Fanfiction dot NET

Naruto kepunyaan Om Kishi


"Konjiki no Yami"

2014 Akhir, Hinata 21 tahun

'Aku sudah cukup bersabar selama sebulan ini.

Kupikir kau tak akan lagi mengakses website porno ini.

Cepat keluar dari kamar.

Ada pelajaran yang harus kusampaikan padamu.

Neji'

Hinata menelan ludahnya. "Oh sial…"

Dengan langkah kaki yang berat, Hinata keluar dari kamarnya. Dari tulisan Neji saja Hinata sudah menebak kalau kakaknya marah besar. Hinata lupa kapan terakhir kali Neji marah. Yang jelas sekali saja Neji marah, bahkan sang ayah pun akan kalah tegasnya. Neji merupakan kakak yang over protektif, sedangkan ayahnya lebih tenang dan bijaksana.

Sesampainya di ruang tengah, Hinata melihat Neji dan ayahnya duduk di sofa. Neji sedang melipat kedua tangannya di dada. Laptop kesayangannya disimpan di meja, layarnya tengah menampilkan halaman FFn. Sama dengan halaman yang diakses Hinata tadi di kamarnya.

"Duduk," perintah ayah Hinata. Wajah ayahnya tak sesangar kakaknya sehingga terkadang Hinata memilih untuk diomeli ayahnya ketimbang diomeli Neji.

"Jadi dulu kau menanyakan DNS dan proxy untuk membuka website porno ini?" tanya Neji kesal. Ternyata Neji mengambil alih pembicaraan. Terlihat sekali kalau ayah Hinata menyerahkan sepenuhnya interogasi ini kepada Neji. Ia tak mengerti masalah komputer.

Hinata mengeratkan pegangannya di ujung sofa. Ini kedua kalinya Neji menyebut FFn website porno. Orang awam memang selalu menilai FFn dari luarnya saja. Hinata beralih menatap ayahnya, berharap akan ada sebuah dukungan. Namun dalam keadaan seperti sekarang, beliau pun tak bisa dimintai dukungan. Kini ia memilih diam, ikut menunggu jawaban Hinata.

Hinata memejamkan matanya. Sudah cukup ia mendengar berbagai tanggapan negatif atas FFn. Hinata harus memberikan pembelaan. "FFn itu bukan website porno, Kak," jelas Hinata.

"Lalu apa? Aku sudah lihat isinya. Isinya cerita esek-esek! Kau ini perempuan. Apa kata orang jika mereka tahu kau sering ke sana?" tanya Neji.

Lagi-lagi standar perempuan dan laki-laki harus dibedakan.

"Bukan! KALAUPUN benar isinya begitu, kenapa laki-laki selalu dinilai wajar, sedangkan perempuan selalu dianggap aneh jika mengakses website seperti itu?" Hinata balik bertanya. "Jangan melihat dari luarnya saja. Aku akui memang ada beberapa yang melanggar aturan dan menulis cerita seperti itu. Tapi itu adalah komunitas yang sejak dulu ingin kuubah. Aku sudah bilang padamu tentang itu."

Neji ingat Hinata pernah bertanya tentang sifatnya yang perfeksionis dan ingin mengubah komunitas. "Tapi kau harus realistis. Itu adalah komunitas yang tak bisa kau ubah. Aku sudah cukup tahu selama sebulan ini. Isinya banyak otaku dan weeaboo!"

Menurut persepsi masyarakat, otaku sering diartikan sebagai seseorang yang tak punya kehidupan sosial dan hobinya hanya menekuni hal yang berbau anime. Weeaboo adalah seseorang yang terobsesi oleh budaya Jepang, dan mereka cenderung untuk bertingkah laku seperti orang Jepang, padahal mereka bukanlah orang Jepang, bukan lahir di Jepang, dan bukan warga negara Jepang.

Okay, Hinata tersinggung dengan kata-kata kakaknya.

"CUKUP!" bentak Hinata sambil berdiri. "Kakak baru sebulan di sana tapi sudah sok tahu. Kakak tak tahu apa-apa! Terlepas dari apapun yang kakak tuduhkan, FFn sudah memberiku banyak hal positif!"

