut. Tak ada waktu untuk melancarkan tembakan, satu-satunya yang ada di benak Ene hanyalah lari. Melindungi diri. Menemui Shintaro untuk yang terakhir kali.

-E;SCAPE-

Shintaro yang melihat semuanya dari kejauhan hanya bisa memeluk Ene erat setelah gadis itu akhirnya sampai ke tempat persembunyiannya. Kondisinya sama sekali tidak terlihat bagus, namun setidaknya ia masih hidup.

"Biarkan aku yang menghadapinya, Ene..."

"Tidak, ini pertandinganku, Shintaro. Aku harus menyelesaikannya."

Ene tersenyum meskipun tubuhnya terluka disana-sini. Sama sekali bukan Ene yang ia kenal.

"Lagipula, meskipun kau menawariku seperti itu, kau tetap tak bisa menghadapi Kuroha. Hanya aku yang bisa. Mungkin kehadirannya selama ini adalah jawaban kita. Mungkin saja, ialah musuh terakhir yang harus kuhadapi untuk mengakhiri permainan ini... sehingga kita tak perlu terjebak di rute yang sama."

Shintaro terdiam, lalu melepas genggaman tangannya.

"Aku masih ingat janji kita untuk keluar dari sini bersama-sama, Shintaro... dan sekaranglah waktu yang tepat untuk mewujudkannya. Bukankah kita selalu bekerjasama? Kali ini, biarlah aku yang melawan Kuroha. Kau bisa melakukan sesuatu yang lain, yang sekiranya bisa membantu kita untuk keluar dari sini. Lagipula, jika aku berada dalam kesulitan, aku selalu bisa memanggilmu, iya kan?"

Gadis berambut biru itu perlahan menjauh. Shintaro tak sanggup berkata apapun.

"Selamat berjuang..."

Pemuda berambut kelam itu hanya bisa terdiam dan memandangi punggung Ene yang semakin mengecil. Letusan demi letusan kembali terdengar, pertanda pertempuran babak ketiga telah dimulai. Shintaro tak sanggup melihat Ene yang semakin kelelahan dengan tempo Kuroha, hanya waktu yang menentukan kapan gadis serbabiru itu akan jatuh. Kuroha menyeringai puas. Kali ini lawannya tak sanggup berdiri, HP tinggal segaris. Seakan-akan menunggu Kuroha yang kini menginjak tubuh Ene dan mengacungkan pistol di depan mata. Cukup satu tembakan dan selesailah sudah–

"Ene!"

Shintaro berusaha berlari mendekat, namun semuanya sudah terlambat. Gadis yang baru saja tersenyum dengan penuh luka kini telah tiada, hanya menyisakan tubuh tak bernyawa. Pendar biru yang selalu menghiasi pipi dan kaki perlahan padam. Shintaro terduduk, seluruh pikiran yang berkecamuk di otaknya mendadak hilang. Lenyap. Seakan-akan dunia berjalan dengan gerakan lamban, berwarna hitam-putih membosankan, hanya ada tawa Kuroha yang semakin menggila tanpa suara...

"Mati kau! Mati! MATIIIIIIIIIII!" jerit Shintaro sambil menembak tak terkendali, yang tentu saja, adalah tindakan paling bodoh. Kuroha hanya bisa tertawa sambil menikmati bagaimana peluru tersebut hanya menembus tubuhnya tanpa bisa membuatnya terluka. Kemungkinan terburuk yang selalu terbayang akhirnya terjadi juga. Meskipun Shintaro tak mau mengakuinya, dengan kepergian Ene sekarang, hanya dirinya seorang yang tertinggal untuk menjadi lawan Kuroha berikutnya.

Which is impossible.

Ditatapnya Status Bar yang melayang di atas kepala, kini Kuroha juga mendapat titel baru yaitu The Tower. Sesuatu yang tidak mengherankan, mengingat pemuda sialan itu baru saja membunuh salah satu pemain terkuat di game ini. Luka-luka yang sebelumnya menurunkan performa juga sembuh seperti sediakala, begitu pula senjata dan hal-hal lain yang telah di-upgrade.

Dengan kata lain, Shintaro tidak memiliki kesempatan sama sekali untuk hidup.

Ditatapnya Kuroha yang mengacungkan pistol dengan tenang untuk terakhir kalinya.

Maafkan aku, Ene...

-E;SCAPE-

Inikah surga?

Dalam keheningan, Shintaro tak dapat menemukan apa-apa kecuali gelap total. Tentu saja. Ia masih memejamkan mata. Semula pemuda itu mengira bahwa surga adalah taman indah dengan bidadari-bidadari cantik sebagai penghias, namun bidadari di hadapannya justru mencekik Kuroha dengan syal merah agar Shintaro bisa kabur.

