Neji's Wish
Duoooooor…
Sebuah ledakan walau tak sedahsyat bijuudama mampu memekakkan pendengaran seluruh shinobi yang berada di medan perang. Masing-masing dari mereka yang masih tersadar menundukkan kepala berusaha melindungi telinga mereka.
Seorang kunoichi muda berumur 17 tahun, dengan surai coklat yang dicepol dimasing-masing sisi, ikut meringkuk berlindung dibawah kedua tangannya yang sedikit bergetar. Seperti banyak shinobi lain di sekitarnya.
"Apa itu?"
"Entahlah. Yang jelas ledakan yang cukup kuat jika kita sampai bisa mendengarnya dalam jarak sejauh ini."
"Hey, apa kita harus mulai berperang lagi?"
"Oh Tuhan, aku bahkan belum mengembalikan seluruh cakraku."
"Hey! Dimana medic-nin? Ada yang terluka disini,"
"Ah, aku disini. Maaf bisa aku melihat lukanya?"
Tenten yang telah tersadar dari keterkejutannya akibat ledakan tadi, hanya diam melihat shinobi-shinobi yang mulai panik. Tenten mengedarkan pandangannya. Hanya beberapa shinobi dari Konoha yang dikenalnya disini. Dia memang sudah terpisah dari timnya. Guru Gai dan Lee yang membantu Guru Kakashi, Kazekage kelima, Naruto dan Sasuke bertarung dengan Madara di medan pertempuran utama. Sedangkan Neji sudah meninggal karena berusaha melindungi Hinata dan Naruto.
Tenten memutuskan untuk bangkit dan mulai melompat-lompat meninggalkan kebisingan di belakangnya. Jika Guru Gai dan Lee tak ada di dekatnya, setidaknya dia ingin berada di samping Hyuuga Neji.
Setelah lama mencari akhirnya Tenten berhasil menemukan mayat Neji yang masih terbaring miring karena kayu-kayu yang menancap ditubuhnya belum dicabut. Tenten duduk di samping Neji dengan gaya seperti kodok.
Sebelah tangannya terulur menyentuh pipi Hyuuga Neji yang sudah dingin. Saat pertama kali melihat kematian Neji entah kenapa dia tidak bisa menangis sesegukan seperti Lee dan Guru Gai. Tenten sendiri tidak tahu alasannya. Mungkin karena hati kecilnya menolak untuk mengiyakan kematian Neji.
Tenten mencoba menghapus darah yang mengalir dari bibir Neji. Tak mudah, karena memang darah Neji sudah lama mengering.
Tangan Tenten bergetar. Tak mau melihat getaran tangannya sendiri, Tenten menyembunyikan kedua tangannya dibawah kakinya yang menekuk.
"Hei, Neji. Kenapa kau diam saja?" Tenten menatap Neji sendu.
"Aku tahu kau memang selalu memasang wajah dan sikap tenang seperti ini. Tapi saat ini wajah dan sikap tenangmu membuatku takut. Kau tahu?"
"Hiks…" Air mata Tenten mulai menetes mengalir turun melewati pipi chubbynya dan mendarat mulus diatas punggung tangannya.
"Ano, Neji. Apa kau tahu?" Tenten menggigit bibirnya berusaha menahan isakannya
"Aku sudah sejak lama mengagumimu." Tenten menundukkan kepalanya mencoba tersenyum tapi malah membuat wajahnya menjadi aneh, berharap Neji tak melihatnya menangis seperti ini.
"Huhuhuhu…. Neji… Neji… Neji…" Tenten tiba-tiba saja tak bisa menahan emosinya. Padahal sebelumnya dia merasa baik-baik saja. Sepertinya Tenten memang tanpa sadar menekan dalam-dalam emosinya, atau mungkin terlalu syok hingga tak menganggap kematian Neji sebagai suatu masalah sebelumnya.
"Aku mencintaimu, Neji…" Desis Tenten.
Tiba-tiba tubuh Tenten bergidik dengan sendirinya. Angin bertiup lembut di sekitar wajahnya. Membuatnya berhenti menangis sejenak.
"Tenten…"
Mata Tenten terbelalak, namun Tenten tak sedikitpun menegakkan kapalanya. Tangan Tenten mencengkram erat-erat tanah tempatnya bertumpu. Tenten dapat melihat dengan jelas ada sepasang tangan berpendar kehijauan yang sekarang memegang kedua bahunya.
