Chapter 4 : Finish!

Warnings! : AU, OOC, OOT, MISSTYPO(S), TYPO(S), MINI ROMANCE (nggak yakin) KaitoMiku, bahasa alay berantakan.

Disclaimer : Vocaloid and the character belongs to Yamaha. Kalo ada karakter fandom lain nyelap di fanfik ini, karakter itu punya yang empunya. Fanfic ini 100000% milik BakArisa si author nista yang hobi bikin masalah dan menyelesaikan masalah!

"Menjadi slave disini, Miku?"

Miku gelagapan. Dia menjambak rambutnya kuat-kuat bersaha menghilangkan memori buruk yang menyerang kepalanya.

"Sebaiknya kau ikut aku." kata Mikuo.

"Ti-tidak! TIDAK MAU!" Miku berteriak mengalahkan ributnya band dadakan yang dibentuk Kaito tadi sore.

Mikuo menancapkan suntikan berisi obat bius pad tangan adiknya lalu menyeret adiknya, tak peduli bahwa jarum suntik itu masih menancap di kulit mulus adiknya itu. Kaito menyuruh teman-temannya untuk kabur. Kaito menarik penghambat granat gas air matanya lalu melemparkannya dan ikut kabur bersama temannya.

Mikuo yang gerakannya lebih cepat daripada waktu ledak gas air mata Kaito sudah berada di jalan rahasia menuju

tempat penyekapan.

.

.

.


Akaito berlari menuju ruangan LOVE dan mengetuk pintu dengan angka 001 dengan keras. "Aprodhite! Aprodhite!"

Tak ada sahutan. Akaito memutuskan untuk lanjut berlari daripada menunggu gadis dengan rambut ungu itu.

Akaito mendengar keributan di ruang tengah segera mempercepat gerakannya menuju ruangan LOVSEX. Tapi gerakannya banyak terhambat karena dia bingung memilih kunci dan karena dia panik.

SINGGGG!

Akaito merasakan tangan kanannya yang memegang kunci terasa sakit. Dia menjatuhkan kuncinya dan memegangi tangannya. Basah, Akaito melongok ke tangannya yang terasa sakit dan melihat tangannya dilumuri darah.

"Kau pasti ada hubungannya dengan wanita jalang ini dan Perseus, Finius." kata laki-laki berambut teal yang terlihat mirip dengan Miku.

"Andromeda!" Akaito berlari menuju Miku yang diseret. Tinggal beberapa langkah lagi menuju gadis yang sangat dekat dengan adiknya, moncong pistol itu sudah ditodong ke kepala Akaito.

"Tak ada orang yang boleh kabur dan mengetahui rahasia Olympus. Kurasa kau sudah tahu tentang peraturan itu."

"Hades!" geram Akaito.

Akaito melayangkan tinju ke wajah Mikuo tapi Mikuo berhasil mengelak. Dengan cepat Mikuo yang memiliki kode Hades itu segera menancapkan jarum suntiknya yang lain ke pergelangan tangan Akaito dan menyeretnya menuju tempat penyekapan.

.

.

.

.

Kaito, Rin, Rei, Len, dan Gakupo mencoba mengatur napas mereka setelah berlari dengan kecepatan seperti sedang dikejar dept collector. Sebenarnya mereka dikejar-kejar oleh gas air mata yang memiliki ventilasi ke arah tempat kabur mereka.

"Kalian.. hosh.. baik... baik.. saja, 'kan?" tanya Kaito ngos-ngosan.

Len, Rei, Rin, dan Gakupo mengangguk.

"Kalian segeralah pulang dan ganti baju!" perintah Kaito. Rin menarik tangan Kaito dan terlonjak kaget. Tangan kakak kelas yang pernah dia siksa itu benar-benar dingin, lebih dingin dari es. "Shion-senpai?"

"Bagaimana dengan nasib Miku?!" tanya Len sambil mengelus pundak Rin yang terlihat kaget .

"Aku akan menyelamatkan mereka! Tenanglah, Kiiroine-san! Cepatlah kalian harus pulang!" sahut Kaito.

Ketiganya berdiri dan segera berlari ke rumah masing-masing. Kaito kembali ke Olympus.

