.
.
Disclaimer : Naruto itu selalu milik Masashi Kishimoto
Story : V3 Yagami
Genre : Angst, Romance, Tragedy, Hurt/Comfort, Friendship, Drama, School Life
Rated : M
Noted : Tolong jangan meng-copy atau memindahkan cerita ini pada bentuk apapun (Blog, FP, FFN, LJ, DLL) tanpa se-izin aku.
.
.
Kedua bibir itu terpisah, sang gadis semakin merona saat laki-laki tampan itu menyibak rambutnya pelan. Sakura memeluk tubuh Kakashi dengan erat, tanpa berucap apa-apa, Kakashi pun membalas pelukan kekasihnya.
"Uhuk…uhuk…"
"Makanya, berhenti merokok!" ucap Sakura jengkel.
"Hahaha, ini karena cuaca akhir-akhir ini tidak bagus," jawab Kakashi.
"Sudah minum obat?" tanya Sakura cemas
"Sudah tenang saja, entah mengapa rasanya sangat aneh melihatmu perhatian begini," ledek Kakashi sambil menatap lembut pada Sakura
Yang tadinya wajah Sakura sudah kembali normal, kini memerah lagi akibat godaan Kakashi, "Ah! A-aku mau kembali ke lapangan!"
"Hahaha, selamat bertanding."
Saat Sakura sudah keluar dari ruang yang ternyata itu adalah ruang kesehatan, mata emeraldnya melihat sosok Tenten yang sedang berdiri di ujung lorong… seorang diri? Karena penasaran, Sakura menghampirinya pelan-pelan. Ternyata Tenten bersama dengan anak dari kelas 3-C. kedua mata Sakura terbelalak dan mulutnya sedikit menganga, Sakura menutup mulutnya ketika melihat Tenten berciuman dengan laki-laki yang dilihat dari pakaiannya adalah dari klub Judo.
Seolah melihat pemandangan yang tidak pantas, Sakura berlari dengan wajah yang lagi-lagi kembali merona. Dirinya merasa sangat senang melihat Tenten akhirnya mendapatkan laki-laki yang pas untuknya. Karena sejujurnya, selain Neji… tidak ada yang pas untuk Tenten, gadis itu terlalu kuat untuk laki-laki di kelas 3-F kecuali Sasuke dan Naruto tentunya, tapi semua orang pun tahu, siapa yang mereka sukai.
Begitu Sakura kembali ke lapangan, ternyata pertandingan basket sudah dimulai.
"Sakuraaa!"
Gadis berambut pink itu menoleh pada sosok temannya yang berambut pirang, "Ino."
"Kemari, kau harus lihat betapa tegangnya pertandingan basket ini, padahal baru berjalan lima menit."
Sakura mengerutkan alisnya, apakah mungkin Sasuke dan Naruto masih mengincar Gaara atas kejadian dahulu saat mereka masih SMP? Dan melihat kenyataan, memang pertandingan basket ini tidak terlihat seperti lima lawan lima, tapi dua lawan dua.
"Gaara…"
"Kau kenal dia?" tanya Ino yang mendengar gumaman Sakura.
"Dia…" mata Sakura terus fokus pada ekspresi Sasuke dan Naruto yang benar-benar berjuang mati-matian untuk menang dari pertandingan ini. Namun ada yang salah… ada yang salah dari semua ini, "dia penyebab dari semua yang terjadi padaku saat SMP."
Ino terdiam mendengar jawaban Sakura, "Pantas saja Sasuke dan Naruto jadi seperti liar begitu cara mainnya."
"Kalau seperti ini terus, bisa-bisa sekolah kita kalah," ujar Hinata cemas, "karena diantara semua nilai, basket dan Judo lah yang paling besar nilainya."
Sakura ikut cemas ketika mendengar penjelasan Hinata. Namun kecemasannya harus disingkirkan dulu karena sebentar lagi pertandingan volli akan dimulai.
"Sakura, kita harus siap-siap," ajak Ino.
