Bleach = Kubo Tite
This Story = Searaki Icchy
WARNING! OOC, AU, Typo(s), dan segala kekurangan lainnya...
Hope u guys enjoy it~ :D
Searaki Icchy Present
.
.
Hari itu, Ichigo ingat bahwa hujan turun begitu deras. Meski bulan bersinar terang, sinarnya tetap saja meredup karena air kesedihan yang turun. Kilat menyambar bagai mengekspresikan sebuah amarah sang dewa. Malam itu benar-benar malam yang tepat untuk mewakili perasaan mereka berdua.
Hari itu Ichigo ingat, Orihime datang mengunjunginya.
Seminggu setelah berita tentang pertunangannya diumumkan.
Hari itu Ichigo ingat, tubuh wanita itu basah kuyup karena nekat merebos deras hujan.
Orihime yang cantik, ternoda oleh kesedihan. Wajah indahnya ternoda oleh make-up yang luntur. Gaunnya lepek karena basah. Dan juga air mata yang menggenang bahkan sebelum Ichigo menemuinya.
Orihime memohon agar Ichigo membawanya kemana saja asalkan dia tidak kembali ke rumah. Wanita itu memohon supaya Ichigo tidak membiarkannya menikah. Sebuah pernikahan yang tidak ingin Hime lakukan.
Namun, Ichigo tahu pria yang tidak lama akan menikahi Orihime. Dia tahu…
"Ichigo, kenapa sikapmu selalu seperti ini? Kenapa kau selalu saja bersikap seperti tidak peduli? Apakah kau benar-benar mencintaiku?" ratap Orihime saat itu.
Ichigo ingat dia tidak menjawab pertanyaan Orihime kala itu. Hari itu dia merasa tidak ada gunanya mengungkapkan apa yang ada dalam pikirannya.
Karena percuma.
Ichigo tidak akan pernah mendapatkan Orihime sepenuhnya…
.
.
.
Suara alarm membangunkan Ichigo. Tanda bahwa pagi hari mulai datang bersamaan dengan serpihan salju yang sedikit demi sedikit turun. Pergantian musim yang datang menyambut harinya saat ini, bersamaan dengan mimpi masa lalu yang entah kenapa kembali datang.
Tumben sekali Ichigo bermimpi tentang malam itu? Tentang Orihime dan pengorbanan Ichigo kala itu. Aneh, mungkinkah itu karena ulah salju? Ataukah karena perasaan Ichigo yang kini berubah?
Mata hazelnya berusaha terbuka, mencari-cari pandangan kamarnya. Ichigo merasakan sesuatu yang hangat menyelimuti tubuhnya. Aneh, rasa-rasanya Ichigo tidak menyelimuti tubuhnya dengan selimut. Dia lumayan tahan dengan udara dingin, cukup bermodalkan celana panjang dan kaos putih sudah membuat tubuh bidangnya hangat.
Ada tangan yang lagi melingkar di pinggang pria itu. Sebuah tangan mungil yang Ichigo kenali. Ichigo melirik siapa yang sedang tertidur di balik selimut sambil memeluknya seperti guling. Meski Ichigo bisa menduga siapa si pemilik tangan.
Ichigo mendapati Rukia begitu damai terlelap di sampingnya. Tangan protective yang memeluknya seerat mungkin. Seakan takut Ichigo akan meninggalkannya kalau Rukia tidak menyentuhnya. Ini sudah kedua kali Ichigo mendapati Rukia tidur di sampingnya. Pertama kali Ichigo begitu kaget dan hampir saja menendang tubuh mungil itu, mengira bahwa ada hantu yang sedang menempel padanya. Ketika sadar bahwa ternyata sosok tersebut adalah Rukia, Ichigo akhirnya berusaha tenang dan mengingatkan Rukia bahwa wanita itu harusnya tidur di luar sesuai perjanjian.
Tapi memang dasar Rukia keras kepala, dia selalu menyusup masuk setiap kali Ichigo terlelap. Rukia selalu menunggu tengah malam setelah Ichigo berhenti bekerja. Pria itu akan tertidur dengan pulas sampai tidak menyadari Rukia diam-diam menyelinap ke dalam selimut.
Mentari pagi mulai menyusup dari balik tirai jendela. Kumpulan salju masih berlomba-lomba mengubah jalanan menjadi putih. Ichigo berusaha mengangkat tubuhnya tanpa mengganggu tidur Rukia. Sayang sedikit goyangan tubuhnya membuat tubuh mungil yang masih meringkuk itu sadar bahwa seseorang sedang meninggalkan ranjang.
Rukia akhirnya terbangun.
"Selamat pagi, Ichigo…" masih setengah mengantuk.
Ichigo tersenyum ketika melihat Rukia mengusap kedua matanya yang masih tertutup rapat. Rukia selalu memakai kaos putih kebesaran dan celana boxer hitam pendek, membuatnya terlihat sexy. Inilah alasan mengapa Ichigo menolak untuk tidur bersama.
