"Bukan Shiro tapi, Sakura ya?" gumamnya. Pemuda yang dikenal dingin itu dengan mudahnya memberikan tatapan lembut pada peliharaan yang sekarang menjadi teman barunya. Atau mungkin gadis yang ... dicintainya?

"Cocok untukmu."

DISCLAIMER

NARUTO is belong to MASASHI KISHIMOTO

And

Yuki Hibari, Proudly Present

Cat's Wish

Warning

Alternate Universe, OOC, No Lemon.

DLDR. Mind to RnR?

.

.

Berkat kegigihan Naruto dan Kiba untuk mengajaknya untuk datang ke tempat karaoke, Sasuke harus menerima keadaan dirinya yang luar biasa kelelahan. Sebelumnya Sasuke memang tak pernah merasakan jalan-jalan sepulang sekolah bersama teman sekelas.

Awalnya Naruto hanya bilang ingin ditemani ke toko buku―saja―saat melihat Sasuke yang hendak pulang dengan subway. Sasuke yang biasa datang ke sekolah dengan mobil sportnya hari ini terpaksa berangkat dengan subway. Salahnya sendiri yang lupa melakukan servis bulanan mobilnya karena terlalu asyik mengurus kucing kesayangannya. Lagipula Sasuke ingat akan Sakura yang pernah berucap bahwa Sasuke harus lebih memilih kendaraan umum ketimbang mobil mewahnya itu.

Naruto yang ingin ke toko buku itu benar-benar hal yang tak biasa. Maka dari itu Sasuke menyanggupi ajakan sahabat pirangnya tanpa banyak basa-basi. Namun yang terjadi malah perjalanannya dan Naruto menjadi ramai akibat bergabungnya Kiba, Shikamaru dan Chouji yang tiba-tiba muncul di tengah jalan―tak jauh dari toko Kinokuniya tujuan mereka.

Sasuke hampir saja beranjak pulang―karena menurutnya sudah ada orang lain yang bisa menemani Naruto ke toko buku―jikalau Kiba tidak menyeretnya untuk tetap ikut bersama mereka. Putra keluarga Inuzuka itu telah berencana untuk datang ke tempat karaoke setelah menemani Naruto. Lebih tepatnya Kiba sengaja menyeret Sasuke yang―kebetulan sedang pulang tanpa mobil pribadinya―notabenenya tak pernah ia lihat bernyanyi satu lirik pun.

Waktu bergulir begitu cepat bagi kelima―lebih tepatnya empat orang yang menikmati, satu orang lainnya hanya termenung bosan―pemuda yang asyik berkaraoke itu hingga tak sadar malam telah datang.

Ranjang kingsize yang empuk adalah tujuan Sasuke saat ini. Pemuda itu bahkan lupa untuk menengok Sakura sejenak akibat rasa lelah yang menyebabkan kantuk ini sudah tak tertahankan.

Sasuke memang lupa akan sesuatu.

.

.

.

Dalam keadaan tiga perempat sadar begini Sasuke merasa ada yang tak beres. Sebenarnya ia masih mau bermalas-malasan di ranjang hingga biasanya kucing kesayangannya datang mengeong untuk membangunkannya.

Lalu apa yang terjadi pagi ini? Kenapa Sakura belum juga mengeong meskipun ia telah menunggu setengah jam dalam keadaan setengah sadarnya itu?

Mau tak mau Sasuke beranjak dari ranjang empuknya guna menengok keadaan kucing jadi-jadian itu. Seingatnya semalam ia memang langsung tidur begitu sampai di rumah. Sakura pun bukan kucing yang kelewat manja seperti halnya kucing biasa, jadi ia tidak terlalu khawatir pada si manis-nya itu.

"Ohayou gozaimasu Sasuke-sama," suara lembut itu seperti alunan pembangkit semangat bagi Sasuke. Pemuda berumur lima belas tahun itu dengan cepat menolehkan kepalanya ke arah sumber suara.

Seorang wanita cantik dalam balutan terusan hijau muda selutut dengan dilapisi apron putih terlihat sedang sibuk dengan pekerjaannya di dapur. Aroma yang menggelitik hidung juga menguar dari arah tempat gadis itu berada. Sudah jelas bagi Sasuke jika gadis itu sedang memasak.