Sakura mengangguk dan hanya bisa berdoa agar kedua sahabatnya itu dapat memenangkan pertandingan dan tidak bertindak sesuatu yang bodoh… sesuatu yang dapat menyebabkan kelas mereka tidak memenangkan apa-apa dalam festival terakhir mereka ini.
.
.
Kakashi kembali ke lapangan, di bagian pertandingan volli terdengar suara gemuruh yang menyemangati kelas F. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa permainan Sakura dan Ino sangat hebat, mereka juga cantik, jadi mengundang para siswa untuk mendukung mereka. Dibanding lawan mereka yang cenderung mempunyai fisik seperti laki-laki. Namun aneh, di bagian pertandingan basket tidak terdengar suara apapun. Hanya pantulan bola yang mereka mainkan. Kakashi melihat ke lokasi dan melihat seluruh penonton menatap tegang pada pertandingan tersebut. Ketika Kakashi melihat ke papan nilai, ternyata ini sudah babak kedua dan nilai yang mereka peroleh sama, 50-50
"Waw…"
"Ya, waw," ujar laki-laki yang kini berdiri di sampingnya, rival sekaligus salah satu sahabatnya, "kalau pelatih NBA melihat ini, keempat anak itu pasti sudah direkrut."
"Gai, kau menyaksikannya dari tadi?" tanya Kakashi.
Gai mengangguk, "Sejak pertama kali bertanding. Benar-benar pertandingan yang sangat tegang."
"Bagaimana dengan Volli putri?" tanya Kakashi.
"Mereka tidak usah diawasi, sekarang saja sudah kelihatan sekolah kita yang menang," ujar Asuma yang tiba-tiba datang.
"Sebenarnya, kelas 3-F ini sangat berbakat dalam pelajaran dan olahraga, aku tidak mengerti kenapa mereka menolak untuk lulus," ucap Asuma.
"Tapi tenang saja, sejak Kakashi datang, semangat mereka membara kembali! SEPERTI HALNYA SEMANGAT MUDA YANG SELALU MEMBARA! YOOOOOSSSHHHH!"
"Abaikan saja," ujar Kakashi pada Asuma, mengabaikan gai yang kini berpose norak di depan murid-murid.
"Ya, anggap saja tidak kenal," sambung Asuma.
Begitu pertandingan berlangsung, pluit berbunyi dari lokasi pertandingan Volli. Ternyata sekolah lawan menyerah dan memutuskan untuk keluar dari pertandingan, dengan kata lain sekolah Konoha lah pemenangnya dari kelas 3-F. Ino memeluk Sakura dengan riang, namun konsentrasi Sakura saat itu tertuju pada pertandingan basket sekolah mereka dan Suna. Sakura berlari dan memeriksa papan nilai, kedua matanya terbelalak dan posisi mereka saat ini adalah 110-100. Yap, 100 adalah angka mereka. Sakura melihat Sasuke dan Naruto kewalahan, sementara Gaara dan kankuro hanya menyeringai, namun tidak dipungkiri mereka pun kewalahan.
Sakura menghampiri kursi pemain dan berlutut di hadapan kedua sahabatnya itu.
"Aku tidak mau kalian memaksakan diri."
Naruto dan Sasuke tidak bereaksi pada ucapan Sakura, dengan handuk yang menutupi kepala mereka yang kini sedang menunduk, Sakura berlutut agar mereka mau menatap dirinya, "Aku tidak mau melihat kalian—"
"Sakura-chan bisa diam sebentar?" potong Naruto dengan nada yang emosi, "kalau Sakura-chan berisik seperti ini konsentrasiku akan hilang."
"Kau cukup dukung kami saja di pinggir lapangan, dari tadi kami tidak mendengar suaramu," sambung Sasuke.
Sakura mengerutkan keningnya, tidak disangka mereka bisa berucap seperti itu padanya, "Kalian pikir aku senang dengan cara ini? Menang hanya karena balas dendam?!"
Kali ini, Sasuke lah yang menatapnya, "Memang itu tujuanku—"
"Kami," potong Naruto memperjelas.
"Akan kubalas apa yang dia perbuat dulu dengan cara mempermalukannya di depan umum, kau lihat saja, Sakura. Aku pasti akan membalasnya."
