Disclaimer : Masashi Kishimoto pemilik asli karakter di Komik Naruto.

Saya hanya meminjamnya.

.

Summary : Sakura dan Naruto telah menikah. Bagimana kehidupan rumah tangga mereka. "Chieko terbang."/ "Tenang semua akan baik-baik saja."/ 'Sebenarnya apa yang tengah engkau sembunyikan dariku, Naruto?'/ "Sasuke-kun, apa yang akan kau lakukan?" Semua akan baik-baik saja karena ada benang merah diantara keduanya. "Naruto aku membencimu."

.

Perhatian : Alur nglabu. Deskripsi abal. Bahasa pasaran. EYD berantakan. Canon. Mungkin OOC. Roman? Friendship? Kekeluargaan? Typo bersahutan. Macam kata yang tak nyambung. Bikin muntah? Segala kesalahan dalam fic-ini janganlah membenci karakter sebenarnya.

.

Peringatan terakhir: Tidak suka pair, pencet tombol kembali!

.

Uzumaki Naruto x Haruno Sakura

.

Selamat membaca

.

Chapter 1

.

Chieko

Mata dan hati itu tidak jauh jaraknya

Sedang jantung dan hati itu begitu dekat

Aku ada didekatmu selalu

Menemanimu… Mencintaimu…

Luka memang sakit

Walau hanya di hati, namun tetap menjalar ke semua anggota diri

Tapi, biarlah… Biarlah sakit itu ada

Karena benang merah selalu hadir diantara kita berdua

.

.

.

.

.

Di hari yang cerah, burung-burung telah berkicau dengan nada-nada yang menawan hati. Satu diantaranya tengah bercanda dengan ayah dan ibu mereka. Suasanya yang menentramkan di pagi hari. Lalu, bagaimana dengan keluarga satu itu? Bagaimana kalau kita intip sedikit!

Di suatu rumah yang sederhana, tampaklah seorang lelaki yang sedang bermain dengan boneka beruang. Lelaki itu memiliki tiga goresan di kedua pipinya. Dan memiliki surai kuning cerah yang membuat orang lain merasa hangat berada didekatnya. Sesekali nampak sebuah cengiran keluar dari wajah tampan nan dewasa miliknya.

"Hore, Chieko terbang, Chieko terbang." kata lelaki itu, bermain-main dengan boneka yang memiliki warna merah muda itu. Sangking asiknya bermain dengan boneka yang dipanggilnya dengan nama Chieko itu, lelaki yang kira-kira telah berumur dua puluh empat tahun tersebut sampai-sampai tidak sadar ada seorang wanita yang tengah merpersiapkan makan pagi untuk keluarga kecil itu.

"Sudahlah suamiku! Jangan bermain-main dengan boneka itu terus!" kata wanita itu.

Lelaki itu hanya terkekeh pelan. Lalu ia menjawab. "Baik istriku." katanya, dengan nada yang dibuat-buat. Sedang wanita itu tengah mengkerucutkan bibirnya. Apa yang tengah dipikirkannya?

"Oh. Ya istriku, sepertinya aku harus berangkat sekarang." Lelaki itu kini telah melepaskan tangannya dari boneka tadi yang terus saja dimainkannya. Memasukkan boneka beruang yang lucu tersebut ke sebuah tas kantong.

"Eh. Kenapa Naruto?" Wajah wanita itu nampak kecewa mendengar penuturan dari lelaki yang sekaligus menjadi suaminya. Mungkin karena ia harus sarapan sendiri pagi ini.

"Aku ada urusan sebentar. Maaf ya, Sakura-chan. Aku tidak bisa mengantarkanmu ke rumah sakit hari ini." ucap lelaki yang memiliki nama Naruto dengan tangan yang terhubung, di depan dada sebagai gambaran bahwa ia juga tengah kecewa karena tidak dapat mengantar istrinya bekerja.

Sakura tidak tahu ada angin apa pada suaminya ini. Mendadak pagi-pagi begini dia mau bernagkat kerja. "Oh. Tidak apa-apa." Namun ia tetap harus berbaik sangka, bukan? "Baiklah kalau begitu akan aku siapkan bekal makan siang."

"Tidak usah." tutur Naruto lembut. Lalu ia mulai berjalan ke arah pintu.