"Sakura? Kenapa kau―," Sasuke tidak dapat menyelesaikan kalimatnya akibat efek keterkagetan yang belum sepenuhnya hilang. Bisa dibilang ia tercengang dan kaget bukan main mendapati Sakura dalam bentuk manusia seperti ini.

"Hm. Ini semua berkat Sasuke-sama,"ucapnya singkat seraya mengaduk masakan setengah jadinya di atas wajan.

"Bagaimana bisa? Ini kan pagi hari, kenapa kau―?"

"Karena Sasuke-sama telah mengabulkan permohonan pertama. Dan juga, semalam adalah malam bulan purnamakedua. Aku akan kembali ke bentuk kucingku pada malam hari Sasuke-sama," jelas Sakura. Tangannya dengan cekatan mematikan kompor dan memindahkan masakannya ke atas piring.

Walaupun tetap dengan tatapan datarnya, terdapat sedikit perubahan di wajah Sasuke saat mendengar penjelasan Sakura. Baginya ini adalah kabar baik. Entah kenapa ia merasa ikatannya dengan Sakura benar-benar telah sangat dekat.

"Lalu, apa permohonan kedua yang harus terkabul?"

Sakura diam sejenak hingga ia telah selesai menyusun meja makan pagi itu. "Dia bilang, 'hartamu bukan hal yang patut kau banggakan. Lihatlah sekelilingmu dan lakukan yang seharusnya kau lakukan'," ucap Sakura. Sasuke terdiam, ia seperti terpikir sesuatu.

"Sakura, bukankah itu perintah untuk membantu orang yang kurang beruntung?" tebak Sasuke.

Sakura memiringkan kepalanya yang sontak membuat Sasuke berjengit, setengah mati ia menahan agar tak merona hanya karena kelakuan Sakura yang terlampau polos.

"Begitu ya Sasuke-sama? Ah, mungkin memang begitu," ujarnya pelan. "Nah sekarang waktunya Sasuke-sama untuk sarapan," lanjutnya seraya menggeserkan kursi untuk diduduki oleh Sasuke. Pemuda Uchiha itu menurut dan langsung duduk di kursinya.

"Sakura, kau tidak ikut makan?"

Sakura terdiam sejenak. "Memangnya aku boleh ikut makan bersama Sasuke-sama?" gadis itu balik bertanya. Sasuke hanya mendengus pelan.

"Tentu saja boleh. Memangnya kau tidak merasa lapar?"

"Lapar? Aku tidak terlalu merasakannya Sasuke-sama," seru gadis itu polos. Mendapati sosok di hadapannya masih bergeming di posisi berdirinya Sasuke menyipitkan matanya.

"Lapar ataupun tidak kau harus tetap ikut sarapan," ujar Sasuke setengah memerintah. Pemuda itu melempar tatapan mengintimidasi agar Sakura patuh menuruti kata-katanya.

Sesaat kemudian gadis bersurai bubble gum itu telah duduk di kursi yang tepat berhadapan dengan Sasuke. Dengan beberapa instruksi dari Sasuke, Sakura mulai mengambil mangkuk nasinya dan mangkuk lain berisi sup miso.

Mengikuti nalurinya sebagai manusia setengah kucing, mata Sakura tertuju pada piring berisi ikan bakar yang tengah disantap oleh Sasuke. Melihat Sasuke yang sepertinya sangat menikmati ikan bakar itu membuat Sakura hanya bisa menelan ludah menahan rasa ngiler.

"Sakura selanjutnya buatkan masakan yang ekstra tomat saja, jangan yang man―" ucapan Sasuke terhenti saat ia memergoki Sakura memandangnya―yang sedang memakan ikan bakar―dengan raut mendamba.

Seketika pecahlah tawa Sasuke akibat ulah gadis itu. "Pfft. Apa-apaan raut wajahmu itu Sakura? Kalau kau juga mau makan ikan ini ya tinggal bilang saja," seru Sasuke masih dengan sisa-sisa tawanya.

"Ha-habisnya Sasuke-sama terlihat sangat menikmatinya,"gumam Sakura pelan seraya mengerucutkan bibirnya. Sasuke mau tak mau kembali mengulum senyum di wajah yang biasanya selalu kaku.