Sorot mata Sasuke kini benar-benar mengandung amarah yang tak terbendung lagi, Sakura bisa merasakan itu. Beda dengan Naruto yang lebih memikirkan strategi agar Suna bisa kalah dengan cara yang memalukan, Sasuke lebih ke cara pribadi antara dirinya dengan Gaara. Sakura hanya bisa menghela napas, dan sebelum Sakura dapat berucap lagi, pertandingan sudah kembali dimulai.
Ketika Naruto dan Sasuke sudah kembali ke lapangan, Sakura sadar kaki kiri Naruto terlihat aneh dari cara berjalannya. Sedangkan anggota yang lain juga sudah terlihat sangat lelah, begitu pula dengan pihak Suna. Bola mulai di lempar, pihak Suna berhasil merebut bola dan membawanya ke bawah ring milik Konoha, saat Kankuro ingin melakukan satu tembakan, Sasuke berhasil menggagalkan dan merebut bolanya. Tanpa ada yang menyadari, Gaara yang menghadang Sasuke menarik baju belakang milik Sasuke sehingga Sasuke terjatuh ke belakang.
Sasuke tidak melaporkan pelanggaran itu karena dia yakin, tidak ada yang melihatnya. Bola kini di tangan Gaara. Naruto yang berhasil menyeimbangi kecepatan Gaara berhasil menyusul namun tidak berhasil menggagalkan tembakan Gaara. Wajah Naruto dan Sasuke terlihat frustasi, sedangkan Gaara menyeka keringatnya sambil menyeringai.
"Brengsek," umpat Sasuke pelan, "brengsek, brengsek, brengsek…"
"Sasuke!" Naruto melempar bola pada Sasuke.
Begitu Sasuke menerima bola itu, dengan kecepatan yang sangat cepat, Sasuke berlari dan langsung melompat serta menembakkan bola dari jauh. Tiga poin berhasil ia dapatkan, namun staminyanya sangat menipis. Melihat kedua sahabatnya sangat melemah, Sakura membisikkan pada guru Gai untuk meminta time out sebentar.
Wasit mengizinkan time out satu menit. Naruto dan Sasuke duduk di kursi dan meminum seluruh air minum di botol. Sebelum mereka berhasil menghabiskan air itu, Sakura menarik kedua botol mereka.
"Cukup!" geram Sakura, "aku tidak mau melihat permainan kalian yang sangat jelek itu. Aku tidak mau!" kini Sakura mulai mengeras, dia menggenggam kedua tangan sahabatnya dengan erat, "aku mohon, nikmatilah… nikmatilah pertandingan terakhir kalian… nikmatilah basket yang kalian sukai ini… nikmatilah kegiatan terakhir kita di sekolah ini…"
Sasuke terdiam. Dia melirik Naruto yang sepertinya saling mengerti. Apa yang telah mereka lakukan? Bukannya membuat Sakura senang malah membuatnya sedih. Benar kata Sakura, mereka harusnya menikmati pertandingan terakhir ini, bukannya termakan oleh dendam pribadi.
"Sasuke," panggil Naruto yang menyuruhnya memperhatikan sekeliling mereka.
Seluruh murid Konoha mulai mengkhawatirkan kondisi mereka. Mereka yang berasal dari kelas F.
"A-Ayo! Kalian pasti bisa! Buat sekolah kita yang menjadi tuan rumah festival besar nanti!" seru salah satu murid.
"Iya, kami yakin kalian bisa!"
Satu-satu menyemangati hingga seluruh ruangan itu berseru meneriaki nama mereka yang mengikuti pertandingan basket.
"Lihat 'kan?" ucap Sakura dengan lembut, "kalian harus menikmatinya."
Pandangan Sasuke kembali pada Naruto yang kini tersenyum padanya, "Sudah berapa lama kita tidak diteriaki seperti ini."