Neji melotot tak percaya, sejak kapan adiknya jadi berani membantah? Ayahnya sama-sama kaget. Seumur-umur, Hinata tak pernah melawan saat dinasihati.

Neji ikut berdiri. "Beraninya kau balik membentakku!"

"Cukup, kalian berdua!" Sang ayah tahu suasana sudah makin kacau sehingga menahan badan Neji.

Ting! Tong!

Ketiganya menoleh ke arah ruang tamu. Seseorang datang. Hinata sudah tahu siapa yang datang sehingga langsung lari ke depan tanpa peduli kalau sekarang dirinya sedang dinasihati oleh kakak dan ayahnya.

"Tunggu Hinata! Aku belum selesai bicara!" teriak Neji.

Saat pintu dibuka, nampaklah Naruto di sana. Baru saja akan menyapa tuan rumah, Hinata sudah memotong kata-katanya lebih dulu.

"Ayo pergi!" ajak Hinata kepada Naruto sambil menarik tangannya dengan paksa.

"Kemana? H-hei, aku baru sampai."

"Kemana saja. Asal kamu membawaku keluar dari rumah ini."

"Tapi-"

"SEKARANG!" kata Hinata menegaskan.

Naruto tak tahu apa yang terjadi. Ia segera menyalakan motornya sesuai perintah Hinata. Ia tak sempat melihat ayah Hinata dan Neji yang sedang marah.


Naruto dan Hinata sedang berada di basecamp Naruto, kamar kost yang selalu dijadikan tempat menginap kalau dirinya sedang ada di Bandung.

"Kau kabur?!"

Hinata mengangguk lemah.

Naruto menghempaskan dirinya ke kasur, kini ia jadi ikut terlibat masalah Hinata. Hinata sudah menjelaskan semua masalahnya dari awal. Dari mulai ia ketahuan mengakses FFn, sampai ia kabur.

Naruto lemas seketika. Naruto baru tahu kalau dirinya baru saja membawa kabur anak orang. Lebih tepatnya 'dipaksa' membawa kabur anak orang.

"Aku ingin menginap saja di sini," kata Hinata.

"TIDAK!" Naruto duduk kembali di tepi tempat tidur, di samping Hinata. Menatap kekasihnya dari ujung kaki hingga ke ujung rambut. Kalau mengikuti hawa nafsunya, sudah tentu Naruto akan membiarkan Hinata untuk menginap. Tapi Naruto tegaskan dalam hatinya kalau itu tak akan menyelesaikan masalah. Sejak awal, kaburnya Hinata dari rumah justru menjauhkan Hinata dari penyelesaian masalah.

Ini adalah masalah keluarga Hinata, jadi tidak tepat jika Naruto ikut mendukung Hinata, seberapa kuatpun keinginan Naruto untuk melakukannya. Naruto tidak punya hak untuk ikut campur.

Naruto memeluk Hinata dari samping kemudian menepuk pundaknya dua kali. Setelah itu ia beranjak dari kasur.

"Diam di sini dan tenangkan dulu pikiranmu," ujar Naruto. "Take your time."

"Mau kemana?"

"Aku beli makan dulu."

Setelah itu Naruto keluar, membiarkan Hinata yang tiduran di kamar.


Sejam kemudian pintu kamar terbuka.

"Lama sekali cari makan-"

Alangkah kagetnya Hinata saat yang muncul dari balik pintu bukanlah Naruto, melainkan Neji. Sedangkan Naruto berada di luar sedang memegang HP milik Hinata. Ternyata Naruto mengambil HP-nya tanpa sepengetahuan Hinata. Ia memberitahu Neji dan ayahnya tentang keberadaan Hinata. Ayah Hinata juga ikut datang dan diam di luar.

"Naruto, kau penghianat!" bentak Hinata kesal.

"Kabur tak akan menyelesaikan masalah, Hime," gumam Naruto pelan.

Neji masuk ke dalam kamar sedangkan Naruto dan ayah Hinata tetap di luar. Mau tak mau kini Hinata harus mau mendengar lagi ocehan Neji. Hinata sudah akan membentak Neji lagi tapi mengurungkan niatnya saat melihat wajah khawatir Neji. Hinata ingat wajah itu. Wajah khawatir yang sering Neji perlihatkan bertahun-tahun yang lalu.

