Title : Remember

Cast : Wu Yifan / Kris, Kim Joon Myun / Suho, KrisHo Pair,

Rating : T

Genre : Romance, Drama, Fluff, Hurt / Comfort (bisa jadi)

.

.

"Aku mencintaimu."

.

Sebuah kalimat sederhana yang bahkan tidak pernah terlontar dari mulut seorang lelaki berambut pirang gelap yang sudah menginjak dunia pekerjaan ini. yah, setidaknya kalimat yang terdiri dari dua kata itu hanya pernah terucap untuk kedua orang tuanya. Hanya itu dan tidak pernah lebih. Dan untuk seorang kekasih, jangan pernah berfikiran kalau si pria dengan tinggi sekitar 188 cm ini pernah mengatakan kalimat yang punya makna begitu dalam itu. Karena lebih dari 20 tahun hidupnya ini, dia tak pernah punya seorang kekasih. Itu karena bertahun-tahun hidupnya dia isi untuk melanjutkan studinya dan menuruti semua perintah ayahnya. Melanjutkan karir sang ayah yang telah membesarkan nama keluarganya dengan belajar menjadi dokter agar bisa sesukses, seterkenal dan sehebat ayahnya. Sebenarnya, bukan atas kemuan diri sendiri, tapi semua tuntutan, yang menjadikannya sebagai salah satu kewajiban.

Menyedihkan?

Setidaknya hampir semua orang berfikiran seperti itu. Termasuk dirinya sendiri.

Namanya Wu Yi Fan, cukup panggil Kris saja. seorang dokter umum yang baru bekerja hampir menyentuh satu tahun di sebuah rumah sakit yang cukup terkenal di seoul. Banyak yang bilang, dia tampan (dan membuat orang semakin heran kenapa dia sampai belum punya pacar sampai sekarang), parasnya dingin dan sedikit kaku, dia cuek dan tidak banyak bicara. Kalau kalian semua berfikiran dia pintar, memang dia sangat pintar, terbukti dari dia yang memperoleh nilai sempurna dan langsung diterima sebagai dokter di usianya yang tergolong masih muda, dan kalau lebih dikhususkan lagi, pria ini mampu mempersingkat waktu kuliah, mengambil kelas beasiswa penuh dan selalu memperoleh nilai sempurna di tiap mata kuliahnya.

Namun, dia bodoh dalam satu bidang. Yaitu menyatakan perasaan. Sungguh bodoh hingga dia betah menyembunyikan perasaan cintanya pada seorang yang dia sukai selama 3 tahun lamanya.

Sebuah perasaan cinta itu muncul saat dia berada pada tengah semester di masa kuliahnya, dan yang berhasil mencuri hati dan perasaannya adalah seorang pria dengan paras yang indah. Manis dan berkulit putih. Tatapannya teduh seperti malaikat dan suaranya lembut seperti kapas.

Sebenarnya, pertemuan pertama itu terlihat biasa saja, malah terkesan tidak ada sesuatu yang istimewa.

.

FLASHBACK

Musim Semi. Semua berasal dari musim semi yang basah itu.

Saat si pemuda dingin seperti karang laut ini melihat seorang pria manis yang saat itu merupakan mahasiswa baru, sedang tersesat di salah satu jalan di kampus mereka yang luas. Dan saat itu hujan. Membuat pria mungil dengan kemeja biru laut itu panik dan mencari tempat berlindung di jalan yang saat itu sepi. Dan entah kenapa, Kris yang biasanya tidak peduli dengan orang mendadak mengeluarkan payungnya, berdiri di belakang tubuh kurus kerempeng namja berkulit putih itu, dan perlahan di pria mungil itu membalikkan tubuh, seperti merasa hujan berhenti jatuh di atas kepalanya, dia sadar ada orang yang rela memayunginya.

Dan entah kenapa Kris yang memang pada dasarnya sudah seperti batu itu lebih membatu saat mata dengan iris coklat itu menatapnya lembut seraya tersenyum dan mengucapkan sebuah kalimat pendek.

"Terima kasih ya!"

Mata elang nan tajam itu tak berkutik. Diam dan masih melekatkan tatapannya pada iris coklat itu. Dengan tergagap, dia berkata "Sama-sama."

"Aku mahasiswa baru disini, dan aku tersesat, bisa tolong tunjukkan dimana fakultas Biologi?"

