Butler-kun?

Disclaimer: KUROKO NO BASUKE © Fujimaki Tadatoshi. Kuroko Tetsuya © Kagami Taiga!

Rate: K+

Genre: Romance, Friendship

Pairing: KagaKuro. slight! Aokise.

Warnings: OOC mungkin(?)

Summary: Kagami yang menghabiskan masa frustasinya di sebuah butler café, dan seorang butler yang membuatnya tidak menyesal menghabiskan waktu disana.


"Irasshai, goshujin-sama~"

Suara agak cempreng dari seorang butler di pintu masuk butler café itu menyapa dua orang pemuda yang baru saja memasuki café tersebut. Tanpa basi-basi, sang butler berwajah manis mirip kucing itu menyodorkan list nama-nama butler di café itu beserta deskripsi uniknya. Baru saja tangannya bergerak maju, ia sudah ditolak oleh kedua pemuda tinggi berwajah frustasi yang baru saja masuk.

"Aku mau yang cantik dan matanya biru."

"Aku mau yang cantik dan imut."

Kedua pemuda itu kemudian bergerak masuk dengan kasar. Mereka kemudian berpisah jalan. Si pemuda yang menginginkan butler bermata biru mengambil jalur ke sofa kecil di pojokan, sementara yang menginginkan butler 'cantik dan imut' itu bergerak ke meja kecil tak berpenghuni di tengah ruangan.

"Baiklah, goshujin-sama," ujar si butler di pintu masuk, masih dengan senyum manis di bibir mirip kucingnya. Butler dengan name tag Koganei Shinji itu segera masuk dan memanggil kedua butler yang kira-kira bisa memenuhi permintaan kedua pemuda kurang ajar tadi.

Si maniak butler bermata biru mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan setelah menyampirkan jaket di sandaran sofa. Mana butler bermata biru yang akan melayaninya? Cih. Dia sudah tidak sabar melepaskan kekesalannya disini. Menurut seorang senpai-nya di sekolah, café ini adalah tempat yang bagus untuk bersenang-senang, karena butler-nya yang lengkap—dari tampan sekali hingga moe moe—dan hidangannya yang benar-benar memuaskan. Yah, walaupun jarang ada laki-laki yang berkunjung ke butler café, kecuali mereka sudah belok.

"Irasshai, master. Apa yang ingin master pesan?"

Suara lembut seseorang menyadarkan pemuda itu dari lamunan kesalnya. Iris merahnya melebar, menatap orang yang baru saja memanggilnya master.

"E-eh?!" dia melotot, lalu menoleh ke arah lain dengan gugup. "U-um, bisa kau jelaskan apa saja yang bisa aku makan disini?"

"Tentu saja, master," si butler mengangguk, senyum manis terlihat di wajahnya yang pucat namun terlihat ceria. Mata biru terangnya sangat indah dan bulat—benar-benar seperti yang dia inginkan. Si butler mengambil posisi duduk di hadapannya, setelah sang master mempersilahkannya duduk. "Ini menunya. Silahkan bertanya apabila ada yang master tidak mengerti."

"Menurutmu, apa yang enak?" si iris merah menggaruk tengkuknya.

"Oh, coba ini, master," si butler mengarahkan ibu jarinya menunjuk sebuah menu, sementara keempat jari lainnya ditekuk. Tangan kirinya terlipat di punggung, dan kepalanya menunduk sopan. Whoa, benar-benar anggun. "Bagaimana dengan segelas? Con panna. Ini adalah minuman terbaik menurut saya. Jika ada yang membuat master tertarik, katakan saja."

Plak.

Dia benar-benar merasa ingin ditampar sekarang. Tolong tampar aku, aku tidak mau menjadi gay—

Awalnya ia datang kesini karena menurutnya akan lebih enak jika berbicara dengan sesama lelaki yang mungkin akan mengerti perasaannya.

"Baiklah, dua con panna. Dan aku mau pie lemon."

"Baiklah, master," si butler berdiri dan membungkuk rendah. Senyum manis dan classy terlihat di wajah pucatnya. "Pesanannya akan saya antar, master—umm…?"

"Kagami," kata si iris merah dengan cepat. Cengiran lebar terlihat di wajahnya. "Kagami Taiga."

"Baiklah, master Kagami," butler itu tersenyum sehingga matanya menyipit. "Matte kure yo."

"B-baik," Kagami mengangguk. Setelah butler-nya tidak terlihat lagi, ia segera mengacak rambutnya merah kehitamannya dengan kesal. Butler itu terlalu manis. Posturnya tidak tinggi, senyumnya menawan. Kulitnya pucat, bibirnya merah muda dan—uhh, sayangnya dia laki-laki.