Pikiran Hinata terbang ke masa lalu. Sejak kecil ia dan kakaknya memang bagai tak terpisahkan. Neji selalu berperan jadi kakak sekaligus jadi teman baiknya karena di sekitar rumah mereka tak ada anak seumuran Hinata. Neji dan Hinata masuk sekolah yang SD, SMP, dan SMA-nya satu kompleks. Saat itulah sifat over protektif Neji mulai tumbuh. Setiap ada anak laki-laki yang menggoda Hinata, Neji akan turun tangan.

"Mereka tak menyakitimu?" tanya Neji dengan wajah khawatirnya.

"Tidak. Sudahlah Kak, aku tak apa-apa," jawab Hinata kala itu.

Itu terus dilakukan Neji sampai ia lulus SMA.

Namun sifat over protektif Neji terus ada bahkan sampai sekarang. Neji jadi orang yang lebih berpengaruh terhadap perkembangan Hinata ketimbang ayahnya. Ayahnya baru akan turun tangan jika ada masalah serius. Satu hal lagi yang Hinata ingat adalah, Neji tak akan marah tanpa alasan. Alasan yang paling kuat adalah karena ia sayang pada adik satu-satunya itu. Hinata pun sadar sekarang pun Neji melakukan hal yang sama.

Kemarahan Hinata berangsur menghilang.

"Hinata, bisa kita bicara?" tanya Neji. Hinata mengangguk. Kemudian keduanya duduk di tepi kasur.

Selama lima menit pertama Hinata dan Neji hanya diam. Neji sepertinya sedang merangkai kata-katanya.

"Hinata," gumam Neji lagi. Hinata sudah bersiap mendengar lanjutan nasihat Neji siang tadi dengan lebih sabar. "Aku akan menikah 3 bulan lagi."

"Hah?" Hinata tak menyangka kalau Neji justru akan membahas ini. Ia lebih tak menyangka lagi kalau kakaknya akan menikah sebentar lagi. Sebenarnya sih wajar karena usia Neji sudah lebih dari cukup untuk menikah. Ia dan Tenten juga sudah lama berhubungan serius.

"Ya. Aku akan menikah dengan Tenten 3 bulan lagi," lanjut Neji, "Lalu pindah ke Makassar. Aku dipindahtugaskan ke sana."

Itu jadi hal mengejutkan ke-3 bagi Hinata. Meskipun siang tadi ia kesal kepada kakaknya. Namun ia belum siap kalau harus berpisah jauh dari kakaknya. Selama ini mereka sering berpisah tapi hanya Bandung-Jakarta. Hanya dengan 3 jam perjalanan menggunakan mobil travel saja mereka sudah bisa bertemu lagi. Tapi kalau Bandung-Makassar tak akan semudah itu.

"Kau tak apa-apa?" tanya Neji karena Hinata diam saja. Hinata terlalu kaget dan merasa ini bagaikan mimpi. Tak terasa kakaknya akan benar-benar pergi dari rumah mereka. Rasanya baru kemarin mereka berangkat sekolah bersama dan menonton anime bersama.

"Kenapa mendadak?" tanya Hinata.

"Ini tidak mendadak. Masih 3 bulan lagi."

Hinata menunduk. Hinata tak tahu harus menanggapi bagaimana. Ia kesal sekaligus sedih. Terlalu banyak hal yang menyita pikirannya. Tadi FFn, Naruto, Neji menikah, lalu Neji akan pindah ke Makassar 3 bulan lagi. Hinata jadi ingat, itulah alasan kenapa akhir-akhir ini Neji ingin menghabiskan waktu dengannya lebih banyak. Menonton anime, jogging, atau makan malam, Neji selalu ingin melakukannya bersama Hinata.

"Aku juga ingin pastikan aku menebus kesalahanku padamu," tambah Neji.

"Kesalahan apa?" tanya Hinata sambil menoleh ke arah kakaknya.

