RECKLESS
.
Remake from Anne Stuart's novel RECKLESS
.
Kim Jaejoong
Jung Yunho
Kim Heechul
Kim Junsu
.
Historical Romance
.
Genderswitch
.
Viscount Jung Yunho dikenal sebagai perayu ulung. Berkat wajahnya yang tampan dan sikapnya yang memikat, Yunho tak pernah gagal menggoda wanita... sampai ia bertemu Kim Jaejoong.
.
.
CHAPTER 1
.
.
"Bajingan," kata Jaejoong, menyukai rasa kata itu di lidahnya. "Bajingan terkutuk. Bajingan bokong sialan."
"Tidak, Miss Jaejoong. Ucapan anda harus masuk akal. Bokong bukan bajingan."
"Benar. Bokong dan bajingan adalah kata benda, terkutuk dan sialan adalah kata sifat. Apakah kau mengucapkan persetan?"
"Oh, sudah pasti."
"Bagus sekali," kata Jaejoong. "Aku akan berlatih." Dan pelayan serta majikannya itu terus menyusuri trotoar dengan langkah serentak.
Mereka baru saja menghadiri pertemuan mingguan Richmond Hill Bluestockings and Viragos, siang yang penuh wawasan saat Junsu mengajari masyarakat terhormat cara mengumpat. Junsu dengan kecewa menyadari bahwa Jaejoong gagal total, tapi mendapat sedikit kemajuan dengan latihan pribadi.
Ketika menaiki tangga marmer Han House, pintu terbuka dan Jaejoong dihadapkan pada kekacauan yang sama sekali tak terkendali. Para pelayan sibuk berjalan ke sana kemari, membawa keranjang-keranjang bunga, kursi-kursi bersepuh emas, dan nampan-nampan perak berukuran besar. Sepupunya, Heechul, akan mengadakan pesta, dan Jaejoong melupakannya sama sekali.
"Sialan," gerutunya pada Junsu. "Sepupuku akan menjamu beberapa tamu malam ini."
"Coba kata 'persetan'," usul Junsu, berusaha membantu. "Dan dia tidak sekedar menjamu beberapa tamu," tambahnya muram. "Kalau tebakanku tidak salah, dia akan menjamu dua ratus tamu malam ini."
"Benar," Jaejoong otomatis mengoreksi. "Persetan."
Junsu tertawa. "Tidak cukup galak, Miss Jaejoong. Anda harus berlatih kalau ingin terlihat bersungguh-sungguh." Dia berjalan ke lorong samping yang mengarah ke ruang pelayan, tapi Jaejoong tidak berusaha menghentikannya. Jaejoong sudah tahu bahwa gagasan demokrasinya tidak dihargai oleh siapapun. Dia orang yang meyakini bahwa semua orang sederajat, dan dia menyelamatkan Junsu dari wilayah kumuh, bertekad menyelamatkannya. Awalnya Junsu menolak diselamatkan, tapi selama dua tahun terakhir dia menjadi pendamping Jaejoong yang terpercaya.
Jaejoong berjalan ke arah tangga, naik ke lantai atas Han House. Dia berusaha membuat wajahnya terlihat pucat, mengerutkan kening seolah-olah kesakitan, membuka mata lebar-lebar. Dia pembohong yang payah, dan Heechul pasti langsung menyadari kebohongannya, tapi tak ada salahnya mencoba.
Heechul, Dowager Countess of Han, sedang duduk di meja rias, menatap pantulannya di cermin sementara Louise, pelayan Prancis-nya, sibuk menata rambutnya. Heechul terkenal sebagai salah seorang wanita tercantik di Inggris, dari rambut hitamnya yang mengilap sampai mata cokelatnya yang jernih keunguan, kulit yang mulus, hidung halus, serta mulut yang sensual dan selalu tersenyum. Dia wanita bertubuh kecil, halus, cantik, dan dua tahun lebih muda dari Jaejoong. Dia menatap pantulannya seperti cara Jaejoong menatap pantulannya sendiri.
"Aku sungguh terlihat jelek," dia menyapa Jaejoong dengan nada sedih. "Kenapa setiap kali mengadakan pesta aku terlihat lelah setengah mati?"