Kagami melirik temannya yang tadi datang bersamanya. Tampaknya si Aomine sialan itu tak bernasib jauh darinya. Butler yang melayaninya adalah pemuda cantik berambut pirang cerah dan senyumnya menawan. Kagami hanya tertawa kesal dan melanjutkan acara menggerutunya.

"Master, douzo."

"EEEEEH?!"

Kagami hampir terjungkal ke balik sofa kalau ia tidak bisa menahan diri. Sejak kapan butler imutnya berdiri di samping meja?!

Kagami merapikan pakaiannya. Ia mengangguk dan memerintahkan si butler menaruh pesanan di meja dan ikut duduk bersamanya.

"Siapa namamu?" tanya Kagami, sok jual mahal. Padahal di dalam hati ia sudah tergila-gila dengan butler yang rambutnya juga berwarna biru muda itu.

"Kuroko Tetsuya, master."

"Hm, Kuroko," ujar Kagami sambil memotong pie lemon-nya, lalu menyodorkan segelas con panna kepada butler-nya itu. "Temani aku."

"Eh? Baiklah, master," Kuroko mengambil gelas yang disodorkan Kagami. Ia menyeruputnya pelan-pelan, tangan kirinya tetap terlipat di punggung, dan wajahnya tetap menekuk sedikit rendah. "Master terlihat sedang tidak baik. Apa ada yang terjadi? Ingin bercerita kepadaku?"

"Oh, ya," Kagami mengelap ujung bibirnya dengan tisu. "Aku tadinya kesini ingin bercerita. Yah, begini. Aku sedang stress karena final Winter Cup sudah semakin dekat, dan aku merasa belum bisa mengalahkan si raja bertahan dari Kyoto."

"Master adalah seorang pemain basket yang akan melawan Rakuzan?"

"Hn," Kagami mengangguk kesal. Ia menoleh kepada Kuroko sekilas, kemudian dilihatnya si butler sedang menatapnya. Yah, Kagami salah tingkah.

"Akashi-sama adalah pemilik butler café ini."

"E-eh?! Akashi pemilik café ini?! A-Akashi si kapten Rakuzan yang cebol itu?!" Kagami melebarkan matanya yang tadinya memanjang kesamping.

Kuroko mengangguk pelan. Ia kembali menyeruput con panna dengan anggun, lalu kembali menatap Kagami. "Aku percaya master akan bisa mengalahkan Akashi-sama, tenang saja."

"Heh bocah, jangan terlalu percaya," Kagami mendengus, memotong pie-nya asal-asalan.

"Aku bukan bocah," Kuroko menatap Kagami, kali ini lebih dalam. Gelas con panna-nya diletakkan dengan rapi di tepi meja. Apakah butler ini hobi menatap master-nya atau memang ia senang menatap, entahlah.

"Bocah sepertimu pasti baru mau masuk SMP, benar kan?"

"Aku sudah SMA, master."

"Benarkah?" Kagami mengernyit. Kuroko hanya mengangguk pelan. "Oh, aku ingin bertanya. Kuroko, kau tau cinta itu apa?"

"Eh? Aku tidak mengerti, master. Aku belum pernah."

Kuroko menumpukan wajah di telapak tangannya yang tertekuk di atas meja. Iris biru cerahnya mengerjap sekilas, dan kepalanya sedikit dimiringkan. Bibirnya sedikit membulat tanda penasaran, dan kilatan semangat terlihat sekilas di matanya.

Kagami menggaruk tengkuknya. Butler ini terlalu polos, sepertinya. "Ah, tidak jadi."

"Kenapa, master? Aku sunguh minta maaf, aku ingin membantumu, tapi—"

"Sudah, sudah, aku bercanda," Kagami tertawa dan melambaikan tangannya. Lalu ia menyeka krim di ujung bibir Kuroko dengan jarinya. "Tenang saja, jariku bersih."

Pipi si butler sedikit merona.

"Master, apa master ada masalah dengan percintaan? Aku tau, percintaan remaja memang rumit dan memusingkan."

Padahal kau juga remaja, kan, Kuroko.

"Begitulah," Kagami mengalihkan pandangan ke luar jendela. Jumlah salju yang turun sudah mulai menipis. Ia sekilas melihat Kuroko menggosok-gosok kedua telapak tangan dibalik pakaian butler-nya. "Kau tidak pernah punya pacar eh, Kuroko?"

Butler imut itu menggeleng. "Aku sibuk belajar dan bekerja. Aku hanya ingin membuat pelanggan disini senang. Lagipula, aku tidak tertarik."

"Wakatta, wakatta," Kagami mengangguk. Ia tidak menyadari pie lemon-nya sudah habis. Ia membersihkan bibirnya dengan tisu, sementara Kuroko mulai membersihkan meja, lalu membawa piring dan gelas ke tempat rekan-rekannya bekerja, sebelum ia kembali duduk untuk melayani Kagami.