Ichigo lelaki normal. Meski mereka mungkin tidak mempunyai perasaan satu sama lain, tetap saja Ichigo menganggap Rukia sebagai seorang wanita.
Rukia adalah seorang penggoda alami. Dia tidak perlu berusaha untuk membuat Ichigo tertarik. Pria itu tahu bagaimana pesona Rukia.
Kesal karena menyadari perasaan aneh untuk wanita itu, akhirnya dengan gemas Ichigo mencubit pipi mungil di sebelahnya.
"Bukankah aku sudah bilang untuk tidak tidur di kamarku, eh?" tanya Ichigo mengingatkan.
"Bukankah aku sudah bilang kalau aku kedinginan?" balas Rukia sambil mengelus pipinya yang dicubit.
"Aku sudah memberimu 1 sweaterku yang paling hangat dan 2 selimut tebal. Apa itu masih kurang?"
Rukia cemberut seperti anak kecil. "Tapi… ranjangmu lebih hangat."
Ichigo kalah! Rukia terlihat begitu lucu dan menggairahkan secara bersamaan. Raut wajahnya yang terlihat pura-pura ngambek itu benar-benar membuat Ichigo kalah total. Lagi-lagi Ichigo dibuatnya kehabisan kata-kata.
Rukia tersenyum dengan reaksi Ichigo saat ini. Pria itu terlihat canggung. Rukia tidak malu dengan keadaannya sekarang. Seenaknya tidur dengan Ichigo tanpa izin dari pria itu, melingkarkan tangannya ketika tidur, tidak peduli walaupun pria itu selalu kesal setiap kali terbangun dan mendapati dirinya ada di ranjang.
Entahlah… Rukia hanya ingin memeluk pria itu.
.
.
.
Ichigo mulai siap-siap untuk berangkat kerja. Setelah berusaha keras menahan perang batin yang sering terjadi akhir-akhir ini berkat setan kecil mempesona bernama Rukia, lebih baik Ichigo berkonsentrasi pada pekerjaan. Tadi Kaien mengirimkan pesan kepadanya untuk datang tepat waktu karena hari ini akan ada pertemuan klien dan pria itu meminta Ichigo untuk hadir.
Itu berarti Ichigo harus rapi serapi mungkin. Mengingat atasannya, Pak Sousuke, selalu menekankan untuk terlihat sempurna ketika bertemu dengan klien.
"Ichigo, sarapan sudah—"
Kata-kata Rukia terhenti ketika melihat Ichigo dengan kemeja hitam dan dasi berwarna pastel muda dengan celana bahan berwarna selaras dengan atasan. Ichigo terlihat dua kali lebih tampan dari biasanya. Kedua mata Rukia mengerjap tidak percaya dengan perubahan mendadak itu.
"Kau terlihat sangat tampan, Ichigo." Rukia berdiri di samping Ichigo, menatap dirinya dan Ichigo bersanding di depan cermin. Rukia senyum-senyum tidak jelas ketika melingkarkan tangannya di lengan Ichigo. Bertingkah layaknya pasangan yang masih menjalani status barunya.
"Apa yang lagi kau pikirkan, Rukia?" tanya Ichigo menyipitkan mata. Apalagi tingkah Rukia begitu aneh.
Rukia menatap Ichigo dengan cengiran khas di wajahnya. Rambut hitam yang bergerak mengikuti arah wajah mungil itu terlihat berkilau bersama sinar mentari dari balik jendela.
Tidak tahan melihat reaksi mengejutkan dari wanita itu, Ichigo hanya bisa berusaha mengalihkan wajahnya yang mulai memerah dengan mengacak pelan rambut Rukia. Wanita ini benar-benar sukses membuat jantungnya berdebar tidak karuan.
"Aku harus segera pergi," kata Ichigo mengganti topik.
Dia meraih gagang pintu, bersiap untuk keluar kamar. Rukia mengikutinya dari belakang, memberitahu Ichigo bahwa dia sudah menyiapkan bekal untuk makan siang nanti.
"Jangan sampai lupa dimakan yah, Ichigo?" pinta Rukia seraya memberikan bekal kepada Ichigo.
Ichigo menerimanya dengan canggung. Selain Ibunya, Ichigo tidak pernah dilayani seperti sekarang. Sikap Rukia membuatnya menginginkan lebih.
"Itterasshai!" Rukia tersenyum seceria mungkin saat mengantarkan kepergian Ichigo. Sedangkan pria itu masih belum mau untuk beranjak dari sana.
Kedua matanya masih menatap lekat Rukia. Wajah mungilnya terlihat begitu indah ketika tersenyum. Tubuhnya masih tertutupi oleh apron sehabis memasak. Ichigo menatap lekat keberadaan wanita itu. Seorang wanita mungil dengan seribu pesona mematikan dan Ichigo adalah salah satu tawanannya.
