Put Your Hearts Up

Pair: Harry.P x Draco.M(as main pair) and other

Rate: T+

Disclaim: udah jelas Harry Potter milik seorang. Saya hanya meminjam nama untuk menjadi cast dalam cerita ini.

Summary: hanya cerita sederhana tentang kehidupan dua anak remaja, Harry Potter dan Draco Malfoy.(sumveh ane gak pernah khatam bikin summary yang ketceh =.=v)

Warning! BL! OC, OOC, AU, NO MAGIC, NORMAL LIFE, BASHING CHARA! Dund read if u dund like ._.v

#1st Chapter

Langit sore terlihat gelap dan mendung di atas sana. Rintikan air hujan pun mulai turun membasahi bumi.

Sebuah mobil hitam mewah terlihat memasuki halaman sebuah rumah megah. Mobil itu berhenti tepat di depan teras berlantai marmer putih. Pintu bagian depan mobil terbuka dan muncullah seorang lelaki paruh baya berwajah tampan. Lelaki berambut panjang lurus dan berwarna pirang keemasan itu pun membuka pintu bagian belakang. Keluarlah seorang pemuda berwajah tampan cenderung manis. Rambut hitam pemuda itu terlihat berantakan seperti baru diterpa angin besar. Namun memang seperti itulah penampilan khas pemuda beriris hijau emerald ini.

"Selamat datang di Malfoy Manor, Harry." Tutur si pria paruh baya seraya menepuk pelan pundak pemuda itu.

Pemuda bernama lengkap Harry James Potter itu tersenyum tipis menanggapinya. Sepasang emerald miliknya memandang ke sekeliling lingkungan Manor.

"Ayo kita masuk ke dalam. Cissy sudah tidak sabar ingin bertemu denganmu." Ajak pria itu.

Harry mengangguk pelan lalu berjalan mengikuti si pria masuk ke dalam rumah.

"Cissy! I'm home! lihat siapa yang datang bersamaku!" sedikit keras pria itu memanggil nama seseorang yang tak dikenal oleh Harry sebelumnya.

Tak lama kemudian, muncullah seorang wanita berpenampilan anggun khas bangsawan. Mata biru jernih milik wanita itu berbinar senang melihat dua orang yang sudah ditunggunya sejak tadi.

"Welcome home, Dear. And welcome home too, Harry. Senang akhirnya bisa bertemu denganmu." Wanita tadi menghampiri Harry lalu mengecup kedua pipi pemuda itu penuh sayang.

Pipi Harry bersemu merah tipis diperlakukan seperti itu.

"Thank you, Ma'am."

"Aunty, Harry. Panggil saja Aunty atau Aunt Cissy." Pinta wanita tadi lembut pada Harry dan ditanggapi dengan anggukan kepala oleh pemuda itu.

Siapakah pria dan wanita yang tengah bersama Harry?

Mereka adalah pasangan suami istri Malfoy. Si pria yang datang bersama Harry, Lucius Malfoy. Seorang pengusaha sukses berdarah bangsawan. Sedangkan sang istri, Narcissa Malfoy-nee Black. Sama seperti suaminya, Narcissa juga merupakan keturunan kaum bangsawan Inggris. Mereka berdua merupakan sahabat baik kedua orangtua Harry.

"Draco, dimana anak itu?" tanya Lucius pada sang istri.

"Dia ada di dalam kamarnya seperti biasa," jawab Narcissa santai.

"Bagaimana perjalananmu, Harry? melelahkan?" Narcissa kembali mengalihkan perhatiannya pada Harry.

"Eumh... ya, menyenangkan, sedikit lelah juga..." jawabnya malu-malu.

"Ya. Kurasa kau memang perlu istirahat sebentar sebelum makan malam," Narcissa meraih salah satu tangan pemuda di depannya lalu mengajak Harry masuk lebih dalam.

