Ada rasa hangat di tanganku, tangan itu bahkan sosok di depanku terasa hangat dalam genggaman, sosok itu hidup. Air mata terasa begitu panas keluar dari balik mataku. Embun-embun menutupi mataku, Zitao-ku kembali. Dia berdiri di hadapanku. Aku bisa melihat bagaimana matanya, hidungnya, bibir dan bahkan dagunya.
Dengan luapan emosi aku menariknya, mendekapnya erat-erat. Menangis dalam diam dengan lebih banyak air mata. Dia berada di pelukanku, terasa hangat…
Aku ingin memeluknya seperti ini, lebih lama seperti ini, mencium aroma antara magnolia dan musim semi, mengingat bagaimana surai arang itu terasa seperti gerai sutera di jari-jariku, dia begitu dekat..aku menyentuh…bibirnya. Jangan pergi…
Pray in Abyss © Ivyluppin
Pairing : Krisoo and Kaisoo
Summary : titik rentan dalam hidup Kyungsoo terdiri dari tiga hal; Pertama, kakak yang pembenci. Kedua, statusnya. Ketiga, seorang fucker bernama Kai. Jika semua terhubung maka hidupnya hancur.
Kyungsoo : 17 tahun
Kris dan Kai : 23 tahun
Chapter 4 : Fall in Abyss
Ada tsunami di dalam kepalaku. Meluluhlantahkan kesadaran, ini bukan berarti aku pingsan. Aku hanya sedang didera bencana alam. Tanah longsor adalah keringat yang mengalir di sepanjang tulang punggungku. Dan gempa bumi adalah getaran di tangan dan kakiku. Dan yang lainnya aku tidak dapat menjelaskannya.
Tsunami adalah bencana dimana ombak besar menyapu daratan dengan guncangan dahsyat. Ombak itu adalah lidah Kris ge dan daratan adalah bibirku. Dan guncangannya adalah perasaan gemetar di tubuhku.
Ya Tuhan, aku jadi patung dan kehilangan banyak raut wajah. Aku membeku dalam keterkejutan. Ini terlalu mendadak, seribu tahun pun aku tidak akan siap. Kris ge dan dia? Dan semua konflik batin di antara mereka? Ini sangat tidak masuk akal.
Mataku terpaku pada matanya yang masih terpejam. Dia masih menyebut nama orang yang tidak kuketahui dan ini gila bahwa ciuman pertamaku dicuri oleh seorang laki-laki yang notabene nya adalah kakakku dan dan yang lebih parah laki-laki ini mengigaukan orang lain?
"Kris-ge.." gumamku saat ia melepaskan tautan kami.
Hubungan mereka menjadi canggung dan lambat laun semakin jauh. Jika Kris memiliki kesempatan maka ia menghindari Kyungsoo. Dan Kyungsoo yang tidak mengerti apa yang harus dilakukannya, juga memutuskan untuk menghabiskan banyak waktunya di luar - saling menghindari satu sama lain-. Mencoba Hang out bersama teman-temannya dan menikmati masa remajanya.
Mereka mulai hidup dengan menganggap satu sama lain sebagai bayangan.
Hari yang mendung di jalanan Apgujeong saat Kyungsoo dan Minseok memutuskan untuk mampir ke toko buku setelah membeli satu set jas baru untuk acara gala dinner jurusan mereka sabtu malam mendatang. Minseok bukan tipikal pemuda yang suka pesta, atau begitulah yang Kyungsoo artikan saat pemuda itu terlihat tidak tertarik dengan acara yang rumornya mengatakan sebagai malam pencarian jodoh. Minseok menganggapnya acara formal yang membosankan dan Kyungsoo setuju untuk yang satu itu. Mereka datang untuk formalitas.
Baekhyun telah kembali dari konfrensinya di Budapest selasa lalu dan kini ia lebih banyak menghabiskan waktunya di klinik fakultas dengan seorang senior wanita yang cantik. Meski awalnya Kyungsoo dan Minseok mengira bahwa Baekhyun menghabiskan waktunya di klinik untuk mengejar seniornya tersebut namun akhir-akhir ini mereka tahu bahwa Baekhyun berusaha keras untuk membuat gigi palsu terbaik yang pernah ada.
