jangan baca kalau ga suka


*Ookami : serigala


.

.

.

Kaki kokoh itu mengambil langkah lebar-lebar, mencoba menjauhi kaki yang lebih mungil. Wajah sang pemilik kaki mungil mengerenyit tak suka dan dengan cepat mengejar si kaki kokoh dengan lincahnya. Jemarinya yang mungil menggenggam erat lengan kimono hitam orang di depannya, mencegahnya agar jangan pergi lagi.

"Tunggu, Kai! Tunggu!" suara lembut itu mencoba keluar lebih keras.

Sayangnya, si pemilik kaki kokoh, Kai, tidak berniat sedikitpun mendengarkan sang kekasih –sepihak–nya. Dengan cepat Ookami*-sama itu berkelit hingga cengkeraman keras itu terlepas dan sang kekasih tertinggal jauh di belakang.

"Aku akan pulang sebelum tengah malam, makanlah duluan, jangan menungguku," suara tegasnya bergema di lorong. Dalam hitungan detik, sang serigala menghilang entah kemana.

Kyungsoo menatap tempat Kai menghilang dengan tatapan datar.

"Kabur lagi, eh,"

.

.

.


.

.

.

Beda Kyungsoo, beda juga dengan Kai.

Sang serigala mengusap dadanya lega. Untuk ke sekian kalinya dia berhasil berkelit dari sang submissive dan kabur entah kemana (ke kamar Luhan, sebenarnya).

"Cara ini tidak akan berhasil selamanya, paduka yang MAHA berani,"

Suara dingin penuh sindiran itu membuat dahi Kai berkedut kesal.

"Berisik, Xi Luhan. Kau tidak tahu bagaimana rasanya berada di posisiku," gerutu sang 'paduka'.

Luhan tertawa kecil, "Tentu aku tahu, aku juga pernah punya kekasih, kau tahu,"

"Ha, kau? Kekasih? Lelucon lucu, Xi,"

"Sembilan puluh delapan tahun lalu aku pernah mengambil seorang gadis persembahan sebagai kekasihku, kau tak ingat?"

Luhan melempar sekaleng soda pada atasannya itu. Kai mendengus dan memutar bola matanya komikal,

"Dan berakhir dengan kau memisahkan kepala dari tubuhnya. Tentu aku ingat,"

Dibukanya soda tersebut.

Luhan tersenyum manis, "Dia gadis yang manis, kau tahu. Tipe idaman,"

"Lalu kenapa kau membunuhnya?"

"Karena dia terlalu ribut. Merengek seperti bayi," jawab Luhan dengan nada malas.

Kai meneguk soda dingin di tangannya. Matanya bergerak memperhatikan kamar tidur kecil itu. berantakan dan juga mengerikan. Auranya benar-benar tidak bersahabat. Dan apa itu darah yang mengotori dinding dekat jendela?

"Seseorang akan ketakutan bila melihat kamarmu," celetuk Kai. Luhan mengangguk setuju.

"Betul, sedikit mengerikan ya," gumamnya, "Tapi tak apa lah, yang melihatnya pun hanya kau,"

"Bagaimana dengan Minseok?"

Luhan tidak langsung menjawab. Tampaknya kaki tangan Kai ini sedikit bingung harus menjawab apa.

Kai terkekeh melihat wajah anak buahnya itu, "Hahhahaha.. jadi kau benar-benar tertarik padanya, ya?" kekeh Kai, "Kukira hanya ketertarikan terhadap objek saja..."

Kali ini giliran dahi Luhan yang berkedut kesal.

"Berisik!"

.

"Jadi, kau akan mengijinkannya pulang ke kuil itu?"

"Tidak pulang," Kai membenarkan, "Hanya kunjungan singkat. Bukan untuk kembali selamanya,"

Luhan mengangguk-angguk mengerti. Sedetik kemudian keningnya mengerenyit.

"Tidakkah berbahaya membawa pengantinmu ke sini sementara kaki tangan kucing itu berkeliaran di sini?"

"Karena itu, aku ingin memerintahkanmu sesuatu,"

'Sudah kuduga' batin Luhan.