"Eh. Kenapa lagi?" Sakura tidak dapat menahan raut penasarannya. Suaminya ini telah bertindak aneh selama seminggu belakangan. Ia sering pulang telat. Bahkan sering bermain dengan boneka beruang yang lucu itu tiga hari ini. Dan satu hal lagi, 'Chieko'. Naruto hampir selalu mengatakan kata itu, ketika ia bermain dengan boneka tersebut. 'Pasti ada sesuatu yang ia sembunyikan.' pikir Sakura.

"Ada salah satu penduduk yang ingin mengirimiku bekal hari ini. Dan aku sudah berjanji. Maaf ya." Lelaki itu menjawab dengan membelakangi istrinya.

'Nah benar, bukan? Buktinya ia lebih mementingkan penduduk desa dari pada istrinya sendiri. Ada apa denganya sih?' Sakura semakin berpikir yang aneh-aneh tentang suaminya itu. "Baiklah tidak apa-apa." Tapi, ia tetap bersikap dengan manis dan tenang dalam berucap, tak lupa juga dengan senyuman manisnya. Meski, Naruto tidak melihanya.

"Baiklah aku pergi sekarang. Jaga diri baik-baik."

"Hm."

.

-zuuzumakii-

.

Pagi ini, terpaksa Sakura berangkat ke rumah sakit sendiri. Setelah mengunci pintu, ia mulai berjalan menjauhi rumahnya. Tidak ada yang berubah darinya selama sebulan menjabat sebagai istri seorang Hokage. ia masih menjadi gadis yang kuat, gadis yang tangguh, cerdas, terlebih lagi gadis yang manis tentunya. Namun, hari ini ia tampak tidak bersemangat menuju tempat kerjanya di rumah sakit. Banyak pertanyaan yang mengganggunya pagi ini. Terutama tentang suaminya. 'Sial kau Naruto. Apa sih yang kau coba rahasiakan dariku,' pikirnya sambil berjalan.

Di tempat lain. Namun masih berada di sekitar tempat wanita itu berjalan. Nampaklah seseorang yang sedang berdiri di atas dahan pohon. Dilihat dari mata yang ia miliki, ia seperti seseorang yang tegas atau kejam.

"Kau tambah cantik Sakura," katanya entah pada siapa. "Aku akan memberi kejutan untukmu, pengantin baru."

Sakura sendiri masih terus berjalan melewati beberapa rumah penduduk. Terlihat banyak sekali orang-orang yang menyapanya dengan riang dan senyuman. Baik dari anak kecil sampai kakek atau nenek. Memang tidak ada yang salah, apa lagi dengan posisinya kini, sebagai salah satu orang yang terpenting di desa Konoha. Ibu desa sekaligus kepala rumah sakit.

"Hei nyonya Hokage. Bagaimana kabarmu hari ini? Sepertinya sedang kurang enak badan ya?" Ino. Sahabatnya tengah menyapanya. Atau lebih tepat lagi, melakukan aktifitas kesukaannya. Menggoda.

"Dasar." kata Sakura pelan. 'Apakah tidak ada yang bisa dilakukan gadis ini?' tanyanya dalam hati. "Jangan menggodaku pagi-pagi begini! Kau tahu, pagi ini aku sarapan sendiri, Pig." Sakura masih berjalan diikuti Ino.

"Jadi, sekarang kau sudah benar-benar mencintai sang Hokage, Sakura? Sampai-sampai tidak sarapan bersama saja, membuatmu tidak semangat bekerja. Hahaha." kata wanita berambut pirang panjang dan bermata biru yang kini berjalan di samping Sakura sambil tertawa keras.

"Yah. Begitulah. Kau sendiri tidak diantar Sai? Pasti dia bosan menghadapi wanita centil sepertimu, 'kan?"

"Hei. Jangan balik menggodaku dong!" gerutu Ino. "Ya. Sai memang ada urusan pagi ini." tuturnya kemudian. "Lalu kenapa juga sang Hokage tidak mengantarmu pagi ini?"

"Huh. Itulah yang tengah aku pikirkan sekarang, Ino." Sakura menghela nafas. "Kau tahu aku merasa akhir-akhir ini Naruto berubah." Ia berhenti berjalan.

Ino merasa tertarik dengan arah pembicaraan ini. Dan karena Sakura berhenti melangkah, ia juga terpaksa ikut-ikutan. "Maksudmu?"

