BAD ROMANCE / BLACK ROSE!

SASUfemNARU

By: Balack Rose's

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Cast : SasuFemNaru, SasuSaku, dan lainnya.

Warning(s) : Typo Dimana-mana dan banyak, EYD berantakan masih harus banyak belajar. Author baru. Judul nggak nyambung.

Mohon bantuannya ^_^


Chapter 07

.

.

.

Side Story part 01

.

.

.

Gaara

.

.

.

Sabtu 8.30 P.M

Suara musik menghentak-hentak memekakan telinga menyambut kita ketika pertama kali masuk ke dalam. Semua orang saling berhimpitan di lantai dansa, terasa penuh hingga ketika kau melangkah akan terasa sulit. Tapi setidaknya sebagian dari mereka yang disana, lebih memilih duduk di sofa-sofa yang sudah disediakan oleh pengelola.

Benar sekali jika kau berfikir ini adalah tempat dimana kau bisa menghabiskan malammu dengan alkohol, dansa, dan wanita jika kau beruntung mendapatkan selera yang sesuai denganmu.

Sama halnya dengan anak-anak yang masih di bawah umur ini, dengan mengandalakan koneksi teman akhirnya dengan mudah mereka selalu bisa lolos dari interogasi penjaga club malam itu. Bahkan kau tidak akan menyangka sama sekali, jika mereka masih seoarang murid sekolah menengah.

Setelah tadi pagi mereka mengantarkan Sakura ke bandara, mereka bertiga memang langsung pergi sekolah terlebih dulu. Sebelum kemari, ke tempat biasa mereka berkumpul. Club malam.

"Sasuke belum datang juga?" Tanya Kiba pada Gaara dengan sedikit meninggikan suaranya karena suara musik yang keras.

"Belum, kenapa?" Gaara menyandarkan punggungnya di sofa yang dia duduki sambil memijat kepalanya yang sedikit pusing.

Kiba menggeleng cepat. "Biasanya jika mood-nya seperti ini, Sasuke pasti langsung kemari ketika kita mengajaknya." Ujar Kiba.

Anak termuda di Black rose itu menggerutu tentang Sakura yang pergi untuk waktu yang lama. Sejak Kiba kecil dia tidak pernah yang namanya di manja oleh seorang kakak, walaupun dia memiliki seorang kakak perempuan. Kakaknya berbenda dengan Sakura yang sudah dia anggap kakaknya sendiri selain anggota Black rose tentunya. Kakak perempuannya benar-benar keras dan galak.

Kakaknya mempunyai alasan kenapa dia sampai bersikap keras, karena dia tidak ingin di kemudian hari Kiba menjadi anak yang cengeng dan manja. Tapi sepertinya itu berhasil, Kiba bahkan menjadi salah satu siswa yang paling di takuti oleh seluruh sekolah.

Yah~ Walaupun sifat manja dan cengengnya itu kadang-kadang masih ada. Itupun hanya dia tunjukkan didepan anggota Black rose dan Sakura tentu saja.

Tak! Sebuah kaleng soda mendarat tepat di depan meja Kiba.

"Jangan mencoba belajar untuk meminum alkohol, minumlah itu!" Perintah Shino yang tiba-tiba datang dan langsung mendudukkan dirinya di sebelah Gaara.

Kiba hanya mengerucutkan bibirnya dan menggerutu, tapi dia tetap mengambil kaleng soda itu dan membukanya.

Lelaki pecinta serangga itu, melirikkan matanya kepada Gaara. Menatap sang teman dengan pandangan heran.

"Kau kenapa Gaara?" Tanya Shino dengan menyenggol siku Gaara.

Tapi bukannya menjawab, Gaara malah mengayunkan tangannya kekanan dan ke kiri. Mengisyaratkan bahwa dia tidak apa-apa, tapi Shino malah mengerutkan keningnya.

"Kau sakit?" Shino melongokkan kepalanya mendekati Gaara. Dan—

Plak!

"Kau ini benar-benar!" Bentak Shino yang tiba-tiba mendapatkan tamparan di pipi kirinya dari Gaara.

"Jangan dekatkan wajahmu...Napasmu yang bau alkohol itu malah membuat kepalaku semakin pusing." Gerutu Gaara protes.

Kiba yang melihatnya hanya terkekeh, dan itu membuat Shino menatap tajam pada Kiba.

"Aku tidak bisa menghubungi Sasuke. Apa dia baik-baik saja?" Ucap Shino kemudian. Ia mendesah, dan menatap Gaara juga Kiba bergantian.

"Tentu saja dia tidak akan baik-baik saja, setelah ditinggal Sakura pagi tadi. Bahkan dia tidak mengantarnya ke bandara." Kiba mendengus sebal, mengingat bagaimana sikap Sasuke yang sama sekali tidak menampakkan batang hidungnya di bandara.

Mereka tidak tahu saja, kalau Sasuke sebenarnya sudah bertemu dengan Sakura sebelum dia ke bandara tadi pagi.

Gaara menyandarkan punggungnya ke sofa, matanya menerawang kedepan. Dia ingat ketika di bandara pagi tadi, matanya melihat seseorang yang tak asing baginya. Seseorang yang membuatnya harus menunggu dan berkorban untuk cintanya sendiri.

Di tambah ketika akan berangkat kesekolah, ayahnya mengatakan tentang rencana perjodohan Sasuke padanya. Gaara memang terkejut mendengar ini, tapi sebisa mungkin dia bersikap tenang seperti biasanya.

"Bisa-bisanya dia melakukan ini," Gumam Gaara lirih.

"Apa?! Apa kau mengatakan sesuatu, Gaara?" Tanya Kiba dengan setengah berteriak. Tapi Gaara hanya menggeleng.

"Selesaikan semuanya, dan antarkan aku pulang. Kepalaku pusing." Bisik Gaara pada Shino yang berada di sampingnya. Dan Shino menganggukkan kepalanya, lalu dia mengacungkan kelima jarinya mengisyaratkan lima menit lagi.

"Baiklah, lima menit saja, tidak lebih. Oke!" Gaara meminum minumannya, dan menyandarkan kembali punggungnya pada sandaran sofa.

.

.

.

Di dalam mobil Gaara kembali menutup matanya, kepalanya berdenyut-denyut hebat. Sesekali dia melenguh merasakan sakit, hal itu membuat Shino kembali menanyakan keadaan Gaara.

"Apa kau benar baik-baik saja, Gaara?" Tanya Shino yang melihat dari kaca spionnya.

Dan Gaara berdengung sebagai jawabannya.

"Ho? Gaara? Apa dia sakit?" Kiba menatap Shino sebentar, kemudian memutar badannya menghadap ke kursi belakang tempat Gaara duduk. "Gaara? Apa kau sakit? Wajahmu, sedikit pucat." Tanya Kiba khawatir.

Gaara membuka matanya perlahan, lelaki itu membetulkan posisi duduknya. "Aku baik-baik saja," Desahnya.

"Tapi—kau terlihat tidak baik-baik saja." Ucap Kiba.