"Master, apa master sudah kenyang?"

"Sudah cukup, Kuroko," Kagami menyeringai. "Aku akan berusaha mengunjungi café ini setiap minggu—bahkan setiap hari. Kau tidak akan bosan melayaniku, kan?"

"E-eh?" Kuroko blushing berat. "K-kenapa master tidak mau mencoba butler yang lain? Disini, Akashi-sama masih banyak memiliki butler yang bagus—"

"Aku maunya kau," Kagami kembali mengalihkan pandangan ke arah jendela. Kuroko memainkan jarinya di ujung pakaian butler-nya.

"Terimakasih atas kunjungannya, master Kagami. Kuharap master mau kembali kesini lagi."

"Asal kau yang melayani," Kagami berkata, nadanya absolut, seperti yang biasa dikatakan Akashi.

"Baiklah," Kuroko menampakkan senyum manisnya. Lalu ia memakaikan jaket Kagami yang tadi diletakkan di sandaran sofa dan membungkuk rendah, memperlihatkan gesture seorang butler professional. "Sekali lagi, terimakasih, master. Semoga master senang dengan pelayanan kami."

Kagami mengangguk dengan muka tsundere. Ia segera berlari ke kasir dan membayar pesanannya dengan buru-buru, lalu keluar dari café itu dengan wajah lelah.

.

"Otsukaresama deshita, minna!"

"Kyou wa arigatou ne, buchou!"

Seorang pemuda bermata biru muda yang bulat dan lucu, mengambil tasnya yang tergeletak di lantai dan bergegas keluar café. Udara malam itu sangat dingin dan ia tidak mau terjebak salju lagi sementara ia lupa membawa jaketnya. Rekan-rekan kerjanya di café itu sudah mulai membereskan perlengkapan dan berjalan pulang. Sementara ia, terjebak di depan café sementara tidak ada teman-teman yang bisa membantunya.

"Yo, Kuroko. Sendirian?"

Kuroko menoleh. Iris cerahnya menatap pemuda tinggi yang membawa mantel biru muda.

"Kagami-kun," ujarnya datar. Berbeda dengan nada yang tadi diucapkannya saat jam kerja. Dia mengangguk dan mendongak, menatap Kagami yang menyeringai.

"Rumahmu dimana? Mau aku antar pulang? Kebetulan rumahku ada disekitar sini jadi tidak sengaja melewati café."

Entah sejak kapan Kagami tertular tsundere akut milik lawannya dari Shuutoku, Midorima Shintarou—

"Tidak jauh, Kagami-kun. Tidak perlu."

"Oi, oi," Kagami mengernyit. "Kau sudah membantuku hari ini. Membalas kebaikanmu, tidak ada salahnya, kan."

"Itu sudah pekerjaanku," Kuroko berujar, masih datar. Mungkin perilaku manisnya hanya berlaku saat ia menjadi butler?

Walaupun saat ia datar begini, masih tetap imut, sih—

"Sudahlah," Kagami baru akan menutup kepala Kuroko dengan mantelnya, sebelum ia menyadari bahwa beberapa bagian di mantelnya sobek lumayan besar. "Ttaku…"

Kuroko mengerjap. Akhirnya Kagami mendorongnya masuk ke dalam jaketnya yang agak kebesaran. Salju turun semakin lebat, dan Kuroko hanya berlari pulang hanya beralas setengah bagian dari jaket seorang Kagami.

"Aku tinggal di apartemen di depan itu, Kagami-kun. Terimakasih sudah menemaniku," Kuroko membungkuk sopan, ia tidak tersenyum sama sekali.

"Sama-sama," Kagami mengernyit. Tangannya berkibas sedikit, menjatuhkan salju di kepala dan bahu Kuroko. "Apa kau di luar pekerjaan, benar-benar sedatar ini, Kuroko?"

"Um," Kuroko mengangguk. "Aku, saat bekerja sebagai butler, itu lain cerita. Sekali lagi terimakasih."

Kuroko berlari menuju apartemennya, tangannya melambai sekilas.

"O-oi, Kuroko!" Kagami memanggilnya tiba-tiba. Kuroko menoleh sekilas. Sekilas ada rona merah di wajah Kagami. Cengirannya terlihat berbeda dari sebelumnya. "Etto… Aku akan sering-sering berkunjung. Kyou wa… arigatou."

Kuroko mengerjap. Ia menoleh ke belakang lalu tersenyum sekilas. Terlihat seperti senyum palsu, tapi lumayan.

"Douita na, Kagami-sama."


Review tte kure-