"Sudahlah, kalau mau yang makan saja," Sakura menanggapi dengan anggukan pelan. Matanya berbinar melihat potongan ikan yang diletakkan Sasuke di atas mangkuk nasinya.

"Jika nanti ada waktu, aku akan mengajakmu ke rumah makan sushi langgananku. Ada banyak ikan segar yang bisa kau makan," seru Sasuke. Sekilas pemuda itu pun menampakkan seringai jahilnya saat Sakura mengangguk antusias.

Jika seperti ini, Sakura benar-benar telihat seperti kucing peliharaan sungguhan. Begitu batin Sasuke.

Setelahnya beberapa gurauan mewarnai sarapan dua muda-mudi itu untuk pertama kali. Dalam hati Sasuke bersyukur ia yang menemukan Sakura dan bukan orang lain. Tanpa Uchiha bungsu itu sadari, perlahan tapi pasti bongkahan es dihatinya pun ikut mencair.

.

.

.

"Teme!" seruan suara cempreng menyambut langkah pertama Sasuke melewat gerbang sekolah hari ini. Pagi-pagi begini tentu Naruto masih memiliki energi penuh untuk meneriakinya jika ia melengos saja. Mungkin tidak menghiraukan teman karibnya itu bukan hal yang buruk. Lagipula pagi ini moodnya sedang bagus-bagusnya.

Sudah seminggu berlalu sejak Sakura menjadi manusia di siang hari dan Sasuke merasa dirinya benar-benar hidup. Setiap bangun di pagi hari Sasuke selalu disambut oleh aroma yang menggelitik indra penciumannya serta ditambah wajah ayu sang koki.

Pria mana di dunia ini yang tak bersemangat jika sejak bangun sudah disuguhkan pelayanan seperti surga dunia?

Dan pagi ini, Sakura sengaja memasak menu serba tomat kesukaan Sasuke, serta memberi kejutan manis untuk menarik kembali majikan tampannya dari alam mimpi. Sakura memberi Sasuke morning kiss tadi pagi sebagai hadiah karena kemarin Sasuke mengajaknya bermain dengan anak-anak kurang beruntung di sebuah panti asuhan.

Sepanjang hari minggu mereka habiskan bermain bersama anak-anak itu hingga menjelang sore. Sakura yang lupa jika dirinya akan berubah menjadi kucing mau tak mau harus ditarik paksa Sasuke untuk pulang―walaupun memerlukan sedikit usaha lebih dari pemuda itu―dengan menjanjikan Sakura untuk bermain kesana lagi minggu depan.

Jika mengingat kemarin rasanya Sasuke ingin terus tersenyum.

"Teme, kenapa sejak tadi kau senyam-senyum sendiri. Kau tau, itu sangat mengerikan!" celetuk Naruto dengan mata menyipit tanda curiganya.

Sontak senyum Sasuke luntur seketika. "Hn. Kalau begitu jangan hiraukan Dobe," dengus Sasuke datar. Matanya melempar tatapan tajam pada sahabat pirangnya yang terkikik nakal.

"Memangnya ada apa sih Sasuke? Akhir-akhir ini kau kelihatan bahagia terus. Bukan cuma aku lho, yang lain juga bilang begitu," seruNaruto dengan polosnya. Sasuke mengernyit sekilas.

"Kelihatan jelas ya?" tanya pemuda berambut raven itu. Si pirang menanggapinya dengan anggukan pelan.

"Hn," mendengar balasan dari Sasuke, Naruto merengut sebal. Apa-apaan respon si pantat ayam itu. Sudah jelas 'Hn' itu bukan jawaban yang diinginkan oleh Naruto.

"Jawaban macam apa itu, hah?"

"Berisik Dobe!"

"Kalau kau tak mau menjawab, aku juga tak mau menyerah bertanya padamu," ancam Naruto.

"Lakukan sesukamu," dengus Sasuke seraya mempercepat langkah kakinya.

"Berhentilah mengabaikanku Teme! Kau akan menyesal saat aku menjambak rambut pantat ayammu itu," seru Naruto setengah berteriak karena Sasuke yang mendahului langkahnyabeberapa belas meter.