"Kau terlihat cantik," kata Jaejoong singkat, lalu teringat rencananya. "Aku hanya berharap merasa cukup sehat untuk bergabung denganmu," tambahnya dengan nada yang lebih sedih.
"Oh, tidak!" kata Heechul, berbalik dan melotot kepada Jaejoong, membuat penata rambutnya kesal. "Kau tidak boleh membatalkannya pada menit-menit terakhir dengan penyakit yang dikarang-karang. Itu hanya berhasil tiga kali. Aku ingin kau menemaniku."
"Kau bahkan tak akan menyadari aku ada di sana atau tidak," kata Jaejoong sambil duduk di kaki ranjang sepupunya, pantulannya muncul di samping bayangan Heechul di cermin.
Ia sudah menerima penampilannya yang sangat biasa sejak dulu, tapi melihatnya di samping kecantikan Heechul membuatnya rendah diri.
Jaejoong menyadari kekurangannya. Ia terlalu jangkung –dengan tinggi 177 sentimeter, ia lebih tinggi dibandingkan kebanyakan pria. Ia memiliki rambut berwarna merah mengerikan, berdada besar, dan yang paling buruk dari segalanya, rabun dekat sehingga harus menggunakan kacamata setiap kali membaca.
Seolah-olah kekurangan fisiknya belum cukup, ia juga miskin, belum menikah, dan terlalu cerdas, seperti yang selalu dikatakan sebagian besar pria, termasuk ayahnya sendiri. Wanita seharusnya bertubuh pendek, cantik, dan tidak pernah berani menantang pria, walaupun pria itu berceloteh tidak keruan. Dan bila menderita rabun dekat, mereka bisa menjalani Musim Pesta dengan cara mengenali suara orang-orang. Siapa yang butuh membaca? Begitu yang dikatakan sang almarhum ayah kepadanya.
Pada pertengahan tahun saat melakukan debutnya, Jaejoong mulai membiarkan kacamata berbingkai emas bertengger di hidungnya, dan memutuskan untuk menjadi perawan tua. Ia tidak benar-benar membutuhkan kacamata, tapi kacamata itu cocok dengan kerutan di dahinya, dan ia menggunankannya ke mana pun, bahkan ketika kacamata itu membuatnya sakit kepala.
Sebenarnya, menjadi perawan tua sudah diputuskan untuknya selama bulan-bulan pertama yang mengerikan setelah ia debut, tapi ayahnya dengan tegas masih menyimpan harapan. Sampai Jaejoong mengenakan kacamata dan menginjak-injak kaki pasangan dansanya, yang menjadikannya wanita yang ditakuti.
Tidak ada Musim Pesta kedua baginya.
"Tentu saja aku sadar," kata Heechul. "Setidaknya, selama setengah jam pertama," tambahnya dengan kejujurannya yang biasa, kejujuran yang hanya disimpannya untuk Jaejoong dan beberapa orang lain. "Di samping itu, kalau kau tak ada untuk membantuku, bagaimana aku bisa merayu Viscount Yunho?"
Jaejoong mengabaikan rasa dingin di perutnya. "Kau bisa menunggu waktu yang lebih tepat," sarannya. "Contohnya, minggu depan, pada pertemuan di Hensley Court."
"Ah, tapi dia pasti sudah menemukan wanita manis lain yang menarik perhatiannya. Padahal aku bertekad mendapatkannya. Dia tampan, dia sangat nakal, dan dia juga digosipkan sangat ahli di ranjang," tambah Heechul sambil mendesah penuh gairah.
"Aku yakin begitu," kata Jaejoong sambil bergerak menjauh, bahkan tanpa berkedip. "Tapi keahlian bercinta My Lord Jung sama sekali tidak menarik bagiku."
Heechul duduk bersandar, kembali meembiarkan penata rambutnya berkutat dengan ikal-ikal rambutnya. "Kau benar-benar kolot, Jae." Dia mendesah. "Kau sungguh tidak tahu apa yang kau lewatkan. Aku sangat menikmati statusku sebagai janda."
Jaejoong meragukannya, tapi dengan bijak tidak berkata apa-apa. Ketika sepupu tersayangnya memohon agar Jaejoong datang dan tinggal bersamanya setelah suaminya yang tua serta mengerikan meninggal dunia, Jaejoong menerimanya dengan penuh rasa syukur. Jaejoong anak tunggal, dan setelah kematian orangtuanya, dia jatuh miskin serta, kalau tidak ada Heechul, dia tidak punya teman.