"Kiba benar, kau sama sekali tidak terlihat baik-baik saja. Apa perlu ku belikan obat? Di depan ada apotek." Sambung Shino. Dengan masih memegang kemudi, sesekali matanya melirik Gaara dan berkonsentrasi dengan jalanan di depan.

Gaara menggoyang-goyangkan tangannya. "Tidak usah." Tolak Gaara.

"Kau yakin?" Tanya Kiba. Anak termuda itu bahkan mencoba meloncat dari tempat duduknya ke kursi belakang.

"Aku benar-benar baik, Kiba!" Dengan menggunakan sebelah kaki Gaara menendang-nendang Kiba untuk tetap pada posisinya di kursi depan.

"Kalau begitu, aku akan langsung mengantarmu ke rumah bukan ke partemen—"

"Antarkan aku ke toko roti." Pinta Gaara menyela ucapan Shino.

"He? Toko roti? Untuk apa kau kesana?" Tanya Kiba menyelidik dengan menatap Shino dan Gaara bergantian.

"Baiklah, aku akan mengantarkanmu kesana." Ucap Shino yang mengerti maksud Gaara. Lelaki pecinta serangga itu melirikkan matanya pada Gaara lewat kaca spion.

"Aiihh~" Desis Kiba yang merasa tak di hiraukan. Lelaki termuda di Black rose itu, kembali ke posisi duduknya menghadap ke depan dengan mengerucutkan bibirnya lucu.

-o0o-

Harum dari roti yang baru saja di keluarkan dari panggangannya tercium tajam, saat pertama kali masuk kedalam sebuah toko dengan aneka roti di etalase.

Seorang lelaki terlihat sedang memandang dari kejauhan toko roti yang terlihat agak sepi. Kedua tangannya dia masukkan kedalam saku, dengan masih berdiri di tempat yang kurang cahaya mata lelaki itu menatap setiap gerak-gerik dari penghuni toko tersebut.

Lelaki itu kemudian perlahan-lahan mendekati toko itu dengan langkah yang tenang. Dan saat dia sudah menginjakkan kakinya di depan toko, lelaki itu menghentikan langkahnya. Membuang napasnya kasar, dia memantapkan diri untuk masuk kedalam.

Kliing!

Bunyi bel pintu, yang menandakan seorang pelanggan masuk.

"Selamat datang!" Sapa riang dari seorang wanita pemilik toko. Wajahnya yang putih sedikit ternoda dengan tepung, tapi hal itu sama sekali tak mengurangi kecantikannya.

Seulas senyum terpancar dari bibir lelaki yang baru saja masuk kedalam toko. "Hai..." Sapa lelaki itu.

"Kau?" Ucap wanita itu terkejut. Dan dengan tiba-tiba lelaki itu memeluk wanita di depannya, menenggelamkan wajahnya di leher si wanita.

Mendapat pelukan yang tiba-tiba, membuat si wanita terkejut. "Ada apa? Kenapa kau memelukku seperti ini?" Tanyanya, dengan mencoba melepasakan pelukan si lelaki.

"Aku merindukanmu..." Jawab si lelaki yang kemudian melonggarkan pelukannya dan menatap wanita itu.

"Kau itu benar-benar!" Cibir si wanita sambil memukul dada lelaki itu pelan. "Kenapa setiap kemari, kau selalu mengatakan merindukan ku? Apa kau tidak bosan, eoh?"

"Tidak, aku tidak akan bosan jika itu kau." Ucapnya dengan kembali menenggelamkan wajahnya di leher si wanita.

Selama beberapa menit mereka tetap saling berpelukan, si wanita mengusap-usap punggung lebar lelaki itu dengan seulas senyum terpatri di wajah cantiknya.

"Gaara..." Panggil wanita itu pada si lelaki yang ternyata adalah Gaara.

"Hem," Jawab Gaara dengan masih dalam posisi berpelukan.

"Badanmu hangat, apa kau sakit?" Tanya si wanita yang masih mengusap punggung Gaara. wanita itu merasakan hawa tubuh Gaara yang lebih hangat dari pada biasanya.

"Apa kau khawatir?" Tanya Gaara semakin mengeratkan pelukannya.

"Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja aku khawatir!" Gaara tersenyum tipis mendengar wanita itu mengkhwatirkannya. "Kalau begitu lupakan orang itu." Dengan masih tetap memeluk, Gaara bisa merasakan si wanita menggeleng pelan di dadanya.

Dengan perlahan Gaara melepaskan pelukannya, namun mereka masih saling berdekatan dengan lengan si wanita berada di pinggang Gaara.

"Apa kau benar-benar sakit?" Tanya wanita itu kembali. Sebelah tangannya melayang lepas dari pinggang Gaara, dan menyentuhkannya pada kening Gaara.

Mendapatkan sentuhan di kening, Gaara memejamkan matanya merasakan hawa dingin dari tangan si wanita yang beradu dengan hawa panas dari tubuhnya.

"Ah, Panas! Kau, terkena demam?" Pekik wanita itu terkejut. Dengan sekali tarik, wanita itu membawa Gaara untuk duduk di tempat yang memang di sediakan di sana untuk pelanggan yang ingin memakan rotinya di tempat.

Gaara memandangi si wanita yang mondar-mandir mencari kotak obat miliknya. Sesekali ia tersenyum melihat bagaimana cerobohnya wanita itu yang menjatuhnkan beberapa alat pengocok krim, ketika akan meraih kotak obat yang berada di atas almari.

"Cepat minum ini!" Ucap wanita itu dengan beberapa tablet obat dan sebotol air mineral di kedua tangannya.

Gaara mengambil obat dan botol mineral itu dari tangan si wanita, lalu segera menelan obat itu dan meminum air untuk menghilangkan rasa pahit di tenggorokan.

Si wanita mendudukkan dirinya di samping Gaara, kemudian mengelus-elus punggung lebar lelaki sekali lagi.

"Dari mana saja kau? Kenapa, tak langsung pulang?" Tanya si wanita.

Gaara membuang napasnya berat, sebelah tangannya memegang kening yang terasa panas dengan siku di atas meja.

"Aku pergi bersama Shino dan Kiba setelah pulang sekolah tadi." Ucap Gaara sambil memijat kepalanya.

"Ohh~ Bagaimana dengan Sakura? Aku dengar dia ke luar negeri, hari ini?" Tanya wanita itu yang kini menempelkan wajahnya di atas meja dengan masih mengusap-usap punggung Gaara.

"Hem...Dia memang ke luar negeri. Tadi pagi sebelum berangkat sekolah, kami bertiga bersama Hanna mengantarkannya pergi di bandara." Jelas Gaara.

"Ohh~ Jadi Hanna ikut?" Ucap si wanita mendengarkan Gaara. "Eh! Sasuke?! Bagaimana dengannya? Apa dia tidak mengantar Sakura pergi?"

"Tidak, Aku sama sekali tak melihatnya di bandara. Aku...tidak tahu apa yang terjadi padanya. Ponsel Sasuke sama sekali, tak bisa di hubungi. Dia mematikannya." Gaara menatap wanita itu lalu mengikutinya menempelkan kepalanya di atas meja. "Bahkan aku tak melihatnya di sekolah tadi," Lanjut Gaara.