Ichigo masih tidak mau melepaskan pandangan dari perempuan ini…
Rukia menatap bingung Ichigo. Kenapa pria ini terus menatapnya tanpa berkedip. Pancaran coklat yang berpendar menyiratkan sebuah makna. Wanita itu hanya tersenyum tipis.
"Kalau ingin menciumku, lakukan sekarang."
Ichigo terkejut ketika mendengar ucapan Rukia. Dia semakin terkejut ketika Rukia malah semakin menantangnya dengan menunggu reaksi darinya. Ichigo bingung untuk menjawab ajakan itu, sinar kilau mata Rukia seakan mengundangkan Ichigo untuk menempelkan bibirnya ke bibir wanita itu. Rukia tahu bahwa Ichigo berpikir untuk menciumnya seperti saat mereka berada di bar, maka dari itu dia ingin menggoda Ichigo.
Pria itu menghembuskan nafas panjang, kemudian menarik Rukia mendekat. Sesuai dengan insting sekaligus ajakan tidak serius dari Rukia, Ichigo mencium wanita itu. Yang tidak Rukia kira bahwa ciuman yang Ichigo layangkan bukanlah ciuman singkat.
Ichigo menciumnya dalam. Dengan perlahan dia mencium bibir ranum yang terbuka karena kaget dengan serangan mendadak itu. Meskipun begitu, Rukia tidak menghentikan Ichigo. Malah Rukia membalas ciuman Ichigo lebih dalam, mempersilahkan lidahnya menjelajah lebih dalam.
Diberi respon positive membuat Ichigo semakin memperkuat ciuman mereka. Tanpa dia sadari koper dan bekal yang tadi disiapkan oleh Rukia kini menyentuh lantai. Dengan posesif kedua tangan Ichigo memeluk erat tubuh mungil Rukia. Menuntut agar wanita mungil yang berada dalam dekapannya luluh, dan Rukia meresponnya dengan erangan pelan.
"Gawat…" desahan Rukia menyadarkan Ichigo dari hasrat terpendam yang mendesak untuk keluar. Ini adalah pertama kalinya Ichigo kehilangan kontrol diri. Semua berkat satu kata dari Rukia.
Akhirnya dengan enggan Ichigo melepaskan ciuman mereka, merapikan rambut hitam Rukia yang sedikit kusut berkat tangannya. Melihat ekspresi Rukia yang memerah karena pertempuran lidah mereka hampir membuat Ichigo kehilangan kendali diri. Pria itu berusaha memalingkan pandangan dan berusaha untuk tetap setenang mungkin.
"Ittekuru…"
Ichigo pun menghilang dari balik pintu, meninggalkan Rukia yang masih mematung. Sedikit lega karena pria itu tidak kembali menatapnya. Kalau saja Ichigo melihat keadaannya sekarang, Rukia tidak yakin dia bisa mengontrol diri sendiri.
"Damn…"
Wanita itu tidak bisa mengontrol rona merah yang mulai menyebar di pipinya. Debat kali ini Rukia harus mengakui bahwa dia adalah pihak yang kalah…
.
.
.
Beberapa jam setelahnya, Ichigo sama sekali tidak bisa berkonsentrasi ketika berhadapan dengan klien. Bahkan dia hampir tidak bisa mengikuti arah pembicaraan kalau saja Kaien tidak mengingatkan Ichigo. Bisa gawat kalau hanya gara-gara masalah mencium Rukia membuat Ichigo kehilangan pekerjaan.
"Sebenarnya apa yang terjadi padamu, kawan?" tanya Kaien bingung melihat tingkah sahabat itu. Ini adalah pertama kalinya Kaien melihat Ichigo tidak fokus pada pekerjaan.
Hey, ini adalah Ichigo Kurosaki. Seorang pria yang selalu menomor-satukan pekerjaan melebihi apapun!
Ichigo mengacak rambut orangenya lalu menghela nafas dengan berat. Rasa-rasanya meeting tadi benar-benar menguras tenaga. Pikirannya hari ini benar-benar tidak jernih. Kembali lagi, semua berkat nikmatnya bibir Rukia.
"Apa ada hubungannya dengan Rukia?"
Ichigo terdiam. Seonggok nama Rukia sanggup membuatnya terdiam. Dan tebakan Kaien benar, semua karena Rukia.
"Jadi, bisa kau ceritakan ada apa denganmu dan Rukia, eh Ichigo?" kini suara Kaien terdengar menggoda.
"Diamlah, Kaien!" Ichigo melayangkan protes untuk sahabatnya. "Aku tidak ingin membicarakannya!"
Reaksi mengejutkan datang dari Ichigo. Oke, berarti pria itu sungguh-sungguh kepikiran tentang Rukia. Kaien tersenyum senang, Rukia adalah wanita yang sangat menarik. Keinginan Kaien mungkin akan terkabul sesuai harapannya.