Dia baru saja sampai di tangga yang menghubungkan antara club odong-odong dan Olympus dan kini dia dihadang oleh sekelompok keamanan Olympus.

"Kau harus menghadapi Zeus-sama, Ares-sama, dan Hades-sama." kata salah seorang dari mereka sambil menodongkan pistolnya ke kepala Kaito.

Kaito segera menendang tangan orang berpakaian jas formal itu dan menangkap pistolnya.

"Mundur! Atau kutembak kalian!" ancam Kaito.

"Jangan cuma menggertak bocah," kata pria yang barusan pergelangan tangannya ditendang meremehkan. "Cobalah tembak kami."

Kaito membuka pengaman pistol di tangannya dan segera menembak tangan pria itu dengan cepat. "Aku bukan cuma menggertak! Aku serius!"

Pria itu memegang tangannya tangannya yang bolong karena ditembak. "Cepat bereskan bajingan itu, idiot!" Dia menyuruh anak buanya untuk segara membereskan Kaito sambil mengerang kesakitan.

Anak buah pria itu segera menyerbu Kaito. Kaito yang dulu sempat menerima pelatihan bela diri dari sekolahnya segera balas menyerang.

Kaito melepaskan beberapa tembakan peringatan namun cuma dianggap gertak sambal saja untuk anak buah ketua keamanan Olympus itu.

Sebuah tinju melesak ke wajah Kaito dan Kaito sama sekali tak mengelak. Kaito segera memojokkan pria yang meninju wajahnya ke pegangan tangga dan segera mendorongnya jatuh. Masih ada sekitar delapan penjaga lain.

Kaito yang bisa saja bertarung satu lawan satu atau paling banyak 5 orang kini harus melawan 8 orang dewasa yang memegang senjata dan sudah terbukti memiliki prestasi di ilmu bela diri. Kaito benar-benar sudah kehabisan akal. Dia segera melesak ke kepungan orang-orang itu, mencoba menerobos supaya dia bisa turun. Kedua tangannya dicengkram dan dia dilemparkan ke border tangga di bawahnya.

"Sshhh," Kaito meringis saat kepalanya mencium keramik lantai border tangga. Pria-pria itu menerjang terjun ke arah Kaito dan mulai memukulinya dan menendanginya. Kaito tak bisa berkutik lagi.

.

.

.

.

"Hah.. hah.. hah.. Gila pertahanan bocah ini sangat kuat! Tak heran Zeus-sama memberinya kode Perseus.. hah.. hah.. hah..." ucap salah satu pria itu sambil meregangkan jari-jarinya yang puas menghajar Kaito.

Kaito sudah kehilangan kesadaran dengan wajah babak belur dan darah keluar dari hidung dan mulut.

Pria-pria itu pergi, meninggalkan pemuda berumur 16 tahun yang sudah babak belur bahkan sekarat di border tangga. Sebelum mereka benar-benar pergi, mereka menghadiahi Kaito dengan tendangan lalu pergi.

Cincin di balik syal Kaito berkedip.

.

.

.

Akaito yang diam-diam sudah siuman dari bius Mikuo, sibuk memenceti hiasan bulat kecil berwarna merah yang dicurinya dari jari Miku saat itu. Yah, si Mikuo itu bisa dibilang bodoh karena membiarkan pergelangan tangan Akaito bebas tanpa belitan tali. Miku yang diikat di punggungnya nampaknya belum sadar. Akaito benar-benar khawatir, dia mendengar keributan di atasnya. Suara orang dipukuli dan sumpah-serapah kotor dan kasar membuatnya semakin khawatir.

PYAR! Bulatan kecil itu meledak karena terlalu banyak ditekan. Akaito menyerah. Apapun yang terjadi nanti dia sudah siap.

Sedetik kemudian, dia mendengar suara ledakan dengan desibel kecil yang sama yang mampu didengar oleh telinganya yang super peka.

"Apa yang kau lakukan, Finius?! Mencari bantuan?!" Mikuo datang dan langsung menendang wajah Akaito. Bola mata teal Mikuo menangkap kilauan cincin yang tak tergenggam sempurna di tangan Akaito.