"Bertengkar?" Tanya wanita itu menebak, dan mendapat gelengan pelan dari Gaara.

Wanita itu mengangguk-anggukkan kepalanya, lalu dia menegakkan posisi duduknya dan meregangkan otot-ototnya.

"Gaara..." Panggil si wanita pada Gaara yang masih menempelkan wajahnya di atas meja dengan memajamkan kedua matanya. "Apa perlu, aku antar kau pulang? Aku bawa mobil—"

Ucapan si wanita terpotong begitu saja, saat tiba-tiba Gaara merebahkan kepalanya diatas paha miliknya.

"Gaara..." Lirihnya.

"Sebentar...Sebentar, saja bolehkah aku seperti ini—" Mohon Gaara menatap wanita itu dalam. Dan si wanita hanya tersenyum, kemudian tangannya bergerak mengelus surai merah milik Gaara.

"—Shion."

-o0o-

Sabtu 9.00 P.M

Di tempat berbeda Naruko berjalan gontai, sambil sesekali mengusap air matanya yang jatuh. Mengabaikan tatapan tanya dari orang-orang yang berpapasan dengannya di lantai Lobby hotel.

Setelah tadi puas menangis sendirian di balkon hotel, Naruko memutuskan mengikuti Sasuke yang sudah pergi meninggalkannya duluan.

Entahlah sekarang Sasuke ada dimana? Mungkin saja, dia sudah pulang ke rumahnya.

Ketika sampai di luar lobby hotel, Naruko segera menghentikan taxi yang memang sudah ada di sana.

Ponsel di dalam tas tangannya terus saja bergetar, sepertinya kakeknya mengkhawatirkan dirinya yang tak kunjung kembali. Setelah tadi meminta izin ke kamar mandi.

Setelah masuk kedalam taxi dan menyamankan duduknya, Naruko merogoh tas tangan miliknya. Mengambil ponsel yang terus saja bergetar, dan benar saja nama yang muncul di layar lebar itu adalah nama kakeknya. Jiraya calling...

Naruko menarik napasnya dalam sebelum menjawab Panggilan dari kakeknya.

Piiip!

"Hallo..."

"Naruko? Kau ada di mana, sayang?" Tanya Jiraya dengan nada Khawatir.

"Maaf, kakek! Sepertinya Naru...kurang enak badan. Jadi, Naru izin pulang duluan. Tidak apa kan, kek?"

Terdengar Jiraya membuang napas berat di seberang telpon. "Baiklah, kalau kau merasa kurang enak badan. Lagi pula, Sasuke juga sudah pergi—"

"Maaf, soal hari ini. Kau pasti kaget karena tiba-tiba bertemu dengannya. Dan—mungkin kau sudah mendengar dari Sasuke, tentang perjodohan."

"..." Naruko memilih diam dan lebih memilih mendengarkan Jiraya. Memang benar, Naruko tahu tentang rencana perjodohan itu dari mulut Sasuke sendiri.

"Naru, kakek tak bermaksud jahat dengan tiba-tiba memutuskan perjodohanmu. Kakek hanya ingin kau berada di tangan yang tepat. Semua kemungkinan bisa saja terjadi pada dirimu, kakek tidak bisa selalu mengawasimu, sayang. Mengingat usia kakek yang tak muda lagi. Padahal kakek sudah berjanji pada nenekmu, untuk selalu menjaga kau sampai akhir."

Naruko mengenggam tas tangannya kuat. "Di tambah dengan ayahmu, kakek tidak bisa membawamu ke padanya. Kakek tak bisa menyerahkanmu di tangannya, walaupun dia anak kakek dan ayah kandungmu."

"Kakek tidak bisa, membiarkanmu di sakiti kedua kalinya oleh ayahmu, di tambah dengan keluarga barunya di sana. Apa kau mengerti maksud kakekkan, Naru?" Jelas Jiraya panjang.

"Naru tahu maksud kakek baik. Tapi—kenapa kakek tak memberitahu Naru terlebih duhulu tentang semua ini? Perjodohan? Dan kenapa harus dengan Uchiha?" Ucap Naruko sedikit meninggikan suaranya. Gadis itu tak menyangka, Kakeknya akan mengambil keputusan yang menurutnya sedikit egois ini.

"Maafkan kakek sayang!" Suara Jiraya memelas.

"Kakek, sangat berharap pada keluarga Uchiha. Kau tahu, mereka mempunyai sistem ramalan untuk menentukan calon masa depan keturunan Uchiha."

Naruko menyelipkan rambutnya di telinga, dahinya berkerut mendengarkan penjelasan Jiraya. Ramalan? Di jaman modern seperti ini?

"Lalu? Apa, ramalan itu mengarah pada Naru? Benarkan?" Tanya Naruko.

"Benar sayang." Ucap Jiraya meyakinkan.

"Apa kau tahu? Mungkin pertemuan kalian sedari awal adalah sebuah takdir, takdir yang tak bisa kalian hindari. Entahlah, kau percaya semua ini atau tidak? Tapi kakek percaya, Uchiha adalah yang terbaik dan tepat untuk masa depanmu."

Naruko menutup mulutnya, tak percaya.

Bagaimana bisa? Terbaik untukku di masa depan?

Sasuke bahkan berteriak padaku, kalau dia membenciku!

Masa depan yang seperti apa, yang di maksud oleh kakek?

"Kakek..." Panggil Naruko. Gadis itu mengeratkan pegangannya pada ponsel di telinganya.

"Bukan Naru tidak mau mempercayainya. Tapi—"

"Semua sudah di rencanakan, sayang. Cobalah sampai kalian lulus sekolah. Setelah itu, terserah kalian berdua, kau dan Sasuke ingin melanjutkan perjodohan ini atau tidak."

Naruko terdiam, dia menimbang-nimbang, apakah memang seharusnya dia menerima semua omong kosong ini atau tidak.

"Maaf kek—Tapi, bisakah kau memberikan waktu untuk Naru berfikir?"

"Baiklah, memang seharusnya seperti itu. Kakek akan memberimu waktu seminggu."

Sebenarnya, waktu seminggu bukan waktu yang panjang untuk Naruko mengambil keputusan iya atau tidak untuk mau di jodohkan dengan Sasuke. Paling tidak, Gadis itu perlu waktu sebulan untuk benar-berfikir.

Akhirnya Naruko menutup telponnya, kakeknya bilang ada yang harus dia bicarakan lagi dengan Uchiha. Maka, dari itu Naruko di perbolehkan untuk pulang ke apartemennya saja.

.

.

.

Di tempat lainnya.

Tok...Tok...Tok..!

"Tok, Tok, Tok! Sasuke, kau didalam?" Itachi mengetuk pintu Sasuke, tapi ketika tak kunjung di buka, lelaki itu memilih menyelinap masuk ke kamar Sasuke tanpa permisi. "Sasuke! Aku masuk, ya~"

Ketika kaki Itachi melangkah masuk, hal pertama yang dia lihat hanya kegelapan. Lampu kamar milik Sasuke sama sekali tidak dia nyalakan. Mungkin hanya cahaya lampu dari taman yang menembus melewati balkon kamar Sasuke yang terbuka.