"Dobby!" Lucius kembali memanggil seseorang. Dan sedetik kemudian muncul seorang lelaki berperawakan kecil dan sedikit bungkuk.

"Yes 'Sir, adakah yang harus saya kerjakan, 'Sir?" dialah Dobby, pelayan di Malfoy Manor.

"Ambil barang-barang milik Harry dan letakkan di dalam kamarnya." Perintah Lucius.

"Baik 'Sir. Akan segera saya lakukan." Dobby membungkuk sekilas lalu pergi menjalankan perintah sang majikan.

Lucius pun beralih memasuki satu ruangan yang berada di lantai bawah ini. Sedangkan Harry beserta Narcissa entah sejak kapan naik ke lantai dua.

"Well Harry, inilah kamarmu. Bagaimana? Kau suka?"

Harry memandangi keseluruhan isi di dalam ruangan besar bercat biru langit, yang dikatakan oleh Narcissa sebagai kamarnya. Perlahan dia melangkah memasuki kamar barunya. Ada sebuah ranjang dengan sprei berwarna senada dengan cat dinding, berukuran king size di sisi kanan dekat jendela besar yang dapat dibuka dua arah. Di sisi sebelah kiri, sebuah lemari besar warna putih diletakkan menempel di dinding. Di sudut kamar, dekat ranjang, terdapat satu set meja belajar dan kursinya. Tak jauh dari lemari, terdapat sebuah pintu yang mengarah langsung ke dalam kamar mandi. Satu set alat elektronik juga ada di dalam kamar itu. TV, dvd player, dan mini home theater menghias di samping pintu masuk. Karpet bulu lembut warna putih terhampar di atas lantai. Harry sempat ragu untuk menginjak karpet itu, tapi Narcissa terus mendorong pundaknya agar masuk lebih dalam ke tengah ruangan. Mau tak mau, Harry pun menginjak karpet itu menggunakan sepatu sneaker bututnya. Sejujurnya, dia merasa tak enak hati pada karpet itu saat sneaker butut miliknya menginjak helaian lembut bulu berwarna putih itu. Sungguh bocah yang polos...

"Jadi Harry, suka dengan kamar barumu?" tanya Narcissa sekali lagi.

"Ya Aunty, aku suka dengan kamar ini." Harry memang tak menutupi rasa senangnya saat melihat kamar barunya. Dia merasa sangat terharu akan perlakuan sayang Narcissa pada dirinya.

"Bagus jika kau suka, Dear. Aku ingin kau merasa nyaman tinggal disini bersama kami." Narcissa tersenyum tulus menatap wajah putra sahabat baiknya itu.

"Ya, Aunty. Terimakasih karena kalian begitu baik padaku." Jawabnya serak menahan isak tangis.

Narcissa menyadari nada suara Harry. Gumpalan airmata yang membendung di pelupuk mata Harry pun tak luput dari penglihatannya. Segera saja wanita itu memeluk tubuh Harry. Ia juga mengelus lembut punggung Harry.

Harry merasakan kehangatan merasuki hatinya. Dia lupa kapan terakhir kali dia merasakan kehangatan pelukan seorang ibu. Airmata haru pun menetes dari emeraldnya.

'Semoga semua ini bukan hanya mimpi yang semu' batinnya berdoa penuh harap.

Tanpa disadari oleh Harry dan Narcissa, sepasang mata biru keabu-abuan mengintip mereka dari balik pintu lalu tersenyum.

Harry merasa segar setelah tidur dan mandi. Sekarang, dia sudah siap untuk makan malam bersama keluarga barunya.

Keluarga baru. Kata-kata itu segera membuat dada pemuda itu menghangat lagi. Dia tersenyum saat melihat Narcissa sibuk menata hidangan di atas meja bersama dengan seorang pelayan wanita.

"Ah, kau sudah bangun dan mandi rupanya, Harry." Sambut Narcissa.

Harry mengangguk lalu berdiri di samping Narcissa berniat membantu wanita itu mempersiapkan makan malam.

