Next Chapter…

Baekhyun membuka pintu café yang sebelumnya sudah Chanyeol janjikkan untuknya, dia melirik mobil sedan abu-abu di seberang jalan. Sebenarnya dia sangat takut berhadapan kembali dengan Chanyeol, dan dengan lembut dia melarang Kai ikut masuk ke dalam.

Dia memantapkan hatinya saat ia telah melihat punggung seseorang yang ia kenal, dan betapa terkejutnya dirinya melihat banyak bekas luka di seluruh tubuh Chanyeol. Baekhyun tahu kalau ini ulah sang kakak, tapi ia tak bisa menyalahkan seseorang yang selalu bersamanya diberbagai keadaan.

"Kau datang..", ucap Chanyeol dingin dan Baekhyun sudah terbiasa dengan sikap dingin itu. Baekhyun mengangguk sambil bergerak-gerak gelisah.

"Santai saja, aku takkan berbuat apapun padamu daripada kehilangan Kyungsoo.", Baekhyun menghela napas, kenapa dia tak terpikirkan tentang penyanyi terkenal itu? Cinta mengubah segalanya, Baekhyun tersenyum miris.

"Lalu, kau mau apa?", tanya Baekhyun dengan suara lirih.

"Sedikit perjanjian yang menguntungkan diriku dan dirimu.", Baekhyun menatap Chanyeol penuh tanya, dan Chanyeol hanya menyeringai balik menatap Baekhyun.

Seseorang dengan kacamata dan menarik sebuah koper berjalan tergesa-gesa, dia masuk ke senuah mobil yang sudah disiapkan orang suruhannya. Dialah Luhan, Xi Luhan yang marganya berubah menjadi Byun Luhan karena diangkat oleh keluarga Byun yaitu keluarga besar Baekhyun.

Dia dan Baekhyun bukanlah saudara kandung, dan yang membuat Luhan begitu menyayangi Baekhyun karena sikap Baekhyun yang tak mempermasalahkan siapa anak kandung Mr. Byun sebenarnya.

"Tolong langsung menuju rumah sakit.", suruh Luhan yang langsung diangguki sang supir lalu Luhan terkejut saat ia menerima email jika Baekhyun menemui Chanyeol. Apa-apaan itu? Kenapa Baekhyun kembali menemui si brengsek itu.

"Hongbin ssi, awasi Baekhyun kemanapun dia pergi. Dan jangan sampai adikku mengetahuinya.", Luhan tersenyum lega saat mendengar kata persetujuan. Akan ku interogasi langsung Baekhyun jika ia pulang, batin Luhan dengan kemarahan yang tergambar dimatanya.

Luhan langsung berjalan keluar begitu mobil yang membawanya itu berhenti dan menuju kamar yang ia telah ketahui nomornya, entah kenapa detak jantungnya berdetak cepat. Ketakutan meliputinya, akankah sang ibu masih mengenalinya? Ataukah masih ingin membuangnya? Tak taukah dia, kalau Luhan bekerja keras memenuhi biaya pengobatan untuk wanita yang melahirkannya itu?

"Luhan..", Luhan diam tak bereaksi saat sepupunya berlari kearahnya dan memeluknya.

"Kau datang, Ibumu terus menangis sambil memanggil namamu.", ucap Yuxian seraya menarik Luhan untuk memasuki salah satu kamar rawat disana.

"Tidak Yuxian, aku hanya ingin melihatnya sebentar dan mengurus administrasi. Bukan untuk bertemu dengannya.", Yuxian membeku karena nada dingin yang digunakan Luhan.

"Kau berubah..", Luhan menatap tajam wanita yang lebih tua beberapa tahun darinya.

"Kau tidak tahu apapun, Wu Yuxian. Kau hanya perusuh, kau mengerti?", Yuxian menunduk, dia benci Luhan saat ini. Yuxian ingin Luhan yang menyayangi dirinya, bukan Luhan yang dingin ini.

"Aku akan mengurus administrasi lalu kembali ke Korea, dan jangan katakan apapun pada wanita itu.", Luhan pergi begitu saja setelah mengatakan perkataan yang hanya menjadi topeng tak terlihat. Dia bukannya tak ingin bertemu ibunya, tetapi ketakutan masih hinggap dalam dirinya.

Xiumin mengerang karena suara ponselnya, kemudian dia menggerutu karena dia sadar kalau ini masih pukul tiga pagi. Xiumin menyipitkan matanya juga mengerkutkan dahinya bingung, nomor baru? Dia tak pernah memberikan nomor ponselnya pada siapapun.

"Yeoboseyo?"

"Hai manis, aku menggangu tidurmu?", Mata Xiumin membelalak.

"YA! KEPARAT! DARI MANA KAU TAHU NOMOR PONSELKU?", Terdengar suara kekehan diseberang.

"Jangan berteriak, kau akan menghilangkan suara indahmu.", Xiumin memutar bola matanya malas.

"Chen-ssi, kau benar-benar menganggu tidurku. Kau tahu ini pukul berapa?"

"Aku tahu sayang, ini pukul tiga pagi.", Xiumin mendesah malas.

"Hentikan panggilan menjijikkanmu itu!", Tawa Chen meledak membuat Xiumin otomatis menjauhkan ponselnya.