"Pergilah, Shintaro-kun!"

Tidak.

Tidak.

Seharusnya ia sudah berada di surga dengan tenang.

Bahkan Shintaro bisa melihat bidadari yang selalu ia mimpikan itu berada di depan mata, kecantikannya masih sama seperti yang terakhir kali ia ingat, sedang bergelut melawan musuhnya.

"Cepat!"

Seluruh tubuhnya tak dapat bergerak. Hanya sepasang mata merah yang terus mengikuti bagaimana Ayano yang berada di belakang Kuroha menarik syal tersebut dalam sekali sentak. Shintaro gagal paham bagaimana gadis yang terkenal kalem dan lembut itu mampu melakukannya, apalagi jika mengingat pemuda yang kini mati lemas itu adalah pemain terkuat di E;SCAPE. Apa yang sebenarnya terjadi di sini?

"Kau tidak apa-apa, Shintaro-kun?"

Untuk sesaat, pemuda kelam itu lupa dengan seluruh pertanyaannya. Gadis berambut coklat itu kini menyingkirkan mayat Kuroha jauh-jauh seakan ia baru saja membunuh nyamuk, lalu membetulkan posisi syalnya kembali.

Lihat, lihatlah senyumnya yang bercahaya. Lihatlah seluruh tubuhnya yang bercahaya. Ini pasti kiriman Tuhan karena ia telah berkelakuan baik selama berada di dunia manusia.

"Shintaro-kun?"

"A –" Seluruh kalimatnya macet di lidah. "Apa ini benar-benar kau, Ayano?"

"Tentu saja, tapi –"

Shintaro langsung menghambur ke pelukan gadis itu dan mengguncang-guncangkan bahunya kuat.

"Bagaimana bisa kau di sini –membunuh Kuroha –demi Tuhan, kau baru saja membunuh Kuroha! Dan bagaimana bisa kau berada di sini –astaga... aku, aku tak tahu harus berkata apa... terlalu banyak yang ingin kutanyakan... aku mencintaimu, Ayano!"

Ups. Meskipun wajah Shintaro kini semerah kepiting rebus dan Ayano hanya terkiki mendengarnya, namun tentu saja, suasana menjadi lebih awkward dari sebelumnya. Ia tak menyangka kalimat pengakuan itu meluncur juga, tapi ia lebih tidak menyangka lagi Ayano berada di hadapannya. Harus ada penjelasan yang masuk akal mengenai ini.

"Ahaha, terima kasih atas pengakuanmu, Shintaro. Aku juga mencintaimu, dari dulu, hingga kini... tapi maaf, sekarang bukan waktu yang tepat untuk membicarakan masalah pribadi. Ralat, aku bahkan tidak punya banyak waktu untuk membicarakan semuanya, jadi akan kuringkas sebisaku sebelum aku pergi."

"Pergi? Apa maksudmu? Kukira kau hidup lagi dan –"

Ayano meletakkan telunjuknya di bibir pemuda itu. "Maaf, Shintaro. Aku tidak sehebat itu untuk membangkitkan tubuhku sendiri dari kubur. Aku sudah mati, dan apa yang kaulihat sekarang hanyalah avatarku saat menjadi game tester E;SCAPE, itupun sebentar lagi akan menghilang."

"Game tester? Apa maksudmu?"

"Mungkin kau sudah mendengar dari Kuroha bahwa dia dan Ene adalah pemain pertama di E;SCAPE 1.1. Sebenarnya, mereka berdua tidak tahu kalau E;SCAPE 1.1 adalah versi pembaharuan dari E;SCAPE 1.0, cikal bakal dari permainan ini. Ayahku membuatnya setelah selesai bunkasai waktu itu, kau masih ingat, kan? Saat kau bertanding dengan Takane dan dia kalah?"

"Tunggu... apa maksudmu dengan ayahmu yang membuatnya? Jadi selama ini Kenjirou yang berada di balik semua ini?"