"A..Ah…"

Saat itu Kris menyadari, itu adalah kali pertama dia gugup, saat bertemu dengan seseorang yang bahkan jauh lebih mungil, kecil dan manis darinya.

Kali pertama dia menjumpai seseorang seperti angel itu.

"Baiklah, aku mahasiswa semester 3, fakultas biologi tidak jauh dari sini."

Dan mata itu mengerjap cepat, buru-buru dia menunduk, "Ah, sunbae! Maaf, aku tidak sopan padamu! Mianhe, jeongmal mianhe."

Lagi lagi keanehan terjadi pada Kris. entah kenapa, dia yang biasanya tak mau tersenyum pada orang itu mendadak menarik dia ujung bibirnya ke atas, memperlihatkan senyuman yang sebenarnya sangat menawan.

"Gwaenchanha!"

Pria mungil itu mendongak melihat Kris yang melanjutkan perkataannya "Jangan panggil sunbae, namaku, Wu Yi Fan, panggil saja aku Kris!"

Dengan senyuman Suho mengangguk "Terima kasih."

Keduanya masih berada di tengah hujan, berhadapan di bawah payung yang sama.

"Oh ya…"

Tangan pria dengan tinggi sekitar 173 cm itu terulur dan Kris dengan mudahnya membalas uluran tangannya.

Tepat saat itu, pria itu menjabat tangan kekar Kris, tersenyum, dan menunjukkan matanya yang berbentuk bulan sabit, dengan suaranya yang lembut, dia berucap.

"Namaku Kim Joon Myun, bisa panggil aku Suho!"

Dan juga tepat di saat itu, Kris akhirnya tahu bagaimana rasanya jatuh cinta.

FLASHBACK END

.

.

Kris tidak menyangka hidupnya yang datar dan hitam putih seperti film lama, bisa berubah dengan mudah hanya karena satu manusia. Sesederahana yang namanya perasaan cinta itu. Sesederhana rasa cinta Kris kepada Suho.

Lalu sejak musim semi saat turun hujan di sore hari itu, Kris menjalin hubungan dengan Suho.

Hanya sebuah hubungan teman.

Dan itu bertahan sampai sekarang. sampai Kris lulus dan bekerja, hubungan itu masih sama, kalau boleh dilebihkan hubungan mereka berdua adalah sahabat. Entahlah, mungkin benar kata orang, tidak ada manusia yang pandai dalam berbagai bidang.

Seperti halnya Kris.

Kebodohan dan kelemahannya yang dirasa paling memberatkan hubungannya dengan pria pendek yang ramah itu.

Kesulitannya untuk mengakui perasaan.

Karena sebuah pernyataan cinta… itu sama sekali bukan bagian dari sifat seorang Wu Yi Fan.

.

.

Musim gugur 2014.

Seorang yang menggunakan pakaian casual seperti biasa, dengan kaus putih berlapis kemeja kotak-kotak dan celana panjang. Tengah duduk di kursi salah satu café, di depannya ada meja dan sebuah buku menu, dan di depannya lagi ada kursi yang masih kosong. Dia menunggu seseorang rupanya.

Pip!

Terdengar dering sebuah smartphone jemari lentik itu mengusap layar dan membuka pesan masuk. Yang langsung bisa membuatnya tersenyum kecil.

Tunggu aku, aku akan datang sebentar lagi.

Senyuman sedari tadi tidak luntur dari bibirnya, bahkan menunggu seolah tidak membosankan, dan akhirnya tidak sampai 5 menit, seseorang yang dia tunggu datang, dengan rambut blondenya yang agak berantakan dan menggunakan kemeja putih dan mantel biru tua.

"Kris!"

Pemuda yang bermantel biru itu masuk dan duduk di depan pumuda berambut hitam kecoklatan yang lembut itu. Dia melepas mantelnya, dan menyampirkannya di kursi yang dia duduki sekarang.

"Maaf menungguku, Suho-ah."

Suho menggeleng pelan membuat poninya bergoyang "Kau mau apa? Latte?"

Kris mengangguk dan kini dia sibuk membuka tas selempangnya.

"Apa aku menganggu jam kerjamu?" tanya Suho takut setelah dia memesankan 2 cangkir tiramisu latte pada waiter di coffe café itu.