"Jadi kau mau aku 'mengamankan' tempat kakek mertuamu, begitu?" tanya Luhan malas bercampur kesal. Kai mengangguk singkat.

"Dengar, Paduka," Luhan mencoba menahan geram, "Belakangan ini kau terus saja menyuruhku menjaga ini - menjaga itu. Aku ini spesialis 'PEMBERSIHAN' bukan 'PENJAGAAN'!" gerutu Luhan kesal.

"Lalu?"

GRATAAAK! Luhan menahan dongkol dengan menggenggam tangannya sendiri.

"Harusnya aku dapat tugas membunuh, MEMBUNUH!" seru Luhan.

Kai menatap Luhan malas, "Bukankah kau yang merengek minta diberi tugas," tukas Kai, "Seharusnya kau profesional dan tidak pilih-pilih,"

Luhan menatap Kai sengit, "Aaaarg! Andai kau bukan tuanku, sudah kucabik habis tubuhmu itu,"

Kai terkekeh geli. Bawahannya –yang sudah dianggapnya seperti saudara sendiri– itu kadang benar-benar rewel. Selalu menawar tugas yang diberikan, hanya akan senang bila diperintahkan membunuh. Lagipula, yang ada Luhan yang akan mati lebih dulu sebelum bisa mencabik Kai.

"Baiklah, baiklah," ujar Luhan akhirnya, "Akan kuturuti perintahmu. Kapan aku harus mengamankan kuil?"

"Tiga hari dari sekarang," jawab Kai mantap. Luhan mengerutkan dahi, tiga hari? Lama sekali.

"Aku harus mengumpulkan energi. Bagaimanapun, sulit masuk ke kuil itu di luar waktu purnama ketigabelas,"

"Haah.. menyusahkan," gumam Luhan malas.

Kai berjalan mendekat pada jendela kamar tersebut. Tangannya menyentuh ukiran kasar yang membentuk barisan simbol di samping bingkai jendela. Ukiran tersebut nampaknya dibuat asal oleh cungkilan pisau.

'Khas Luhan sekali,' Komentar Kai dalam hati.

Setelah kai menyentuh seluruh simbol tersebut, seketika pemandangan di jendela Luhan berubah, bukan lagi menampilkan jalanan yang penuh kendaraan berlalu lalang, tetapi sebuah kamar (yang sangat jauh berbeda dalam segi kebersihan).

Kai mengerenyit melihat pemandangan tersebut.

"Kalau dia tahu kau memperhatikannya sampai sedekat ini, kujamin dia akan ketakutan," komentar Kai. Luhan menyeringai.

"Aku hanya menjaga milikku, memastikan tidak ada yang akan menyentuhnya selain aku,"

Kai menggeleng, tidak habis pikir dengan pemikiran bawahannya tersebut. Dalam hati sedikit kasihan pada 'milik' Luhan itu.

"Minseok benar-benar akan ketakutan, serigala mesum," ejek Kai

"Berkaca sebelum berucap, paduka mesum," balas Luhan.

.

.

.


.

.

.

Malam yang terasa sama di kastil. Lagi-lagi Kyungsoo terpaku pada bulan. Sebenarnya ada apa dengan bulan di sini hingga begitu menghipnotis Kyungsoo agar terus melihatnya? Entah.

Angin dingin dari pintu yang terbuka dibiarkan masuk kamar. Toh Kyungsoo pun menikmati bulan dari beranda. Yukata tipis miliknya tak cukup kuat melindungi tubuh mungil nan ringkih itu dari terpaan dingin. Tidak, Kyungsoo tidak mengidap penyakit apapun yang membuat tubuhnya ringkih dan lemah, tapi kalau dibandingkan Kai ataupun siluman lain, jelas tubuh mungil Kyungsoo termasuk ringkih.

'Kenapa semakin lama bulannya semakin mempesona, ya?' batin Kyungsoo.

Secara tiba-tiba, sebuah tangan merangkulnya dari belakang, memberikan kehangatan melawan angin dingin yang berhembus.