Itachi mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar, mencari sosok adiknya. Dan ketika dia menemukannya, mata Itachi menyipit menyakinkan pengelihatannya pada sesosok bayangan yang duduk di bawah dekat dengan ranjang.

"Sasuke, apakah itu kau?" Panggil Itachi menyakinkan. Kemudian dengan meraba-raba tembok, Itachi berusaha berjalan di gelapnya kamar adiknya.

Itachi mendudukkan dirinya di samping Sasuke yang menenggelamkan kepala di antara siku dan lengan dengan bertumpu pada kedua lututnya.

Itachi menekuk sebelah lututnya, lelaki itu memandang menerawang kedepan. "Bagaimana? Apa kau sudah bertemu dengannya?" Tanya Itachi tanpa menolehkan kepalanya pada Sasuke.

Tapi bukannya langsung menjawab pertanyaan Itachi, Sasuke malah meletakkan kepalanya pada bahu kakaknya. "Kak—" Panggil Sasuke.

Itachi menatap Sasuke yang berada di bahunya sebentar, lalu matanya menatap kosong pada tembok kamar adiknya.

"—Tolong aku," Lanjut Sasuke lirih. Itachi tersenyum simpul, tapi Sasuke masih bisa melihatnya walau di tengah gelap kamarnya.

Kemudian Itachi mengangkat tangannya keatas, lalu meraih dan mengelus kepala Sasuke pelan.

-o0o-

Apartemen Gaara. Minggu, 7.00 a.m

Shion mengikat tinggi rambutnya dan menggelungnya tinggi hingga berbentuk cepol. Matahari belum terlalu tinggi untuk benar-benar melakukan aktivitas separti biasanya.

Di dapur wanita itu berjalan mondar-mandir di dapur. Mengambil sebutir telur dan mencincang daun bawang, dan bahan lainnya. Dia sedang membuat omlet untuk sarapan.

Blamm!

Terdengar bunyi pintu kamar yang tertutup, tampak seorang lelaki muda yang baru saja terbangun dari tidurnya sedang berjalan menuju dapur sambil memijat kepalanya.

Lelaki muda yang ternyata adalah Gaara, kini sedang membungkukan badannya untuk melihat isi lemari es miliknya. Dan dengungan menyadarkannya untuk menengokkan kepalanya dari pintu kulkas.

"Kau mencari apa di situ (menunjuk lemari es)? Apa kau tidak ingat, semalaman kau itu terkena demam." Omel Shion.

"A, aku." Ucap Gaara gagap sambil menutup pintu lemari es.

Shion berjalan mendekati Gaara, dan menarik lengannya menuju meja makan.

"Minumlah susu hangat ini! Minuman hangat, bagus untuk perutmu." Shion menuangkan segelas susu ke dalam gelas di depan Gaara. Kemudian, wanita itu mengambil tangan Gaara dan meletakkan susu itu di sana.

Gaara memutar matanya, tidak suka jika dia diperlakukan seperti anak kecil oleh Shion.

"Aku bukan anak kecil, aku bisa menuangkannya sendiri." Gerutu Gaara kemudian meminum cepat susunya hingga habis.

Shion menatap Gaara yang menggerutu, sebuah senyuman melengkung di bibirnya. Kemarin Gaara terkena demam, setelah meminum obat darinya. Lelaki yang lebih muda 9 tahun darinya itu tertidur diatas pangkuannya. Setelah satu jam Gaara terbangun dan mengeluh kepalanya sakit.

Akhirnya Shion memapah tubuh Gaara yang besar dan berat ke dalam mobil, walaupun dengan susah payah. Sebenarnya Shion akan mengantarkan Gaara ke rumahnya, tapi lelaki itu bergumam tidak ingin pulang ke rumahnya. Melainkan dirinya ingin di antar ke apartemen. Dan berakhir dengan Shion yang tak tega meninggalkan Gaara sendirian di apartemen. Dia menjaga Gaara hingga pagi, mengabaikan rasa kantuk yang menyerang.

Shion duduk berhadapan dengan Gaara di meja makan. Ia terus menatap bagaiman cara Gaara memakan omlet buatannya. Shion hanya bisa memasak itu untuk Gaara, karena di dalam lemari es tidak ada bahan makanan lain. Gaara beralasan dia tidak suka berbelanja kebutuhan seperti itu.

"Lalu, siapa yang meletakkan telur, susu dan yang lainnya?" Tanya Shion penasaran karena ketika membuka lemari es, wanita itu bisa menemukan beberapa butir telur, daun bawang dan lainnya.

"Ibu (Tetap mengunyah), Ibu dan bibi pengurus apartemenku ini yang berbelanja kebutuhan seperti itu. Dan beberapa minggu ini, aku sama sekali tak pulang ke apartemen. Jadi, telur dan daging kau tak akan menemukannya di lemari es." Jelas Gaara dengan sesekali menyendokkan omlet kedalam mulutnya.

Shion mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti. wanita itu sekali lagi menonton Gaara, yang dengan lahap menyantap makanannya.

"Shion..." Panggil Gaara. Dan suara dengungan menjadi jawaban Shion.

"Berhenti melihatku, atau aku akan menciummu!" Ujar Gaara.

Shion melemparkan pandangan menusuk mendengar ucapan Gaara. Namun Gaara hanya tersenyum dan kembali melanjutkan mengunyah makannya.

Shion menormalkan kembali ekspresinya menjadi lebih tenang. Wanita itu meraih roti bakar di sampingnya, dan mengunyah ujung roti tersebut lalu menelannya sebelum membuka suaranya.

"Gaara..."

Gaara mengangkat wajahnya untuk menatap Shion, dengan mulutnya yang masih sibuk menguyah makananya.

Shion menggigit bibir bawahnya. "Aku—bertemu dengannya."

Gaara berhenti menggerakkan mulutnya untuk menguyah. Kemudian dia meletakkan garpunya di samping piring dan melipat kedua lengannya di atas meja. "Lalu? Apa yang dia lakukan, padamu?" Tanya Gaara dengan nada dingin.

Shion mengernyit tak suka, ia menatap lekat pada Gaara. "Dia—Tidak ada! Dia hanya mampir ke toko." Jawab Shion. Kemudian dia memundurkan kursinya dan bangun menuju dapur.

Gaara melirikkan matanya mengikuti kemana wanita itu pergi. Bibirnya tersenyum miris. "Apa yang dia katakan padamu?" Tanya Gaara kembali dengan dingin.

Shion mengeratkan pegangannya pada pinggiran bak pencuci piring. Bibirnya dia gigit keras, matanya menatap langit-langit sebelum membuka mulutnya. "Dia—" Ucap Shion menggantungkan kalimatnya. Wanita itu merasa tak yakin dengan apa yang akan ia katakan pada Gaara.