"Aku lebih suka seperti itu," kata Jaejoong. "Setengah jam, berdiri diam di latar belakang sementara kau menyapa tamu-tamumu, setelah itu, aku pergi."
"Satu jam," pinta Heechul. "Jung Yunho mungkin terbukti sulit. Aku mungkin membutuhkanmu untuk membantu mengalihkan perhatiannya."
Jaejoong membeku. Rasa takut yang terlalu ringan untuk menggambarkan emosi yang menjeratnya. "Aku tidak akan dekat-dekat dengan Viscount Yunho."
Heechul menepis tangan Louise dan berbalik menatap Jaejoong. "Kenapa tidak?" Nada suaranya tajam. "Aku tidak tahu kau pernah berkenalan dengannya. Apakah dia pernah melakukan sesuatu yang menyinggungmu?"
"Selain sikapnya yang mengerikan dan tidak bermoral?" kata Jaejoong tenang. "Tidak. Aku hanya pernah berbicara dengan Viscount Yunho sekali seumur hidup, dan tak pernah ditinggal berduaan saja dengannya, syukurlah."
"Syukurlah," ulang Heechul. "Kalau begitu kenapa kau tidak..."
"Aku lebih suka menjaga jarak."
Heechul mengangkat bahu. "Terserah kau saja."
.
.
Jaejoong hanya butuh waktu sejenak untuk mempertimbangkan gaun sarcenet hijau pemberian Heechul kemudian menyingkirkannya dan memilih gaun persik konyol yang membuat kulitnya yang sangat putih terlihat kusam. Ia mengabaikan protes Junsu, menunggu sampai saat terakhir sebelum turun ke ruang pesta. Heechul pasti menyuruhnya naik untuk berganti pakaian kalau masih ada waktu.
Tamu-tamu mulai berdatangan, dan Heechul terlihat gemerlap dalam gaun sutra merah muda yang menempel ketat di tubuh indahnya. Dia menatap Jaejoong sejenak, lalu mengangkat bahu, seolah-olah gaun menyedihkan yang dipilih Jaejoong memang sudah bisa ditebaknya. Jaejoong menempatkan diri di belakangnya.
Heechul pasti lebih suka Jaejoong berdiri di sampingnya, menyambut para tamu dengan kedudukan sejajar, tapi Jaejoong menolak mentah-mentah. Keuntungan menjadi kerabat miskin memang tidak banyak, tapi itu salah satunya. Jaejoong tidak perlu berdiri di depan, tersenyum dan tertawa konyol kepada pria-pria muda serta orang-orang tua yang jahat.
Itu akan menjadi pesta terbesar pada Musim Pesta ini –Heechul mengundang semua orang, dan Jaejoong tetap berdiri di belakangnya selama mungkin. Ia baru mulai panik ketika melihat rambut hitam keperakan Eric de Giverney di atas kepala orang-orang ketika pria itu bergerak ke arah mereka. Di mana ada Comte de Giverney yang memesona, di sana pasti ada sepupunya yang lebih muda, Viscount Yunho, dan Jaejoong tidak ingin mengambil resiko.
Jaejoong menyelinap pergi tanpa suara dan berbaur di antara tamu, berjalan ke bagian belakang ruang pesta. Ia cukup beruntung bisa kabur sebelum harus menghadapi tatapan malas Viscount Yunho, itu juga bila ia bisa mendapatkan tatapan itu. Semakin jarang dia melihat pria itu, semakin baik. Jung Yunho sama liarnya seperti ayahnya dulu, dan walaupun sebagian besar wanita menyukai pria perayu, Jaejoong tidak.
Ia berjalan menerobos kerumunan orang, tak terlihat, seperti wanita yang tidak kaya, tidak cantik, dan tidak muda. Pintu yang mengarah ke tangga belakang sudah terlihat ketika seorang pria bertubuh tinggi tiba-tiba menjulang di depannya, dan Jaejoong langsung menabraknya, karena terlalu ingin melarikan diri sampai tidak sempat berhenti.