Ayano mengangguk lemah. "Maaf. Aku baru mengetahuinya setelah mengintip ke dalam ruangannya, yang notabene selalu dikunci dan saat itu sedang terbuka. Sayang aku tidak sempat melarikan diri setelah ketahuan oleh ayahku, sehingga aku dimasukkan paksa ke dalam E;SCAPE 1.0 sekaligus menjadi game tester-nya. Saat itu tampilan E;SCAPE tidak jauh berbeda dengan shooting game yang kalian mainkan berdua dengan Takane, bedanya aku sendirian dalam menghadapi semua monster-monster di dalam sana. Hasilnya, seperti yang sudah dapat kautebak, aku kalah. Wajar saja, aku bukan gamer handal seperti kau dan Takane. Namun aku tak menyangka kalau aku tak bisa kembali ke dunia manusia setelah itu, melainkan terpecah menjadi partikel kecil-kecil dan menyatu dengan game tersebut. Aku nyaris putus asa sampai akhirnya game ini diperbaharui menjadi versi 1.1 dan ada dua pemain baru yang terjebak di dalamnya. Meskipun penampilannya sangat berbeda dari yang kuingat, tapi aku yakin kalau mereka adalah Takane dan Haruka, karena aku pernah melihat berkasnya di meja kerja ayahku waktu itu..."

"Jangan bilang... Takane dan Haruka adalah..."

"Ya. Mereka adalah Actor dan Kuroha. Aku ingin sekali menghentikan mereka berdua dan menyadarkan bahwa mereka sedang berada di dalam game, tapi aku tak bisa. Aku tak punya tubuh. Aku hanya bisa menonton pertempuran mereka hingga Actor menang, itupun ternyata dia tak benar-benar dikembalikan ke dunia nyata seperti harapanku. Ayahku memang licik. Beliau justru membuatnya menjadi gadis cyber, yang sudah kau kenal dengan nama Ene... sisanya mungkin kau sudah tahu sendiri ceritanya."

Shintaro terdiam, begitu pula dengan Ayano yang sedang mengatur napas. Meskipun rumit, namun pada akhirnya ia tahu sejarah pembuatan game yang kelam ini dan orang-orang yang pernah menjadi korbannya.

"Sekali lagi... aku minta maaf atas perbuatan ayahku yang telah menghancurkan kehidupan kalian semua..."

"Tidak apa-apa... silakan dilanjut ceritanya..."

Ayano meneguk ludah.

"Saat aku melihat pertempuran kalian melawan Kuroha, aku sudah tak tahan lagi. Aku harus melakukan sesuatu atau kalian semua akan mati sia-sia. Disaat itulah, avatarku yang dulu perlahan berkumpul dan bergabung menjadi satu... namun lebih rapuh dari sebelumnya, dan kemungkinan besar akan hancur sebentar lagi. Karena itu aku langsung bergerak dan membunuh Kuroha dengan satu-satunya benda yang terdekat, yaitu syalku sendiri. Ia tidak tahu kalau secara teknis, aku adalah pemain dari E;SCAPE 1.0. Pemain paling veteran yang ada di dalam game ini. Hierarki-nya masih sama, kau bisa membunuh semua pemain yang ada di versi 1.2, namun kau tidak dapat membunuh Kuroha dan Ene yang notabene berasal dari versi 1.1. Kuroha dan Ene juga bisa membunuh satu sama lain, namun mereka tidak dapat membunuh aku yang berasal dari versi 1.0. Karena itulah, meski tubuhku terlihat lemah begini, aku diuntungkan dengan adanya hierarki tersebut dan bisa menyelamatkamu pada akhirnya..."

Cerita tersebut diakhiri dengan pelukan Shintaro yang hangat, dalam, dan menenangkan. Ayano terisak di sana.

"Sudah, sudah... sekarang semuanya sudah selesai," ucap Shintaro menenangkan, tangannya terus menepuk-nepuk punggung Ayano lembut. "Kita berdua bisa keluar dari game ini dan menolong teman-teman lain sesuai keinginanmu, oke? Kau tahu, kan, jalan keluarnya?"

Di luar dugaan, Ayano menggeleng dan melepaskan diri dari pelukan tersebut.

"Maaf, Shintaro. Aku tak bisa. Bukankah sudah kubilang kalau aku sudah mati? Kau yang harus keluar dari game ini dan menolong teman-teman lain. Ayahku mungkin berbohong saat berkata bahwa setiap pemain yang mati di game, juga mati di dunia nyata. Beliau sebenarnya sudah meletakkan tubuh setiap pemain dalam kondisi koma di dalam tabung, dan tabung tersebut akan nonaktif secara otomatis jika pemain tersebut sadar atas kemauannya sendiri. Namun aku tak yakin kalian bisa bertahan hidup lebih lama lagi, mengingat cairan penopang kehidupan di tabung tersebut tidak didesain untuk jangka panjang. Kau harus cepat keluar dari tabung tersebut dan menonaktifkan tabung pemain lain secara manual dari luar sebelum semuanya terlambat."

"Ta-tapi... bagaimana denganmu, Ayano?"