"Aku tidak terlalu ingat nama pengarangnya tapi aku ingat bahwa bukunya bewarna biru. Dan Kyungsoo, kau punya Littlejohn ke 7? Aku punya yang edisi ke 3. Ku pikir Professor menganjurkan edisi ke 7 nya juga." Ujar Minseok sembari menelusuri deretan buku-buku tebal dan mengetuk-ketuk dagunya.
Kyungsoo memutar mata jengah. Jujur saja mereka telah lama mencari dan ia terlalu enggan mengatakan pada Minseok jika perutnya berteriak karena lapar. Minseok terlalu asik dengan pancariannya. Pemuda itu akan kesal jika diganggu.
"Aku akan mencari di rak bagian sana." Ujar Kyungsoo tanpa perlu menunggu tanggapan Minseok ia sudah kabur ke sudut rak dekat dengan jendela dan etalase toko.
Sebenarnya Kyungsoo tidak sedang mencari buku pegangan mata kuliah, ia lebih ingin membaca cerita ringan seperti novel. Dan temannya Sora baru saja memberikan rekomendasi menarik sebuah novel karya Goyle.
"If I stay, dimana tadi aku melihatnya?" gumam Kyungsoo.
Sebelum mata bulatnya berpaling dari rak besar bewarna vintage, Kyungsoo merasakan handphone miliknya bergetar.
"Yeoboseyo." Ujar Kyungsoo dengan mata mencari-cari di sekitar rak.
"Kyungsoo." Sebuah suara dari seberang telephone, dalam dan familiar.
"Kai hyung?" tebaknya.
Tidak ada tanggapan beberapa detik membuat Kyungsoo berpikir jika orang di seberang sambungan tidak mendengarkan apa yang tengah ia katakan hingga ia mendengar orang di seberang telephone-nya berbicara lagi.
"Kau sibuk?" pertanyaannya di hadiahi pertanyaan lain.
"Tidak, aku hanya menemani temanku mencari buku. Tapi aku sudah merasa bosan sekarang." Ujar Kyungsoo.
Lagi-lagi suara di seberang diam "Lihatlah ke belakang." Lalu katanya demikian setelah Kyungsoo pikir ada apa dengan orang tersebut.
Saat Kyungsoo membalikkan tubuhnya dan menghadap jendela etalase toko, ia melihat seseorang berdiri di seberang toko, depan stationary sambil melihat ke arahnya dan tersenyum.
"Kai hyung.." ujar Kyungsoo seperti pertama kali ia menerima telephone tersebut.
"Aku juga sedang bosan…kau mau jalan-jalan?" tanya Kai.
"Tapi aku bersama temanku. Dia mencari buku, aku tidak bisa meninggalkannya." Ujar Kyungsoo sambil menghadap jendela dan memperhatikan Kai dari jauh.
"Apa dia akan lama? Kau bisa menyelinap, sesekali kau harus kabur untuk meredakan perasaan bosan." Ujar Kai.
Kyungsoo terkiki dengan nasehat itu lalu bertanya "Apa tidak apa-apa?"
"Ya, kemarilah!" ujar Kai.
Mereka berjalan-jalan pada awalnya menulusuri setiap toko Apgujeong. Kyungsoo mengoceh mengenai kegiatannya pekan lalu dengan setumpuk tugas analisa jurnal dan serangkaian seminar yang harus ia hadiri sebagai pengganti kelas. Hingga tak terasa mereka berjalan-jalan menuju taman kota.
Kai masih memperhatikan Kyungsoo, ia senang sekali memperhatikan bagaimana pemuda mungil itu memainkan raut wajahnya. Kyungsoo sangat ceria dan hangat, ia tersenyum lebar sambil menikmati es krim nya dengan krim di ujung hidung. Dan Kai diam-diam mengambil foto Kyungsoo dengan kamera handphonenya.
"Hyung apa menurutmu baik jika aku pergi berkemah tanpa meminta ijin dari keluargaku?"
"Kenapa tidak kau minta? Apa sulitnya untuk mengatakan acara berkemah?"