"Baiklah, aku tidak akan menggodamu soal Rukia lagi." Kaien mengangkat tangan menyerah. "Tapi lain kali kau harus fokus jika klien sedang bertanya padamu, Ichigo. Aku tidak bisa membantumu terus-terusan seperti tadi," lanjutnya.
Ichigo kembali mengacak rambut jabriknya. Mengangguk lesu karena ucapan Kaien benar. "Sorry…"
Kaien hanya membalasnya dengan tepukan pelan di punggung Ichigo. Seorang pria tidak perlu saling menyemangati secara terang-terangan. Karena sejak dulu, mereka jarang menceritakan masalah masing-masing jika bukan karena terpaksa. Apa yang terjadi antara Ichigo dan Rukia biarlah mereka berdua yang menjalani.
Pintu lift terbuka, mereka bersiap menuju ruangan masinng-masing ketika mata Ichigo menangkap punggung seorang wanita yang tertutupi rambu coklat caramel yang bergelombang. Wanita yang mampu membuat mata pria mana pun tidak berkutik saat menatapnya.
Wanita itu mengenakan blazer putih dipadu dengan rok ketat selutut berwarna sama yang memaparkan kakinya yang jenjang. Dan saat wanita itu menoleh, sinar keabuan dari matanya tersenyum hangat ketika melihat Ichigo dan Kaien mematung menatapnya.
"Lama tidak bertemu, Ichigo, Kaien!"
Debaran jantung Ichigo hampir saja lepas dari tempatnya berdetak. Kira-kira sudah berapa lama dia tidak bertemu wanita ini. Bukankah dia sedang merayakan pernikahannya? Apakah mereka sudah tidak bertemu selama sebulan lebih? Wanita itu sudah mulai bekerja lagi?
"Aku tidak tahu kau akan pulang secepat ini, Orihime." Kaien berusaha menutupi keterkejutan Ichigo dengan menyapa Orihime dan memeluk wanita itu. "Seharusnya kau memberitahu dulu kepadaku, kita bisa minum-minum sebelum kau mulai kerja."
Orihime tersenyum. "Ulquiorra harus segera ke Amerika karena pekerjaan dadakan. Lagipula 3 minggu bulan madu sudah lebih dari cukup, aku tidak mau mendengar ceramah Paman Sousuke karena kelamaan libur," ucap Orihime seraya tertawa pelan.
Melihat Orihime tertawa malah membuat Ichigo teringat dengan mimpinya tadi pagi. Dalam mimpi itu Orihime menangis, raut wajahnya terlihat begitu tersiksa, berbeda dengan ekspresinya sekarang.
Aneh, Ichigo tidak tahu harus bersikap bagaimana menghadapi Orihime yang sekarang. Sama seperti dirinya dalam mimpi.
Orihime melirik arah Ichigo. Tawanya berubah menjadi senyum hangat. Senyuman yang selalu dia layangkan untuk pria berambut jingga yang selalu menemani setengah kehidupannya.
"Kau terlihat sehat, Ichigo."
Lamunan Ichigo buyar. Suara Orihime membangunkannya dari mimpi singkat. Ichigo harus bersikap setenang mungkin. Dia sudah siap menghadapi saat-saat seperti ini. Ketika Orihime pulang nanti, Ichigo harus bersikap seperti biasanya.
"Bagaimana kabarmu, Orihime?"
"Aku baik-baik saja, bagaimana denganmu?"
Basa-basi canggung mungkin lebih mending daripada mereka diam. Tapi Kaien bisa melihat masing-masing dari mereka berusaha untuk mengelak dari pertanyaan yang sebenarnya. Mungkin sepertinya dia harus menengahi perbincangan yang tidak masuk akal itu.
"Bagaimana kalau kita bertiga minum kopi di kedai Rangiku? Kebetulan ini sudah mulai jam makan siang dan aku lapar," kata Kaien.
"Benar juga, aku juga ingin bertemu dengan Rangiku-san." Orihime setuju. Pandangannya kembali menatap Ichigo. "Bagaimana denganmu, Ichigo?"
Tidak sopan kalau Ichigo menolak ajak Kaien dan Orihime, lagipula dia menyadari maksud ajakan Kaien. Sekali lagi Ichigo dibantu oleh sahabatnya. Dia harus bersikap setenang mungkin. Kesal karena otak dan hatinya tidak singkron, Ichigo mengutuk dirinya sendiri. Dia hanya mengangguk singkat.
Mereka bertiga pun akhirnya turun untuk istirahat.
.
.
.