"Ya…"
Waktu telah habis, saatnya mereka kembali ke lapangan. Sebelum Sasuke memulai, dia menatap Sakura yang kini tersenyum padanya. Sasuke menyibak seluruh rambutnya ke belakang. Dirinya mulai terasa segar, tatapannya pun bukan lagi tatapan dendam dan frustasi. Kini Sasuke dan Naruto sudah kembali normal. Mereka menjadi pasangan yang sangat hebat. Oper, oper, oper, tembak. Terus seperti itu sampai skor mereka sama.
Sampai di detik terakhir, Sasuke dan Naruto sekuat tenaga mengoper dan melempar bola ke ring. Bola itu melayang dan menyentuh pinggir ring, namun langsung masuk dengan sukses. Seluruh murid Konoha berteriak, banyak yang menghampiri para pemain dan mengangkat mereka semua. Saat Sakura berlari untuk menghampiri Sasuke dan Naruto—
"KYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA! KAKASHI-SENSEEEIIII!"
—jeritan siswi membuat Sakura menghentikan langkahnya, begitu pula dengan seluruh pemain. Sakura melihat Asuma sedang mengguncang tubuh Kakashi yang sudah tergeletak di lantai tak sadarkan diri. Kedua mata Sakura terbelalak, tubuhnya kaku, ingatannya tentang saat menemukan jasad sang ayah kembali mengunjungi otaknya.
Dan semua terjadi begitu cepat…
.
.
Kelas F… kelas yang sangat terkenal dengan anak-anak yang sering membuat masalah pada sesama murid maupun senseinya. Tidak ada satu pun sensei yang berhasil menangani mereka. Sampai datangnya Kakashi yang berhasil sedikit demi sedikit membuat hati dingin mereka mencair. Murid kelas F yang sangat tidak peduli bahkan ada anak pingsan di sepan matanya sekalipun, kini berdiri di depan pintu putih dengan ekspresi yang sangat cemas, ada yang menangis, ada juga yang menggerutu. Saat ini, sosok gadis berambut merah muda masih terlihat sangat shock, tangannya tang mencengkram rok terlihat gemetar, sampai dua tangan merengkuh punggung tangan gadis itu.
"Dia baik-baik saja," ujar Sasuke yang duduk di sampingnya—masih dengan baju basket yang ia kenakan saat pertandingan tadi, "orang menyebalkan biasanya kuat terhadap apapun."
"Kakashi-sensei pasti baik-baik saja, Sakura-chan," ucap Naruto yang juga duduk di sebelah Sakura.
Perhatian mereka kini reflek tertuju pada suara langkah kaki yang cepat menuju lokasi dimana seluruh murid kelas F berkumpul di depan kamar. Dua sosok yang baru datang itu terlihat pucat dan panik, sang wanita berambut pendek coklat menatap Sakura dan langsung mengenalinya.
"Haruno-san?" panggil wanita itu dengan ramah.
Sakura mengangkat kepalanya, "I-iya?"
Wanita itu tersenyum lembut dan memeluk Sakura tiba-tiba, membuat teman-temannya bingung, "Bagaimana keadaan Kakashi?"
Masih belum mengerti siapa wanita di hadapannya itu, Sakura melepas paksa pelukannya, "Aku tidak tahu, jangan tanya aku."
Melihat Sakura yang sepertinya cemburu dan berpikiran buruk, sosok laki-laki menghampirinya dan merangkul pundak wanita berambut coklat tadi, "Kami sahabat baik Kakashi, dan ini tunanganku, Rin."
Mengetahui wanita itu tidak ada hubungan apa-apa dengan Kakashi membuat wajah Sakura memerah karena malu, dan itu juga yang membuat Sasuke jengkel, seumur hidupnya baru kali ini dia melihat Sakura merasa cemburu. Rin berlutut dan menyentuh tangan Sakura lalu tersenyum, "Kakashi bercerita banyak tentang dirimu."
"Aku?"
Obito menyolek lengan Rin agar tidak keceplosan karena saat ini seluruh murid kelas F sedang berkumpul. Rin berdiri dan mengulurkan tangannya, "Bisa ikut aku sebentar?"