Sasuke tidak menjawab dan memilih untuk kembali mengabaikan teriakan sahabatnya itu. Tapi siapapun tak tau jika di dalam hatinya Sasuke tersenyum dengan kehidupannya yang terasa lebih berwarna dari masa lalunya.

.

.

.

Sasuke melangkahkan kakinya untuk keluar dari mobil yang belakangan ini jarang dipakainya. Setelah membukakan pintu untuk wanita yang sedari tadi duduk di sebelahnya, kedua insan itu bergegas menuju bagasi mobil yang berisi barang-barang yang sengaja mereka bawa.

Perjalanan dari Shinjuku ke desa Tabayama―perbatasan antara prefektur Yamanashi, Saitama dan Tokyo―sejak pagi hari ini cukup melelahkan Uchiha muda itu. Untunglah setelah dua jam perjalanan, rasa lelah mereka terbayarkan.

Udara pagi khas pedesaan menyambut dua muda-mudi yang datang jauh dari pusat kota itu. Hari ini seperti yang Sasuke telah janjikan sebelumnya, ia dan Sakura kembali mengunjungi panti asuhan yang minggu lalu mereka kunjungi.

Awalnya Sakura merengek pada Sasuke agar mereka menuju kesana dengan angkutan umum saja. Tapi dengan tegas Sasuke menolaknya. Pengalaman mereka minggu kemarin yang sempat tertinggal bus Nishi Tokyo yang akan membawa penumpang menuju desa Tabayama dari stasiun Okayama membuat Sasuke jera.

Sambil menenteng bungkusan berisi makanan yang sengaja ia dan Sakura siapkan, Sasuke melangkahkan kaki besar-besar guna mengimbangi Sakura yang setengah berlari dengan riang.

Manik onyx itu tersenyum lembut melihat sosok yang berkilauan di depannya itu. Bukan berarti Sakura berubah fisiknya menjadi sesuatu yang bercahaya namun Sasuke hanya tidak dapat mengalihkan pandangan dari pemilik helaian bak bunga kebanggaan Jepang itu.

Sasuke ingat pertama kali ia mengunjungi panti asuhan yang terletak di prefektur Yamanashi itu. Saat itu ia masih bocah ingusan berumur tujuh tahun dan mendiang ibunyalah yang mengajaknya untuk berkunjung.

Bukan sesuatu hal yang spesial. Memang pada kenyataannya Sasuke tidak terlalu tertarik dengan anak-anak di panti asuhan itu. Yang ia lakukan selama menemani ibunya hanyalah duduk diam sambil memperhatikan anak-anak itu bermain, saling memperebutkan pakaian-pakaian yang mereka beri atau memperhatikan bagaimana anak-anak itu memakan dengan lahap setiap makanan yang dibawa oleh ibunya.

Dulu memang ia tidak terlalu peduli dengan orang-orang yang kurang beruntung seperti mereka. Semakin Sasuke beranjak remaja pun, semakin Sasuke menolak ajakan ibunya untuk singgah ke panti asuhan itu.

Beberapa tahun telah lewat dan panti asuhan itu terlihat semakin lusuh―mungkin karena kekurangan dana akibat terus bertambahnya anak-anak di panti asuhan itu. Saat ia dan Sakura berkunjung ke sana minggu lalu, Sasuke hanya membawa pakaian-pakaian bekas layak pakai dan sejumlah uang untuk mereka.

"Selamat datang kembali Sasuke-kun," sapa wanita setengah baya dengan manik merah yang lembut. Sasuke mengangguk dan tersenyum tipis. Dilihatnya Sakura telah terlebih dahulu masuk dan dikerubungi oleh anak-anak usia sekolah dasar. Gadis itu dengan ramahnya membagi-bagikan bungkusan berisikan makanan pada penghuni panti itu.

"Hn,"gumam Sasuke seperti biasa. Namun berbeda dari biasanya, pemuda itu menyunggingkan senyuman hangat walau hanya sekilas.

"Sudah kuduga. Pacarmu kali ini benar-benar membawa perubahan besar untukmu," celetuk wanita berkacamata itu―Yakushi Nonou, salah satu kenalan ibunya.