Di sisi lain, Rukia mengerutkan kening karena kemunculan orang yang tidak ingin dia lihat. Setelah merapikan apartemen Ichigo, Rukia memutuskan untuk mengunjungi kedai kopi Rangiku berharap bisa bertemu dengan Izuru. Namun ketika sampai sana, Rangiku memberitahunya bahwa Izuru sedang pergi dengan salah satu sahabatnya. Karena tidak ada tujuan, akhirnya Rukia memesan cappuccino hangat sebelum dia mengunjungi tempat yang lain.
Sayangnya, belum ada 10 menit Rukia menikmati kopinya, seseorang datang dengan harapan bertemu dengannya. Pria paruh baya itu tersenyum senang karena melihat Rukia duduk di pojok ruangan, tersenyum geli karena reaksi wanita itu benar-benar sesuai harapannya.
"Kenapa kau bisa ada di sini?" kata Rukia ketus.
Pria itu pura-pura merajuk. "Jahatnya… padahal aku sengaja kemari demi menemuimu, Rukia."
"Darimana kau tahu kalau aku ada di sini?"
"Hisana yang memberitahuku kalau kau selalu ada di sini dan memang benar. Aku sangat beruntung."
Rukia sedang tidak ingin bertemu dengan pria itu. Dasar Kakaknya, harusnya saat itu Rukia tidak mengajak Hisana kemari. Kesal, Rukia menegak kopinya sampai habis.
"Hey, hey… kau meminumnya seperti meminum alkohol," ujar pria itu mendekat.
"Ada perlu apa denganku, Urahara? Aku tidak suka basa-basi denganmu," tanya Rukia langsung.
Sang pria dengan topi garis hijau-putih khasnya tersenyum tipis. Wanita di hadapannya kini terlihat semakin cantik dari terakhir kali dia melihatnya. Paras Rukia semakin mirip dengan sang Ibu. Urahara menatap Rukia rindu, dia sudah lama tidak melihat Rukia.
"Aku serius ingin bertemu denganmu, Rukia." Urahara duduk di depan Rukia, tidak menggubris ekspresi jutek yang terpampang jelas untuknya. "Dan aku serius ketika aku menginginkan Lucya kembali."
Rukia mendengus pelan. "Bukankah Lucya sekarang adalah Riruka. Aku sudah tidak memainkan peran itu hampir 3 tahun lamanya. Aku tidak akan mengubah keputusanku, aku tidak akan pernah menjadi Lucya lagi," jawabnya mantap.
Urahara menatap lekat Rukia. Tidak ada keraguan dari wanita itu ketika mengatakannya. Urahara tahu tidak ada yang bisa mengubah keputusan Rukia jika wanita itu sudah memutuskan. Namun, begitu juga dirinya. Urahara bertekad untuk membuat Rukia kembali menjadi Lucya, dan dia akan melakukan cara apapun untuk membuat wanita itu kembali, walaupun dia terpaksa harus membahas luka lama milik wanita itu.
"Terakhir kita bicara di telepon, aku bilang kalau jangan mencampur-adukkan urusan pribadi dengan pekerjaan kan, Rukia?" tatapan pria itu begitu serius. "Tapi, sepertinya aku harus mengingatkan sekali lagi kepadamu, rasa kecewamu pada Grimmjow dan Riruka itu terjadi karena kesalahanmu sendiri. Dari awal kau sudah tahu Grimmjow tidak akan pernah bisa memilih antara kau dan Riruka. Dan dari awal juga kau tahu bahwa kalian tidak akan pernah bisa bersama karena Grimmjow tidak ingin kehilangan Riruka—"
"Kalau kau sengaja memprovokasiku dengan ceramahmu itu, kau berhasil Urahara."
Tidak ada ekspresi seringai yang biasa Rukia layangkan seperti saat dirinya menggoda Ichigo. Tidak ada topeng sandiwara yang sedang Rukia pakai. Ini adalah ekspresi asli Rukia, emosi nyata yang sudah lama tidak Rukia perlihatkan kepada siapapun kecuali orang-orang terdekatnya. Rukia kesal karena Urahara mengungkit tentang masa lalunya. Sebuah kenangan yang memalukan, yang kalau bisa ingin dia lenyapkan untuk selamanya.
Urahara menghela nafas, mungkin kata-katanya sedikit keterlaluan. Bagaimana pun juga, dia menyayangi Rukia seperti anaknya sendiri. "Maafkan aku, bicaraku sedikit keterlaluan."
Rukia berusaha menenangkan hatinya yang berdebar. Dia sudah tidak bisa mengontrol ekspresinya sendiri. Mungkin dia sudah terlalu lama tidak latihan drama. Mungkin ajakan Urahara ada benarnya juga. Tapi kalau dia setuju kembali menjadi Lucya, itu berarti dia harus bertemu dengan Grimmjow.
"Apakah akting Riruka seburuk itu, Urahara?" tanya Rukia akhirnya.
Urahara menggeleng. "Aku tidak bilang aktingnya buruk. Riruka adalah salah satu artis berbakat seperti dirimu. Tapi, aku membuat karakter Lucya karena kau. Itulah sebabnya, tidak ada seorang pun yang bisa memerankan peran Lucya lebih bagus selain dirimu, Rukia."