"Hei, lihatlah aku."
Tenten menggerakkan kepalanya sangat pelan. Dia tahu suara siapa ini, tapi itu tidak mungkin. Dan nafasnya segera saja tercekat melihat pemandangan di depannya. Seorang remaja laki-laki yang dilihatnya terbaring kaku beberapa saat lalu ada duduk tepat di depan matanya. Saat Tenten berusaha mengedarkan pandangan, yang ada hanyalah kegelapan. Satu-satunya cahaya berasal dari orang yang memanggilnya. Hyuuga Neji.
"Ne…Ji…?" Tanya Tenten penuh keraguan. Neji tersenyum hangat dan menganggukkan kepalanya.
"Bagaimana bisa?" Hati Tenten diliputi kebingungan. Dia ingin berteriak kegirangan melihat Neji di depannya, tapi hati kecilnya sekarang malah menjerit-jerit mengisi semua ruang di otaknya bahwa Hyuuga Neji sudah mati.
"Huhuhu… Neji…." Tenten hanya bisa menangis karena benar-benar tak tahu apa yang akan dilakukannya, apa yang harus dikatakannya, bagaimana dia harus mempercayai penglihatannya sendiri.
Masih dengan senyum hangatnya, Neji mendekati tubuh Tenten. Menepuk kepala sang gadis yang memiliki wajah chineese ini.
"Tenten, terima kasih,"
'Terima kasih? Untuk apa? Bagaimana aku bisa mengerti maksudmu hanya dengan dua kata itu, Neji?' Air mata Tenten semakin deras saja mengalir. Kepala tempat Neji meletakkan tangannya terasa dingin, seperti es.
"Aku… aku… Huhuhuhu…"
Tenten kali ini merasakan dingin di pipinya saat Neji berusaha menghapus air mata Tenten yang mengalir tak henti-hentinya bak air terjun.
"Aku harus pergi," Neji mendekatkan dirinya kembali untuk mencium pucuk kepala Tenten.
"Huaaaa….!" Tangis Tenten pecah semakin keras. Menghiraukan rasa dingin di kedua bahu dan pucuk kepalanya.
'Tenten, kau gadis aneh yang selalu saja ada di sekitarku. Aku tak tahu perasaan apa yang ada dalam hatiku untukmu. Aku harap aku bisa tinggal dalam dunia dimana tidak ada shouke ataupun bunke dalam klanku. Agar aku bisa menghabiskan waktu lebih banyak denganmu. Tak bersikap dingin dan mati-matian menyembunyikan semua perasaanku. Terima kasih untuk selalu menghangatkan hatiku dengan keceriaanmu.' Neji mencium pucuk kepala Tenten sangat lama, berharap Tenten tahu apa yang ada dalam pikirannya.
"Jangan pergi, Neji!" Jerit Tenten di tengah tangisnya.
"Aku tak tahu apa maksud dari terima kasihmu!"
"AKU MENCINTAIMU NEJI!"
Tak mendapatkan tanggapan dari sang Hyuuga dan tak lagi merasakan dingin di sekitar tubuhnya, membuat Tenten membuka mata tanpa berniat sedikitpun menghentikan tangisnya. Tak dilihatnya Hyuuga Neji dengan senyum hangat yang menghiasi wajah pucatnya. Atau mata ametyhsnya yang selalu terasa tajam saat menatap orang lain itu.
Dan tiba-tiba saja semua di sekitarnya menjadi putih bersih, membuat Tenten merasakan pusing yang luar biasa.
Tenten tak mampu merasakan apa pun. Tak mampu mendengar apapun. Semua hanya putih.
oOo OWARI oOo
Yey…
Akhirnya cerita bersambung ini selesai juga. Alhamdulillah, sesuatu banget ^^
Arigatou gozaimasu buat ome dan sahwa yang mau mengukir kata-kata indah buat fic Cand nee ini, hehe ^^
Thank a lot for my readers yang mau meninggalkan jejak dan memberikan kritik, saran, dan pujian yang menjadi pendorong Cand buat nyelesaiin fic ini.
Sebenernya Cand pengen buat sequelnya, tapi karena sepi gak jadi deh. Cand ngambek :p
Oya untuk NejiTen maaf kalo genrenya sepertinya mengandung fantasy. Cand sudah berusaha semaksimal mungkin.
Akhirul kalam,
Arigatou buat readers2 susulan :D
oOo END oOo