"Aku akan menghancurkan game ini dari dalam, agar tidak ada lagi yang bisa masuk ke sini lagi. Sudah cukup kita semua menjadi korbannya, tak perlu menambah yang baru. Setelah dunia ini hancur, kau akan tersedot ke lubang yang ada di atas langit itu dan tersadar dari koma. Saat itulah, kau akan melakukan apa yang kuperintahkan barusan. Mengenai ayahku, aku tidak tahu beliau masih hidup atau tidak, tapi berilah beliau keadilan yang seadil-adilnya. Apapun keputusanmu nanti, aku akan menerimanya dan mendoakan yang terbaik untuknya. Terima kasih telah menyelesaikan permainan maut ini, Shintaro... aku sangat bersyukur bisa bertemu lagi denganmu meskipun hanya dalam bentuk avatar..."

"Tidak... tidak, tunggu! Kau tidak bisa meninggalkanku seperti ini! Aku selalu menyesal sejak kematianmu waktu itu, mengapa aku tidak pernah memberi perhatian lebih padamu, mengapa aku tidak pernah menyadari perasaanmu terhadapku... aku minta maaf, Ayano! Aku ingin kau bisa ikut ke dunia nyata bersamaku dan mengulang semuanya dari awal!"

Gadis berambut coklat itu tersenyum pedih.

"Maafkan aku, Shintaro... kalau bisa, sebenarnya aku juga ingin melakukannya..."

Tubuhnya yang semula hanya memancarkan cahaya lembut kini semakin terang, disusul dengan partikel-partikel tubuhnya yang terlepas perlahan-lahan dan hanyut ke udara bebas.

"Setidaknya kini kita berdua sudah mengungkapkan perasaan masing-masing... aku tidak menyesal, Shintaro –"

Kalimat Ayano terputus saat ia merasakan sesuatu yang basah dan empuk menempel bibirnya. Untuk beberapa saat, mereka terhanyut ke dalam suasana hingga gadis itu mengambil inisiatif untuk melingkarkan syalnya sendiri ke leher Shintaro sebagai kenang-kenangan. Shintaro selalu memimpikan adegan ini setiap malam, namun saat semuanya benar-benar terjadi... ia tak sanggup berkata apa-apa. Ciumannya adalah kata perpisahan. Meskipun singkat, namun mereka berdua bersyukur dapat diberi kesempatan untuk bertemu dan mengungkapkan segalanya. Ayano menarik tubuhnya perlahan, sepasang matanya basah oleh air mata. Bahkan disaat terakhirpun, Ayano selalu tersenyum. Shintaro ingin sekali melakukan hal yang sama, namun mengapa rasanya sulit sekali? Apa ia masih belum merelakan kepergiannya?

"Hiduplah, Shintaro... habiskan sisa waktumu bersama orang-orang yang kausayangi. Mereka telah menunggu di sana, dan mereka lebih membutuhkanmu daripada aku. Jika suatu hari nanti takdir mengijinkan, kita akan bertemu lagi... untuk selamanya..."

Telapak tangan yang Shintaro genggam perlahan hancur dan melebur dengan partikel-partikel bercahaya lain, disusul dengan anggota tubuh lainnya... hingga sosok Ayano Tateyama yang baru saja hadir di hadapannya dan menyelamatkan hidupnya hilang, seakan-akan tidak pernah ada sejak awal. Ia bahkan masih bisa mendengar kalimat 'sampai berjumpa lagi' sesaat sebelum cahaya tersebut menghilang...

"Ayano..."

Ia ingin sekali menangis dan meratap untuk yang kedua kali, namun lingkungan tidak mengizinkan. Lubang yang dimaksud Ayano sebelumnya kini membesar dan menyedot semua yang ada di bawahnya, termasuk Shintaro sendiri. Ia hanya pasrah saat lubang tersebut membentuk pusaran raksasa dan mengaduk-aduk isi game ini hingga semuanya tersapu bersih, tidak ada yang tersisa. Beberapa kali Shintaro nyaris bertabrakan dengan material berat seperti tiang lampu atau atap seng, namun pada akhirnya tidak terjadi apa-apa dan mereka semua terserap ke dalam kegelapan abadi, bersamaan dengan lubang yang menutup.

[Enter the passcode]

Manik merah menyala itu terbuka, dan mendapati panel transparan melayang di hadapannya. Hanya itu satu-satunya benda yang bisa Shintaro lihat, angka-angka yang berjejer di depan seperti kalkulator itu berkedip lemah seakan menunggu untuk dipecahkan. Ia mengarahkan telunjuknya ke sana seakan-akan pernah menyentuhnya. Entah mengapa, situasi ini sangat familiar –tentu saja! Ene sudah pernah memecahkan kode ini sebelumnya! maki Shintaro dalam hati. Tanpa pikir panjang, ia menekan kombinasi angka yang sama persis dengan Ene lakukan sebelumnya.