Rukia terdiam. Urahara memang tidak pernah berbohong untuk itu. Pria itu mencintai pesona Rukia dan semakin menyayangi wanita itu karena bakatnya dalam berakting. Aura yang Rukia keluarkan ketika memerankan Lucya seakan dia benar-benar tokoh tersebut membuat sang karakter imajinasi itu terlihat hidup. Itu adalah salah satu kelebihan Rukia.
Bukan hanya Urahara yang mengakui hal itu, semua orang yang melihat akting Rukia pun mengakuinya. Kalau saja Rukia tidak membawa perasaan miliknya untuk pemeran utama pria, mungkin Rukia akan tetap menjadi Lucya sampai sekarang.
"Sebenarnya kalau aku boleh jujur, Rukia…" Urahara mencoba menarik perhatian Rukia. "Bukan hanya aku yang menginginkan kau kembali. Anthony juga menginginkan kau kembali. Menurutnya hanya kaulah yang sanggup beradu akting dengannya, melebihi aktris mana pun. Bahkan Riruka…"
Kedua mata Rukia terbelalak.
Anthony… Sang kekasih Lucya. Pria yang memerankan tokoh itu adalah…
"Grimmjow…"
Urahara menganggukkan kepalanya setuju. "Betul! Grimmjow ingin sekali bertemu denganmu."
Wanita itu memejamkan matanya. Berusaha mengingatkan kembali bagaimana rupa Grimmjow. Rukia masih ingat wajahnya 3 tahun yang lalu, Grimmjow adalah pria tampan dengan rambut nyentrik dan mempunyai tubuh bidang proposional. Jangan lupakan dengan kemampuan akting yang mampu menyihir wanita mana pun yang melihatnya. Panther tampan itu juga menyenangkan. Sejak awal Grimmjow memang pemuda yang memikat.
Rukia tidak pernah melihat Grimmjow lagi sejak dia memutuskan hubungan mereka. Terakhir yang dia dengar, Grimmjow akhirnya menikah dengan Riruka 3 tahun lalu, selang beberapa hari setelah pemberitahuan bahwa Riruka akan menggantikan Rukia menjadi Lucya.
Lucya… karakter itu adalah seorang wanita naif yang mempercayai cinta sejati. Diceritakan bahwa Lucya menyukai sahabat kecilnya, Anthony, bahkan sampai rela menunggu Anthony pulang berperang. Namun takdir berkehendak lain, keberadaan sahabat sekaligus kekasih sejatinya menghilang dalam medan perang dan dianggap tewas. Dalam kesedihannya, Lucya terpaksa menikah dengan pemimpin desa yang terpesona akan kecantikan paras dan suaranya karena paksaan kedua orangtuanya. Meski Lucya tahu Anthony mungkin sudah pergi dari dunia, dia tetap percaya bahwa suatu saat nanti Anthony akan datang menjemputnya. Lucya terus menunggu sampai akhir ajalnya.
Sebuah kisah cinta yang mengharukan. Dulu Rukia memerankannya dengan sempurna. Karena saat itu pemikiran Rukia sama seperti tokoh yang sedang dia perankan, seorang perempuan naif yang percaya akan cinta.
Sekarang… Rukia sudah bukan gadis bodoh yang percaya begitu saja dengan cinta.
Rukia merasakan patah hati dan melihat cinta dari arti yang lain. Dulu dia selalu berpikir bahwa dia harus menggapai cintanya sampai dapat. Akan tetapi, ketika dia melihat ketidak-tegasan Grimmjow dalam memilih, Rukia harus menyadari satu hal. Bahwa cinta tidak selamanya berakhir indah.
Cih… Rukia mendecak kesal karena sekali lagi dia harus mengingat masa lalu. Semua berkat nama Grimmjow dan kenangan akan pria itu.
"Kenapa Grimmjow ingin bertemu denganku?" tanya Rukia.
"Alasannya kurang-lebih sama denganku."
Tentu saja Rukia tahu. Grimmjow menginginkan Lucya. Pria itu menginginkan Rukia sebagai Lucya.
Memangnya ada alasan lain lagi?
.
.
.
Hari itu, Rukia ingat sedang menunggu hujan reda. Tubuhnya lelah sehabis latihan akhir. Hari itu adalah hari terakhir Rukia menjadi Lucya.
Stadium milik Urahara yang begitu luas membuat gema gemuruh hujan dari luar. Di sana hanya ada Rukia dan Grimmjow.
Hari itu, Rukia ingat bahwa dia bertekad untuk memutuskan hubungan yang melelahkan hatinya.
"Lebih baik kita putus saja, Grimmjow…"
Hari itu, Rukia ingat bahwa Grimmjow menolak permintaannya.