Sakura mengangguk. Setelah beberapa saat Sakura dan Rin pergi dari tempat tunggu, pintu terbuka dan keluarlah sosok dokter. Tidak ada yang berani bertanya maupun beranjak, tubuh mereka kaku karena takut. Obito lah yang melangkah, "Bagaimana keadaannya?" tanya Obito.
"Maaf, anda dengan?"
"Saya saudara satu-satunya," jawab Obito, "dia sudah tidak punya keluarga lagi."
Mendengar penjelasan Obito membuat hati anak-anak kelas F merasa ngilu. Pria yang sudah berumur memakai jas putih dan berkacamata itu mengangguk, "Silakan masuk."
Obito menuruti ucapan dokter, ketika Obito memasuki ruangan yang tercium aroma steril, dia melihat Kakashi sedang mengangkat tangannya dan membentuk tanda 'peace'.
"Yo."
"Dasar kau, brengsek," gumam Obito dengan nada lemas.
"Sepertinya Kakashi tidak bialng padamu, bahwa dirinya saat ini sedang—"
"Tidak apa-apa, biar aku saja yang mengatakannya," potong Kakashi pada ucapan dokter.
"Baiklah, aku akan memberimu obat yang harus kau minum, minggu depan kau harus kembali ke sini."
Kakashi mengangguk. Setelah dokter itu keluar, Obito duduk di samping Kakashi dengan tatapan cemas, namun tatapan itu secepatnya ia ubah menjadi tatapan meledek, "Sakura, eh? Cantik juga dia."
"Ha? Bagaimana kau tahu?"
"Dari tadi dia berada di luar, sekarang sedang bersama Rin," jawab Obito.
Kakashi terdiam. "Jadi," lanjut obito, "hal apa yang tidak kauceritakan padaku?"
Kakashi masih terdiam, "Jangan-jangan kau stress sampai tumbang karena telah membuat Sakura hamil? Hahaha," canda Obito sambil mengguncang tubuh Kakashi, "atau jangan-jangan—"
"Aku terserang kanker paru-paru stadium 3."
Ucapan kakashi yang memotong candaannya berhasil membuat Obito terbungkam. Wajah Obito tidak berubah, masih dengan wajah candaan seperti biasa, "Kau kalau melucu sangat lucu, kakashi. Hahahaha!"
Namun Kakashi tidak merespon, dia menatap Obito sambil tersenyum, membuat Obito menghentikan tawanya itu pelan-pelan sampai akhirnya laki-laki berambut hitam itu terdiam, "Sejak kapan?"
Kakashi menggelengkan kepalanya, "Aku tidak tahu, hanya saja… batukku tidak wajar."
"Kenapa kau tidak berobat?"
"Aku tidak ada waktu, lagipula aku mengajar."
"Kenapa tidak bilang padaku?"
"Kau sedang sibuk mengurus pernikahanmu yang akan dilaksanakan minggu depan."
Obito menggertakkan giginya dan mencengkram pakaian Kakashi, "Apa kau sadar, betapa parahnya stadium 3 itu, hah?!" geram Obito.
Kakashi tidak menjawab. Obito melepaskan cengkramannya, "Apa Sakura tahu?"
Kakashi menggelengkan kepalanya.
"Kau berencana memberitahunya, atau langsung meninggalkannya dengan alasan picisan yang seperti ada di komik-komik?" tanya Obito dengan nada sewot.
"Tidak," jawab Kakashi, "aku akan membiarkannya memilih. Aku pribadi ingin ditemani Sakura… sampai kapanpun, aku tidak ingin dia meninggalkanku."
"Kau egois sekali."
"Sejak kapan aku tidak egois?"
Mereka saling lempar senyuman, entah itu adalah senyuman kesenangan, atau kesedihan.
.
.
Sakura dan Rin yang kini duduk di bangku taman rumah sakit terlihat saling melemparkan senyuman ramah, "A-aku tidak tahu kalau sen… Kakashi bercerita seperti itu."
"Kakashi itu, hanya di luar saja stay cool, namun dalam hatinya dia selalu ketakutan akan kehilanganmu, percaya padaku."
"Terima kasih, Rin-san."