Kyungsoo diam, sedikit merenung "Itu sulit bagiku." Ujarnya lirih.
Sore itu cahaya matahari tidak bisa menyelinap di antara awan. Langit semakin mendung dan kelabu di barat daya mendekat dengan tetes hujan. Semakin lama semakin deras. Kai menarik Kyungsoo berteduh di bawah pohon tapi hujan semakin derat memaksa mereka untuk berteduh di tempat yang lebih baik. Mereka berlari di antara hujan sore yang dingin menuju halte terdekat.
"Dingin?" Kai menyampirkan kemejanya di bahu Kyungsoo. Dan pemuda mungil itu memandangnya dengan tersenyum, jemarinya mengerut dan Kyungsoo menggosokkan telapak tangannya.
"Kau tahu apartemenku tak terlalu jauh dari sini. Kita bisa mengganti pakaianmu disana. Aku punya beberapa steel yang kupikir pas untukmu." Tawar Kai.
Kyungsoo tak berpikir lama untuk mengatakan persetujuannya dan Kai hanya tersenyum lantas merogoh sakunya. Mengambil handphone miliknya dan menelphone seseorang.
"Bereskan apartemenku sekarang, aku mau segalanya bersih dalam 15 menit."
"Baik Tuan."
Apartemen itu luas, mewah. Terdiri dari banyak warna gading, sentuhan burlywood dan moccasin. Kursi-kursi milo warna brunette, sofa planet, jendela-jendela setinggi 5 meter, ruang sepanjang 23 meter dengan ruang keluarga, bar,konter dapur dengan bar stool dan ruang makan formal. Pijakan nyaman pada permukaan lantai hardwood, sistem pencahayaan, entertainment, serta tirai otomatis yang terintegrasi dan dikontrol hanya dengan memencet sebuah tombol. Ini terlalu remeh untuk disebut apartemen, ini sebuah penthouse. Tatanan minimalis sekelas luxury.
Pakaian mereka yang basah telah diganti. Dan Kyungsoo mendapat sebuah pakaian ganti yang lumayan baik. Kemeja Kai terlalu besar di badannya dan celana pria itu juga. Jadi Kyungsoo hanya mengenakan kemeja yang pada awalnya ia merasa seperti pelacur yang sedang menggoda kliennya.
"Hyung orang kaya rupanya." Cetus Kyungsoo sambil mendudukkan diri di sofa dengan kepala yang menyapu ke sekeliling. Kai tersenyum simpul sambil membawa secangkir cokelat panas ke ruang tengah.
"Begitukah menurutmu?" ujarnya pura-pura terkejut.
"Ya." Balas Kyungsoo singkat sebelum menyesap cokelatnya "Apa boleh aku melihat-lihat?" ujar Kyungsoo hati-hati.
Kai memberi persetujuan dengan mengangguk.
Kyungsoo berdiri dan langsung berjalan menuju sebuah meja panjang dengan lapisan kayu mengkilat yang di atasnya berdiri beberapa pajangan. Ia telah menahan keinginanya ketika matanya menatap dua bingkai foto yang terpajang mencolok di atas meja itu sejak ia menyesap cokelat panasnya pertama kali.
"Ini siapa?" Kyungsoo menunjuk sebuah figure pemuda dengan senyum lebar dan sederet gigi putihnya yang mengkilat.
Wajah tampan itu terenyak dan meski sebentar, Kyungsoo menangkap kesedihan pada sepasang bola mata tajam milik Kai. Pria yang duduk di atas sofa itu tidak langsung memberikan jawaban dan meski awalnya Kyungsoo pikir Kai tidak mendengar pertanyaannya tapi menatap mata Kai membuat Kyungsoo tahu bahwa seharusnya ia tidak bertanya. Jawaban itu mungkin ada, tapi terlalu sulit untuk dikatakan.
Ia meletakkan kembali pigura tersebut dan tersenyum "Pemuda itu sangat ceria, aku suka-"
"Dia adikku. Sehun. Dan dia sudah tiada."
"Maaf-"
"Dia sangat ceria. Tapi gambaran dan ingatan terakhirku tentang sosoknya adalah seorang bocah yang wajahnya tidak bisa kukenali lagi di kamar mayat." Kesedihan menggenang di matanya.