"Kau tahu, seminggu ini Naruto selalu bersikap aneh. Ia sering pulang telat. Dan lagi ia juga tidak datang ke rumah sakit untuk mengantarku pulang. Ia malah mengutus salah seorang anbunya dan mengatakan bahwa ia akan pulang agak malam. Huh aku curiga jangan-jangan ia memiliki wanita lain, Ino?" Sakura yakin setelah ini Ino akan makin banyak bertanya. Tapi, bukanlah Ino sahabatnya. Wanita ini sedang membutuhkan tempat curhat, tidak ada tempat lain, bukan?

"Tenanglah Sakura," kata Ino sambil menepuk pundak Sakura pelan. "Percayalah! Naruto tidak akan menghianatimu."

Sakura menatap sahabatnya itu dengan pandangan bertanya. Apa benar ini sahabatnya, kenapa mendadak ia jadi bijak. Perlahan istri Hokage itu memejamkam matanya. Meyakinkan hatinya bahwa pemuda yang sekarang telah menjadi Hokage sekaligus suaminya itu tidak akan menyakitinya. "Terima kasih Ino." tuturnya ketika matanya telah terbuka lagi. Ino hanya mengangguk.

'Sebenarnya apa yang tengah engkau sembunyikan dariku, Naruto?'

.

-zuuzumakii-

.

Naruto mulai berjalan cepat. Ia telah berjanji dengan seseorang. Dan ia telah mengorbankan sesuatu yang penting. Yaitu, mengantar Sakura. Ia tidak boleh menyia-nyiakan waktu.

Melewati jalan yang masih sepi karena pagi. Tentu tidak ada orang yang tahu ke mana ia pergi. Hokage itu makin mempercepat langkahnya. Lebih cepat dan lebih cepat lagi. Sampai di suatu titik, langkahnya pun melambat. Dan berhenti di depan sebuah rumah yang kecil. Ia melangkah menuju ke depan rumah tersebut. Lalu melangkah lagi ke depan pintu.

"Chieko-chan!" serunya. Mendadak pintu pun terbuka menampilkan sosok anak kecil bermata biru dan berambut hitam lurus.

"A-ayah!" kata anak itu sambil tersenyum. Ia sepertinya senang dengan kedatangan Naruto yang dipanggilnya 'Ayah' itu. "Ibu. Lihatlah ayah benar-benar menepati janjinya."

Naruto hanya tersenyum melihat polah anak itu. 'Lucu.' batinnya.

"Oh ya. Chieko-chan, ayah punya sesuatu untukmu." ucap Naruto. Yang kini berjongkok untuk menjajarkan tingginya dengan anak perempuan itu. Anak perempuan yang berumur sekitar lima tahun.

"Hm. Benarkah! apa itu ayah?" tanya Chieko pada Naruto.

"Ini." kata Naruto menyerahkan sebuah boneka beruang merah muda. Rupanya boneka yang tadi pagi dimainkannya.

"Wah! Terima kasih Ayah." Anak itu Nampak senang dengan pemberian Naruto. "Ibu, kemarilah! Lihat ayah memberikan apa padaku!" terangnya pada seseorang. Perlahan dari arah dalam rumah itu, muncul seorang gadis atau lebih tepatnya seorang wanita seumuran dengan sang Hokage.

"Chi-chan kamu nakal lagi ya!" kata wanita itu. Sejurus kemudian ia mendekat di depan naruto. Wanita itu menatapnya. "Terima kasih."

Naruto hanya menatap lembut wanita itu, "Hm. Tidak usah berkata begitu. Lagi pula ini memang tugasku, 'kan?" katanya tenang. "Oh, ya. Aku pergi dulu yah. Dah Chieko-chan!"

"Dah. Ayah. Besok malam jangan lupa janjinya, ya!" seru anak itu, sebelum Naruto menghilang dari pandangannya.

"Pasti! Sampai jumpa besok malam!"

.

-zuuzumakii-

.

Jantung dan hati berjarak lebih dekat daripada, mata dengan hati. Kenyataan tersebut seperti menjelaskan tentang sesuatu. Sesuatu yang selalu kita lihat atau berada di depan kita, belum tentu menjadi benang merah yang pada akhirnya akan dapat menghubungkan dengan takdir yang sesungguhnya.