"Internet dan anime addiction. Kecanduan internet dan anime yang kutularkan padamu. Ayah bilang kalau kau sering menghabiskan sepertiga harimu di depan komputer sejak SMA. Saat masuk kuliah IPK-mu terus turun. Aku berusaha mengeluarkanmu dari internet dan anime addiction dengan mengajakmu jogging. Itu berguna agar kau bersosialisasi dengan tetangga. Aku kaget saat mereka bilang 'Hinata, lama tidak bertemu. Kau sudah besar sekarang.' Kemana saja kau bertahun-tahun ini? Apa gara-gara hobimu itu kau jadi jarang berinteraksi dengan tetangga kita? Kau punya ribuan teman di FB, tapi aku yakin hanya sebagian kecil saja yang benar-benar mengenalmu. Seandainya ada hal yang tak diinginkan di rumah, tetanggalah yang bisa menolongmu, bukan ribuan teman FB-mu."

Hinata menyetujui kata-kata Neji tentang teman FB. Rasanya memang tak banyak yang Hinata kenal di FB, kecuali teman FB yang merangkap teman di dunia nyata. Ia perlu lebih banyak bersosialisasi dengan tetangganya.

"Lalu belakangan aku sadar kalau tak mungkin kau mengakses internet selama itu jika sekedar membuka media sosial, membaca komik, atau streaming anime online. Jadi pasti ada yang kau kerjakan. Atas izin ayah, aku me-remote PC-mu untuk melihat apa yang sebenarnya kau akses. Ternyata FFn. Sebulan kuperhatikan kegiatanmu di sana. Aku sadar sifat dasarmu yang perfeksionis dan selalu fokus pada satu hal. Jika satu hal telah menarik perhatianmu, maka kau akan melupakan hal lainnya. FFn telah menyita pikiranmu. IPK-mu jeblok. Hanya 2,3 dari skala 4. Aku jadi merasa bersalah karena dulu telah mengenalkanmu pada dunia anime jika akhirnya akan begini."

"Kakak tak salah," sela Hinata. "Aku suka hal-hal yang berbau anime, termasuk FFn karena itu pilihanku. Dan yang perlu kakak tahu, aku mendapatkan hal positif di sana, diantaranya kemampuan menulis, menyelesaikan masalah, kedisiplinan, dan yang paling penting adalah teman. Maaf tadi siang aku membantah nasihatmu, aku mengaku salah kalau akhir-akhir ini aku terlalu fokus di FFn sehingga melupakan kuliahku."

"Maaf juga karena tadi aku membentakmu. Aku lupa kau sudah mencapai umur dimana kau bebas memilih jalan hidupmu sendiri. Aku bersyukur bila kau menemukan banyak sisi positif di FFn. Namun terlepas dari umurmu yang sudah dewasa, aku masih menganggapmu adik kecilku yang selalu ingin kulindungi dan kuarahkan ke jalan yang benar. Aku merasa itulah kewajibanku sebagai seorang kakak. Aku hanya ingin kau menyeimbangkan kehidupanmu antara maya dan nyata. Dunia maya itu dunia yang tak bisa kau samakan dengan dunia nyata. Dunia nyata tetap yang utama. Ini semester terakhir dimana aku bisa mengontrol kuliahmu. Jadi kumohon kurangi durasimu di dunia maya dan fokuslah di kuliahmu dulu. Kunjungi FFn hanya jika ada waktu luang di sela kuliahmu."

Kata-kata Neji menegaskan kalau dirinya memang tak akan punya waktu banyak lagi untuk Hinata. Hinata jadi makin yakin kalau 3 bulan itu tak akan terasa. Bohong jika Neji bilang itu tidak mendadak. Tiga bulan itu setara dengan 12 kali nonton anime bersama, 12 kali jogging, dan 12 kali makan malam karena Neji hanya pulang dari Jakarta ke Bandung maksimal seminggu sekali. Hinata mulai menyadari kalau waktunya begitu berharga.

"Sekali lagi. Kau bebas, tak harus menurutiku. Jika memang FFn adalah komunitas yang cocok denganmu, maka tetaplah di sana, tapi bertanggungjawablah pada dirimu sendiri. Jangan mengakses hal-hal yang tidak baik bagimu. Atur waktumu dan pilihlah hal yang menurutmu benar karena setelah ini aku tak bisa lagi mengingatkanmu," kata Neji sambil tersenyum dan mengelus-elus puncak kepala Hinata.

Hinata jadi terharu dan kedua matanya berkaca-kaca. Ia menyesal tak banyak menghabiskan waktu dengan kakaknya akhir-akhir ini. Sepertiga harinya terlalu berharga untuk dihabiskan di internet.