Tangan-tangan kuat menahan lengannya, dan Jaejoong mendapati diri mendongak menatap wajah tampan Jung Yunho. Dia satu dari pria yang cukup tinggi untuk membuat Jaejoong benar-benar harus mendongak guna menatapnya, dan Jaejoong terlalu terkejut untuk menjaga lidahnya.
Keberuntungan sudah pasti tidak berada di pihaknya. Untuk pertama kali dalam hidupnya, latihan yang diberikan Junsu berhasil dan Jaejoong mengucapkan kata, "Sialan."
Pria itu sudah melepaskannya, menggumamkan permintaan maaf dengan cepat, serta hendak beringsut tanpa memedulikan Jaejoong ketika sepatah kata yang diucapkan Jaejoong dengan lirih tapi jelas itu menghentikannya. Matanya yang setajam musang terpusat pada Jaejoong untuk pertama kalinya, walaupun mereka pernah diperkenalkan sekurang-kurangnya enam kali selama Musim Pesta dan berdansa bersama pada suatu saat yang mengerikan.
Pria itu mengerjap. Lalu seulas senyum perlahan tersungging di mulutnya, dan mulut itu sungguh mulut paling nakal, menipu, serta menggoda. Tangannya yang terbungkus sarung tangan terulur kembali untuk memegang siku Jaejoong sebelum Jaejoong sempat melarikan diri. Sentuhannya sangat ringan, sangat pantas, ada kain di antara kulitnya dan kulit Jaejoong, tapi sentuhan pria itu terasa membakar.
Sialan, pikir Jaejoong lagi, setelah merasa nyaman dengan istilah itu. Dia antara semua orang, kenapa ia harus menabrak Jung Yunho?
"Miss...?" Yunho jelas-jelas sedang memutar otak. "Miss Kim, bukan? Apakah aku melakukan sesuatu yang menyinggungmu?"
Jaejoong memberi hormat dengan cepat, cukup menyulitkan di antara para tamu yang lalu-lalang, dan diam-diam berusaha menarik diri. Bagaimana pria itu bisa mengingat namanya? Jaejoong sama sekali bukan bagian dari dunia Yunho. Jemari panjang pria itu mengencang. "Tentu saja tidak, My Lord. Aku minta maaf. Aku tidak punya alasan untuk mengucapkan kata sekasar itu."
Sekarang setelah pria itu benar-benar menatapku, serbuan emosi terasa lebih buruk, pikir Jaejoong sambil memberengut. Rasanya sudah cukup buruk setiap kali ia mengamati pria itu dari seberang ruang pesta yang ramai, menahan khayalan bodoh yang merupakan wujud dari dongeng masa kecilnya, padahal ia tahu benar itu sama sekali buka pangeran tampan –itu penyihir jahat, peri jahat yang akan menawannya.
Rasanya jauh lebih buruk dari dekat. Rasa hangat di perut, ketegangan di dada, gelitikan di tempat-tempat yang tidak ingin dipikirkannya. Dan rasa panas di tempat pria itu menyentuh lengannya.
Pria itu menunduk menatapnya. "Kau pendamping Lady Han, bukan?"
"Sepupu," tukas Jaejoong sebelum sempat menahan diri. Dan bagaimana pria itu tahu sebanyak itu? Jaejoong mengandalkan kenyataan bahwa dirinya tak terlihat.
Sekali lagi senyum samar itu muncul. "Maafkan aku. Tapi bukankah kerabat miskin sering dibutuhkan untuk berperan sebagai pendamping?"
Itu pernyataan yang kasar, tapi tidak bisa dibandingkan dengan kejutan yang ditimbulkan oleh bahasa Jaejoong. Dan pria itu masih belum melepaskannya. "Permisi, Lord Jung," kata Jaejoong tegas sambil menyentakkan lengannya sedikit terlalu kasar.
Pria itu melepaskan lengannya, tapi menangkap tangan Jaejoong yang terbungkus sarung tangan. Lalu dia tersenyum kepada Jaejoong, senyum yang sedikit dihiasi kesan nakal. "Kurasa aku harus memakasamu berdansa denganku, Miss Kim. Hukuman karena kau melanggar sopan santun."