[Access denied. Please try again]

"Ba-bagaimana bisa?!" seru Shintaro frustasi setelah notifikasi tersebut muncul di layar. Ia ingat betul, angka yang sama berhasil membuat Ene keluar dari sini. Jangan remehkan Shintaro dalam masalah memori, ia bahkan masih ingat daftar belanjaan ibunya saat dirinya masih berada di dunia manusia. Apa kodenya telah diubah?

"Coba kupikir sekali lagi... dulu kodenya adalah 592341876... siapa tahu angka-angka ini berarti sesuatu... lima ditambah sembilan itu empat belas, dikurangi dua... tidak tidak tidak. Ini pasti sebuah urutan atau semacamnya. Hmm... atau mungkin ada sesuatu di dalam game ini yang berhubungan dengan angka?"

Mundur sedikit, Shintaro mulai mengingat-ingat saat pertama kali ia berada di game tersebut dan bagaimana ia berkenalan dengan Ene, disusul dengan teman-teman lain. Sejauh ingatannya, ia tidak melihat kemunculan angka di sini, kecuali HP, MP dan level yang sudah pasti berbeda satu sama lain – itupun juga digitnya terlalu banyak, tidak muat dengan kombinasi sembilan angka yang diminta. Atau jangan-jangan...

"Tolong jangan yang ini tolong jangan yang ini tolong jangan yang ini," rapal Shintaro sementara jarinya gemetar saat menekan panel angka. Meskipun ia ingin sekali keluar dari tempat ini, namun kombinasi kode yang digunakan terlalu ironis. Shintaro bahkan lebih menginginkan kombinasi kode yang ia tekan barusan gagal daripada berhasil.

592341867

[Access granted. Congratulations]

"A-apa?!"

Belum sempat Shintaro terkejut, panel transparan itu lenyap tanpa bekas, disusul dengan cahaya putih menyilaukan yang entah datangnya darimana. Setelah memastikan semuanya aman, perlahan-lahan sepasang kelopak mata itu mengerjap, dan pandangannya berbentur dengan kaca melengkung. Seluruh tubuhnya yang absen dari sehelai benang terasa dingin karena cairan yang menenggelamkan seluruh tabung, meskipun perlahan-lahan surut dan Shintaro akhirnya bisa menjejak tanah. Lampu indikator yang berkedip-kedip dari luar akhirnya padam, sekaligus membuka pintu tabung secara otomatis. Berbulan-bulan tidak menggunakan kakinya membuat langkah Shintaro sedikit gemetar, namun ia tak punya waktu banyak. Satu-persatu, ia menekan tombol indikator di setiap tabung dan membagikan bathrobe yang terlipat rapi di dekat komputer. Kini teman-temannya telah sadar, terbatuk-batuk, namun baik-baik saja. Ditatapnya komputer yang tadinya dalam kondisi standby kini force shutdown tanpa ada seorangpun yang menyentuhnya. Shintaro tersenyum getir.

"Syukurlah kalian semua baik-baik saja... aku sangat bahagia bisa bertemu dengan kalian lagi..." ucap Shintaro terharu, memandang semua temannya yang sedikit lebih dewasa dari yang Shintaro ingat. Sudah berapa lama mereka semua meninggalkan dunia nyata? Satu bulan? Dua bulan? Atau justru setahun?

"A-apa yang terjadi? Dimana aku? Niichan, kenapa kita semua telanjang?" tanya Momo kebingungan disaat yang lain masih belum sanggup menyuarakan pertanyaannya. Ups, Shintaro lupa kalau mereka semua seharusnya dipisah berdasarkan gender saat berganti baju, namun mau bagaimana lagi. Kebanyakan dari mereka masih linglung dan hanya manggut-manggut saat diberi bathrobe, lalu mengenakannya begitu saja.

"Ceritanya panjang, Momo. Intinya, kita semua harus keluar dari tempat ini dan pergi ke markas secepatnya. Siapapun yang kuat silakan memapah temannya yang lemah. Kau masih ingat jalan, kan?"

Momo mengangguk, dan mengarahkan teman-temannya menuju pintu keluar sambil menggendong Hibiya yang masih setengah sadar di punggung. Mary digendong ala bridal style oleh Seto, Kano dan Kido saling memapah satu sama lain, hanya Takane yang sedikit kesulitan saat membawa Haruka karena pemuda itu dua kali lebih tinggi dan lebih berat dari dirinya. Baru saja mereka semua melewati koridor dan hendak turun ke lantai satu, sosok pria setengah baya yang familiar menghalangi jalannya.