"Jangan terlalu sering melihat bulan, atau kau akan terlena oleh sihirnya," bisik suara familiar di telinganya.

Kyungsoo hampir saja loncat ke kolam ikan di depannya bila saja tangan tersebut tidak menahannya. Perlahan, tangan itu –tangan milik Kai– menariknya ke dalam. Pintu tertutup dengan sendirinya, membuat angin tak bisa lagi masuk.

Kai mendudukkan Kyungsoo di tempat tidur besar mereka. Tangannya menyalurkan kehangatan pada kulit Kyungsoo yang terlalu lama diterpa angin malam.

"Kenapa kau tidak memakai pakaian yang lebih tebal? Angin malam tidak baik untuk tubuhmu,"

Tidak ada raut khawatir ataupun nada lembut. Semuanya datar dan dingin. Namun Kyungsoo dapat menangkap tatapan hangat dari raut wajah dingin itu.

Kyungsoo menatap Kai tak kalah datar. Tangan mungilnya merapatkan yukata tipis yang menutupi tubuhnya.

"Aku bukan pesakitan, aku bisa memakai apapun yang aku mau," bantah Kyungsoo. Tatapannya semakin intens langsung pada mata Kai, semakin lama semakin sinis. Dasar keras kepala.

Setelah beberapa menit mereka berdua perang mata (?), Kai mengalah dan memutuskan tatapan intesnya. Kai tertawa geli dengan ulah pengantinnya itu. Diacak-acaknya rambut Kyungsoo gemas.

Serigala itu duduk di sebelah pengantinnya. Tangannya masih berada di puncak kepala Kyungsoo, memainkan rambut-rambut lembut milik Kyungsoo.

"Baiklah, kau menang," ujar Kai kemudian, "Kita akan mengunjungi kakekmu,"

Kyungsoo menelisik wajah Kai, mencari kebenaran. Matanya secara tiba-tiba berubah, dari yang semula menatap datar menjadi berbinar-binar.

"Benarkah? Tidak perlu menunggu purnama ke tigabelas?"

Kai mengangguk pelan, "Tapi kau harus memenuhi syarat yang kuberikan," tangan Kai kini membelai telinga berbulu Kyungsoo, terus turun hingga tengkuk.

Kyungsoo mulai merasakan firasat buruk.

Kai menarik tengkuk Kyungsoo secara tiba-tiba. Dalam hitungan detik, bibir Kyungsoo sudah terjebak dalam lumatan sensual sang siluman serigala. Saliva entah milik siapa perlahan mengalir ke dagu Kyungsoo. Tangan kecilnya meremas kimono bagian depan milik Kai.

Lima belas menit kemudian, kai melepaskan lumatan tersebut. Kyungsoo terengah-engah dengan wajah merah padam. Kai menjilat saliva yang mengalir di dagu Kyungsoo.

"Puaskan aku hingga akhir tanpa tertidur," bisik kai tepat di telinga berbulu Kyungsoo.

Zzzt. Bzzt. Drrt. Sepertinya ada korsleting di kepala Kyungsoo. Buktinya, kini seluruh tubuhnya diam, seperti kehilangan perintah untuk bergerak.

"A- anh," Kyungsoo langsung menutup mulutnya ketika Kai mulai menyerang telinga sensitifnya.

Dengan reflek, Kyungsoo mendorong tubuhnya ke belakang untuk menghindari sentuhan sang serigala. Kyungsoo menatap Kai sedikit takut.

Kai menatap Kyungsoo dengan tatapan seduktif, "Kenapa?" Kai merangkak memojokkan Kyungsoo hingga ke dinding.

"E –eto," mata Kyungsoo bergerak gelisah, mencoba menghindari tatapan Kai, "Se –sepertinya tidak perlu buru-buru. Aku –aku bisa menunggu hingga tahun depan kok,"

Kai terkekeh. Tangannya dengan cepat menarik Kyungsoo hingga pemuda yang lebih kecil itu terbaring di bawahnya.

"Bukankah kau yang terus mendesakku agar mengijinkanmu pulang?"