Hinata menghambur memeluk Neji. "Maaf Kak. Aku janji akan mengurangi akses ke dunia maya agar kuliahku tak terganggu."

Setelah pikiran keduanya lebih tenang, Hinata pulang ke rumah bersama Neji dan ayahnya. Naruto ikut lagi ke sana untuk melanjutkan 'rencana' awalnya ke rumah Hinata.

Hinata akhirnya mengenalkan Naruto kepada ayah dan kakaknya sebagai kekasihnya. Sesuai dugaan, Neji dan ayahnya menerima Naruto dengan baik. Pertama karena Hinata sudah cukup dewasa untuk memiliki kekasih, kedua karena Naruto bertanggungjawab terlihat dari sikapnya tadi di tempat kost, ketiga karena ia sudah mapan. Tak ada alasan untuk menolak.

Hinata tak lupa bilang kalau Naruto adalah salah satu temannya dari FFn. Tahu begitu Neji dan ayahnya melanjutkan perbincangan lebih mendalam mengenai FFn. Keempatnya terlibat diskusi ringan tentang apa itu FFn, apa saja isinya, pelanggaran yang marak terjadi, dan realitas yang terjadi saat ini.

Dalam kesempatan itu Naruto juga menegaskan kalau selama ia mengenal Hinata, gadis itu selalu tahu aturan dan tak mengakses halaman yang kurang baik. Bahkan bisa dibilang, Hinata adalah pengguna FFn yang paling taat aturan yang pernah Naruto kenal. Justru Hinata sudah berjuang untuk mengembalikan nama baik FFn seperti dulu. Hinata ingin buktikan kalau pemberitaan tentang FFn situs porno itu salah.

Intinya FFn adalah tempat untuk menuangkan imajinasi. FFn punya sisi positif dan negatif. Namun terlepas dari apapun sisi negatif yang ditimbulkan, selama pengunjung tahu aturan dan bisa bertanggungjawab pada dirinya sendiri, maka FFn adalah situs yang aman diakses siapa saja.


Sejak dinasihati Neji, Hinata jadi jarang mengakses FFn. Bukan karena ia memutuskan untuk berhenti mengaksesnya, tapi Hinata sedang memikirkan cara yang lebih efektif memperbaiki FFn selain memberikan concrit ke setiap orang yang melakukan pelanggaran. Hinata ingin hal-hal yang sering salah dalam FFn diketahui oleh banyak orang sehingga tak akan terjadi kesalahan yang sama.

"Buat dalam bentuk fiksi," usul Naruto.

"Fiksi?"

"Ya. Jika lewat concrit maka hal-hal yang ingin kau sampaikan hanya diterima oleh seorang saja, tapi jika lewat fiksi, maka akan ada ratusan, bahkan ribuan orang yang membacanya. Selain itu, tulisanmu akan terus ada di FFn sebagai dokumentasi perjalanan panjangmu di FFn dari tahun 2006. Semua orang akan bisa membacanya baik yang sudah lama bergabung FFn, maupun yang akan bergabung di luar sana."

Senyum berkembang di wajah Hinata setelah mendengar ide brilian Naruto.

"Ide bagus! Kamu mau membantuku menyusunnya 'kan?"

"Tentu. Urusan plot serahkan padaku. Tapi kamu harus pakai akun baru."

"Kenapa dengan akunku yang lama?"

"Akun pertamamu sudah banyak di-follow pembaca fanatik NH. Isinya juga mayoritas fiksi NH. Sedangkan dalam akun ini kamu dituntut untuk netral. Penyampaian fakta-fakta pun akan bersifat frontal dan sangat bertolak belakang dengan image akun pertamamu. Beri nama saja Konjiki no Yami/Golden Darkness. Yami berarti dark, itu menggambarkan sisi lain dirimu. Nama itu identik dengan Yami Naruto sehingga perlu ditambahkan Konjiki/Golden untuk membedakannya. Golden Darkness sendiri adalah nama karakter perempuan dalam anime echi TLR."

"Echi? Kau memberiku karakter echi?!"

"B-bukan begitu," kilah Naruto gelagapan. "Dia tidak echi, yang echi tentu saja karakter laki-lakinya. Lagipula itu cuma saran."