Persis yang kubutuhkan, pikir Jaejoong. Ia pernah berdansa dengan pria itu ratusan kali, di bawah langit berbintang, mengenakan gaun yang tiba-tiba membuatnya menjadi wanita cantik dan menggoda, semua dalam mimpi nakalnya sendiri. Mimpi yang disadarinya tak boleh dibiarkan, tapi tetap ia impikan, dan sekarang harus ia bayar.
"Aku tidak berdansa," kata Jaejoong. "Tolong lepaskan tanganku."
Pria itu tidak melepaskannya untuk waktu yang lama. Dia benar-benar memiliki mata yang yang sangat meresahkan, pikir Jaejoong. Jaejoong bisa melihat matanya yang sipit namun dalam, balas mengamatinya dengan cepat, dan Jaejoong berterima kasih kepada Tuhan atas latihan selama bertahun-tahun sehingga rona merah tidak terlihat di wajahnya yang pucat, walaupun dalam hati ia gelisah setengah mati.
"Nah, kenapa aku mendapat kesan kau tidak menyukaiku, Miss Kim?" kata Yunho.
Jaejoong anehnya merasa pusing dan kerutan di dahinya semakin dalam. Ekspresi itu biasanya sudah cukup untuk menakuti para pria, tapi jelas sekali Viscount Yunho tidak gampang ditakuti. "Aku tidak mengenalmu, Lord Jung. Bagaimana mungkin aku tidak menyukaimu?"
"Mungkin kau pernah mendengar tentang reputasiku. Kau terlihat kaku, seolah-olah baru mencicipi sesuatu yang sangat tidak enak."
Orang-orang mengamati mereka. Jaejoong tak pernah berbicara lama-lama dengan seorang pria, dan tak pernah dengan orang terkenal seperti Yunho. Seharusnya dia tidak terlihat, demi Tuhan.
Dan Yunho jelas tak peduli pada siapa pun selain wanita-wanita terbarunya, yang semuanya cantik jelita. Perawan tua sederhana seperti Kim Jaejoong tak akan pernah bisa menjadi jenis wanita yang menarik perhatian pria seperti Jung Yunho.
Jaejoong dengan ngeri menyadari bahwa Yunho masih memegang tangannya. "Di mana kartu dansamu?" desak pria itu.
"Sudah kubilang, aku tidak berdansa," kata Jaejoong dengan gigi mengertak. Heechul sudah lama berhenti memaksanya membawa kartu dansa karena tahu hal itu tak ada gunanya. Selain tak pernah diajak berdansa, Jaejoong juga tidak pintar berdansa. Ia kembali menarik tangannya, tapi Yunho tetap menahannya, lebih kuat daripada dugaan Jaejoong. "Lepaskan aku. Sekarang."
Jaejoong menyadari nada suaranya yang tegas bukan pilihan yang bijaksana ketika mata pria itu menyipit. "Kurasa tidak."
Sandal Jaejoong ringan dan lembut, dibuat untuk berdansa, padahal dia tidak ingin berdansa. Jaejoong menyunggingkan seulas senyum menipu, bergerak mendekat, dan menginjak kaki pria itu dengan segenap tenaga.
Dengan sandalnya yang ringan, ia tidak bisa menimbulkan bencana sebesar yang diharapkannya. Kalau bisa, ia pasti sudah mematahkan kaki pria itu –tapi tindakan itu sudah cukup mengejutkan bagi Yunho sampai dia melonggarkan pegangan dan Jaejoong bisa membebaskan diri, berbalik, serta melarikan diri.
Jaejoong berjalan menaiki tangga sempit para pelayan ketika mendengar musik dimulai.
Jaejoong mengingat Viscount Yunho dari Musim Pesta pertamanya yang merupakan bencana, walaupun yakin pria itu sudah lupa sama sekali. Pria itu diperkenalkan kepada Jaejoong sebagai pasangan yang pantas oleh salah seorang nyonya rumah yang bermaksudk baik. Dan walaupun bosan, pria itu melakukan tugasnya, berdiri dengan Jaejoong serta sama sekali tidak terlihat seperti amatir.
Jaejoong memang tidak pintar berdansa –keluarganya tidak punya uang untuk mempekerjakan guru dansa dan dia harus bergantung pada pelajaran Heechul. Kegugupan berada di depan pemuda yang diam-diam disukainya itu membuat Jaejoong hancur lebur. Ia menginjak sepatu Yunho yang anggun, melewatkan gilirannya, menjadikan tarian daerah suatu kekacauan besar.