"Kalian?! Bagaimana bisa kalian lolos dari tempat ini –tidak akan kubiarkan!"

"SEMUANYA, CEPAT LARI!" teriak Shintaro panik. Kedelapan temannya langsung berhamburan tak tentu arah, menyisakan dirinya dan sang tokoh antagonis utama. Takane hampir saja berhenti dan berbalik untuk menolong Shintaro, namun satu gestur penolakan membuat dirinya mundur sejenak, lalu kabur bersama yang lain. Kenjirou di hadapannya sedikit lebih tua dan tidak terurus daripada yang Shintaro ingat, namun sorot matanya jauh lebih keji daripada Kuroha.

"Kau tidak bisa kemana-mana lagi, Sensei... menyerahlah!" ancam Shintaro sambil mengacungkan gunting yang ia ambil di kamar tadi untuk jaga-jaga. Kenjirou terkekeh.

"Apa yang bisa kaulakukan dengan gunting kecil itu, Nak... justru seharusnya kalian semua yang menyerah. Aku tidak tahu bagaimana kalian bisa keluar dari game itu, namun satu hal yang pasti; kalian tidak dapat keluar dari rumah ini!"

CRASSSSHHHHHHHHHHH!

Shintaro hanya berhasil mengguratkan jas labnya karena kecepatan menghindar Kenjirou yang di luar dugaan. Pria setengah baya tersebut masih mampu bergerak dengan lincah, bahkan menyerang dengan gerakan-gerakan sederhana –Shintaro menduga kalau Kenjirou mungkin dulunya pernah mengikuti kelas bela diri atau sejenisnya. Setelah beberapa menit yang penuh dengan ketegangan, tak dapat dipungkiri lagi kalau stamina pemuda tersebut masih jauh melebihi Kenjirou yang sudah tua... hingga pada suatu titik, Shintaro berhasil menyudutkan pria tersebut di pagar koridor.

"Ayano pernah berkata padaku untuk memberikan ayahnya pengadilan yang seadil-adilnya. Bagaimana menurutmu, Sensei?"

Diancam dengan gunting yang hanya berjarak beberapa senti dari leher dan permukaan lantai sejauh empat meter dari punggungnya tentu membuat siapapun ketakutan, namun Kenjirou adalah perkecualian. Ia justru tersenyum licik, senyum yang sama seperti Kuroha saat ia membunuh Ene di dalam game.

"Kalau kau mau membunuhku, silakan saja..."

Shintaro hampir saja menancapkan gunting tersebut ke leher Kenjirou kalau ia tidak mengingat apa yang akan terjadi selanjutnya.

Ia akan menjadi pembunuh.

Kenjirou terkekeh setelah melihat pemuda itu mundur selangkah, memikirkan kemungkinan-keminungkinan yang akan terjadi apabila ia membunuh seseorang. Mulai dari dipenjara, hukuman seumur hidup, tekanan batin, tekanan dari masyarakat, dan masih banyak lagi resiko yang harus ia tanggung apabila Shintaro sampai melakukannya. Ia tak menyangka bahwa keragu-raguannya justru memberi celah bagi Kenjirou untuk membalik keadaan, dan sekarang Shintaro yang gantian tersudut.

"Sudah kuduga kau tak berani membunuhku... dasar anak bau kencur. Tahu apa kau soal bunuh-membunuh? Aku jauh lebih berpengalaman darimu yang hanya beraninya di dalam game..."

Tiba-tiba sosok Ayano terlintas di benak Shintaro, dan ia langsung paham bahwa 'pengalaman' yang dimaksud oleh pria di hadapannya adalah membunuh putri kandungnya sendiri. Refleks pemuda tersebut memutar posisi tubuh mereka dan mendorong Kenjirou melewati pagar...

Pria tersebut terkapar di lantai satu dengan darah berlumuran di bawahnya.

Tubuh Shintaro bergetar hebat setelah akal sehatnya kembali menguasai otak. Dilangkahkan kakinya menuju tangga, memandang tubuh yang sudah tak bernyawa tersebut dengan perasaan yang tak dapat terdefinisikan. Hanya ada satu hal yang terlintas –

"Shintaro? Kau baik-baik saja? Barusan tadi aku mendengar suara jatuh –astaga."

Takane yang hampir saja keluar memutuskan untuk kembali dan memuaskan rasa penasarannya –meskipun pada akhirnya ia menyesal. Shintaro langsung melesat ke arah gadis tersebut dan menutup mulutnya sebelum ia sempat menjerit ketakutan.