Tangan tan itu berkelana dari rambut lembut sang permaisuri, turun ke pipi putih nan lembut. Tak berhenti sampai di situ, jari-jari rampingnya turun ke leher jenjang, terus hingga menelusup ke dalam yukata putih yang Kyungsoo kenakan.

Kyungsoo memicingkan sebelah matanya menahan sensasi geli di tubuhnya.

"Ngh –Kai~ jangan seperti ini," bujuk Kyungsoo. Tangan mungilnya menggenggam jemari Kai agar tak terus merambat ke bawah. Namun Kai tak menghiraukannya. Dengan mudah, dicengkeramnya kedua tangan Kyungsoo di atas kepala. Jemari panjang Kai menyibak hakama di bagian dada, memperlihatkan puting mungil dan dada yang bersih.

"Kumohon~"

Kau menggali kuburanmu sendiri, sayang.

Kyungsoo memohon dengan cara yang salah. Ini seperti menyiram minyak pada api. Membuatnya berkobar.

"Sejak kapan kau jadi manja?" pancing Kai. Tangannya bergerak cepat melepas tali yukata submissive di bawahnya. Tali itu kini sudah mengikat tangan kecil Kyungsoo.

"Sebagai pria, seharusnya kau hadapi apa yang akan terjadi. Bukan memohon dan menghindar," pancingnya lagi, "Pria tidak boleh jadi pengecut,"

"Ta-tapi ini kasus berbeda!" seru Kyungsoo dengan sedikit nada ragu. Tangannya bergerak-gerak berusaha melepaskan ikatan Kai, "A –ahh!"

Jemari Kai sudah sampai pada paha Kyungsoo. Semakin turun, memberikan sedikit sengatan pada kulit putih susu itu.

"Apa bedanya?" Tanya Kai. Kyungsoo menggigit bibirnya, menahan desah yang ingin keluar.

Bisa-bisa Kai semakin gila kalau Kyungsoo mengeluarkan desahnya.

"Pria harus menerima tantangan yang diberikan padanya dengan berani," lick, Kai menjilat puting kanan Kyungsoo sensual.

"I –ini bukan tan –ugh –tantangan!"

Kai tersenyum manis tepat di depan wajah Kyungsoo. Kini lidahnya menjilat pipi bulat Kyungsoo, sebelum beralih ke telinganya dan berbisik,

"Itu tergantung perspektif dan sudut pandang yang kau pilih, sayang,"

.

"Nnngggh~", ggrrt!

Kyungsoo menahan semua suara yang ingin sekali dikeluarkannya. Tangannya yang sudah tidak terikat mencengkeram lengan Kai keras. Kepalanya menunduk, membuat bibir dan lidah sang serigala dengan mudah menjamah tengkuk putihnya.

Pemuda berwajah manis itu berada di gendongan Kai, dengan tubuh telanjangnya membelakangi sang serigala. Yukata hitam masih menggantung di tubuh Kai, meskipun sudah tidak rapi. Dada bidang itu langsung bersentuhan dengan punggung sempit Kyungsoo.

"Ahnn~ Cu –cukuph~" Mohon Kyungsoo.

Kakinya mengangkan lebar sementara jemari Kai mencengkeram pinggangnya keras, menariknya turun perlahan. Memperdalam benda miliknya dalam tubuh Kyungsoo.

Kyungsoo bisa merasakan benda milik Kai yang semakin dalam memasuki tubuhnya, mengirimkan sensasi perih pada otaknya. Tubuh mungilnya bergetar menahan sakit.

Jleb. "Aaagh!"

Benda itu menancap sempurna di tubuhnya. Kyungsoo bisa merasakan titik terdalamnya yang tersentuh milik Kai.

Perlahan, tangan Kai kembali mengangkat pinggang Kyungsoo ke atas, membuat tusukan itu hampir lepas.

"Ku –grrt– hhaa~ Kumohon, Kaihhh, cukuph~"

Jleb. "AARGH!" rasanya benar-benar menyakitkan ketika serigala itu mendorong tubuhnya turun sekaligus.