Viscount Yunho tidak berkata apa-apa saat itu, mulutnya yang anggun berubah semakin suram setiap kali berusaha menyelamatkan tarian tanpa hasil. Ketika penyiksaan besar itu akhirnya selesai, Jaejoong membungkuk hormat kepadanya, dan Viscount Yunho membungkuk dengan sopan.
Lalu dia bergumam, "Aku tidak menduga menari adalah olahraga berdarah, Miss Yoon. Kau mungkin ingin memperingatkan pasangan-pasanganmu nanti bahwa mereka mempertaruhkan nyawa bila berdansa denganmu." Kata-katanya yang ringan dan santai diikuti oleh kilatan samar di matanya yang tidak dipahami Jaejoong.
Ia tidak mencoba memahami kilatan mata itu karena rasa malu membanjiri dirinya. Kenyataan bahwa pria itu tidak mengetahui namanya membuatnya merasa lega dan bukan terhina, dan Jaejoong tak pernah berdansa lagi. Setidaknya tidak di depan umum, dan tidak pernah dengan pasangan.
Namun, bahkan kata-kata Yunho yang kejam dan santai itu tidak membuatnya jijik pada pria itu. Pada saat-saat langka di malam hari ketika menemani Heechul ke pesta-pesta, matanya mencari-cari Viscount Yunho, dan ketika pria itu pergi ke luar negeri, kelegaan yang dirasakan Jaejoong dihiasi dengan kekecewaan.
Ia pernah berhadapan dengan dengan Viscount Yunho dua kali sejak pria itu kembali, dan mata musangnya menatap Jaejoong dengan tatapan bosan serta tidak tertarik seperti yang dilemparkannya kepada semua orang, terkecuali beberapa wanita yang teramat sangat cantik. Kim Jaejoong hanyalah satu dari segerobolan perawan biasa tanpa nama yang sangat menginginkan suami. Well, walaupun itu tidak sepenuhnya benar karena Jaejoong selalu menghindari acara yang berbau pasar perjodohan.
Jaejoong menunduk menatap ruang pesta itu untuk terakhir kali. Jung Yunho sudah melanjutkan hidup, melupakan Jaejoong, saat mencondongkan tubuh ke arah wanita muda cantik berdada besar. Jaejoong membenci gagasan terlihat konyol atau membutuhkan. Perhatian Yunho ada di tempat lain, dan Jaejoong tak perlu cemas diejek.
Ia kembali menaiki tangga dengan perlahan sampai tiba di kamar mewah yang digunakannya atas desakan Heechul. Ia mulai menanggalkan pakaian, mengurai rambutnya yang panjang dan tebal, menyikatnya, lalu mengepangnya supaya tidak kusut ketika ia tidur. Setelah mencuci wajah, ia memadamkan lilin dan meringkuk di balik selimut, menarik selimut sampai ke hidung.
Jaejoong masih bisa merasakan tangan Yunho di lengannya, kuat, menahannya. Ia wanita yang tidak mau dipaksa, diganggu, ditakuti. Jadi, kenapa ia dengan lembut mengusap bagian lengan yang dipegang Yunho tadi?
Aku memang bodoh. Tolol, dangkal, pikirnya.
Namun dalam hal ini kecerdasannya yang luar biasa tak bisa dibandingkan dengan kebenaran yang mengecewakan dan menyedihkan. Ia jatuh cinta pada Jung Yunho, dan hal itu sudah berlangsung selama bertahun-tahun, serta tak ada apa pun, bahkan sikap kasar pria itu, kisah-kisah tentang perbuatan buruknya, atau ceramah rasional pada diri sendiri, yang bisa mengubahnya.
Setelah mengutuki diri sendiri sebagai idiot, Jaejoong pun tertidur pulas dengan gelisah.
.
.
.
To be continues
Iseng karena ga ada kerjaan. Kalau respon bagus bakal aku lanjutin.
Ah, apa ada yg pernah ngeremake novel ini sebelumnya?
Note: Viscount adalah gelar bangsawan Inggris setelah Duke dan Marquess.