Setelah Hinata melihat langsung fisik Konjiki no Yami, Hinata akui kalau karakter itu cantik, punya rambut pirang yang panjang, pendiam, tapi punya kekuatan yang hebat. Rasanya itu cocok untuk dijadikan nama akunnya yang kedua. "Baiklah, namanya Konjiki no Yami. Kalau begitu biar judul fiksinya aku yang tentukan."

"Sudah ada di pikiranmu?"

"Fanfiction dot NET."

"Menurutku biasa saja."

"Terdengar biasa saja, tapi dalam penulisannya 'dot' ditulis dengan huruf kecil sedangkan 'NET' huruf besar semua. Itu nama program/bahasa pemrograman komputer yang sering digunakan oleh kakakku. Bisa dibilang fiksi ini kupersebahkan untuknya. Meski ia kurang suka aku mengakses FFn, tapi dia sempat memberiku semangat untuk berjuang sampai titik kemampuan tertinggiku untuk membuat FFn lebih baik."

Naruto ikut tersenyum bersama Hinata.

Dimulailah penyusunan fiksi Fanfiction dot NET.


3 bulan kemudian

"Kamu cantik sekali," ujar Naruto. Itu ditujukan kepada Hinata yang saat ini memakai dress putih selutut dalam acara pernikahan Neji dan Tenten.

"Terima kasih," balas Hinata dengan tersipu malu. Sebenarnya Naruto juga tampak gagah sekali dengan jas hitamnya siang itu. Namun Hinata terlalu malu untuk terang-terangan memujinya. "Apa yang kamu bicarakan dengan ayahku tadi?"

Naruto mengangkat bahunya. "Urusan lelaki."

"Jiah."

"Hahaha. Intinya dia hanya bilang, 'Kupercayakan Hinata padamu.'"

Lagi-lagi pipi Hinata merona dibuatnya.

"Ayo kita berfoto, Hinata," ajak Neji. Ayahnya sudah berdiri di samping Neji. Hinata akhirnya merapat ke samping Tenten.

"Kau juga Naruto," tambah Neji.

Naruto yang tak menyangka akan diajak hanya bisa nyengir dan bergegas berdiri di samping Hinata.

"Say, cheese!"


Acara dilanjutkan dengan makan siang. Neji dan Tenten masih harus menyalami tamu-tamu yang baru datang. Ayahnya mengobrol dengan beberapa kerabat, sedangkan Hinata memilih untuk makan bersama Naruto.

"Bagaimana perkembangan fiksimu?" tanya Naruto penasaran. Sudah lama Hinata tak membahas FFn.

"Bagus," jawab Hinata ceria. " Aku senang dengan fiksiku yang satu ini."

"Kenapa memangnya?"

"Jumlah review-nya sedikit tapi panjang-panjang, review one liner hanya hitungan jari. Banyak hal yang membuatku terharu. Diantarnya kisah penghuni lama yang sama-sama merasakan naik turunnya FFn, concriter yang sama-sama sering dibentak penulis, beberapa pembaca yang asalnya hanya silent reader kini memberanikan diri untuk memberikan review, bahkan membuat akun, ada juga yang jadi semangat untuk menulis. Itu semua membuatku senang. Setidaknya fiksiku bisa menyadarkan orang-orang dan memberikan ilmu baru untuk mereka."

"Wah, selamat kalau begitu."

Hinata hanya membalas dengan senyuman tipis.

"Kenapa kamu malah terlihat sedih?"

Hinata menghela napas pelan.

"Setelah dipikir lagi, aku memutuskan untuk menjadikan fiksi Fanfiction dot NET sebagai senjata terakhirku karena aku akan hiatus. Aku akan publish chapter terakhirnya hari ini."

"Hiatus?"

"Ya. Aku sadar perkataan kakak benar. Aku harus berusaha menyeimbangkan kehidupan maya dan nyataku. Nilaiku jeblok dan harus segera kuperbaiki. Aku juga sudah harus mencari tempat kerja praktek. Selanjutnya ada skripsi yang menantiku tahun depan. Saat ini aku ingin buktikan dulu kepada kakak kalau aku bisa lebih baik di perkuliahan."