"Benda apa ini?" Mikuo merebut cincin itu dari tangan Akaito, membuat tangan si pemuda berambut merah itu meringis perih karena pecahan batunya menggores dalam tangannya.

"Kem.. bali.. kann.."

Akaito menoleh ke arah datangnya sumber suara. Itu adiknya! Kaito!

"Well, well, hebat juga kau bisa sampai kesini dengan kondisi sekarat seperti itu.." cibir Mikuo.

Kaito mencengkram tembok di sampingnya. "Lepaskan mereka!"

"Yang mana?" Mikuo memutar-mutar sebuah pisau di tangannya. "Kau harus membunuh salah satu di antara mereka."

"Tch," decak Kaito kesal.

Akaito menunduk, dia tahu kalau adiknya akan memilih gadis bernama Miku itu yang sedang pingsan terikat di punggungnya.

"Aku..." Kaito berkata sambil menggigit bibirnya yang sudah berdarah.

"Biar kutebak, kau akan memilih wanita jalang di belakang sampah itu, 'kan? Yaaa habis.. wanita jalang itu bisa memuaskan nafsumu, 'kan?"

"Miku bukan seperti wanita disini! Dia jauh lebih terhormat!"

STAB! Sebuah pisau melesat dan menancap di tembok samping Kaito.

"KALIAN! KELUARKAN SANDERANYA!" teriak Mikuo keras.

"Ha'i!" sahut anak buah Mikuo.

Anak buah Mikuo menyeret seseorang keluar dari ruangan dan melemparnya untuk berkumpul dengan Akaito dan Miku.

"Nee-chan!" Akaito dan Kaito berseru bersamaan.

"Kaito-kun! Akaito-kun!" sahut Kaiko sambil mencoba berdiri.

Mikuo mengeluarkan pistolnya dan mengarahkannya ke arah Kaito. "Siapa yang akan kau pilih dari tiga sampah itu?"

Kaito bergantian menatap Akaito dan Kaiko.

"Kau hanya punya satu pilihann..." suara rendah Mikuo terdengar sedang mengejek Kaito.

"Bisakah kau diam?! Biarkan aku berpikir!" balas Kaito berteriak. Alis Mikuo menukik sebelah, menciptakan kerutan di dahinya. Akaito dan Kaiko melotot terkejut.

"Hahhh, baiklah, baik.. Kuberi kau setengah menit untuk berpikir." Mikuo menyimpan pistolnya sambil mengedikkan bahu acuh.

"Aku sudah tahu siapa yang akan kubunuh, Hades." ucap Kaito sambil melirik pergerakan Mikuo dari ekor matanya. Manik samudera itu menunjukkan ekspresi lain namun tak mampu ditangkap oleh Mikuo karena pencahayaan disini pun remang-remang.

Akaito dan Kaiko mendongakkan kepala kaget dan takut...

"Siapa yang akan kau bunuh?" tanya Mikuo antusias, ck, rupanya dia adalah seorang psycho.

"Lihat saja nanti," Kaito menyeringai penuh maksud. "Bolehkah kupinjam pistolmu?"

Mikuo melempar pistolnya yang langsung ditangkap oleh tangan babak belur Kaito.

Kaito menyeret kakinya untuk berjalan mendekat ke arah Akaito. Manik scarlet itu membulat ketika moncong pistol itu tepat di depan dahinya.

"Aku akan..." Kaito menjeda kalimatnya. Akaito gemetaran sampai membuat Miku terbangun.

"... membunuhmu.."

DOR!

.

.

.

.

.

.

.

Akaito membuka matanya yang terpejam. Tidak, dia tidak merasakan sakit. Yang dia lihat adalah tubuh Mikuo yang bersimbah darah.

"Mikuo-kun!"

Kaiko berlari menuju Mikuo dan menubruk tubuh adik angkatnya itu sampai Kaito jatuh tersungkur dan kepalanya menghantam lantai.

Kaiko merengkuh tubuh Mikuo yang bersimbah darah sambil menangis.

"Kaito, apa yang kau lakukan dengan Mikuo-nii? Kaito?!"