Bagi Kyungsoo, mata Kai dipenuhi beragam emosi. Itu emosi yang sangat kuat dan meluap-luap hingga terasa bagai gelombang pasang yang menyapu dan menenggelamkan dalam pusarannya.
"Hyung." Kyungsoo memeluk Kai. Berharap pelukan itu membantu. Sebagaimana dirinya yang selalu membayangkan sebuah pelukan disetiap kesedihannya meski pelukan semacam itu tidak pernah datang.
"Jangan seperti ini, jangan buat aku terlihat malang." Bisik Kai.
Hening di sekitar mereka merambat seperti kabut es tipis di jendela. Gerimis menjelma menjadi bunyi paling nyaring di sekitar mereka. Kyungsoo menghabiskan banyak waktu dengan merenung dan berpikir sesuatu untuk kembali membuka percakapan. Sesaat ia kehilangan dirinya yang penuh ide, ini pertama kalinya ia merasa begitu canggung berhadapan dengan orang selain Kris.
Pria itu meninggalkannya sejak suara handphone miliknya yang berdering 10 menit lalu dan masih belum kembali.
"Mau menonton film?" suara Kai menyeruak di balik lorong. Rasa-rasanya Kyungsoo tak percaya bahwa pria yang beberapa menit lalu terlihat tenggelam dalam kesedihannya kini menjelma menjadi Kai yang hangat seperti biasa.
Kyungsoo mengangguk.
Mereka melewatkan petang dengan acara menonton film action mengenai Yankee dan Kyungsoo yang belum pernah melihat film semacam itu tertarik tanpa sadar. Ia mengabaikan hujan yang masih mengguyur di luar atau kemeja Kai yang kebesaran dan menganggunya sejak tadi.
Tapi satu-satunya hal yang tidak bisa ia lewatkan adalah suasana di sekitar mereka seperti menukik drastis ketika Kai duduk di sebelah Kyungsoo dengan sangat dekat hingga ia bisa merasakan nafas pemuda itu, awalnya semuanya terasa wajar hingga Kai berbisik di telinganya.
"Katakan padaku, apa pendapatmu mengenai Yankee, mafia, atau mungkin yakuza?" ujar Kai.
Nafas hangat pemuda itu menganggunya, ia merasa geli dan Kyungsoo menjawab dengan alis menekuk "Mereka jahat." Tukasnya. Ia merasa nafas Kai tertahan meski setelahnya pria itu berbisik kembali "Ya, mereka kejam."
"Tapi kupikir kejahatan memiliki alasannya sendiri. Mereka tidak sepenuhnya jahat." Dan kalimat itu membuat Kai tertegun.
"Kau akan melarikan diri jika bertemu dengan mereka?" bibir Kai bergerak di telinga Kyungsoo.
"Aku tidak tahu." Ujar Kyungsoo.
Kai tersenyum "Biar kutebak. Kau akan mendekati mereka dan bertanya."
"Tidak. Aku akan melarikan diri saja." Ujar Kyungsoo.
Kai terkekeh. Ia tahu benar bahwa Kyungsoo tidak akan melarikan diri. Pria itu akan datang mendekat dan bertanya pada si Mafia. Seperti yang pernah Kyungsoo lakukan di malam hujan deras beberapa waktu lalu di China. Dan malam itu pula Kai bertemu dengan sesuatu yang menarik hidupnya.
'Bahkan jika kejadian semacam itu terulang untuk kedua kalinya. Meski kau melarikan diri, aku akan mengejarmu.'
Kai memalingkan wajah Kyungsoo dan tanpa aba-aba pria itu mencium Kyungsoo. Berawal dari sebuah sentuhan dari bibir satu sama lain. Kai membuka bibirnya dan bergumam 'buka mulutmu, soo.' Seperti sebuah mantra dimana Kyungsoo membuka mulutnya dan lidah Kai terjulur masuk ke dalam mulut Kyungsoo.
TV di depannya masih menyala dan terus melanjutkan cerita Yankee tapi bagi Kyungsoo ia seperti tuli dengan suara selain kecipak lidah Kai di dalam mulutnya.