"Kenapa, Lucya? Chemistry kita sangat bagus, baik dalam panggung maupun di balik layar, aku sungguh-sungguh saat aku bilang mencintaimu."
Yang tidak Grimmjow tahu, pria itu selalu menyebut Rukia sebagai Lucya. Apakah dia tidak sadar bahwa selama ini yang dia cintai hanyalah karakter fiksi?
"Selama ini kau mencintai Lucya dan Riruka, bukan Rukia…" Rukia menatap pedih. "Aku adalah Rukia…"
Grimmjow mengerutkan keningnya tanda bahwa dia tidak mengerti kata-kata Rukia. Wanita itu pun tersenyum, dia tidak ingin menjelaskan lebih detail. Rukia sudah cukup terluka.
Akhirnya dia hanya tersenyum, berusaha menyembunyikan rasa sakit di hatinya. Ini terakhir kalinya dia melihat Grimmjow dan Riruka, dan juga Lucya yang selama ini selalu menemaninya…
"Semoga kau bahagia dengan Riruka, Grimmjow…"
Tanpa berpaling, Rukia menerobos derasnya hujan. Tidak peduli dengan air yang mengguyur seluruh badannya. Rukia hanya berlari tanpa tujuan sampai akhirnya kakinya tidak kuat. Dalam keadaan linglung, dia hanya menatap lurus. Kemudian perlahan-lahan menemani hujan menangis.
Rukia meneriakkan kesedihan sekencang-kencangnya. Saat ini dia tidak peduli semua orang melihatnya menangis. Hari ini dia ingin terlihat lemah, dia ingin semua orang melihat dirinya yang asli. Rukia ingin menyalahkan Riruka karena telah merebut Grimmjow darinya. Rukia juga ingin menyalahkan Grimmjow karena sudah memberinya harapan untuk cinta semunya. Tetapi, lebih dari itu, Rukia ingin menyalahkan dirinya karena terlanjur mencintai Grimmjow dari lubuk hatinya yang terdalam.
Padahal dia tahu, semua penantiannya untuk pria itu sia-sia…
.
.
.
Rukia terbangun dari tidurnya dengan paksa. Kepalanya pusing gara-gara meneguk habis 2 lusin bir dingin yang ada di lemari es apartemen Ichigo. Setelah pertemuannya dengan Urahara tadi siang, Rukia langsung pulang dan menenggak habis semua bir persediaan. Rukia tidak ingin mengingat masa lalunya, bertemu dengan orang-orang masa lalu, bahkan sampai permintaan Grimmjow untuk bertemu dengannya.
Hatinya masih belum tegar untuk merelakan semua. Rasa kecewa Rukia masih terlalu dalam. Dan tidak ada yang bisa menolongnya kecuali Rukia minum. Meski dia bukan pecandu alkohol, tapi Rukia selalu minum ketika dia teringat Grimmjow. Rasa pahit bir di tenggorokannya sedikit membuat Rukia lupa akan masalahnya.
Rukia terus minum sampai akhirnya tak sadarkan diri di sofa putih Ichigo. Dan dia terbangun berkat mimpi masa lalu. Rukia melirik ponselnya, melihat waktu sudah pukul tengah malam. Diluar salju turun begitu lebat sesuai perkiraan cuaca hari ini. Tubuh mungilnya sudah menggigil pertanda bahwa udara semakin terasa dingin.
Rukia melirik pintu kamar Ichigo dan mendapati bahwa pintu kamar itu terbuka setengah. Aneh, Ichigo tidak pernah membuat pintu jika dia ingin tidur. Berarti saat ini pria itu masih terjaga.
Pelan-pelan dia melirik ke arah kamar. Matanya menangkap Ichigo yang sedang fokus membaca buku. Ichigo terlihat tampan dengan kacamata bacanya, membuat terlihat lebih pintar.
Kali ini Rukia tidak tertarik menggoda Ichigo. Dia hanya ingin menatap lekat sosok pria di depannya. Mungkin saja suatu saat nanti Rukia tidak bisa melihat Ichigo lagi. Tiba-tiba kesedihan baru menghantamnya. Ternyata entah sejak kapan Rukia menaruh perhatian pada Ichigo.
Sadar sedang diawasi, Ichigo menatap Rukia. Wanita mungil itu hanya melirik sembunyi-sembunyi. Sungkan bahwa Ichigo akan mengusirnya seperti tadi pagi.
Ada yang berbeda dengan Rukia hari ini. Saat Ichigo pulang dan mendapati Rukia terlelap di sofa dalam keadaan mabuk berat. Dia punya firasat bahwa Rukia sedang ada masalah. Entah masalah apa, namun sepertinya sangat berat untuk dihadapi bahkan oleh seorang Rukia.
Dan firasatnya benar, ini bukan Rukia yang biasanya selalu menggoda dan menang melawannya. Rukia yang sekarang ini terlihat rapuh, seakan butuh pertolongan. Kristal biru yang berpendar dari matanya seperti ingin menangis.