"Euhmm..." Gumam Shion Cukup lama. Dia memutar tubuhnya dan menyandarkan pinganggnya di bak pencuci piring. Dari tempatnya berdiri, Shion dapat melihat punggung lebar Gaara.

Gaara menunggu, mata dinginnya menerawang kedepan. Jadi benar, apa yang dia lihat di bandara itu adalah dia. Pikir Gaara.

"Maaf. Dia mengatakan maaf padaku! Sekali lagi, dia datang dan meminta maaf." Ujar Shion dengan keras.

Gaara melemas, di sandarkan punggungnya ke sandaran kursi makan di belakangnya. "Lalu? Apa kau...memaafkannya begitu saja?" Tanya Gaara.

"Aku tidak bisa mengacuhkannya begitu saja Gaara...Kau tahu aku masih menyukainya." Shion memegang dadanya. sebuah debaran masih terasa di sana saat kembali memikirkan lelaki yang menjadi pengisi hatinya.

Gaara menunduk dalam, lalu perlahan dia bangkit berdiri. Shion yang melihat punggung rapuh Gaara, melangkahkan kakinya mendekati lelaki yang lebih muda.

Tapi Shion menghentikan langkahnya saat Gaara malah melewatinya begitu saja. Shion memejamkan matanya, dan membuang napasnya kasar.

Dengan langkah pelan dan pelan Gaara melangkahkan kakinya menuju kamar. Tapi saat sudah berada di depan pintu kamarnya Gaara hanya mengantungkan tangannya yang akan memutar kenop pintu. Dia membuang napas berat.

Shion memutar tubuhnya dan berjalan dengan langkah lebar. Memeluk tubuh besar Gaara dari belakang. Menahan Gaara masuk ke dalam kamar.

"Aku mencintaimu." Bisik Shion di leher Gaara. Gaara bisa merasakan dua lengan kecil Shion melingkar di atas perutnya. Ingatan Gaara melayang pada kejadian 2 tahun yang lalu. Saat yang sama di mana Shion juga mngucapkan kata 'Aku mencintaimu' untuk pertama kalinya pada malam hujan. Setelah sekian lama, Akhirnya dia membalas kata cinta itu padanya.

Lengan Shion bergerak memeluk Gaara semakin erat. Gaara memejamkan matanya, merasakan keberadan Shion di belakang punggungnya.

"Bagaimana bisa kau bilang mencintaiku, saat kau masih memiliki perasaan untuk lelaki lain." Ucap Gaara dingin.

Ia melepaskan lengan Shion, dan membalikkan tubuhnya menhadap wanita itu. "Kau masih mencintainya?" Tanya Gaara.

Shion menundukkan kepalanya, ia hanya tak bisa melihat mata dan wajah terluka Gaara.

Gaara mengangkat sebelah tangannya dan meletakkan di pipi kanan Shion. Gaara mencoba mengangkat wajah wanita itu, tapi Shion malah memegang tangan Gaara yang berada di pipinya. Menahan Gaara untuk mengangkat wajahnya.

Mata Gaara menatap Shion dengan sayu. "Katakan padaku," Ujar Gaara. "Katakan. Apa, kau masih mencintainya?" Tanya Gaara dengan menggerakkan jempolnya mengusap pipi kanan Shion.

Shion mengangguk lemah sebagai jawaban, dia menggigit bawah bibirnya.

Melihat itu, Gaara tersenyum kecut jadi selama ini wanita yang di cintainya masih memendam rasa pada lelaki itu. Lelaki yang sudah meninggalkan Shion demi keegoisannya tentang—Harta.

Gaara mengangkat tangan yang satunya lagi, menangkupkan keduanya pada masing-masing pipi Shion.

Gaara mengangkat kepala Shion, menatap kedua mata bulat wanita itu. Shion akhirnya menumpahkan air matanya, cairan bening menetes dari ujung mata Shion yang menengadah menatap Gaara.

Gaara mengusap air mata Shion dengan ujung jempol miliknya, dan mendekatkan bibir tipisnya lalu mengecup mata Shion bergantian. Shion hanya menutup matanya, meresapi hangat bibir Gaara di matanya.

"Gaara—Maaf." Bisik Shion di tengah isakannya. Kemudian Gaara menjauhkan bibirnya dari mata Shion, hidung mereka saling menempel. Gaara tetep menangkupkan tangannya di wajah Shion, dia kemudian memiringkan kepalanya. "Tidak, apa-apa." Ujar Gaara lirih, dan kemudian dia mencium bibir Shion. Mengecap bibir Shion atas dan bawah, tapi hal ini malah membuat air mata Shion menjadi banyak.

Hatinya sakit, bagaimana bisa Gaara menerimanya seperti ini?

Bukankah sudah jelas, Shion masih mencintai lelaki itu. Tapi kenapa Gaara masih mau menerima cintanya?

Tak bisa Shion pungkiri, kalau dia sebenarnya juga sangat mencintainya Gaara. Dan kenapa dirinya sendiri tak bisa membunuh perasaanya pada Gaara?

walaupun orang-orang di sekitar mereka, sama sekali tak menyetujui hubungan yang Gaara dan Shion jalani. Tapi mau bagaimana lagi, cinta membutakan mereka.

. . . .

Di jam yang sama, namun di tempat yang berbeda.

"Apa kau yang memasak ini semua?"

"Tentu saja! Kakak pikir, siapa lagi kalau bukan aku?"

"Baiklah, baiklah. Sekarang bolehkan kakak mencicipi ini?

"Boleh! Silahkan, makan sepuas kakak!"

Hinata berlarian di tengah dapurnya, mengambil beberapa piring saji yang penuh berbagai masakan. Selama bebera hari ini dia belajar membuat masakan dari buku yang sudah dia beli bersama temannya tempo hari. Masakan Italy, itu tertulis di sampul bukunya.

Walaupun sedikit kesusahan dengan bahan yang ada di dalam resep, tapi Hinata yang tak mudah menyerah akhirnya bisa mendapatkan bahan-bahan makan itu. Hinata benar-benar sudah sangat mempersiapkan semuanya, demi menyambut kakaknya yang harusnya dia penggil paman yang baru saja pulang dari Italy tadi pagi.

Bahkan sebelum berangkat sekolah kemarin, Hinata matian-matian merayu ayahnya agar bisa ikut menjemput kakaknya itu di bandara.

"Kau tahu...Hinata, bahkan harus mengabaikan tugasnya menjaga toko, demi belajar masak makanan seperti ini." Adu Ayah Hinata pada lelaki yang berada di sampingnya.

"Benarkah, itu Hinata?" Tanyanya tak percaya.

"Tentu saja tidak begitu! Aku menjaga toko dengan baik, kok!" Protes Hinata tak terima. Walaupun sebenarnya dia benar-benar mengabaikan tugas hariannya menjaga toko kue.

Kelaurga Hinata memang kaya, selain mengurus perusahaan di bidang perkapalan keluarga Hinata juga membuka toko kue. Karena almarhum ibunya sangat menyukai kue, sehingga beliau membuka toko itu.

