HUEEEEE.. MAAF WEN LAMA UPDATE T_T

Serius, keasyikan ngerjain tugas, sempet kena writer's block jg..

Ditambah lagi wen tiba2 galau sendiri gara2 semester depan disuruh ngambil seminar a.k.a bikin outline sama dosen P.A. padahal wen masih pengen ngulang matkul yg nilainya C sama B- T_T

Galau jg nentuin tema antara Lingkungan hidup atau transnasional crime atau HAM. Skrg ngga main regional lg soalnya T_T


CHAPTER 6

WE ARE NOT MEANT TO BE


Jongdae menutup tirai dengan kasar. Namja itu bingung dengan perasaannya sendiri. Ia bingung apakah ia benar-benar menyukai Minseok atau perasaan ini muncul akibat rasa tertekan yang dialaminya. Ya, Jongdae tidak bisa berbohong, pertengkaran dirinya dengan Chanyeol, sang appa membuat anak sulung keluarga Park itu stress. Dia harus memastikan sendiri perasaannya, agar tidak ada keraguan lagi. Tapi, bagaimana? Jongdae yakin, dirinya adalah seorang gay.

Terdengar suara Minseok yang membuka pintu dan kembali menguncinya. Yeoja cantik itu berjalan dengan riang, tidak menyadari keberadaan Jongdae di sudut ruangan. Jongdae mulai mengumpulkan keberanian dan memanggil Minseok.

"Noona.."

"Astaga, Dae. Kukira kau sudah tidur. Mana Jongin?" tanya Minseok.

"Jongin kembali ke apartemennya, noona. Aku menunggu noona, ada yang ingin kubicarakan." ujar Jongdae.

Minseok mengernyitkan dahinya, perasaannya tidak tenang. Apalagi mendengar nada bicara Jongdae yang seserius itu. Akhirnya, ia mengangguk, menyuruh Jongdae berbicara.

"Begini noona, ehm... a-a-a.. ehm.." Jongdae gugup.

"Tarik napas terlebih dahulu, Dae. Tenangkan hatimu dulu, baru bicara yang jelas." saran Minseok.

Jongdae menarik napasnya dalam, dan kembali menghembuskannya. Ia memejamkan matanya, mengumpulkan kembali keberanian yang sempat menguar.

"Noona, Let's having sex, with me."

"WHAT?! Jongdae! Aku tidak salah dengar, eoh!" Minseok terkejut.

Jongdae mengangguk, "Noona tidak salah dengar kok. Noona tidak mau melakukan itu denganku? It's ok, noona. Anggap saja aku tidak pernah mengatakan hal ini." Jongdae bersiap pergi dari hadapan Minseok. Tapi, suara tawa Minseok menghentikannya.

Aneh, Minseok tertawa. Yeoja itu tertawa geli hingga mengeluarkan airmata. Jongdae mengernyitkan dahinya, bingung dengan reaksi yang diberika noonanya.

"Noona?" tanya Jongdae. Ia bingung melihat reaksi Minseok.

"Then, let's do it, Dae. Lagipula secara hukum dan agama kau itu suamiku. Apa hakku untuk melarangmu meminta hal itu. Kutunggu dikamar, hm.." ujar Minseok.


Guangzhou, China.

Terlihat seorang yeoja cantik memasuki salah satu coffee shop di distrik Baiyun, Guangzhou. Yeoja itu terlihat anggun dengan hanya mengenakan blus berwarna jingga dan jeans hitam, kaki jenjangnya dihiasi oleh sepatu Louboutin keluaran terbaru, dan jangan lupakan tangannya yang menjinjing tas Hermes Croco berwarna hitam. Dari penampilannya saja kita dapat mengetahui wanita itu bukan sembarang wanita. Ia adalah wanita kelas atas.

Yixing, nama wanita itu, ia tersenyum lebar melihat seseorang yang ditunggunya sedang duduk di pojok coffee shop bersama seorang anak kecil. Wanita cantik itu menghampiri mereka dan mulai menyapa.

"Wu Yifan-ssi?" tanyanya.

Pria yang dipanggil Yifan itu mengangguk. Ia memperhatikan wanita cantik itu dari ujung kepala hingga kaki.

"Aku Yixing, Zhang Yixing. Orang yang mencarimu tempo hari."

"Ada keperluan apa anda mencari saya nyonya Zhang?" tanya Yifan.

"Well, kurasa anda familiar dengan nama Park Jungsoo. Keperluan saya berkaitan dengan keluarga Park."

"Maaf, saya tidak tertarik untuk ikut campur masalah anda, nyonya." balas Yifan, ketus.

"Ta-"

"Baba, Kevin mau parpet lagi." ujar Kevin, tanpa sengaja memotong perkataan Yixing.