Kaito tidak menjawab. Dia sudah kehabisan tenaga. Bahkan hanya untuk menggerakkan bibirnya untuk menjawab Miku, dia sudah tak memiliki tenaga. Akaito meronta, mencoba untuk melonggarkan tali yang melilit di tubuhnya dan gadis di belakangnya.

Anak buah Mikuo hampir saja menyeret Kaito ke tempat sampah di atas tapi diurungkan karena tatapan membunuh mantan gadis berkode Andromeda yang kini berkode Persephone.

"Biarkan dia disitu, aku yang akan membereskannya." Kaiko melemparkan tatapan tajam pada masing-masing anak buah Mikuo.

"KAITO! APA YANG KAU LAKUKAN PADA MIKUO-NII! JAWAB AKU!" teriak Miku.

Kaiko menggerakkan matanya pada pria bertubuh jangkung berambut ash white, mengisyaratkan pada pria itu bahwa dia harus membuat Miku diam.

Pria itu menyumpal mulut Miku dengan gulungan koran.

Kaiko mengambil pistol yang tergeletak tak jauh dari Kaito.

"Kau tahu apa alasanku kabur, meninggalkanmu, dan menjadi pelacur?" Kaiko bertanya dengan pertanyaan yang sudah dia ketahui jawabannya. Kaito tak bisa menjawab dia hanya bisa menggerakkan bola matanya, menatap intens manik mata Kaiko yang sewarna dengan miliknya.

"Kau adalah," Kaiko meletakkan ujung pistol itu di dahi Kaito. "ku-tu-kan, Kaito."

"Tidak ada kutukan! Dia bukan orang terkutuk! Kau menjadi pelacur memang kau punya kelainan!" seru Akaito membantah.

"Kelainan? Tahu apa kau soal aku, Akaito-kun?" Kaiko ganti menatap Akaito.

"Dulu saat kita masih serumah, aku selalu mendengar desahan tak jelas di kamarmu! Sekalipun aku tak pernah melihatnya tapi kau pasti melakukan itu!"

"Tch," Kaiko berdecih. "Sumpal dia. Dia terlalu berisik untuk ukuran remaja laki-laki berumur 16 tahun."

Seorang pria datang dan hampir menyumpal mulut Akaito tapi Akaito keburu meludah ke mata orang itu.

Kaiko kembali mengancam Kaito dengan pistolnya. "Aku ingin sekali menghabisimu tapi aku tak ingin membuat tanganku kotor dengan melakukan hal yang membuang tenaga seperti itu."

"La... ku..kan.. ap..a.. yang.. i..ngin.. ka..u la..kukan... O..ne..e-cha..n.." lirih Kaito. Dia menarik sudut bibirnya ke atas, membuat sebuah lengkungan yang kita kenal sebagai senyum. "Kutukan Shion memang ditaruh padaku. Leherku lah saksinya.."

'Jadi, garis itu?' batin Miku. Miku benar-benar ingin melihat kondisi pemuda yang selalu membuatnya shock dengan aksi romatisnya. Dia tak bisa melihat Kaito karena terhalang lengan Akaito dan kunciran rambutnya. Untuk saat ini, dia berpikir untuk mengganti gaya kunciran rambutnya.

"Kaito!" seru Miku. "Jika kau membunuh Mikuo-nii aku benar-benar berterima kasih, sangat berterima kasih. Kau telah membalaskan dendamku!"

'Dendam?' batin Akaito bertanya.

"Andromeda, kau punya hubungan saudara dengan Hades?" tanya Akaito sambil mencoba menatap Miku lewat ekor matanya.

"Hades-idiot itu adalah kakak laki-lakiku. Dia adalah orang paling brengsek yang ada di muka bumi. Dia adalah orang yang telah menjualku pada pria-pria itu! Dia adalah orang yang hampir menjerumuskanku pada gelapnya dunia prostitusi!" teriak Miku. "Tapi Kaiko-san waktu itu menyelamatkanku! Dia menggantikanku!"

Kaito terbatuk dan memuntahkan darah. Dia tak bisa mempertahankan kesadarannya lagi. Tubuhnya mendadak ringan dan pandangannya mengabur seiring detik bergulir. Sampai akhirnya dia menutup matanya.