"Nah, apa hubungan kalian baik-baik saja? Maksudku, tidak ada pihak sekolah yang tahu 'kan?" tanya Rin.
"Tidak, aku dan Kakashi merahasiakannya. Hanya kedua sahabatku yang tahu, Sasuke dan Naruto," jawab Sakura.
"Bagus, pertahankan itu sampai kau lulus."
Mereka terus berbincang, sehingga tak menyadari ada sosok wanita yang menguping pembicaraan mereka dari belakang. Wanita itu menatap sendu pada Sakura dan berbalik arah, "Kupikir kita sudah menjadi sahabat," gumamnya pelan.
"Nah, sekarang lebih baik kita kembali, mungkin Kakashi sudah sadar dan ingin bertemu denganmu," ajak Rin.
Mereka kembali ke tempat dimana sekarang sudah mulai sepi, hanya terlihat Ino, Hinata, Naruto, Sasuke dan Shikamaru. Sakura melihat ke arah Sasuke seolah bertanya kemana yang lain.
"Yang lain kembali ke sekolah begitu Kakashi sadar," ucap Sasuke menjelaskan.
Mendengar Kakashi sadar, Sakura berlari dan membuka pintu. Melihat Kakashi dan Obito sedang asik tertawa, sadar akan kehadiran Sakura, Kakashi tersenyum pada kekasihnya, "Kenapa wajahmu jelek sekali?"
Sakura melangkah mendekati Kakashi yang masih terbaring lalu memukul lengan laki-laki itu, "Kenapa tidak bilang kalau kau sakit?!"
Kakashi tahu, saat ini Sakura menundukkan kepalanya karena menyembunyikan air matanya yang terjatuh. Gadis itu tidak mau kedua sahabat Kakashi melihatnya menangis seperti ini, akhirnya dengan inisiatif, Obito dan Rin meninggalkan mereka berdua.
"Sakura…"
"Bagaimana kalau tadi kau lewat? Bagaimana jika tiba-tiba kau pergi tanpa ucapan apa-apa seperti ayahku…"
Sakura kini menutupi kedua wajahnya di kasur, Kakashi memaksanya untuk bangun dan duduk lalu merengkuh wajah gadis itu, "Sejak kapan Sakura yang kukenal menjadi cengeng seperti ini?" ledek Kakashi pada wajah Sakura yang basah karena air mata.
Kakashi tersenyum lembut dan mengusap air mata gadis berambut pink itu, "Sakura…" panggilnya dengan sangat lembut, Kakashi tersenyum dan mengecup bibir kekasihnya, "kau tahu… aku sangat menyayangimu."
Air mata Sakura kembali mengalir, "Jangan berucap seolah kau akan pergi!"
"Memang begitu."
Sakura menatap Kakashi dengan tatapan shock, namun Kakashi hanya menatap Sakura dengan tatapan lembut dan penuh kasih sayang, "Sepertinya aku harus meninggalkanmu, meninggalkan kalian semua…"
"Kau jangan pesimis!" bentak Sakura sambil memukul dada Kakashi.
Kakashi mencengkram kedua lengan Sakura, "Kanker paru-paru stadium 3, katakan padaku bagaimana sembuhnya?"
"Chemo, kau bisa melakukan Chemotharapy!"
"Chemo hanya mengurangi jumlah rambut dan uangku. Sel kanker akan terus tumbuh, kau pasti tahu akan hal itu, kau ahli dalam bidang ini."
"Tidak! Aku tidak mau tahu, kau harus sembuh…" Sakura menutup kedua matanya, "kau… kau sudah berjanji padaku untuk selalu ada untukku~"
Kakashi memeluk Sakura, air mata pun tidak dapan ditahan lagi oleh laki-laki berambut putih itu, "Kali ini… aku ingin kau yang berjanji untuk selalu ada untukku."
Sakura menenggelamkan wajahnya di dada bidang milik Kakashi, "Kau tidak akan menjauhiku?" tanya Sakura.
"Tentu saja tidak, bodoh. Justru di saat-saat seperti ini, aku paling membutuhkanmu."