Ichigo tidak ingin bertanya jika Rukia tidak ingin memberitahunya.
Yang bisa dia lakukan sekarang hanyalah…
"Kemarilah…"
Ichigo membuka setengah selimut di sebelah tubuhnya, member tanda Rukia untuk mendekat. Ketika Rukia menggeleng tidak mengerti, Ichigo hanya berkata.
"Lebih hangat tidur di ranjang, kan?"
Rukia berkedip tidak percaya. Ichigo mengangkat sebelah tangannya. Tanda bahwa dia memanggil Rukia untuk mendekat. Tanpa sadar dia meraih tangan yang terulur. Merasakan hangatnya tangan Ichigo menyelimuti tangan Rukia.
Tidak ada kata-kata, Ichigo menuntun Rukia berbaring di sampingnya dan menyelimuti wanita itu. Lalu kembali melanjutkan kegiatannya membaca.
"Ichigo…" Rukia berusaha bicara. "Apa ini artinya aku boleh tidur di kamarmu?" tanyanya.
Ichigo tidak mengalihkan pandangannya dari buku saat menjawab. "Cuaca semakin dingin dan juga ranjangku masih luas. Lagipula percuma melarangmu, kau akan tetap tidur di sini pada akhirnya."
Rukia tersenyum geli. Ucapan Ichigo memang benar. Rukia pasti akan selalu mencari segala cara untuk masuk ke kamarnya. Dalam hati dia berterima kasih untuk kehangatan malam ini.
"So…" Ichigo membuka suara. "Apa ada sesuatu yang terjadi?" tanyanya.
Sebanyak 24 kaleng bir habis oleh Rukia. Itu tidak normal. Rukia tidak hobi minum-minum kecuali terjadi sesuatu. Setidaknya Ichigo bisa mengenali gerak-gerik wanita itu. Dia juga minum-minum kalau sedang ada masalah.
Rukia tidak menjawab pertanyaannya. Saat ini, wanita itu belum mampu menceritakan masalahnya kepada Ichigo.
Nanti… batin Rukia yakin. Suatu hari nanti dia akan menceritakannya.
Rukia menatap paras tampan itu dari samping. Berusaha sekuat tenaga untuk kembali ke dirinya yang Ichigo tahu.
"Apakah aku boleh memelukmu, Ichigo?" goda Rukia menunggu reaksi dari Ichigo.
Namun Ichigo saat ini tidak sedang dalam mood berdebat. Setelah menghela nafas akhirnya Ichigo menutup buku yang dia baca dan melepaskan kacamatanya lalu menatap lekat Rukia.
"Kau ingin aku memelukmu?"
Ah, lagi-lagi tatapannya persis seperti tadi pagi. Ketika Ichigo menatap Rukia. Hazel coklat itu memantulkan hasrat terdalam Ichigo untuk Rukia. Wanita itu tahu saat ini Ichigo mempunyai keinginan untuk menyentuhnya.
Entah mengapa, Rukia tidak keberatan untuk mengabulkannya.
Rukia membuat kedua tangannya, menyambut uluran tangan Ichigo untuk mendekat. "Peluk aku, Ichigo…"
Dan Ichigo pun memeluknya. Memberikan kehangatan pada tubuh mungil Rukia. Menghantarkan sebuah rasa aneh yang tercipta di antara mereka. Sepelan mungkin Ichigo mengusapkan tangannya, menghangatkan setiap lekuk tubuh Rukia yang gemetar. Sentuhannya memberikan gelenyar aneh pada tubuh Rukia.
Tanpa sadar wanita itu semakin mendekat. Berusaha mencari-cari kehangatan dari tubuh bidang Ichigo. Debaran jantung mereka saling beradu. Masing-masing dari mereka sadar bahwa ada sebuah hasrat yang meronta untuk keluar setiap kali tubuh mereka bersentuhan.
Ichigo berusaha menahan nafasnya yang mulai terdengar berat. Gairahnya mulai tumbuh seiring dia menyadari betapa sempurnanya tubuh Rukia berada dalam dekapannya. Hari ini Ichigo sudah hampir kehilangan kendali dua kali berkat Rukia. Dia harus bisa mengontrol hasratnya sendiri.
Diusapnya pelan rambut Rukia lalu Ichigo menciumnya lembut. Aneh juga kalau Ichigo mengakui bahwa dia menyayangi Rukia.
"Oyasumi, Ichigo…" kata-kata lemah Rukia menghangatkan hati Ichigo.
Tangannya semakin memeluk Rukia erat. "Oyasumi…"
.
.
Clarity
~ Stay The Night ~
~ TO BE CONTINUE ~
A/N : Terima kasih buat kalian yang membaca dan memberikan review untuk Fic ini. Hope u guys enjoy :D