Yixing tersenyum melihat anak laki-laki berusia 6 tahun itu. "Itu parfait, sayang. Bukan parpet. Omong-omong namamu siapa?"

"Kevin. Kevin Wu. Mama siapa?" tanya anak itu.

"Bibi, sayang. Bukan Mama." ralat Yifan.

"Aku? Perkenalkan namaku Yixing, anak manis. Mau bibi pesankan lagi parfaitnya?"

Kevin mengangguk, antusias. Yixing lalu memanggil salah satu waiter dan memesan segelas Decaf coffee untuknya dan parfait untuk Kevin. Sambil menunggu pesanannya datang, Yixing mengajak Kevin berbincang. Banyak hal yang ia tanyakan pada anak itu, terutama masalah sekolah. Kevin menceritakan semua hal yang dialaminya ketika sekolah baik di Korea maupun China pada Yixing. Yifan memperhatikan interaksi dua orang itu. Ia kagum dengan Yixing yang bisa merebut perhatian Kevin dalam waktu kurang dari setengah jam. 'Kyungsoo saja butuh hampir satu tahun untuk mendekati Kevin' pikir Yifan.

Yixing mengalihkan pandangannya dari Kevin ketika pesanan mereka datang. Ia memandang balik ke arah Yifan yang tanpa sadar menatap ke arahnya tanpa berkedip.

"Well, masih tertarik dengan pesona seorang jiejie rupanya." ujar Yixing membuka percakapannya dengan Yifan.

Yifan hanya menatap Yixing, tidak mengerti dengan ucapan wanita itu.

"Jessica Jung itu lebih tua darimu, kan tuan Wu?"

"Ya, noona memang lebih tua dariku. 7 tahun lebih tepatnya." jawab Yifan.

"Kembali ke masalah awal. Aku memintamu untuk menemaniku ke Korea."

"Well, kenapa harus aku kalau cuma ke Korea?"

"Temani aku ke Korea. Untuk menghadiri pernikahan mantan suamiku dan Park Chorong. Familiar dengan nama itu?"

"Park Chorong? Saudara tiri Park Chanyeol? Dia akan menikah dengan siapa? Bukankah usianya hanya 5 tahun diatas Kyungsoo?"

"Mantan suamiku, Kim Joonmyeon. Bukankah itu kesempatan bagus? Kau bisa bertemu lagi dengan kekasih mudamu itu."

"Hmm.. Apa yang akan kudapatkan kalau begitu?"

"Kau bisa menjadi salah satu guru konseling di sekolah internasional milik keluarga Xi di Changsa. Atau kau mau menjadi kepala sekolah? Kebetulan spot kepala sekolah masih kosong. Tawaran yang menarik bukan? Dan aku tidak meminta feedback apa-apa darimu. Hanya cukup temani aku dan bertindaklah seperti kekasihku disana. Setelah itu kau bisa mendapatkan semua itu."

"Kenapa tidak menawarkan uang? Atau hadiah lain?"

"Aku tau kau pria macam apa tuan Wu. Kau benar-benar menyayangi anakmu dan kau selalu berpikir jangka panjang. Jadi, daripada menawarkan uang atau harta benda lainnya yang sifatnya sementara, lebih baik kutawarkan pekerjaan tetap untukmu. Lagipula Kevin bisa bersekolah disana hingga memasuki jenjang high school. So, deal?" tanya Yixing sambil mengulurkan tangannya.

Yifan berpikir cukup lama, hingga akhirnya ia menjabat tangan Yixing. "Deal."

"Baiklah, jadwal dan tiket penerbangan akan kukirimkan seminggu sebelum acara. Nice to meet you, Mr. Wu." ujar Yixing. Wanita itu berdiri dan bersiap-siap untuk pergi dari coffee shop itu.

Sebelumnya, ia mengelus rambut Kevin dan mengecup pipi anak itu dengan penuh kasih sayang, "Sampai jumpa lagi, anak manis."

"Bye-bye ma-" "Bibi, Kevin." potong Yifan, sebelum Kevin kembali memanggil Yixing dengan sebutan Mama. Yixing hanya tertawa kecil. Yixing meninggalkan sepasang ayah-anak itu setelah sebelumnya membayar semua pesanan mereka. Wanita itu keluar coffee shop dengan senyum yang mengembang, ia membayangkan hal yang akan terjadi di acara pernikahan itu, nanti.


Seoul, South Korea

Minseok menunggu Jongdae dikamarnya. Ia gugup, karena kali ini adalah pertama kalinya ia akan melakukan 'itu' dengan laki-laki. Tidak, Minseok tidak pernah melakukan itu dengan siapapun sebelumnya, ia berani bersumpah. Minseok masih konservatif, meskipun ia sudah lama tinggal di luar negeri untuk sekolah. Dan, lagipula ia dan Luhan tidak pernah melakukan sampai pada tahap 'itu'.