"Akh―dia bukan pacarku," sergah Sasuke seraya memberi wanita itu death glare andalannya.

Kekehan wanita yang hendak menginjak kepala empat itu semakin menjadi akibat tingkah laku putra kedua Uchiha Mikoto ini. "Begitukah? Kurasa Mikoto pun pasti akan langsung suka dengan gadis yang bisa mengubahmu menjadi seperti ini,"

Tanpa bisa ia hentikan, semburat kemerahan menjalari wajah tampan Sasuke. Dalam hati ia mengumpat kebiasaan Nonou selalu menjahilinya sejak ia kecil. Walaupun begitu, semburat yang tercipta di wajahnya bukanlah karena ia malu dengan Nonou, melainkan saat ia memikirkan Sakura adalah pacarnya.

Sejak beberapa bulan ini ia sudah terbiasa hidup bersama Sakura. Semua sifat Sakura sangat disukainya, sekecil apapun itu. Reaksi yang Sakura berikan setiap kali Sasuke menjahilinya selalu membuat Sasuke tertarik untuk melakukan lebih, namun bukan dalam artian yang menyimpang. Sejujurnya hingga saat ini Sasuke belum pernah lagi menyentuh Sakura seperti saat pertemuan pertama mereka.

Sasuke hanya ingin menjaga Sakura hingga ia kembali dari penderitaan yang dialaminya.

Kedua manik jelaga Sasuke kembali terfokus pada sosok yang mengenakan terusan baby peach selutut yang dilapisi dengan cardigan berwarna cream. Menurut Sasuke, mendandani Sakura itu tak perlu berlebihan―seperti halnya yang dilakukan oleh gadis-gadis labil yang selama ini mendekatinya. Cukup dengan paduan pakaian yang sederhana, Sakura akan terlihat sangat cantik.

Andai saja ia dapat bertemu dengan Sakura lebih cepat.

.

.

.

"Begitu mendengar bunyi lonceng tengah malam, Cinderella teringat akan perkataan ibu peri sebelum ia pergi ke pesta itu. 'Ingat putriku Cinderella, sihir ini takkan bertahan lama dan batas waktunya hingga tengah malam' begitu katanya," ucap Sakura.

Gadis musim semi itu dengan antusias menirukan cara bicara sang ibu peri kepada Cinderella. Sebagai balasannya, anak-anak panti asuhan itu menyimak dongeng yang dibacakan oleh Sakura dengan sangat antusias. Beberapa dari mereka malah ada yang sampai saling berebut sepatu yang dijadikan Sakura sebagai alat peraga.

"Dan Cinderella berlari secepat yang ia bisa hingga salah satu sepatu kacanya terlepas saat ia hendak menuruni tangga menuju halaman istana. Cinderella sangat ingin kembali untuk mengambil pasangan sepatu kacanya," lanjutnya seraya memperagakan adegan Cinderella yang tak dapat mengambil kembali sepatu kacanya.

"Namun hal itu tak bisa ia lakukan. Perlahan-lahan sihir sang ibu peri memudar dan terus memudar hingga Cinderella dan teman-teman binatangnya kembali ke wujud mereka semula,"

"Kakak Sakura!" salah satu anak perempuan berkuncir dua mengangkat tangannya.

"Ada apa Moegi-chan?" ujar Sakura dengan senyuman di wajahnya.

"Kenapa saat semuanya kembali seperti semula, sepatu kaca Cinderella tetap seperti itu?" tanya gadis itu dengan nada polos khas anak sekolah dasar.

"Hm, kenapa ya? Tentu saja itu hadiah yang diberikan oleh ibu peri karena selama ini Cinderella selalu berkerja keras. Tak peduli bagaimana kejamnya perilaku ibu dan saudari tirinya, Cinderella tetap tegar dan tak pernah menyimpan dendam," jelasnya. Gadis kecil bernama Moegi tadi mengangguk paham. Begitu pula dengan beberapa anak yang lain.

Tak jauh dari mereka, Sasuke yang tengah duduk berbincang dengan Nonou kembali tersenyum melihat Sakura.

Pemuda bersurai raven itu menyesap teh hijau miliknya. "Kurasa nanti kami akan berkunjung lagi, Yakushi-san," gumamnya pelan namun masih dapat didengar oleh Nonou.