Sakura mengangguk, "Aku akan menemanimu, aku akan selalu menemanimu tidak kurang sedetikpun," ucap Sakura sambil membalas rengkuhan kakashi pada wajahnya, kini Sakura yang merengkuh wajah Kakashi, "aku akan merawatmu, aku janji aku akan merawatmu sekuat tenagaku, aku akan melakukan apa saja untukmu."
Wajah Kakashi merona ketika Sakura mengatakan hal itu dengan wajah serius, "Kau ini… hati-hati dengan ucapanmu." Dengan sekejap, kedua bibir itu terlah bersentuhan dan saling melumat. Tidak ada yang ingin saling melepaskan satu sama lain.
Sementara itu di luar, Sasuke dan Naruto masing menunggu Sakura. Hinata menghampiri Naruto dan memberikan minuman botol, "Dari tadi… aku belum melihatmu minum."
"Ah, terima kasih." Naruto menerima minuman itu lalu memberikannya pada Sasuke setelah ia minum. Sasuke menerimanya namun tidak meminumnya.
"Sasuke, Naruto," panggil Ino. Saat mereka berdua menoleh, Ino mengalihkan pandangannya, "tidak… bukan apa-apa," ucapnya dengan ekspresi sendu.
"Kalau bicara jangan setengah-setengah," protes Shikamaru, "tenang saja, di sini tidak ada biang gossip."
Ino menyenderkan tubuhnya di tembok dan menatap kedua sahabat Sakura yang kini duduk di hadapannya, "Apakah… Sakura dan sensei…"
"Kalau kau sudah tahu, aku mohon jangan menyebar," ucap Sasuke dengan ekspresi yang sangat serius, "aku mohon, biarkan mereka bahagia."
Naruto terkejut ketika Sasuke mengucapkan kalimat yang seharusnya dilontarkan untuk dirinya sendiri itu. Sasuke sendiri bingung, perasaan apa yang tiba-tiba menyelimuti dirinya. Perasaan tenang dan mencoba untuk mendukung Sakura dengan Kakashi, seolah… dirinya seolah tahu, bahwa Kakashi tidak punya waktu lama untuk merasakan bahagianya hidup.
"Naruto, pemenang festival olahraga ini, kita 'kan?" tanya Sasuke.
"Ya."
"Shikamaru," panggil Sasuke, "kalau kita memenangkan pertandingan, itu artinya kita yang memegang kendali festival besar sekolahan, 'kan?"
"Ya, kelas F akan memegang kendali untuk acara itu," jawab Shikamaru.
Sasuke menatap mereka dengan tatapan percaya dirinya, "Mari kita buat festival kali ini menjadi festival paling mengesankan yang pernah terjadi di Konoha. Kita tunjukkan pada mereka yang dulu meremehkan kita, bahwa kita, kelas F, didikan Kakashi-sensei, bisa membanggakan Konoha."
Naruto tersenyum bangga pada Sasuke dan menepuk pundak sahabatnya itu, "Ayo kita berusaha!"
"Sedikti merepotkan, tapi tidak apalah sekali-kali," jawab Shikamaru.
"Ini akan menjadi festival yang menyenangkan," seru Ino yang mulai semangat.
"Aku akan membantu dana dari orang tuaku, kalau butuh apa-apa, katakana saja padaku," ucap Hinata.
Sasuke beranjak dari duduknya, "Sekarang, lebih baik kita kembali ke sekolah dan memberi tahu yang lain. Waktu kita hanya dua minggu."
"Sasuke, kau keren sekali. Aku tidak melempar bola ke kepalamu 'kan?" tanya Naruto.
"Berisik!"
.
.
TBC
.
.
A/N : oke, oke... aku tau ini kelamaan XD maaf ya, biasa mood ngetik fanfict kemarin lagi hilang, lagi semangat ngetik orifict sendiri :3 mampir dong ke orifict aku, judulnya 7 God War, di fictionpress XD
maafin yaaa udah ngaret lama banget. dan maafin juga kalau banyak typo, aku sih udah cek, maaf kalau ada yg kelewat.
nah, sampai bertemu di chapter berikutnya :*
XoXo
V3 Yagami