"Hahaha," tawa Kaiko. "Eng, hahahahahahahahahahaha!"

Tawanya bergema. Dia melemparkan sebilah pisau ke arah Akaito. Akaito menangkis pisau itu dengan kakinya, membuat luka robek pada betis sampingnya.

"Rupanya kau sudah menyadarinya dari dulu! Hebat sekali! Tidak heran Shion-Shion idiot itu menjadikanmu pewarisnya! Hahahaha!" sindir Kaiko. "Sementara si idiot ini dianggap pembawa sial dan dijadikan penampungan kesialan Shion!"

"Kaito bukan pembawa sial!" Akaito dan Miku berteriak membantah bersamaan.

"Buh!" Kaiko menahan tawanya. "Sekutu pelindung pembawa sial, hm? Lucu sekali.."

Kaiko merasakan tangan sedingin es mencengkram kakinya. "Kau.. ta..hu.. nee-chan? Se..lama.. ini.. ke..lua..rga.. Shion.. mencarimu.."

"Lalu apa maumu?! Kembali ke keluarga idiot itu! Disana mereka tak bisa memenuhi kebutuhanku!"

"Mereka memang tak akan pernah bisa memenuhi kebutuhan abnormalmu!" Akaito menyahuti tanpa disuruh lagi.

"Diam kau, bajingan!" Kaiko menendang wajah Akaito lagi.

"On..ee.. chan.." Kaito mencoba bangkit berdiri, "cukupp.. sampai.. di..sini.. Cukup!"

"Tidak! Aku tak akan pernah merasa cukup!"

Kaito menendang tulang kering Kaiko dengan keras, membuat wanita berambut pendek biru itu tersungkur.

"Cukup sampai disini! Jika aku tak bisa mengembalikanmu ke dunia nyata! Aku akan dibunuh!"

Mata Akaito membulat. Dibunuh? Hei, cukup sudah dia melihat Kaito yang selalu tersiksa sepanjang masa kecilnya. Entah apa jadinya jika ujung benang tipis yang menghubungkan mereka putus karena Kaito meninggal.

"Hahahaha, bukankah dari dulu kau selalu hendak dibunuh? Sepanjang penglihatanku bersamamu, kau sudah hampir dibunuh 15 kali dan buktinya kau masih hidup."

"Onee-chann..." Kaito menarik napasnya, mengeluarkan sesuatu saku belakang celananya, "aku akan melakukan apapun untuk mempertahankan hidupku."

TRAK! Hammer pistol ditekan, pengaman telah dibuka. Kaiko memungut pistol yang tergeletak di samping kakinya.

Tangan Kaito dan Kaiko terulur ke depan, menodongkan masing-masing senjata ke sasarannya. Kaiko menodong Kaito, begitu pula sebaliknya.

"Aku yakin kau tak akan mampu menembak malaikat penolongmu." Kaiko mengejek.

"Malaikat penolong kami adalah dirimu 10 tahun yang lalu!"

Akaito melongo. Adiknya, Kaito, menganggap keberadaannya ada padahal dia sudah sering kasar padanya.

"Aku adalah aku. Shion Kaiko adalah Shion Kaiko. Tak ada perubahan," Kaiko menghentak-hentakkan hak sepatunya. "Lagipula alasan orang tuaku mengadopsi kalian supaya aku bisa belajar bertanggung jawab. Yah, secara kebetulan di panti asuhan itu aku menemukan kalian yang masih ada hubungannya dengan Shion. Kau tahu, aku bukan tipe orang yang bisa bertanggung jawab mengawasi bocah-bocah menyusahkan seperti kalian."

Kaki Kaito mulai tak sanggup menahan berat tubuhnya. Dia sudah terlalu memaksakan diri.

"Cukup Onee-chan! Lebih baik onee-chan keluar dari sini dan aku tak perlu menembakmu!"

"Tembak aku!" tantang Kaiko.

DOR!

'Sial, meleset!' umpat Kaito dalam hati.

"Upss, pelurunya meleset!" lagi-lagi Kaiko menghina Kaito.

Kaito ambruk. Dia benar-benar sudah kehabisan tenaga.