"Nggh.." Kyungsoo mendesah untuk pertama kali dan ia tidak menyadari suara itu keluar dari mulutnya.
Kai membaringkan Kyungsoo pelan-pelan di atas karpet Persia miliknya. Ciumannya merambat ke leher dan dan tengkuk Kyungsoo dan ketika Kai membuka kancing kemeja Kyungsoo dan mendapati tubuh atas Kyungsoo yang telanjang ia semakin menindih Kyungsoo. Memerikan kecupan dan jilatan sepanjang sentuhan bibirnya. Ia bisa merasakan Kyungsoo sesekali menahan nafas dan tubuhnya mengigil untuk rasa geli dan sensasi yang ia dapat.
"Kyungsoo..." Kai membisikkan nama Kyungsoo dengan desahan saat pria itu "Aromamu membuatku mabuk." Ujar Kai.
Kyungsoo semakin mengerang saat Kai menyerang semua titik sensitive di tubuh bagian atasnya. dan tanpa Kyungsoo sadari Kai sudah menelanjanginya di atas karpet bulu tersebut. Udara dingin bertiup membuat ia mengigil dan sedikit meremang. Kai berada di antara kaki Kyungsoo yang mengangkang dengan kemeja yang tak terkancing. Memperlihatkan tubuh seorang pemimpin Yakuza yang atletis.
"Damn! Kyungsoo, aku tahu ini pertamakali untukmu tapi aku ingin kamu. " ujar Kai.
Lenguhan Kyungsoo menjadi musik di antara hujan. Desah nafasnya dan gerakan dadanya yang naik turun membuat sepanjang lidah Kai yang melata di kulitnya.
Kai mengangkat sepasang kaki itu dan menekuknya. Ia menempelkan dahinya di dahi Kyungsoo "Maafkan aku." Ujar Kai saat ia menyentuhkan ujung kejantanannya di rektum Kyungsoo.
Kata-kata Kai membuatnya membuka matanya. Menatap Kai seolah dirinya diterjang shock, ia merasakan sesuatu di bawah sana menyentuh pintu rektumnya. Kyungsoo memegang bahu Kai, mendorongnya hingga ia bisa melihat wajah Kai yang memandangnya bingung. Tapi Kyungsoo tenggelam dalam pikirannya.
Kata-kata Kai mengingatkannya pada kakaknya. Kai mendesah, ia mendekatkan bibirnya dan menyapu bibir Kyungsoo dan hal itu justru membuat Kyungsoo semakin bangkit dari ketidaksadarannya.
Ia mendorong bahu Kai dan langsung mendapati kernyitan heran dari Kai.
"Maaf, aku…ini tidak benar." Ujar Kyungsoo.
Mata Kai melebar. Antara rasa tidak percaya dan menyerah. Ia bangkit pelan-pelan dari tubuh telanjang Kyungsoo. Menaikkan kembali resleting celananya sedangkan Kyungsoo mengambil pakaiannya dan menutupi sebagian tubuh telanjangnya.
Mereka diam sesaat. Dan keheningan memenuhi atmosfir. Mencekik. Dan sebelum hal itu membunuh mereka. Kai menyisir rambutnya. Ia berdiri dari karpet dan sebelum pergi ia tersenyum pada Kyungsoo. Sebuah senyuman 'Tenanglah aku tidak marah padamu.'
Begitu Kai menghilang Kyungsoo lemas. Sedikit gemetar mengingat apa yang hendak mereka lakukan beberapa saat lalu. Ia meremas kemeja Kai dan memakainya kembali.
"Maafkan aku, ini salah. Hyung kau begitu baik tapi hubungan sesama laki-laki salah. Ini tidak benar."
Kris membawa pulang setumpuk beban kantor ke dalam apartemennya. Tapi ketika ia membuka jas tasmir-nya. Beban itu hanya tertinggal seperti simbol. Hari ini berbeda. Meski Kris telah memikul banyak beban dalam kurun waktu cukup lama tapi sebuah beban lain harus diakhiri.