Kai menghentikan kegiatannya, membiarkan benda miliknya tertancap dalam tubung sang submissive. Kedua tangannya beralih ke dada dan perut Kyungsoo. Mendekap tubuh mungil berhias peluh itu erat.

"Kau menyerah?" goda Kai lagi, "Begitu saja?"

Kyungsoo memejamkan matanya ketika lidah Kai kembali menjelajahi tengkuk dan bahunya. Bibirnya tidak mampu menjawab.

"Baiklah, akan kuturunkan level tantangannya," tangan kanan Kai merambat turun ke selangkangan Kyungsoo, mengelusnya perlahan, "Akan kubiarkan kau 'datang' lebih dulu,"

Kyungsoo membelalakkan matanya ketika tangan kai mengocok miliknya tiba-tiba. Tangannya mencengkeram lengan Kai makin kuat, mencoba menahan sensasi yang membuat kepalanya berputar.

"Aaah~ Ka –Kaiiihn, cu –nghh~ cukuphnn~"

Gigitan dan jilatan di bahunya, juga sentuhan nakal di dadanya membuat kepala Kyungsoo semakin pusing.

"Ingat taruhannya, Kyung, kalau kau tidak tertidur hingga akhir, kau akan bertemu kakekmu,"

Tak berapa lama, cairan putih keluar dari benda milik Kyungsoo dan mengotori tangan kai. Bukannya jijik, Kai langsung membawa tangannya yang sudah terkotori cairan Kyungsoo ke bibir dan menjilatnya.

"Manis, seperti candu," gumam Kai.

Seluruh tenaga yang Kyungsoo punya rasanya tersedot hingga habis ketika akhirnya dirinya mencapai klimaks. Kini, tubuh itu pasrah sepenuhnya menyender pada tubuh Kai.

"Aa –ah?" Kyungsoo tersentak ketika Kai mulai menaik turunkan tubuhnya lagi.

"Aku belum selesai. Kita belum selesai,"

"NNNH!"

"Aangh~"

"Kkhhnn~"

Kyungsoo tak bisa lagi menahan desahannya ketika Kai mempercepat gerakan pinggulnya. Bila Kai tidak menahan pinggulnya, mungkin tubuh Kyungsoo sudah terjerembab ke depan.

Beberapa menit kemudian, Kai menghujamkan miliknya di tubuh Kyungsoo. Kyungsoo bisa merasakan cairan hangat memenuhi perutnya.

Kai membalik tubuh Kyungsoo yang sudah lengket. Kini Kyungsoo dan Kai berhadapan.

Siluman serigala itu membaringkan tubuhnya hingga posisi Kyungsoo kini berada di atas Kai. Kai menarik wajah Kyungsoo mendekat. Dikecupnya bibir yang sudah merekah itu –hasil pekerjaan Kai tadi.

Kai menyingkirkan anak rambut yang menutupi kening berkeringat Kyungsoo. Dielusnya sayang wajah itu.

"Lelah?" tanya Kai lembut. Kyungsoo mengangguk samar, terlalu lelah untuk menjawab.

"A –ahn Kai?" Kyungsoo kembali tersentak ketika merasakan jemari Kai menerobos lubangnya.

Kai menyeringai menakutkan, "Kau tidak berpikir akan berakhir sekarang, kan?"

"Ti –ahh~ tidak! Kai!"

.

.

.


.

.

.

Luhan menguap bosan. Sudah berjam-jam dia duduk diam di batang pohon samping gedung perpustakaan. Kenapa tidak ada yang bisa dilakukan ketika bosan melanda?

Memasang jimat-jimat di sekitar kuil sudah dia bereskan tadi malam. kini dia jadi tidak ada kerjaan.

Tap. Tap. Tap. "Terima kasih, Sehun,"

Luhan menengok ke bawah, melihat siapa yang sudah mengusik ketenangannya. Dahinya mengerut tak suka ketika didapatinya Minseok sedang berjalan beriringan dengan si anak baru. Nampaknya Oh Sehun memberikan sedikit bantuan pada Minseok.