"Apa yang kau lakukan Son?" tanya Narcissa.

"Tentu saja membantumu, Aunty. Apa lagi?" jawab Harry enteng.

"Sudah Harry. Biar Aunty dan pelayan saja yang mengerjakan ini. Duduklah disini, karena sebentar lagi makan malam siap." Lembut wanita itu menolak bantuan Harry.

"It's okey Aunty... Aku sudah terbiasa mengerjakan hal ini." Desak Harry tak mau mengalah.

"No, Son. Duduk yang manis dan tunggu makan malammu." Kali ini Narcissa menolak dengan tegas dan akhirnya membuat Harry menghela nafas pasrah.

Harry pun duduk dan hanya memperhatikan Narcissa dan pelayan bergerak gesit menata piring, gelas, dan satu set garpu beserta pisau dan sendok sup di atas meja.

Tak lama muncul Lucius bersama seorang pemuda berwajah tampan.

"Makan malam sudah siap?" tanya Lucius setelah duduk di kursinya yang berada di ujung meja makan sendiri.

Pemuda yang datang bersama Lucius tadi mengambil tempat di seberang meja berhadapan dengan Harry.

"Sudah siap sayang." Narcissa duduk di sebelah kanan Draco dekat dengan suaminya. "Matilda, hidangkan makan malam sekarang." Perintah wanita itu pada sang pelayan.

Makan malam berlangsung dengan akrab dan hangat. Meski pun tak banyak perbincangan terjadi diantara mereka, namun suasana kekeluargaan tetap sangat kental terasa.

"Harry, kau belum berkenalan secara resmi dengan putra kami bukan?"

Harry mengangguk pelan.

"Nah, Harry, perkenalkan ini Draco putra tunggalku dan Lucius. Draco, ini Harry putra sahabat Mom dan Dad yang pernah kami ceritakan padamu."

Harry menatap Draco, begitu pun sebaliknya. Emerald bertemu dengan biru keabu-abuan.

"Hai, Draco. Senang bertemu denganmu," sapa Harry malu-malu.

"Hn. Me too." Tanggap Draco singkat dan datar.

"Bersikap sopanlah, Son. Begitukah caramu menyambut anggota baru keluarga kita?" tegur Narcissa pada putranya.

Draco mendesah malas.

"Yeah... senang akhirnya bisa bertemu denganmu, Harry." Ralat Draco setengah hati seraya menekan sapaannya pada nama Harry.

Harry menunduk pasrah.

'Sepertinya dia tak menyukaiku' batinnya mencelos.

"Sudah. Lanjutkan nanti. Selesaikan dulu makan malam kita dengan tenang." Sela sang kepala keluarga Malfoy.

Setelah makan malam berakhir, Narcissa mengajak Harry untuk bersantai di ruang keluarga. Wanita itu banyak bercerita tentang masa mudanya bersama ibu Harry, Lily.

Harry merasa bahagia mendengar cerita dari Narcissa. Dia merasakan seolah-olah kedua orangtuanya tak pernah meninggalkannya.

Narcissa juga menceritakan tentang masa kecil Harry, juga Draco. Dari ceritanya, Harry baru mengetahui jika dia dan Draco berteman akrab sejak usia dua tahun.

"Kalau kau, mau melihat koleksi foto dan videomu bersama Draco, kau bisa meminta pada Draco untuk menunjukkannya. Dia yang menyimpan semua benda itu." Tutur Narcissa sambil melirik Draco yang duduk dekat perapian.

"Mom! bukankah Mom yang memaksaku untuk menyimpannya!" sela Draco kesal.

"Umh... oke, Aunty... mungkin lain kali saja," putus Harry mengalah karena melihat reaksi Draco.

Sesungguhnya, dia ingin sekali melihat semua foto dan video yang tadi dikatakan oleh Narcissa. Namun melihat reaksi Draco, nyalinya menjadi ciut.