Walaupun sekarang ibunya sudah meninggal, toko kue itu tetap masih buka. Karena toko kue itu sangat terkenal di lingkungannya, jadi akan ada banyak orang-orang yang akan kecewa jika toko itu tiba-tiba harus di tutup.

"Hinata..." Panggil lelaki itu sambil mengusap kepala Hinata. "Terima kasih sudah menjadi keponakan yang baik."

Hinata mengangguk dan tersenyum kemudian dengan riang dia memeluk lelaki itu.

"Wooohh~ Apa ini?" Lelaki itu mengusap-usap punggung Hinata.

"Paman..." Panggil Hinata sambil melepaskan pelukannya dan menatap jahil pada lelaki itu.

Tuk~!

Lelaki itu menyentil kening Hinata dan menatap tajam padanya. "Sudah berapa kali ku bilang! Jangan panggil aku paman Hinata! Umur ku ini masih 25 tahun." Protes Lelaki itu.

"Dan umurku 16 tahun!" Ujar Hinata dengan mengusap-usap keningnya. Gadis itu mengerucutkan bibirnya sebal.

"Oh iya, bagaimana di sana? Apakah semuanya berjalan dengan lancar?" Tanya Hiasi ayah Hinata.

"Semua baik kak," Jawab Lelaki itu tanpa menatap Hiasi. Matanya lebih tertarik dengan dua keponakannya Hinata dan Hanabi. Mereka sudah tumbuh besar.

"Maaf, harus mengorbakanmu." Lirih Hiasi.

"Tidak apa-apa. Aku sama sekali tak keberatan, jika menyangkut nama keluarga."

"Sekali lagi, aku ucapkan terima kasih—"

"—Neji"

-o0o-

Minggu 9.45 a.m

Dengan memakai kaos putih bercorak 3 garis merah di bagian dada, di padukan dengan luaran blazer berwarna abu-abu dan chino pants, seorang lelaki terlihat sangat tampan dengan tinggi di atas rata-rata yang kini tengah berdiri di depan sebuah toko roti.

Bahkan beberapa gadis yang berpapasan dengannya, terperanjat kagum melihat betapa tampannya dia. Walaupun rambutnya yang panjang bak wanita, tapi itu sama sekali tak mengurangi wajah tampannya.

Kliing! Bunyi bel pintu, yang menandakan seorang pelanggan masuk.

Neji nama lelaki itu melangkahkan kakinya masuk ke dalam toko roti, dia mengambil sebuah nampan dan capit besar yang memang sudah tersedia di sana untuk pengunjung toko. Karena toko roti itu membebaskan pengunjung memilih dan mengambil sendiri roti atau kue yang diinginkan.

Neji memilih-milih roti apa yang ingin dia beli, sambil memainkan capit di tangganya.

Neji berjalan ke bagian depan toko, yang diisi dengan meja-meja berisi aneka roti, mulai dari roti isi/bertopping, puff pastry, roti tawar, hingga bolu dan kue kering. Sebagian besar berupa roti klasik yang sedikit dimodifikasi. Sementara di sebelah kanan terpajang rak berisi jenis-jenis roti lainnya. Dan di sisi kiri ada kasir dan lemari pendingin untuk mendinginkan minuman. Semua roti di sajikan terbuka dan di lengkapi dengan harga dan nama, meskipun tak ada keterangan lebih rincian mengenai kompisisinya.

Neji menghentikan langkahnya saat melihat Baby Choux kesuakaannya, dengan langkah riang lelaki bermbut panjang itu mengambil beberapa Baby Choux dan menaruhnya di atas nampan.

"Aku punya Shu cream , di rak roti sebalah kanan. Ukurannya lebih besar dari pada Baby Choux, ini. " Tegur Shion, pemilik toko roti yang bernama 'Chef Cream'. Shion menepuk pundak Neji pelan, hingga lelaki itu memeutar badannya dan menghadap pada Shion.

"Aku tidak suka yang terlalu manis," Neji kembali meutar tubuhnya, dan melanjutkan mengambil beberapa roti. Tapi kali ini Brioche Blueberry Cream Cheese, roti ini bentuknya seperti pizza yang dipotong-potong. Selai dan buah blueberry sebagai toppingnya tampak mengilat dan sedikit meleleh.

Shion terkikik geli. "Bagaimana bisa kau bilang tak suka manis, tapi kau mengambil beberapa Baby Choux. Eoh?"

Neji menyerahkan nampan yang sudah terisi dengan Baby choux dan Brioche Blueberry Cream Cheese ke tangan Shion. "Aku suka yang sekali 'Hap', sekali makan."

"Aiihhss! Kau itu benar-benar," Cibir Shion. Gadis itu berdecak dan kemudian tersenyum pada Neji. "Bukankah, keponakamu juga punya toko roti? Kenapa kau malah membeli di tempatku?" Lanjut Shion mencibir.

Neji memasukkan tangannya kedalam celana dan berjalan mengikuti Shion ke meja kasir. "Toko roti Hinata, tak punya yang babi choux seperti di tempatmu, Shion." Cicit Neji, lalu dia menarik sebuah kursi, dan meletakkan kursi itu ke depan meja kasir. Neji memperhatikan Shion yang berkerja di balik mesin kasir.

"Hey…" Panggil Neji pada Shion yang sedang mentotal roti-roti Neji.

"Hem, ada apa?" Tanya Shion tanpa mengalihkan pandangannya dari mesin kasir di depannya.

Neji mengambil roti miliknya di meja kasir yang sudah di hitung oleh Shion, tentunya. Dia menyobek bungkus plastiknya dan menggigit ujung roti itu.

"Mana anak kecil itu? Apa, dia tidak datang kemari?" Tanya Neji sambil mengunyah rotinya.

Shion melirikkan matanya sebentar pada Neji, dan kembali berkutat pada mesin kasirnya.

"Siapa maksudmu?"

"Siapa? (Neji memutar matanya) Tentu saja, dia—Si rambut merah." Jawab Neji yang masih menggerakkan mulutnya menguyah roti baby choux.

"Ah~! Gaara maksudmu?" Jawab Shion cepat, dan Neji mengangguk. Mengiyakan jawaban Shion.

"Oh...Dia sedang ada di sekolah. Katanya ada kegiatan klub, padahal anak itu kemarin terkena demam!" Gerutu Shion kesal, mengingat betapa keras kepalanya Gaara. Padahal, wanita itu sudah menyuruh Gaara, untuk istirahat saja di rumah. Tapi Gaara menolak, dengan beralasan seorang ketua klub panahan tidak boleh membolos.

"Demam?" Celetuk Neji. "Aku tidak tahu, anak keras kepala seperti dia, bisa juga terkena demam." Cibir Neji, dan mendapatkan lemparan kertas dari Shion.

"Anak itu juga seorang manusia, Neji."

Neji mengangkat bahunya sambil memoyongkan bibir bawahnya. "Siapa tahu, dia benar-benar bukan manusia."

.

.

.

Kebetulan toko roti sedang tidak ramai hari ini, biasanya jika Minggu seperti ini pelanggan akan memenuhi toko rotinya.