"Psst, tenang. Aku butuh bantuanmu, Takane."

Gadis berkuncir dua tersebut menatap sosok yang membungkam mulutnya dalam diam. Ada sesuatu di dalam matanya yang membuat Shintaro tidak panik atau ketakutan seperti orang pada umumnya. Ia hanya bisa mengangguk lemah setelah pemuda tersebut membisikkan sebuah kalimat perintah.

-E;SCAPE-

Sebuah Rumah Terbakar di Kompleks Perumahan Elit, Penyebab Masih Belum Diketahui

"...Lalu, apa yang akan kita lakukan setelah ini, Shintaro?" tanya Kido setelah melempar koran pagi secara asal setelah membaca headline-nya. Televisi yang menyala di ruang tengah juga menampilkan berita yang serupa. Hampir semua media bertubi-tubi memberitakannya, disusul dengan berita kematian seorang guru SMA sebagai pemilik rumah tersebut. Tidak ada yang menceritakan apapun tentang kehilangan sembilan remaja yang menjadi saksi sekaligus pelaku aksi tersebut.

"Hmm... entahlah, aku masih belum memikirkannya. Lagipula, bukannya kau yang menjadi pemimpin di sini, Danchou?" tanya Shintaro balik, jelas-jelas mengejek panggilannya yang terakhir.

"Setidaknya bertanggungjawablah atas apa yang kaulakukan!" tunjuk Kido geram, namun bukan ke arah Shintaro, melainkan pada televisi yang masih menyala. Shintaro tertawa.

"Hei, hei, itu semua kan, bukan salahku. Aku hanya menghapus jejak. Kalau ada yang harus disalahkan, tentu saja Kenjirou-sensei orangnya. Dan ia sudah mendapat hukuman yang pantas."

"Su-sudahlah kalian semua –jangan ribut-ribut di pagi yang cerah ini –" sela Mary terbata-bata, sementara Seto hanya tertawa. Kentara sekali ia menikmati drama kecil-kecilan sambil menyantap sarapannya. Satu-satunya yang serius diantara mereka semua hanyalah Hibiya, yang memungut koran kusut tersebut dan membacanya perlahan. Kini sosoknya berubah menjadi sedikit pendiam, namun tetap saja sifat kekanak-kanakannya masih ada. Sama seperti anggota Mekakushi Dan yang lain. Bertambahnya umur dan penampilan ternyata juga mempengaruhi sifat, apalagi memori selama mereka bermain di E;SCAPE masih ada dan tidak terhapus. Bedanya, mereka akhirnya kembali sebagai manusia normal. Tidak ada lagi Eye Ability. Haruka terpaksa bergantung pada kursi roda. Takane masih menggunakan tubuh manusianya, namun tidak dalam jangka waktu yang lama. Sisanya baik-baik saja.

Kecuali Shintaro, tentunya.

"Aku membangun markas ini untuk kabur dari kejaran Ayah dan mengumpulkan anak-anak yang memiliki Eye Ability. Sekarang, setelah kita hanyalah remaja tanggung yang tidak punya apa-apa, apa kita masih tetap tinggal di sini?" tukas Kido retoris. Semuanya terdiam.

"Tentu saja, Kido-chan~ bukankah kita semua adalah keluarga?" jawab Kano sambil merangkul gadis berambut hijau tersebut dari belakang, yang tentu saja, ditepis oleh Kido. "Cuma, yah... aku tidak menampik kalau banyak hal yang terjadi sejak kepergian kita dari dunia nyata..."

Momo yang baru saja keluar dari kamar mandi sambil bersiul-siul mendadak berhenti. Ia yang paling merasakan bagaimana game ini merubah hidupnya. Seorang idol yang menghilang secara mendadak, banyak spekulasi bermunculan, mulai dari pensiun hingga bunuh diri karena kesibukan yang memuncak. Ada pula berita tentang dirinya kawin lari dengan artis lain dan menyendiri di pulau terpencil. Padahal ia baik-baik saja, dan masih berminat untuk melanjutkan karir jika ia tidak mengingat bahwa Eye Ability-nya yang menjadi tumpuan selama ini. Selain itu, apa kata orang jika seseorang yang telah menjadi public figure muncul begitu saja? Pertanyaan bermunculan, dan pasti mengarah ke insiden yang membuat mereka semua menjadi seperti ini.

"Sepertinya... kita harus memulai semuanya sejak awal..."

Semua orang menoleh ke arah Haruka, satu-satunya pemuda yang masih tersenyum di dalam situasi seperti ini. "Anggap saja masa lalu kalian sudah terbakar habis bersama dengan rumah itu. Kita akan memulai hidup baru bersama-sama, belajar menjadi manusia normal yang tidak bergantung pada Eye Ability..."