Naruto menggenggam tangan Hinata. "Aku tahu ini berat bagimu. Aku tahu seberapa besar rasa cintamu pada FFn. Tapi aku mendukung keputusanmu. Kuliah lebih penting. Ini demi masa depanmu. FFn harus rela kehilangan penulis hebat sepertimu."

"Hehe. Jangan terlalu berlebihan. Hal yang sama pernah terjadi saat kamu keluar FFn. Aku akan tetap mengunjungi FFn sekali-sekali. Meskipun akan sangat jarang sekali. Doakan saja kuliahku bisa selesai tepat waktu sehingga aku bisa cepat kembali menulis."

Naruto menghargai keputusan Hinata, sebagaimana Hinata dulu menghargai keputusan Naruto untuk keluar. Hinata sadar dirinya adalah tipe orang yang hanya bisa fokus pada satu hal. Dia tak bisa fokus pada dua hal secara bersamaan. Tapi setidaknya Hinata hanya hiatus, itu artinya ada kemungkinan untuk kembali suatu hari nanti.

"Aku penasaran. Apa ada yang bertanya mengenai akun pertamamu?" tanya Naruto mengalihkan pembicaraan.

"Banyak. Tapi aku selalu merahasiakannya. Aku punya jawaban bagi yang bertanya akun pertamaku."

"Apa jawabanmu?"

"Aku menjawab:

'Jangan tanya siapa aku.

Namaku bisa apa saja, bisa Hinata, bisa Naruto, bisa Neji, bisa Yami.

Aku tak ingin namaku yang kalian ingat.

Aku hanya ingin pesan-pesanku dalam fiksi ini yang kalian ingat.'"

The End


Bales review:

Amu B: genre-nya jadi drama, soalnya romannya kurang. Sebenernya pengen dipanggil Yami, tapi kalau lebih enak panggil 'kakak' silahkan.

Jinsei Megami: Pendapat Neji cukup mewakili bagi orang yang pertama melihat lemon di FFn. Terima kasih koreksi EYD-nya. Beneran itu udah nempel di otak kayaknya. Selalu ngetik 'merubah' :D

Dark Namikaze Ryu: Oh dia toh. Saya ga bisa salahin selera orang. DxD itu anime echi, jadi punya potensi besar dibuat lemon-nya di FFn.

Hanazonorin44: Jadi smart reader/memberi concrit bukan suatu kewajiban. Concrit hanya diberikan kalau memang punya unek-unek. Selebihnya memberi semangat saja sudah membuat penulis senang.

Iray ryuubi, nanaleo099, uchiha no aiko, Rama Dewanagari, KebolblacK: Terima kasih review-nya.

Me Yuki Hina: Ah, saya jadi tahu ilmu baru langsung dari anak sastra. Boleh saya cantumkan istilah deskontruksi naskah di chapter sebelumnya? Apa yang selama ini dilakukan Naruto adalah deskontruksi naskah. Hanya saja dia tak tahu kalau 'modif-modif' cerita itu ada istilahnya. Makasih koreksi EYD-nya.

Dragon Hiperaktif: Iya dari pengalaman saya, ditambah dramatisir di sana-sini.

Nachie-chan: Saya nyerah kalau kesalahannya kata yang berdempet/hilang spasi. Itu terjadi karena perbedaan versi Ms Office yg saya pakai. Kadang versi 2007, 2010, kadang 2013. Maklum sering ngetik fiksi dimana aja dengan modal flashdisk. Format file yang paling stabil untuk fiksi FFn adalah jenis file docx di Libre Office. Sayangnya itu program yang jarang diinstal pengguna komputer (padahal itu office gratis). Hinata adalah penggambaran dari diri saya. Tapi Naruto dan Neji juga menggambarkan diri saya. Jadi kepribadian saya dibagi 3 dan dituangkan dalam 3 karakter.

AN Narra: Sebenarnya ada 2 pendapat. Yang satu mengizinkan penyebutan merek karena itu termasuk majas metonimia. Yang satu lagi melarang karena terkesan tidak netral dan seperti disponsori. Kalau saya pribadi tidak masalah menyebut merek, apalagi kalau memang ceritanya melibatkan merek. Tapi diusahakan jangan berlebihan. Jangan tiap paragraf disebutin merek. Dan yang terpenting jangan menjatuhkan merek tersebut. Jangan gara-gara fiksi kamu nama baik merek tersebut jadi jelek.