Karena tak terlalu ramai, Shion jadi bisa sedikit bersantai dengan duduk di tempat yang sudah tersedia di dalam toko untuk pengunjung yang ingin menikmati roti di tempat.

Shion menyesap aroma kopi di depannya, saat ini dia sedang duduk dekat jendela dengan secangkir kopi dan tentu saja di temani oleh Neji yang duduk di depannya.

Shion memperhatikan lekat Neji yang sedang meminum kopinya. Kemudian rambut panjang Neji yang kali ini menjadi perhatian berikutnya.

"Neji, apa kau tidak punya niat untuk memotong rambutmu sedikit saja?"

"Ho! Kenapa? Bukankah, rambut ku ini yang membuatmu, jatuh cinta kepadaku?" Ucap Neji percaya diri, sampai membuat Shion yang sedang menikmati kopinya hampir menyemburkan minumannya dari mulut.

"Kau pikir aku jatuh cinta padamu, karena rambutmu?" Tanya Shion, dan Neji mengangguk cepat.

"Aku kecewa, sudah pernah jatuh cinta padamu." Cibir Shion kemudian.

Neji terkikik geli melihat reaksi Shion. "Lalu? Apa kau ingin aku, memotong rambutku seperti anak itu? Agar kau bisa mencintaiku lagi?"

"Bukan seperti itu maksudku, Neji! Hanya saja, apa kau tak merasa bosan dengan gaya rambut yang selaluseperti itu.?"

Neji menggeleng keras. "Hei—Apa kau tahu? (Shion menggeleng cepat) Wanita-wanita di Italy, sangat menyukai model rambut seperti ini. Bahkan beberapa teman dekatku di sana, mengelus-elus rambut ku ketika kami berkencan."

Shion memutar matanya, bagaimana bisa Neji menjadi sepercaya diri seperti itu. Bahkan ini hanya masalah rambut.

"Bisa-bisanya seenaknya kau berkencan dengan wanita lain di sana. Sedangkan wanitamu di jepang, malah mati-matian menahan diri agar tak tergoda oleh pria lain di sini."

Neji melatakkan cangkirnya dan tersenyum simpul, mendengarkan saat Shion menyebut 'wanita-mu'.

"Bagaimana dengan anak itu? Bukankah, kau tergoda dengannya?" Ucap Neji sedikit menyindir.

Shion memandang Neji lama, sebelum menarik sudut bibirnya tersenyum.

"Setidaknya Gaara tak meninggalkan calon pengantinnya tanpa alasan. Demi mengejar sebuah harta."

Neji menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi di belakannya. Lelaki itu meletakkan tangannya di atas meja, dan menautkan jari-jarinya satu sama lain.

"Tentu saja dia tak akan bisa meninggalkamu!" Sindir Neji. "Anak itu masih sekolah, apa yang bisa kau harapkan darinya? Dia bahkan masih bergantung pada, keluarganya yang kaya. Dan kau berbicara soal melarikan diri? Meninggalkan calon pengantin? Pengantin siapa yang kau maksud?"

Shion mencengkram roknya kuat mendengar nada bicara Neji, yang sepertinya tak merasa bersalah atas apa yang sudah dia lakukan padanya di masa lalu.

Shion menutup matanya dan menahan emosinya. "Bukankah, kau berjanji akan menikahiku setelah lulus kuliah? Apa kau tidak ingat? Kau bahkan menyuruhku, membawa kedua orang tuanku ke Tokyo." Ucap Shion yang sudah bisa mengendalikan emosinya.

"Kenapa kau membahas itu lagi? Bukankah aku sudah meminta maaf." Ucap Neji kembali mengambil cangkir kopinya dan meminumnya hingga tersisa setengah.

Shion tersenyum kecut, memang dulu dia sempat meminta maaf padanya. Tapi, Shion belum benar-benar bisa memaafkan Neji. Bahkan sampai saat ini, sedangkan kedua orang tuanya sudah tak mau mendengar wanita itu berhubungan lagi dengan Neji.

Kedua orang tuanya, menganggap sikap Neji yang tak bertanggung jawab dan mengingkari janji itu sudah keterlaluan.

Mengabaikan anaknya demi, mengejar harta adalah perbuatan yang merendahkan kedua orang tua Shion. Meskipun keluarganya adalah keluarga yang tak sebending dengan keluarga Hyuga yang kaya.

Tapi di sini, mereka berdua saling berbincang dengan biasa, seperti layaknya obrolan tentang dua sahabat yang lama tak berjumpa, sedang berbincang menegnai hal yang menyenangkan. Padahal mereka sedang saling menyindir satu sama lain. Neji menyindir kedekatan Shion dengan Gaara yang dia panggil dengan anak kecil.

Sedangkan Shion menyindir Neji yang seenaknya saja meninggalkannya, saat mereka mempunyai niat untuk menikah setelah lulus dari universitas. Tapi Neji, tiba-tiba meninggalkan rencana yang sudah mereka bicara sejak pertama kali keduanya resmi menjadi mahasiswa. Mereka akan selalu saling melakukan ini, ketika bertemu. Tak memperdulikan, perasaan mereka masing-masing yang masih saling mencintai.

-o0o-

Dengan langkah riang Gaara berjalan menuju lift. Dengan sesekali dia tersenyum tipis, sambil mengangkat sebuah kantong kresek berisikan bahan makanan.

"Dia pasti senang." Ucap Gaara gembira. Berkali-kali bibirnya tersenyum, mengingat bagaimana bahagianya ketika membayangakan wajah Shion saat tahu Gaara membelikan makanan kesukaanya.

Tiiing!

Pintu lift terbuka, Gaara segera berlari-lari kecil dengan senyum yang tak lepas dari bibirnya.

Saat sampai di depan sebuah pintu, Gaara tak segera menekan bel pintu itu. Melainkan dia merapikan dulu sedikit penampilannya, pertama-tama merapikan rambut merahnya dengan menggunakan jari-jarinya, dan kemudian mengibas-ngibaskan hoodienya yang sedikit kotor. Karena tadi dia tak membawa mobil untuk kemari, jadi menggunakan angkutan umum menjadi pilihannya. Dan berjalan sedikit dari halte ke aprtemen Shion.

Gaara menarik napas dan membuangnya pelan, menempelkan telapak tangannya ke dada kemudian menekan bel pintu apartemen Shion.

Klik!

Terdengar suara pintu yang sedang dibuka, dan kemudian pintu itu terbuka perlahan-lahan.

Gaara tersenyum penuh, sambil akan mengangkat kantok plastik itu. Tapi saat melihat siapa yang sedang membukakan pintu untuknya, senyuman di wajahnya memudar perlahan-lahan.

"Kau..." Desis Gaara saat melihat bukan Shion yang membukakan pintu untuknya seperti biasanya.

Wajah Gaara berubah menegang, kedua tangannya mengepal kuat.

"Oh? Kau?" Sapanya di balik pintu yang sudah sedikit terbuka lebar.

Gaara menatap tajam lelaki yang berada di balik pintu, begitupun dia. Lelaki itu menatap Gaara dengan datar dan menusuk.

"Siapa yang datang, Neji!" Terdengar Shion yang berteriak dari dalam rumah.