"Aku... aku lelah sekali Aunty. Bolehkah jika aku tidur sekarang?"

"Mengapa kau bertanya seperti itu Harry... tentu saja kau boleh. Naiklah ke kamarmu dan beristirahatlah. Besok kau dan aku, akan pergi ke pusat perbelanjaan untuk membeli kebutuhanmu."

Setelah berpamitan pada Narcissa, Harry pun naik ke lantai dua tempat kamarnya berada.

Di dalam kamar, tak sedikit pun Harry merasa mengantuk. Dia sudah terbiasa tidur larut malam setelah semua keluarga Dursley terlelap. Jam di atas nakas samping ranjangnya menunjukkan waktu pukul setengah sembilan malam. Ini masih terlalu awal baginya untuk tidur.

Dia pun beranjak keluar menuju balkon kamarnya. Langkah kakinya berjalan mendekati pagar pembatas. Dia berdiri di sana memandangi halaman Malfoy Manor yang luas dan indah. Di bawah sana Harry melihat taman yang dipenuhi aneka macam bunga. Cantik sekali. Lalu pandanfannya teralihkan melihat langit di atas kepalanya. Sekumpulan bintang berkelap-kelip indah sekali. Dia tersenyum melihatnya.

"Disini indah sekali... Aku tak pernah melihat bintang sebanyak ini dari kamarku di Privet Drive..." lirihnya.

Bagaimana dia bisa melihat bintang dari kamarnya di Privet Drive? tempat itu bahkan tak layak disebut sebagai kamar!

Kehidupan Harry sebelumnya memang kurang beruntung. Setelah kedua orangtuanya meninggal, Harry yang saat itu baru berusia lima tahun diasuh oleh kakak dari ibunya. Harry tinggal dengan keluarga Dursley dan diperlakukan tak layak oleh keluarga itu.

Keluarga Dursley memperlakukan dirinya selayaknya pembantu. Harry diberikan kamar yang kecil nan sempit di bawah tangga. Dia diharuskan bangun lebih awal sebelum anggota keluarga Dursley bangun. Menyiapkan sarapan, membersihkan dapur, membereskan seluruh rumah, mencuci, mengepel, semua pekerjaan pelayan harus dikerjakan olehnya. Dan saat malam tiba, dia masih harus membereskan sisa-sisa kekacauan makan malam yang dibuat oleh sepupunya, Dudley. Itu mengapa Harry terbiasa tidur larut malam sekali.

"Mom, Dad, terimakasih karena kalian masih memiliki sahabat yang baik seperti Aunt dan Uncle Lucius... mereka sangat baik padaku... kuharap ini bukan untuk sementara..." ucapnya bersyukur sekaligus berdoa penuh harap pada ayah dan ibunya di surga sana.

Seseorang di balik tirai di kamar sebelah kamar Harry tersenyum tipis mendengar ucapan pemuda itu.

Dalam diam orang itu telah membuat janji pada dirinya sendiri untuk memberikan kebahagiaan pada pemuda beriris emerald itu.

Bagaimana kisah ini? Cukup layakkah untuk dilanjutkan?

Salam kenal dari saya author newbie di fandom ini ^^ nama saya? aaah... panggil saja saya Ochie ^^

Terimakasih untuk kalian yang mau mampir dan membaca cerita aneh saya ini... sama seperti author kebanyakan, saya pun berharap review dari kalian semua. Semua kritik dan saran yang membangun menjadi suntikan penyemangat untuk saya melanjutkan cerita ini. Ada yang berniat nge-FLAME? Well, saya pun terbuka untuk para flamers aaasaaaaaalllll... flame dari kalian memang berniat untuk membangun kreatifitas saya dan bukan untuk menjatuhkan saya.

Akhir kata saya ucapkan hatur nuwun~

Berkenan untuk ripiuw?

Regards

-ChizCakeChiz-