"Kehabisan tenaga, huh?" Kaiko menginjak kepala Kaito. "Keturunan sial sepertimu sudah sewajarnya mati."

Kaiko menekan hammer pistolnya dan mengarahkannya pada kening Kaito.

Kaito benar-benar pasrah. Percuma saja aku hidup, pikirnya.

DOR!

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Kaito merasakan hawa panas di samping telinga kanannya dan bau bubuk mesiu. Dia tak merasakan pertambahan rasa sakit.

"Jangan coba-coba bunuh Kaito, Kaiko-san!" teriak Miku kencang tepat di depan telinga Kaiko. Dia tak peduli dengan lecet di sekujur tangannya. Yap, Hatsune Miku berhasil melepaskan ikatan yang membelit tubuhnya dan Akaito dengan cara memaksa talinya untuk putus. Entah dorongan apa yang sanggup mendorong Miku untuk melakukan hal yang melukai dirinya sendiri itu.

Miku berhasil merebut pistol di tangan Kaiko. Miku mengancam Kaiko dengan cara meletakkan ujung laras pistol itu tepat di kening Kaiko.

"Aku-aku benar-benar berterimakasih karena Kaiko-san mau menggantikanku ta-tapi aku nggak tahu kalau maksud Kaiko-san menggantikanku hanya untuk memenuhi kebutuhan abnormal Kaiko-san! Itu benar-benar dosa, Kaiko-san!" Miku berujar sambil mengurai air matanya. "Seharusnya Kaiko-san menghancurkan tempat ini bukannya ikut-ikutan menjadi pelacur disini!"

Kaiko mendengus.

"Atas alasan apa kau menolong anak sial itu, hah?!" tanya Kaiko marah.

"Berhenti menyebut Kaito dengan sebutan 'anak sial' dan sebagainya atau aku akan membuat Mikuo-nii benar-benar mati!" jawab Miku mengancam. "Kaiko-san benar-benar mau tahu alasanku menonlong Kaito?"

Kaito berusaha untuk duduk agar bisa melihat Miku yang sedang duduk diatas perut Kaiko dan mengancam dahi wanita berambut biru pendek itu.

"KARENA AKU SUKA PADANYA!" teriak Miku bergema ke seluruh ruangan.

Kaito membeku. Akaito melongo.

Oh.. kekuatan yang membuat Miku berhasil membuat ikatan tali sekuat itu putus karena..

... suka... Miku benar-benar sudah dewasa, 'ya? (author : *dicolok matanya.)

Well, secara nggak langsung Miku nembak Kaito. Serius.

"Sekarang Kaiko-san sebaiknya menyerah!"

Kaiko membuang napas berat. "Tidak mau!"

"Coba ingat sudah berapa nyawa yang telah Kaiko-san bunuh bersama Mikuo-nii! COBA INGAT!" Miku meneriakkan kalimat terakhirnya.

Kaiko menatap langit-langit di atasnya lalu menghela napas.

"Sudah ingat?" tanya Miku melembut.

"Sudah diamlah, cerewet! Turun dari perutku!"

Miku turun dari perut Kaiko perlahan-lahan dan ganti menduduki tangan Kaiko. "Asal kau janji tak akan kabur!"

Kaiko memutar bola matanya. "Baik!"

PLAK! Miku ditampar keras oleh Mikuo sampai Miku tersungkur.

"Beraninya kau, jalang!" ucap Mikuo marah.

DOR! Miku menembak kaki Mikuo. "Itu untuk apa yang kau lakukan padaku 2 tahun lalu, Nii-chan."

Mikuo menjerit kesakitan sambil mencengkram kakinya yang berlubang.

Kaiko memeluk Mikuo sambil menangis. "Kita akhiri saja disini, Mikuo-kun!"

"Miku, ayo cabut!" ajak Akaito yang tengah merangkul Kaito yang pingsan (dia pingsan setelah mendengar suara tembakan pistol Miku).

Miku membantu membopong Kaito dan dengan cepat mencari jalan keluar.

.

.

.

.

.

.

.

.


(3 days again)


.

.

.

.

Olympus, tempat prostitusi raksasa di Jepang, digrebek oleh pihak berwajib setelah mendengar beberapa suara tembakan dari ruang bawah tanah dilepaskan.