Chic White: Saya senang dipanggil Yami :)

Ikanatsu: Kalau berdasarkan aturan CharacterXReaders dilarang, melanggar poin ke 4 guidelines, tentang pelarangan menggunakan karakter nonfiksi.

Soputan: Prediksi saya, selama mayoritas pembaca suka maka akan terus ada fiksi godlike. Belakangan ini penulis menulis fiksi yang bertema 'selera pasar'. Peringkat kedua tetap dipegang romance karena mayoritas penghuni FFn adalah perempuan.

Tsumehaza-Arief: Ya. Hinata emang agak sensi di chapter kemarin. Sebenarnya 'curi' ide ga masalah asal idenya diubah, jangan sama persis. Dengan begitu akan muncul variasi lain dalam plotnya, tidak itu-itu melulu. Selain pembaca bosan, kemampuan penulis juga ga akan berkembang.

Camellia Cadence: Salam kenal Camellia. Kamu satu dari sekian banyak yang tersindir oleh fiksi ini. Emang itulah tujuan ditulisnya fiksi ini. Diharapkan pembacanya bisa berubah jadi lebih baik.

Silent reader tobat: Selama tetap ada link yang dicantumkan maka tidak masalah :)

Uchiha leo: Saya rasa itu bukan mencuri ide. Apalagi kalau alur, konflik, dan tokoh yang beda. Mencuri ide itu kalau semuanya sama mulai dari awal sampai akhir. Bahkan sampai urutan kejadiannya sama.

Neerval-Li: Salam kenal. Senang sekali bisa berbagi tentang masa-masa sulit di FFn. Memang benar FNI itu sering dijadikan ajang coba-coba penulis baru (karena ramai). Mau tak mau itu juga menyebabkan banyaknya fiksi yang ditulis tanpa membaca aturan, terlalu dipaksakan jadi rate M, dan terlalu berpatokan pada jumlah review, sampai menuliskan target jumlah review. Entah ini akan berulang sampai kapan. Semoga fiksi ini bisa sedikit menyadarkan para penulis.

Lsamudraputra: Cek PM :)

Kirika astam: Kalau kamu udah ga baca lemon, berarti kamu udah mulai dewasa dan bisa mengontrol nafsu.

Orang tak dikenal: Terserah penafsiran kamu aja :)

Uzumaki Nawawi: Itu terserah penulis, kalau pengen lebih mantep bisa pake 3 disclaimer.

Silentreader-yops: Silahkan nyoba bikin fiksi, tapi selalu patuhi aturan, EYD, dan konsultasikan dengan beta reader.

DACAPYBM: Makasih udah ngasih review petama di fiksi ini. Berikan juga review ke setiap fiksi yg kamu baca sebagai penghargaan kepada penulisnya.

Charis almas 1: Ahaha. Nulis fiksi ga bisa dicepetin. Urusannya sama otak & mood nulis. Tiap selesai ngetik, langsung publish. Ga perlu nunggu waktu. Umur saya rahasia.

Sasshi Ken: Dimaklumi aja dulu. Citra FFn lagi turun gara-gara banyak lemon.

Ren Kazune: Naruto ga terang-terangan belain. Ini masalah keluarga Neji-Hinata.

Dinisyofita: Salam kenal juga, lain kali jangan jadi silent reader ya.

Terima kasih kepada pembaca yang sudah membaca fiksi ini dari awal sampai akhir. Saya senang meskipun respon terhadap fiksi ini tak segila pada tema yang sedang nge-trend sekarang, setidaknya ada sejumlah pembaca yang berubah jadi lebih baik setelah membaca fiksi ini. Review di fiksi ini panjang-panjang dan murni karena keinginan pembaca untuk berbagi pengalamannya, bukan karena paksaan. Itulah yang saya hargai.

Maaf bagi yang meminta akun pertama saya, saya tidak bisa berikan. Saya akan mengulangi kalimat di akhir fiksi. "Aku tak ingin namaku yang kalian ingat. Aku hanya ingin pesan-pesanku dalam fiksi ini yang kalian ingat." Majukan terus fanfiksi berbahasa Indonesia!

.

.

.

Konjiki no Yami