Hari ini ia bermaksud memperbaiki hubungan yang teramat canggung dengan adik tirinya. Maka dari itu ia membawa sebuah hadiah berupa iPod yang diam-diam diidam-idamkan Kyungsoo.
Langkah membawanya masuk ke ruang kamar Kyungsoo. Sejujurnya ini pertama kali dalam hidupnya memasuki kamar milik adik tirinya tersebut. Seperti ada sesuatu yang selalu mencegahnya berdekatan dengan Kyungsoo. Dan sesuatu itu telah nama dinamainya sebagai 'kebencian'.
Tapi kini sejak ciuman yang mengacaukan segalanya beberapa waktu lalu. Kata benci dalam benak Kris mulai meredup, ia lebih merasa kesal dan kecewa. Untuk apapun yang terjadi pada hidupnya, ia merasa kecewa. Pada ibunya, pada dirinya sendiri, dan pada ciuman yang ringannya dengan Kyungsoo.
Saat ia memasuki kamar itu. Kamar Kyungsoo lebih banyak didominasi warna biru. Dan ada sebuah icon kartun yang ia lupa apa namanya. Di kamar itu pula ia baru menyadari bahwa aroma Kyungsoo memenuhi kamar itu seperti selaput tipis yang menyelimuti udara. Aroma Kyungsoo lembut seperti bayi dan sedikit aroma samar-samar dari bunga camelia.
"Bagaimana bisa seorang pemuda menyimpan banyak boneka pinguin?" ujar Kris heran.
Awalnya Kris hanya duduk di ranjang sambil melihat keadaan kamar Kyungsoo yang rapi. Ia melirik sekilas pada detik jam yang menunjukkan pukul 8 malam. Dimanakah Kyungsoo di jam segini?
Mata tajam Kris tertumbuk pada sebuah SLR di meja belajar. Kris ingat bahwa kecelakaan Kyungsoo beberapa waktu lalu telah membuat kameranya rusak dan apakah sekarang Kyungsoo berhasil membeli kamera baru dengan uang jajannya?
Ia penasaran apa saja yang diambil oleh Kyungsoo selama ini. Sejauh yang ia tahu bahwa jurusan jurnalis yang diambilnya akan banyak membutuhkan kilatan blidz untuk menampilkan bukti dari sederet berita yang mereka buru. Jadi apa saja yang sudah Kyungsoo ambil sebagai bahan beritanya, Kris jadi penasaran.
Kamera itu jenis yang bagus, limited edition, pegangan pertama yang membuat Kris takjub karena Kyungsoo mampu membeli kamera jenis mahal tanpa meminta uang padanya. Lalu ia membuka-buka serentetan foto yang tersimpan di dalamnya. Rasa takjub yang mula-mula ada tiba-tiba berganti dengan shock luar biasa. Kris merasa dihantam beton tepat di kepala dan dadanya.
"Kai...?"
Suaranya nyaris tertelan di tenggorokan. Ia tak percaya dan merasa ditusuk dari belakang. Pria di foto itu jelas-jelas adalah Kai dengan seringaian di wajahnya yang begitu Kris kenal, lalu...bagaimana bisa Kyungsoo mengenal Kai?
Bagaimana bisa mereka berfoto bersama?
Apa yang sebenarnya sudah terjadi selama ini?
Apa yang tidak ia ketahui selama ini?
-tbc-
Hi semuaaa~
Oke langsung aja aku mau bilang kalau aku sudah berusaha sebaik mungkin menyelesaikan chap 5 ini karena jujur konsenku banyak pecahnya dan aku harus mengembalikan mood untuk fic ini dan sampai chap lima selesai digarap dan sampai pada kalian. Aku masih terus berusaha menangkap moodku kembali.
Dan juga aku ingin mengatakan jika review bagiku adalah tolak ukur apakah fanficku dihargai dan diminati. Jadi bagaimana bisa aku tahu kalian menginginkan fanfic ini untuk lanjut jika tidak ada yang review? Tanpa review aku hanya merasa bahwa karyaku tanpa peminat jadi untuk apa diteruskan?
Jika masih ada yang berminat dengan fanfic ini tolong beri aku bukti, maka aku akan melanjutkan sesuai keinginan kalian.
-with love Ivyluppin-