Lengan mereka saling bersentuhan ketika melewati koridor sempit di dekat pohon tempat Luhan menghabiskan waktu.

Luhan tidak suka miliknya berinteraksi sedekat itu dengan orang lain. Dia tidak suka.

Sekejap, iris mata Luhan berubah bentuk menjadi pipih. Pengelihatannya menajam jauh dibanding sebelumnya.

"Cih!" Luhan mendecih ketika mata serigalanya bisa dengan jelas melihat mata Sehun yang tampak tidak lepas dari sosok Minseok.

Tatapan itu, jenis tatapan yang sama yang kadang diperlihatkan matanya sendiri. Tatapan tertarik –tidak, jauh lebih kuat. Itu tatapan lapar.

Ego Luhan sebagai seorang pejantan dominan terusik. Dia dominan, dan tidak ada satu dominan pun yang membiarkan mahluk lain yang tertarik pada miliknya lepas dari ancamannya.

Tepat di ujung koridor, Oh Sehun berhenti berjalan dan menolehkan wajahnya ke arah Luhan. Matanya yang sekarang beriris tipis mencoba menangkap sosok yang memperhatikannya. Namun tidak apa-apa di sana, hanya batang pohon kosong.

"Sehun, kenapa?"

Matanya kembali normal. Murid baru itu mempercepat jalannya setelah menggumamkan "tidak apa-apa" pada Minseok. Mungkin dia hanya salah lihat.

Di atas genteng koridor, Luhan mendecih kesal.

"Penjilat kaki kucing itu," Luhan menyeringai menyeramkan, "Lihat saja nanti,"

"Minseok milikku, hanya milikku,"

.

.

.


TBC


.

.

.

Omake

Seorang wanita paruh baya menatap anak bungsunya itu. Sejak pulang ke rumah, putra satu-satunya itu terus saja berkutat dengan dupa dan jampi-jampi di depan patung Budha dan membawanya ke kamar. Tidak biasanya melihat putranya seperti itu.

Wanita itu pun mengikuti anaknya ke kamarnya.

"Ada apa, Seokkie?" Tanya wanita berwajah bulat itu, "Apa kau mendapat pengelihatan?"

Anaknya, Minseok, tersentak dan buru-buru berbalik menghadap sang ibu.

"Ibu, aku mendapat firasat yang sangat buruk," ujar Minseok sedikit takut.

"Firasat? Seperti apa?"

"Seperti.. seperti.. uhm, seperti akan ada seseorang yang mengambil sesuatu dariku dan membuat hidupku tak akan sama lagi,"

Ibunya hanya mengerenyit tidak mengerti.

.

Sementara itu, di balik jendela.

Luhan terkekeh geli melihat kelakuan Minseok yang terlihat lucu. Tangannya memainkan sebuah rantai hitam dengan ukiran rumit. Rantai pengikat darah. Mata beriris tipisnya tak lepas memandangi tubuh pemuda di balik jendelanya.

"Hebat juga firasatmu, khekhekhe~" kekehnya.

.

.

.


TBC


Aww... selalu suka sama Luhan yang setengah posessif dan psiko. Setengah gila.

Mian yang buat readers yang lebih suka Luhan yang manis unyu-unyu bikin diabetes. Author lagi suka Luhan yang gila soalnya.

.

Author udah mulai ngasih clue tentang si kucing yaa,, ada yang nangkep?

.

.

Endless thanks from me to all readers who review this abal fic.

Tanpa mengurangi rasa terimakasih ataupun hormat, maaf nama-nama tidak dicantumkan.

.

.

A bit curcol:

Temenku bilang, "Loe, kenapa sih kalo bikin lemon, ukenya diiket mulu?" ada juga kah reader yang merasa seperti itu juga? Maaf yaa, author entah kenapa paling suka kalau baca/bikin lemon, si uke ga berdaya tapi ga nerima gitu.. kasih masukan dong 'kamasutra' lain yang bisa dijadikan acuan adegan #apalah itu

.

Apa lagi yang kurang?

Kasih tau di review yaa :*