"Ak-..", Terlambat. Xiumin telah mengeluarkan paksa baterai ponselnya, dia benar-benar mengantuk. Xiumin berjanji pada dirinya sendiri kalau dia akan mematahkan leher suara bebek itu.

Kyungsoo menatap datar Chanyeol yang membawa kantong plastic berisi makanan kesukaannya, entah kenapa sikap Chanyeol sangatlah berbeda jika membandingkan dengan hari yang telah berlalu. Bukan, bukannya ia tak menyukai itu. Hanya saja, ia tak ingin dicap sebagai seseorang merebut kekasih orang lain. Tetapi dirinya berhubungan lebih lama dengan Chanyeol, bahkan dari dirinya yang masih seorang trainee dan Chanyeol yang masih berjuang untuk membesarkan nama perusahannya. Dia sadar jika Chanyeol sangatlah brengsek, tapi rasa cintanya membuat dirinya kadang lupa kebrengsekkannya itu.

"Kau tidak ingin makan? Aku susah payah membelikanmu ini.", ucap Chanyeol dengan nada merajuk padanya, Kyungsoo sangat ingin mencubiti pipi lelaki itu karena sangat imut, tapi akal sehat menyadarkannya kalau Chanyeol bisa sangat kejam.

"Lukamu sudah sembuh?", Kyungsoo mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Kau mengkhawatirkanku? Akhirnya.", Kyungsoo terdiam juga salah tingkah, dia ketahuan.

"Aku hanya bertanya, kenapa kau sangat percaya diri sekali?", Chanyeol menghela napas, dia tahu kalau Kyungsoo menahan perasaannya. Dan, kenapa dia sangat bodoh hingga memperkosa Baekhyun?

"Aku telah membuat keputusan.", Kyungsoo menatap Chanyeol kebingungan.

"Keputusan? Keputusan apa?", Chanyeol berjalan mendekati Kyungsoo dan menggenggam tangan yang lebih kecil darinya.

"Aku akan menikahimu setelah Baekhyun melahirkan, dan kita akan membesarkan anak Baekhyun.", Kyungsoo membelalakkan matanya. Apa Chanyeol sudah gila? Kyungsoo menepis tangan Chanyeol dan menatap tajam lelaki yang lebih tinggi darinya.

"Kau gila? Atau bodoh? Aku akan menunggumu, tapi tidak dengan anak itu. Baekhyun harus tetap bersama anak itu.", Chanyeol memejamkan matanya. Kenapa dia selalu salah dimata Kyungsoo?

"Aku juga ingin bersama anakku, Kyungsoo."

"Tidak Chanyeol, kita akan punya anak kita sendiri.", Chanyeol mendesah frustasi, dia tidak rela jika anaknya memanggil Kai dengan sebutan ayah. Tidak akan pernah rela.

"Aku butuh waktu, Chanyeol. Kau pulanglah, aku punya jadwal nanti siang.", Chanyeol mengangguk pasrah, dia hanya ingin yang terbaik untuk dirinya juga Kyungsoo. Tapi, dia juga tidak akan membiarkan anaknya tidak mengetahui siapa ayahnya.

Baekhyun memutarkan telunjuknya pada pinggiran gelas, Kai jengah melihatnya karena Baekhyun terus melakukan itu sejak setengah jam yang lalu. Dia sangat ingin tahu, apa yang dibicarakan Chanyeol dengan Baekhyun? Pasti hal buruk, kenapa lelaki itu terus membawa hal buruk untuk Baekhyun?

"Kai, aku ingin kau menikahiku.", Kai tersedak seketika mendengar kata pertama yang dikeluarkan Baekhyun.

"Apa maksudmu? Aku tak mengerti.", Baekhyun menghela napas, keputusannya benar-benar keterlaluan.

"Aku tak ingin bayiku tak mempunyai ayah, Kai.", Kai menarik tangan Baekhyun lalu menggenggamnya.

"Benar, aku mencintaimu. Tapi aku tak ingin menikah denganmu yang terpaksa, aku ingin menikah denganmu yang tulus.", Baekhyun menunduk dalam, dia tahu ia salah memanfaatkan perasaan Kai.

"Maafkan aku, Kai!", Kai tersenyum lembut lalu mengacak surai kecoklatan Baekhyun.

"Sudahlah, tak apa. Tapi anakmu bisa memanggilku dengan ayah, katakan padanya kalau aku ini ayahnya. Aku akan disampingmu, Baek.", Baekhyun menghambur ke pelukan Kai dan tentu saja, Kai akan selalu membalas pelukan Baekhyun

TBC

Ehm, aku hampir lupa dengan ini. Tapi pemberitahuan email mengingatkanku, maaf karena mengabaikan ff ini. Jujur, aku kehilangan feel setelah hal yang terjadi pada mereka. Aku sedih lalu menghindari hal-hal yang berkaitan dengan mereka, karena air mataku pasti meringsek keluar. Yah, mau bagaimana lagi? Aku harus rela, dan melampiaskan pada hal lain. Sekian cuak-cuapku, silahkan di review. Aku tidak mengharapkan banyak, karena melakukan sesuatu harus ikhlas. See you next time, guys~