"Tenang saja, semua yang ada disini selalu menunggu kedatangan kalian," ujar Nonou dengan nada meyakinkan. Sasuke menanggapinya dengan anggukan singkat.

Tanpa terasa jam tangan Sasuke telah menunjukkan pukul dua siang yang artinya muda mudi itu telah menghabiskan waktu cukup banyak. Mengingat masih ada satu tempat yang ingin ia datangi bersama Sakura, terpaksa Sasuke kembali menarik paksa Sakura untuk pulang.

Sakura yang masih ingin bermain bersama teman-teman kecilnya memasang wajah cemberut setiap kali Sasuke meliriknya. Sasuke yang sangat sadar akan hal itu tersenyum dalam hati. Sakura yang seperti ini benar-benar menarik. Terlihat jelas Sakura hanya berpura-pura cemberut. Setiap kali ia melihat pemandangan indah dalam perjalanan mereka, senyumannya kembali merekah.

Tapi walaupun begitu, malah Sasuke yang merasa tak nyaman dengan atmosfir berat di antara mereka. Ingin sekali ia memecah keheningan ini, namun pemuda itu sama sekali tidak dapat memikirkan topik yang cocok.

Kali ini ia merutuki dirinya yang tak terbiasa memulai pembicaraan.

Setelah belokan kedua, Sasuke melajukan mobilnya menuju tempat pemberhentian. Kali ini Sakura menatapnya dengan pandangan ingin tahu apa maksud Sasuke. Namun tanpa ia melontarkan pertanyaan, Sasuke pun tak juga menjelaskan padanya.

Pemuda itu membukakan pintu Sakura dan menggenggam tangannya erat. Sakura yang bingung harus berbuat apa hanya bisa diam dan mengikuti kemana Sasuke akan melangkah. Setelah lima menit, langkah Sasuke berhenti dan menatap Sakura.

"Indah bukan?" tanyanya.

Sakura terdiam sejenak dan mengalihkan pandangannya menuju danau yang luas di hadapannya. "Cantik sekali," pujinya. Binaran mata Sakura membuat Sasuke tersenyum. Mudah-mudahan dengan melihat danau Okutama ini, Sakura bisa sedikit mereda dan melakukan gencatan senjata dengannya.

Gadis itu melangkah menuju ke tepi danau terbesar di Tokyo itu sementara Sasuke hanya memandanginya saja. Kali ini ia ingin Sakura sedikit merasa tenang dengan melihat danau. Sewaktu kecil, Sasuke pernah dibawa ibunya ke sebuah danau yang cantik ketika ia sedang sedih setelah kucing kesayangannya mati. Setelah pulang dari danau itu, entah kenapa perasaan Sasuke sedikit lebih tenang dan kesedihannya berkurang.

Sasuke kembali tersenyum melihat Sakura yang melepaskan alas kakinya dan kembali berjalan menuju tepi danau yang berjarak dua puluh meter dari tempat Sakura melepaskan sepatu. Perlahan gadis itu melangkahkan kakinya mantap. Ingin sekali ia mencicipi air jernih danau yang menjadi sumber air minum penduduk Tokyo itu.

Senyum dan pemandangan indah di mata Sasuke tak berlangsung lama. Dari kejauhan ia melihat Sakura yang perlahan-lahan menjadi rapuh dan gemetar. Sedikit demi sedikit tubuhnya turun hingga akhirnya gadis jelmaan kucing itu terduduk di tanah.

Secepat kilat Sasuke langsung menghampirinya. Ia tertegun melihat wajah Sakura yang sangat putih seperti kertas. Sasuke berinisiatif untuk memeluknya.

Beberapa saat terlewat Sakura tak juga menjadi lebih baik. Tubuhnya tetap gemetar hebat dan kulit tubuhnya menjadi pucat. Di antara pelukan Sasuke, Sakura mencoba menjulurkan tangannya ke arah danau. Seakan ia harus mengambil sesuatu yang berharga.

"A...a...a―" suara Sakura terdengar pilu di telinga Sasuke. Gadis bermanik zamrud itu bahkan tak dapat mengucapkan apa yang ingin ia katakan.