Mungkin ibarat tersebut bisa dicocok-cocokkan dengan kisah cintanya. Kisah cinta seorang Haruno Sakura. Sakura selalu mengejar seorang Uchiha Sasuke. Ia selalu melihat laki-laki itu sebagai sosok yang sangat ia butuhkan. Sebagai seorang yang sungguh ia dambakan menjadi suaminya suatu saat nanti. Namun itu dulu, dulu ketika dia masih begitu polos, dan hanya melihat yang ada di depannya. Padahal ada seseorang yang selalu mencintainya, melindunginya, bahkan merelakan perasaannya, agar seorang Haruno Sakura dapat terus tersenyum. Meski, itu bukan untuknya.

Sakura sadar ia memang salah. Hingga ketika seorang Uzumaki Naruto menjadi seorang pahlawan. Hingga ketika seorang Hyuga Hinata menyatakan cintanya ke Naruto. Hingga ketika Naruto tidak sanggup menerima seorang Hinata. Hingga ketika Naruto mengakui perasaannya kepada Sakura. Hingga ketika Sakura menolak seorang Uchiha dan mengakui perasaannya kepada tuan Uzumaki. Ia sadar, bahwa jantung Naruto adalah benang merah diantara mereka berdua.

Sakura sadar itu. Bahwa sebenarnya sejak dulu, ia memang telah mengakui seorang Naruto. Buktinya, ia tidak pernah merasa terganggu dengan perlakuan Naruto. Meski, Sakura selalu memukulnya. Namun, ia selalu yakin bahwa Naruto tidak akan jera dengan itu. Karena ia tahu itu. Bagaimana mungkin juga pukulan seorang ninja medis dapat membunuh seorang pahlawan, bukan? Tentu tidak.

Ia tahu, ikatan diantara mereka berdua begitu kuat. Dan kini, setelah sebulan ia dan Naruto menikah. Ia tahu bahwa ada yang di sembunyikan oleh sang Hokage itu. Karena mereka telah saling lama mengenal.

Sakura kini tengah berada di ruang kerjanya. Ia tengah bergelayut dengan pikirannya. Bahkan dokumen-dokumen yang seharusnya ia kerjakan, malah ia serahkan pada sahabatnya, Ino. Ino sebenarnya ingin menolak, tapi ia tahu Sakura sedang butuh waktu untuk menenangkan diri. Sesekali ia ingin membantu sahabatnya.

Waktu terus berjalan. Berjalan hingga sampai batas seharusnya untuk makan siang. Kali ini, Sakura tidak melamun. Ia menikmati bekal makan siangnya, ditemani Ino. Ia bahkan mau bersuara. Ia bercerita dengan riang, saat menceritakan tentang kebiasaan konyol suaminya. Tersipu-sipu, ketika menceritakan masa-masa pacaran mereka berdua yang memalukan. Dan sedih, ketika mengingat lagi keanehan Naruto. Sahabatnya hanya membalas dengan tersenyum paksa, sesekali meringis, atau hanya diam.

Ketika terdengar seseorang memanggil nama wanita bermahkota merah muda itu. Ia mengalihkan pandangannya ke arah pintu ruangannya. Ia tahu seseorang dibalik pintu adalah suaminya. Kemudian ia beralih memandang sahabatnya, mengatakan untuk berkata bahwa ia tengah menjalankan sebuah operasi. Dan menyuruh suaminya untuk makan siang terlebih dahulu, seorang diri. Sahabatnya itu mengerti dan berlalu untuk menyampaikan pada suami Sakura. Usahanya untuk berbohong ternyata berhasil. Setelah mendengar pesan darinya. Suaminya mengerti, dan hanya menitipkan pesan agar Sakura tidak lupa makan siang. Ada perasaan senang karena diperhatikan dan karena usahanya untuk sesekali menyendiri berhasil. Tapi, ada juga perasaan sedih karena suaminya yang biasanya ngeyel untuk sekedar mengajak istrinya makan siang. Kali ini ia hanya menurut.

'Sebenarnya apa yang tengah engkau sembunyikan dariku, Naruto?'

.

-zuuzumakii-

.

Naruto kembali ke kantor dengan membawa bekal, dari salah satu penduduk desa. Ia tidak berhasil mengajak istrinya makan bersama siang ini. Bahkan yang ia dapatkan adalah Ino, sahabatnya. Ia sebenarnya tahu bahwa di sana ada Sakura. Namun karena seperti itu pesan yang ia terima. Ia hanya dapat menerima dengan lapang dada. Ia berpikir, mungkin istrinya tengah ingin sendiri.