"Tapi bagaimana caranya, Haruka? Kita bahkan tidak memiliki apa-apa lagi!"

"Kita masih punya satu sama lain. Itu sudah cukup bagiku."

Seluruh anggota Mekakushi Dan, tanpa dikomando, berkumpul di sekeliling kursi roda Haruka dan memeluk pengemudinya erat.

.

.

.

END

[tamat, selesai, finis]

.

.

.

-Behind the Scene-

[for those who have much free time and/or just curious about everything that happened when I wrote this fanfic]

Akhirnya selesai juga! :"D kebetulan pas banget sama ending lagunya Tchaikovsky yang Overture 1812 Opus 49, jadi rasanya kayak komposer yang mengakhiri konser haha. Yah, untuk pertama kalinya saya ngetik ini sambil ditemani sama musik klasik, biasanya saya selalu rekomen lagu-lagu kagepro ori macam Headphone Actor, atau versi 8bit-nya biar lebih dapet suasana game (coba deh googling princessminimum), atau versi cover yang ada di animenya. Eh ternyata pake musik klasik malah bikin lancar ngetik meskipun temanya ga nyambung sama sekali hehe.

Tbh, saya nggak ngecek chapter-chapter sebelumnya saat ngetik ini, jadi jika masih ada foreshadow yang belum dibahas di chapter terakhir ini, silakan tulis saja di kotak review! Mungkin saya bisa menambahkannya di omake :D

Saya tau masih banyak kekurangan di fanfic ini, mulai dari yang disengaja sampe nggak disengaja. Saya masih butuh banyak belajar. Butuh banyak refrensi. Butuh banyak pendalaman karakter. Butuh variasi diksi. Jadi... bagi kalian semua yang sedang membaca ini, saya ucapkan... terima kasih banyak! Hontou ni arigato! Thank you! Danke! Tanpa kalian, tanpa fave/alert kalian, tanpa review kalian, saya tidak akan bisa menyelesaikan karya ini! Serius ._. banyak masalah dan kendala saat proses pengetikan ini, mulai dari masalah RL sampai masalah teknis, tapi akhirnya jadi juga uwooh. Bahkan saya nggak nyangka fanfic ini menjadi adaptasi komik, bahkan memenangkan IFA 2014 sebagai Best Sci-Fi Multichapter Fanfiction. Semua berkat kalian, para pembaca dan semuanya yang sudah voting fanfic ini! Terima kasih lagi!

(psst sejak dulu doa saya emang pengen menang IFA apapun kategorinya. Setelah saya menang jadi Best Founder tahun lalu, saya mengubah doa saya supaya ada fanfic yang menang IFA apapun kategorinya. Soalnya kalo fanfic kan bener-bener diitung dari kualitas kepenulisannya, beda sama Best Founder yang banyak-banyakan babat alas hehe)

Ucapan terima kasih sisanya udah ada di profil sih, jadi saya mau cerita yang lain aja. Saya pengen ngadain semacam raffle komik E;SCAPE, ada yang minat? Ntar ada bonus merches dari bunderan juga (circle saya sama temen-temen). Langsung kepoin aja fanpagenya bunderan facebook titik com titik bunderan13 buat info lebih lanjut :3

Sebenernya saya pengen cerita lebih banyak lagi, tapi apadaya saya juga ga sanggup buat ngomong apa-apa :"D untuk pertamakalinya saya namatin fanfic multichapter panjang, rasanya itu kayak melihara anak mulai dari kecil sampe dia dewasa... ada rasa bangga, haru, tapi juga kosong... karena tanggung jawab sudah selesai, sekaligus pertanyaan 'apa yang akan saya tulis kali ini?' Tenang saja, saya masih ada mini proyek sekaligus ngelanjuti kok hehe. Saya tau fandom ini juga mulai sepi, sama seperti dulu pas sebelum ada animenya. Bahkan saya sendiri juga pengen move on haha sobs ;;;;; tapi lagu-lagu kagepro tetep paling ajib! Mereka selalu ada di hati! Meskipun yhaa animenya kea gitu sih orz

Ngomong-ngomong saya lagi di fandom kancolle XD kalo anime lain sih ngikutin sisen yang ada hehe.

Sampai jumpa di tulisan saya berikutnya!

With love, Michelle Aoki :)

P.S: mengingat foreshadowing yang lumayan banyak, saya memutuskan untuk bikin satu chapter spesial beserta ketentuan raffle (maaf ga jadi giveaway ;_;) ditunggu aja yaa~