"Kau kenapa Sakura? Kenapa kau menjadi seperti ini?" kecemasan tingkat tinggi Sasuke tergambar jelas dari suaranya. Tak seperti biasanya, kali ini Sasuke pun ikut kehilangan ketenangannya.

"Aa...a...akh―" suara Sakura tercekat. Perlahan butir-butir bening mulai memenuhi pelupuk matanya dan turun secara perlahan, seolah-olah gerakannya dikendalikan dengan alat yang dapat memperlambat air mata itu turun.

"Katakan padaku, apa yang terjadi denganmu Sakura?" tanya Sasuke dengan nada meninggi, tak peduli dengan banyaknya orang yang saat ini mengelilingi mereka. Ia benar-benar tak tahan melihat Sakura yang tersiksa seperti ini.

"AKH!" bersamaan dengan teriakan itu Sakura memegangi kepalanya. Air matanya pun mengalir semakin banyak.

"Sa―su―ke―sama," dengan sulit Sakura menyebut nama tuannya. "A―ku―ingin..." kalimat Sakura yang terputus putus itu membuat Sasuke semakin tak tenang. Sebenarnya apa yang sedang terjadi dengan Sakura.

"Pu...lang,"

"SAKURAA―!"

TBC

Balasan review dan akumulasinya. (Gomen baru sempet balesnya. Buat yang login bisa cek inboxnya ya!) :D

dewi sasusaku: hehehe, makasih tapi maaf ya reviewnya baru dibales padahal sekarang udah chapter 3. TT untuk wanita dari masa lalu Sasuke itu mungkin bakalan ambil bagian sebentar lagi (?). J

ravenpink, sami haruchi 2: hehehe bener banget! Sakura menurutku emang cocok jadi kucing~

Stanley Steve: salam kenal juga Stanley-san. Kependekan ya? Untuk sekarang mungkin Hibarinnya bisa segini dulu. Takutnya kalo mau dipanjangin malah jadi maksa dan bertele-tele gitu ceritanya. Tapi selanjutnya bakal diusahain buat bikin ceritanya lebih panjang dan update lebih cepat. :D

PinkRamen: si Sasuke kan pinter, ganteng, terus anak orang berada gitu. Wajar aja dia jadi songong, hehe :D

Big thanks to legolas, Alvin, uchan, Lina, awas flamers, chieri, Boo, Mimi, neko-chan, Riri, Ama-chan, Guest 1, dina, Guest 2, xxx, Guest 3, Guest 4, hasna, Guest 5, kazuran, zhao mei mei, Guest 6, mingming, catwoman, Guest 7, xxx, Guest 8, Guest 9 :D

A/N: Dari lubuk hati terdalam, Hibarin minta maaf untuk keterlambatan update sampe berbulan-bulan begini. Fic ini pun udah lumayan lama selesai tapi Hibarin ga pernah ada waktu buat ngepublishnya. Karena setiap orang itu punya kesibukan masing-masing dan Hibarin cuma bisa berterimakasih sama kalian yang selalu nungguin updatean dan sempetin waktu buat baca fic ini.

Untuk chapter kali ini sudah memuaskan kah? Atau ada yang kecewa? Hibarin sendiri ngerasa chapter kali ini rada maksa dan kurang greget, serius -_- ngebikinnya waktu itu rada dikejer waktu soalnya. Mudah-mudahan untuk selanjutnya bisa lebih bagus dari ini―dalam berbagai aspek. Ngomong-ngomong buat temen-temen yang ada kritik dan saran, silahkan disampaikan. Bisa jadi kritik dan saran kalian bakal lebih ngebantu pengembangan ceritanya. :D

Oh ya, untuk suffix -sama, -kun, dll itu yang benernya diitalic apa ngga ya, teman-teman? Ada yang bilang ngga diitalic, ada yang bilang harus diitalic. Hibarin bingung mana yang bener. -_-

Dari segi jalan cerita, kalo memungkinkan Hibarin mau namatin sampe chapter 6 dan konfliknya mau muncul di chapter depan. Sebisa mungkin Hibarin bakal update cepet. ^_^

Akhir kata Hibarin ucapin terima kasih dan mind to review? :D

See you in the next chapter~~

-Hibarin