PERFECT(SIONIST)


Summary: Bukankah kesempurnaan adalah penilaian yang subjektif? Bukankah kesempurnaan adalah kemutlakan sementara atas penghargaan?..."Who are you?" "We are the kids, that your parents warned you about."

Plot and fic belong to Mozaorev. EXO is yours (?)

Warning: The very Out Of Character mode of EXO! You have been warned!

Hello! Zao is here with her very first fanfic! :3


PROLOG

.

.

.

"I'm depressed.

But darling,

I love wearing bright colors,

And I love things that sparkle

I laugh at everything,

And I smile more than most,

Bur darling,

Believe me,

My mind is killing me."

.

.

.

Melangkahlah dalam keheningan. Diamlah dalam keramaian.

Prinsip hidup. Opini tiap individu yang tiap akar katanya mereka kuasai dan resapi dalam jalur syarafnya. Subjektif dan sangat sensitif. Kau bisa melihat hitam putih dan rona pelangi hidup seseorang dari prinsip hidup mereka. Dan bagaimana cara mereka mengatasi euforia-euforia jalan berbatu, atau mungkin pilunya tawa bahagia.

Tao berusaha sangat, sangat, dan (pada urutan tangga utama pikirannya) sangat keras untuk berpegang erat pada opini semua orang akan hidup. Kepada hukum alam dan ilmu jiwa yang seolah menantangnya untuk tersenyum sembari mengatakannya. Tak peduli, Tao melenggangkan tangannya seolah-olah berkata tak apa. Bukan tantangan yang menjadi masalah. Tapi pikiran, penguasaan, dan peredaman. Tiga hal yang melucuti segala kemauan Tao untuk bergabung bersama semua makhluk berakal lainnya. Bergempita bersama menuju hangatnya sebuah (atau banyak) pelukan.

Bersama segenggam khayalan akan mengagumi betapa indahnya hal yang ia sangkal keelokannya.

Namun fluida kekotoran Nampak sudah terlanjur merayapi seluruh sistem tubuhnya. Mengurung waktu dan sisa energi hanya untuk bermesraan dengan panasnya merah dan perihnya jembatan rasa. Menjadikannya berunding dengan segala macam kata-kata yang kurang sopan untuk ditayangkan di pikirannya. Tak dirasakan lagi adanya titik-titik kelembutan dalam kubangan otak tak bergunanya. Atau mungkin, ceruk alam bawah sadarnya. Lemah. Seperti jutaan kayu yang ditumbuk menjadi kapas: mustahil dan mengibakan. Memuakkan semua penghuni kepalanya yang berteriak untuk keadilan atas kelayakan hidup mereka. Bagaimanapun juga, mereka hidup atas kendali Tao. Mereka akan mati suri selama Tao menghina peredaman kekuasaan pikirannya. Menjerumuskan Tao lebih jauh menuju dunia yang seharunya tak perlu dikenal dengan anak seusianya.

Tapi yang pasti, dan bagaimanapun juga, itulah prinsip hidup Tao.

[Tidak peduli seberapa tidak menyenangkannya penelaahan atasnya]

[Kau tidak akan menghakimi opini seseorang hanya karena penafsiran yang berbeda dari jutaan manusia yang berbeda di bumi kan?]

.

.

.

.

4 AM- pills isn't enough. What do I do?

Tao menutup jurnal harian peach mininya dan menaruh ke bawah tumpukkan kertas karya tulis yang berserakan di atas meja belajar bersama satu buah kemasan obat biru muda. Belum menyadari bahwa helaan nafasnya telah berubah menjadi lebih wajar. Kurang dari seperempat menit yang lalu ia berharap hal ini terjadi. Namun ketika waktu mengabulkannya, toh ia juga tak begitu memperhatikannya.

Dua jam tanpa pikiran mungkin sudah cukup, Kata otaknya. Memberikan penghargaan yang ia lebih dari sekedar tahu merupakan sebuah pelarian. Kini ia sungguh menjejakkan kaki di atas karpet kuning pelapis kamar setelah selama dua jam kakinya tersandar di laci kecil di bawah meja belajar. Selangkah demi selangkah mencoba mencari kenob pintu di mana kehidupan jiwanya berada; kamar mandi.


Hi there!

I re-uploaded it again because i was betaing this story and just realized it has so many mistakes here and there. So here it is the sneak peak.

Write down your thoughts in the review box, please!^^