"Kekasihmu yang lain!" Jawab Neji setengah berteriak pada Shion yang berada di dalam, tanpa mengalihkan tatapan tajamnya pada Gaara yang masih berada di luar.

Shion yang sedang berada di dapur, seketika menghentikan acara memotong wortelnya. Kepalanya terangkat seketika, dengan terburu-buru Shion melepas apron di tubuhnya. Dan bergegas meninggalkan dapur.

"Ah! Gaara? Ayo masuk!" Pekik Shion dengan menyingkirkan tubuh besar Neji yang menghalangi pintu masuk. Wanita itu membuka lebar-lebar pintunya dan menarik lengan Gaara untuk lebih masuk kedalam.

Neji sampai harus menempelkan punggungnya ke dinding belakang tubuhnya, agar Gaara dan Shion bisa lewat.

Neji menarik sudut bibirnya dan tersenyum kecut, melihat Shion manarik lengan Gaara kedalam apartemen.

"Padahal disini masih ada aku." Gerutu Neji. Lalu dia menutup pintu apartemen Shion dan menguncinya dengan otomatis.

Gaara menyentakkan lengannya yang di tarik-tarik oleh Shion, dan itu membuat wanita itu terperanjak kaget.

"Apa-apaan kau itu?" Tanya Gaara marah.

Tapi Shion malah tersenyum menatap Gaara, dan tangannya beralih mengambil kantong plastik di tangan lelaki yang lebih muda darinya.

"Ayo makan! Kau pasti belum makan malam kan?" Shion kembali meraih lengan Gaara. Tapi Gaara kembali menyentakkan lengannya.

Ketika Gaara akan berbalik dan berniat pergi dari apartemen milik Shion, Neji yang lebih tinggi darinya menahan bahu Gaara dari depan dan membalikkan tubuh anak itu. Menyeretnya paksa untuk duduk di meja makan.

"Sebenarnya aku sama sekali tak suka berada satu atap bersamamu. Tapi mengingat Shion yang memasak makan malam dan mengajakmu, aku tak bisa membiarkanmu pergi begitu saja. Dan membuat WANITA ku kecewa." Ucap Neji sarkatis dengan menekankan kata wanita.

Gaara menyentakkan tangan Neji yang masih berda di kedua bahunya. "Kau pikir aku senang berada di sini bersamamu? Melihat wajahmu, aku jadi ingin melayangkan pukulanku!" Desis Gaara dengan melempar tatapan tajam ke arah Neji.

Neji menganggkat kedua tangannya ke atas. "Owh~ Aku merasa takut dengan itu."

Kemudian Neji membungkukkan sedikit tubuhnya, dia mensejajarkan wajahnya dengan Gaara. "Tapi kau perlu ingat ini anak kecil—Shion masih mencintaiku. Dan perlu kau ingat di sini, aku yang tertua—"

Neji mengangkat tangannya menyentuh kepala Gaara. "Jadi, Tidak sopan kau memukul orang yang lebuh tua dari mu. Kau tahu dosa kan anak kecil?"

Gaara menatap sengit pada Neji. Dia menyentuh pergelangan tangan Neji yang berada di atas kepalanya dan menyentakkannya kasar.

"Apa yang kalian bicarakan?" Tanya Shion yang datang tiba-tiba dari arah belakang Neji dan Gaara di meja makan. Kedua tangan wanita itu membawa sebuah panci bening berwarna coklat.

Neji menegakkan tubuhnya, dan berjalan mendekati Shion. Bibirnya dia dekatka ke telinga wanita itu. "Sepertinya, kekasih gelapmu sedang cemburu. (Neji melirikkan matanya) Sedari tadi dia menatapku terus dengan mata membunuhnya."

Shion mengikuti arah mata Neji yang mengarah ke Gaara. "Apa kau takut?" Tanya Shion yang tak menatap Neji.

Neji terkikik geli mendengar pertanyaan wanita itu. Neji melayangkan tangan kanannya dan mengarakannya untuk menyelipakan rambut Shion ke telinga.

"Walau bagaimanapun, kau itu masih WANITAku, Shion. Jadi...Selama kau masih mencintaiku, aku tak akan takut sama sekali dengannya. Bahkan jika dia membunuhku demi kau."

Kini Shion yang terkiki geli. Wanita itu memandang tepat di mata Neji. "Kau yakin sekali kalau aku masih mencintaimu, Gaara masih lebih baik darimu."

Shion melanjutkan langkah kakinya ke meja makan, menyambut tatapan Gaara dengan senyuman khas miliknya. Lalu dia meletakkan panci sup itu ke meja.

Shion duduk di samping Gaara, dan Neji menyusul Shion ke meja makan lalu duduk di samping Shion tepat di depan Gaara.

"Kau tahu anak kecil? Shion tadi mengatakan, kau lebih baik dariku?" Adu Neji.

Gaara masih menatap sengit dan tajam pada Neji, tapi berbeda dengan Shion. Wanita itu kembali terkikik geli mendengar aduan dari Neji pada Gaara. "Sudah-sudah Neji hentikan jangan ganggu Gaara, kita mulai saja makan malamnya. Oke?"

Gaara sudah mulai merasa kemarahannya di ubun-ubun, dengan tiba-tiba lelaki termuda itu menyentakkan kursi kebelakang dan pergi meninggalkan meja makan.

"Gaara—Ahh!" Shion yang ingin mengejar Gaara tertahan oleh genggaman tangan besar Neji di pergelangan tangannya.

Neji meraih pergelangan tangan Shion dan kembali menarik wanita itu untuk duduk di kursinya.

"Biarkan saja dia pergi—" Shion menatap Neji, alisnya bertautan menjadi satu.

"—Seharusnya anak itu tahu persis, dimana posisinya berada." Lanjut Neji.

TBC


Bagaimana story-nya?

Gomen. Gomen. Gomen buat reader-san! *Bow

Side story bag.01 Gaara udah di perbaiki...yang minta SasuNaru next chappy ya, reader-san~ ^^

Ini sudah di perbaiki, tapi kalau masih ada yang g suka atau mumet bingung... bisa komplein sekali lagi pada author~

Apapun itu~

Asal bukan flame ya~ ^^v

Side story-nya bakal ada beberapa Chara. Menceritakan Bad romance, kisah cinta dari masing-masing anggota black rose.

Oh iya, ini masih part 1 side story-nya Gaara. Chapter-chapter mendatang mungkin bakal muncul lagi. ^^

satu lagi nich,~ ^^

Karena banyak yang bingung dengan nama Author, kalian bisa panggil author dengan Author Choi... hehe~

See you next chappy~

Tapi pertama-tama harus review dulu, ya reader~

Please~ *Hug


Yang tidak punya akun dan ingin riview-nya dibalas, bisa kok mention author di twitter. *lihat di profil* ^^

Atau kalau pengen tanya-tanya tentang update, dan protes masalah FF juga boleh.

Very welcome-lah pokoknya.

Apapun itu asalkan buat reader. ^^

Salam Author Balack Rose's... #lambai-lambai