Pintu kamar Minseok terbuka, ia melihat Jongdae yang sedang berdiri di depan pintu kamarnya. Langkah yang diambil pria itu ragu-ragu. Sambil berjalan, Jongdae terus meyakinkan dirinya. Hingga akhirnya ia sampai di hadapan Minseok.

"Ehm, noona. Apa yang harus kita lakukan?" tanya Jongdae.

Suasana yang seharusnya bergairah malah mendadak awkward dengan meluncurnya pertanyaan itu dari bibir Jongdae.

"Lakukan saja seperti biasa dengan Jongin. Aku tidak mengerti, Dae." jawab Minseok, tidak kalah awkward.

"T-tapi, kalau aku dengan Jongin.. Dia yang.. ehm, dia selalu mengambil inisiatif, noona. Kalau noona dengan Luhan hyung?"

"Aku tidak pernah sampai sejauh ini, Dae. Serius, ikuti saja nalurimu sebelum semuanya semakin... awkward?"

Jongdae menarik napasnya perlahan. Ia langsung menarik Minseok ke pelukannya, ia mencoba mengingat-ingat bagaimana perlakuan Jongin terhadap dirinya ketika mereka bercinta. Jari tangan Jongdae menyusuri wajah Minseok, mengelus pipi bulat wanita ittu dan beralih ke rahangnya. Jongdae menangkup pipi Minseok dengan kedua tangannya dan mulai mendekatkan wajahnya pada wajah Minseok. Jongdae mencium bibir kissable Minseok dengan lembut, mencoba menikmati setiap inchi dari bibir Minseok.

Ciuman itu tidak berlangsung lama, Jongdae segera melepaskan ciuman itu. Ia mengacak rambutnya frustasi.

"Noona, I can't.. I just... can't."

"Kenapa, Dae?"

"Look, noona. Actually, it's easy to make me horny. But, I dont even know how long we are kissing but.. just look. Even it's not half-hard. I can't do it with girls. I just can't."

Minseok menangkup kedua belah pipi Jongdae dan mulai menenangkannya.

"Hey, tell me what's wrong, Dae." ujar Minseok

Akhirnya, Jongdae menceritakan segal hal yang dialaminya, termasuk tekanan ayahnya dan ayah Minseok, Joonmyeon. Ia menceritakan segalanya, termasuk pertengkaran antara dirinya dan Chanyeol.

Minseok langsung menarik Jongdae ke pelukannya. Ia menenangkan pria yang sudah diangganya sebagai adik ini.

"Hey, everything will be alright, Dae. Ini cuma masalah waktu. Kita pasti bisa menemukan jalan keluarnya, Dae. Pasti bisa. Kita sama-sama berusaha ya, apapun dan bagaimanapun caranya." ujar Minseok. Tangannya mengelus punggung Jongdae, menenangkan.

"Apa yang membuatmu terpikir untuk mengajakku melakukan itu, eum?" tanya Minseok.

"Hatiku sakit melihat noona berciuman dengan Luhan hyung. Rasanya seperti melihat Jongin mencium pria lain." jawab Jongdae.

"Memang Jongin pernah mencium pria atau wanita lain selain dirimu, Dae?"

Jongdae menggeleng.

"Lalu bagaimana kau tau sakitnya seperti apa, Dae. Mungkin ketika kau melihatku dan Luhan hatimu bukannya sakit, tapi takut. Takut jika perbuatanku dan Luhan diketahui orang lain, terutama halmeoniku." jelas Minseok

"Kurasa begitu, noona. Aku tidak mau melihatmu dimaki-maki oleh nenek sihir itu lagi. Noona terlalu baik, tidak boleh ada yang memaki-maki noona kecuali orang tua noona sendiri."

Minseok melepas pelukannya pada Jongdae.

"Nah, kalau begitu aku mau tidur dulu. Kau juga Dae, tidurlah sana. Bukannya besok kau ingin bertemu dengan Tao dan Sehun, membicarakan kejutan ulang tahun untuk Jongin, kan?"

Jongdae mengangguk."Aku tidur dulu, noona. Selamat tidur, have a nice dream."


AAAAA...

KrAy in da house baby..

Ngga tau kenapa aku bener2 cinta mati ama couple ini selain xiuhun, xiuhan, xiuyeol, dan xiukai.

Ibarat kata KrAy itu harga mati, meskipun aku juga suka Xiuris. Tapi ujung2nya tetep balik ke KrAy lagi.

P.S: this chapter sooo, rrrr.. short dan ngga memuaskan bgt. serius wen rasa wen pengen buang ini chapter ke tempat sampah