Setelah menghabiskan makan siangnya, sang Hokage berada di atas menara Hokage, memandang awan. Menenangkan dirinya sejenak dari dokumen-dokumen yang menjadi bahan kerjanya. Dan menugaskan sang bunsin untuk berjaga di kantornya, agar memberitahunya bila ada hal yang begitu penting.

"Apa ada masalah Naruto?" Seorang pemuda berjalan dan kemudian berada di depan sang Hokage—membelakanginya. Ia memandang awan.

"Tidak." Katanya pelan. 'Benarkah tidak ada?' pikirnya dalam hati. "Mungkin hanya sedikit." tuturnya kemudian agak sedikit ragu, terlihat dari bibirnya yang bergetar.

"Apa ini tentang Sakura?" tanya Seorang pemuda itu.

"Mungkin bisa dibilang begitu." Naruto menjawab pertanyaan itu dengan menundukkan kepalanya. Ia sadar ada sesuatu yang harus ia sampaikan kepada Sakura. Namun ia sedikit ragu. Ia juga sadar seminggu ini ia seperti menjadi orang lain. Ia yakin bahwa Sakura telah menyadari sesuatu. Dan lebih bahaya lagi apabila istrinya malah menjauhinya. Ia harus mengatakan sesuatu itu secepat mungkin.

"Ck. Merepotkan." Pemuda itu kini berbalik Tenang. Perlahan ia mendekati sang Hokage, menepuk pundaknya pelan. "Aku yakin kalian berdua pasti dapat mengatasinya."

Karena ada yang menepuk pundaknya. Naruto mengangkat kepalanya. Memandang pemuda itu. Ia berucap, "Terima kasih Shikamaru."

.

-zuuzumakii-

.

Air kran kamar mandi itu tengah mengalir. Menandakan bahwa ada seseorang yang tengah menggunakannya. Sakura tengah mandi dirumahnya. Hari telah sore. Sebenarnya ia harus pulang malam, hari ini. Namun sahabatnya, Ino—menyuruhnya untuk pulang selepas makan siang. Ia tidak menolak itu. Meski ia termasuk wanita yang tidak begitu saja bisa lepas tanggung jawab, namun ia tidak memungkiri ketika sahabatnya bilang bahwa ia butuh istirahat. Sakura akui itu. Persoalan rumah tangga memang menyulitkan, bukan?

Sebelum pergi meninggalkan rumah sakit. Sahabatnya itu membisikkan sesuatu ke telinganya. Bahwa ia harus memata-matai suaminya, Naruto. Jika, Naruto terbukti tidak selingkuh. Pasti ia akan tenang. Namun, apabila suaminya itu berselingkuh. Paling tidak ia tidak akan kecewa lebih lama lagi. Terlebih ia dan Naruto memang belum melakukan hubungan suami-istri. Ya, malam pertama mereka hanya mereka habiskan untuk beristirahat. Karena para tamu begitu banyak, dan mereka lelah melayani tamu-tamu. Hari ke-dua dan ke-tiga pun sama seperti itu.

Lalu, hari-hari selanjutnya masih belum ada waktu untuk mereka berdua melakukan malam pertama yang tertunda. Mereka berdua sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Ketika Sakura menceritakan perihal ini pada Ino. Ino terkejut dan marah-marah tidak jelas. Tapi, setelah ia memberi tahu alasannya. Ino hanya dapat manggut-manggut, mengerti.

"Hah." Sakura untuk kesekilan kalinya menghela nafas. Paling tidak dengan cara ini akan sedikit mengurangi beban pikirannya, bukan? Perlahan ia keluar dari kamar mandi—mengenakan baju yang sederhana. Beberapa langkah ia berjalan menjauh dari kamar mandi. Ia mendapati bayangan aneh. Seperti ada seseorang dibelakangnya. Dengan sedikit perasaan cemas, ia pun membalikkan badannya.

"ss-Sasuke… Sasuke-kun!"

.

TBC

.

Mulai : 22-April-2014

Selesai :

.

.

.

Hahaha. Saya potong di sini dulu. Saya mau lihat dulu respon dari para reader. Mungkin kelanjutannya akan aku post nanti malam. Dan di chapter dua akan saya cantumkan beberapa nama yang telah me-riview fic saya yang berjudul 'Permata merah muda'. Tentunya hanya nama-nama yang sudah saya catat. Jadi, maaf kalau ada yang tidak saya cantumkan nantinya.

Dan, tunggu saja kelanjutannya, waktunya…

.

.

Review, please?