Selain menjadi tempat prostitusi, disana juga merupakan tempat bandar pengedar narkoba dan tempat pembunuhan. Korban-korban pembunuhan adalah wanita-wanita yang selama ini dicari-cari oleh kepolisian.

Pelaku dibalik kasus ini yang berinisial YL, ZZ, HM, dan SK, dituntut atas pasal berlapis dan divonis dipenjara seumur hidup.

Tiga remaja yang mengungkap kasus ini, Hatsune Miku (16), Shion Kaito (16), dan Shion Akaito (16) masih dirawat intensif di rumah sakit karena menderita luka cukup banyak.

...

Kaito menutup korannya dan meletakkannya di atas loker kecil di samping tempat tidur rawatnya. Pergerakan tangan kirinya terganggu karena jarum yang terpasang selang infus yang menancap pada pergelangang tangan kirinya.

Kaito mendudukkan dirinya dan turun perlahan dari tempat tidurnya sambil menggeret tiang infusnya.

Baru saja dia hendak menggeser pintu kamar inapnya, seseorang menggeser pintu dengan kasar. Ternyata orang itu adalah gadis manis karakter utama cerita kita, Hatsune Miku

"Yatta, Kaito! Kita dapat undangan!" seru Miku sambil meletakkan tiang infusnya dan menyodorkan Kaito sepucuk amplop berwarna coklat. Dia benar-benar tak peduli dengan kondisi tangannya yang diperban kencang.

"Undangan apa?" tanya Kaito sambil membuka amplop yang disodorkan Miku. Mata Kaito dengan teliti membaca huruf-huruf yang tertera pada amplop itu dan mendadak bersorak.

Undangan berasal dari VoCriminal University, universitas khusus yang menangani bidang dunia kriminal, universitas yang didambakan Kaito semenjak SMP.

"Aku mau kuliah disana. Tapi sepertinya kalian berdua duluan deh. Aku nggak bisa masuk kelas akselerasi tahun ini, nilaiku banyak yang turun. Yah, aku harus nunggu setahun lagi deh," kata Miku sambil bersandar pada dinding. Senyum masih belum hilang dari wajahnya. "Kau?"

"Pastinya! Kita akan menjadi detektif terbaik!"

Miku tertawa kecil. "Oh ya, Kaito. Mengenai kutukan itu.." Miku bertanya ragu.

"Eh, kau percaya? Hehehe," kekeh Kaito. "Aku bohong soal kutukan itu. Aku cuma membuat Kaiko-nee terbawa suasana. Garis di leherku itu cuma bekas luka gores biasa. Nggak ada yang spesial."

Miku mendengus. Padahal dia mau menyemangati pemuda di depannya itu.

"Eh, Miku," Kaito kembali duduk di atas tempat tidurnya. "Kau serius suka padaku?"

Miku blushing.

"Engghhh, e-etto.. a-ano.. so-sore wa.." gagap Miku sambil memilin-milin selang infusnya.

"Kau seriusan?" Kaito terkesan.. menuntut?

Miku semakin blushing sampai akhirnya salting.

Kaito memiringkan sebelah kepalanya. "Kalau Miku beneran suka sih... aku terima.."

Wajah Kaito juga blushing. "Suki da yo, Micchan."

Miku terlonjak kaget atas pernyataan Kaito. "Hontou ka?"

Kaito mengangguk. "Kalau Miku?"

Miku menerjang Kaito dan memberikan kecupan singkat pada pipi Kaito. "Watashi mo, Kaito!"

Keduanya tersenyum lalu tertawa.

.

.


Yah, harapan Miku pada pesawat kertasnya benar-benar terwujud...


.

.

.


The End


.

.

.

.

.


(OMAKE)


(9 years later)

.

.

.

.

Di dalam sebuah gedung pencakar langit, seperti biasa, terjadi kesibukan-kesibukan yang selalu terjadi di saat-saat jam kerja.

Di dalam sebuah ruangan di gedung, 3 orang agen detektif yang terdiri dari dua orang pria dan seorang wanita sedang mengelola berkas-berkas kejahatan di meja mereka.

"Mou, aku kangen kerja lapangan," wanita satu-satunya dalam ruangan itu merengut tapi masih sibuk membaca berkas.

"Agen level 8 keatas bakal susah dapet kerja lapangan, Miku." pria berambut merah menyahuti sambil mengetik dan menyeruput kopi pedasnya.

"Tenang saja, Micchan. Sekali dapet kerjaan kita pasti langsung puas." hibur pria yang satunya lagi yang berambut biru.

Pintu ruangan mereka diketuk dari luar.

"Masuk!" ketiganya berucap kompak.

"Agen V170201, V170202, dan V310801 dipanggil oleh Hirane-sama." kata seorang pria berambut merah muda bernama Yuuma.

"Ha'i!" ketiganya berdiri dari masing-masing mejanya dan berjalan mengekor di belakang Yuuma.

Sesampainya di ruangan atasan mereka, Hirani Tekuno, agen level 10, ketiga agen berlevel 9 itu berdiri dengan posisi siap.

"Agen V170201, Shion Akaito, siap bertugas, sir!"

"Agen V170202, Shion Kaito, siap bertugas, sir!"

"Agen V310801, Hatsune Miku, siap bertugas, sir!"

"Santai saja lah... Nggak usah formal gitu. Bagaimana pun juga, aku inspektur baru." ucap Hirane sambil mengibas-ngibaskan tangannya.

"Tapi tetap saja, Hirane-sama adalah atasan kami dan Hirane-sama lebih tua dari kami." sahut Miku sambil mengedikkan bahu.

"Cuma beda 10 tahun," Hirane-san tersenyum tipis. "Kalian yang hebat. Sekolah 4 tahun, kecuali Hatsune-san 3 tahun, dan 5 tahun kemudian sudah dapat level 9."

Ketiganya senyum-senyum bangga.

Hirane memutar bola matanya. Begini nih tingkah tiga anak buahnya bila dipuji sedikit.

Hirane memberikan masing-masing sebuah map pada agen-agennya, Kaito, Akaito, dan Miku.

"Kasus prostitusi?"

"Pembunuhan?"

"Pengedaran narkoba?"

Ketiganya bertanya kompak. Raut wajah tiga agen detektif itu menegang. Meskipun agen wanitanya nyaris melompat kegirangan.

Pria berkacamata berambut abu-abu itu celingukan melihat keadaan di sekitarnya.

"Olympus Case. Sedikit mengenang masa lalu, tak masalah, 'kan?" tanya Hirane.

"Biasa saja." jawab ketiganya kompak dengan nada cuek dan tampang yang cuek pula.

"Baiklah, agen, kuserahkan kasus ini pada kalian!" ucap Hirane tegas.

"Ha'i!"

Mereka bertiga balik kanan dan berjalan keluar dari ruangan Hirane.

"Kasus kenangan lama, 'ya?" agen wanita berambut teal yang digulung melepas topinya.

"Sepertinya begitu." jawab agen pria berambut biru.

"Sudahlah, tak perlu melihat ke belakang! Cukup melangkah ke depan tanpa perlu melihat ke belakang! Kita cuma harus belajar saat melihat ke belakang!" seru agen pria berambut merah diplomatis.

Dua agen di sebelah agen itu tertawa kecil.

.

.

.

.

.

.


Real The End!

.

.

.

.


Author's Line:

Gomen ne, update lama m(_ _)m

Kenapa? Nggak ada alasan khusus sih, cuma tiba-tiba diserang WB aja. Aku kira nggak ada yang nunggu fic ini, ternyata ada! Sankyuu Satsuki21as-san (maaf yaaa nunggu lama :3 Aku nggak tahu kalau Satsuki21as-san benar-benar menunggu fic ini (ketahuannya waktu baca PM)) dan yang lainnya!

Err, GaJe, 'ya? Tapi sumpah fanfik ini berakhir disini karena di rencananya juga berakhir di chap. 4 atau 3 gituuu..

Arigatou, buat yang udah fav/follow/ dan review. Silent-silent readers juga saya ucapin Arigatou!

Yak, sampai ketemu di FF-FF author yang lain!

Jaa nee!~