"Aku sudah masuk jam istirahat, lagipula aku dapat jam kerja hanya setengah hari hari ini."

Suho meletakkan tangannya di meja, memandang pria berahang tegas yang 3 tahun lebih tua darinya itu.

"Kau tidak membolos kan, dokter?"

Kali ini Kris mendelik dan menyentil dahi lebar Suho yang tertutup poni "Enak saja!"

Yang disentil dahinya itu hanya meringis dan tertawa kecil lalu Suho menyadari kalau seorang waiter sedang meletakkan pesanannya. Si mungil itu tersenyum dan berterima kasih saat 2 cangkir kopi itu tersaji di depannya dan Kris.

"Bagaimana kuliahmu?" tanya Kris, dia merapikan berkasnya dan memandang Suho yang kini tengah cemberut. Membuat Kris hanya menatapnya heran.

"Aish! Jangan tanyakan itu padaku, aku sedang tidak mau mengingat saat-saat dimana aku mengulang di salah satu mata pelajaran!"

Suho cemberut, mengingat dosen tua yang menyebalkan itu.

Kris tertawa dan tangannya terulur mengacak rambut Suho.

"Jangan marah-marah begitu, ini hari ulang tahunmu!"

Suho berhenti menggembungkan pipinya. Dan kini dia menatap Kris setengah takjub.

"Kau ingat?"

Dengan anggukan kecil Kris menjawab. Lalu dia menyodorkan sebuah kotak berwarna hitam. Seolah dia mengatakan pada Suho agar menerimanya.

"Hadiah? Untukku?"

"Ambillah!"

Suho membuka box itu dengan perlahan dan menemukan sebuah cincin berwarna perak. Ini aneh, Kris bukan kekasihnya, apalagi suaminya. Tapi dia memberikan cincin.

"Kenapa cincin?"

"…."

Suho mengernyit menlihat Kris malah tidak menjawabnya dan matanya bergerak gelisah.

"Ya! kenapa kau memberiku cincin?" ulang Suho.

Dengan berusaha sekuat tenaga, Kris berusha mengatakannya, mengatakan kalau dia membelikan cincin karena Kris begitu mencintainya. Sangat mencintai pria bermarga kim yang punya pipi sedikit chubby di hadapannya ini.

Tapi sialnya, kata-kata itu tersangkut ditenggorokan dan yang keluar malah jawaban yang lain.

"Aku membeli itu karena aku kira cocok untukmu."

Kris ingin rasanya memukul kepalanya sendiri namun urung saat dia melihat Suho tersenyum dan mengambil cincin berwarna perak berkilat itu. Dia memasangnya di jari telunjuk.

Kris meruntuk dalam hati, lebih parah.

Bukan, bukan kata kata itu yang ingin aku ucapkan!

"YA! ini terlalu besar!" keluh Suho.

Mata elang mengerjap "Jinjja?"

Suho mengangguk dan memperlihatkan cincinnya "Masa aku pakai cincin di ibu jari? Menggelikan! Tapi ini hadiah darimu! Aku mau memakainya!"

Dengan cekatan, Kris melepas kalungnya yang tak berbandul apapun, dia lalu mengambil cincin dari tangan Suho, memasukkannya ke kalung itu dan menjadikan cincin itu sebagai bandulnya yang baru. Lalu dia menyematkannya ke leher putih Suho dengan hati-hati. Membuat pria manis itu gugup.

"Kau bisa memakainya sekarang!"

Mata beriris coklat itu kembali membentuk bulan sabit, dan dia tersenyum lebar "Gomawo!"

Selanjutnya, sebuah usakan kecil Suho rasakan di kepalanya. Kris mengelus surai hitamnya lagi. Seperti biasa, Suho suka saat Kris menjaganya dan memperlakukannya dengan penuh kelembutan.

"Kau tidak tahu ukuran jariku ya? mana mungkin jemariku sebesar itu Kris!"

Perlahan Kris mengacungkan jari telunjuknya, menunjukkan cincin yang sama persis dengan miliknya, membuat Suho ternganga sedemikian rupa. Lalu dia menarik jari Kris yang kuat dan terbelak, entah karena apa. Kaget mungkin.

"Kembar?"

Kris mengangguk "Itu cincin couple, aku berikan yang satu untukmu!"

Bukannya malah tersipu atau apapun, Suho malah menggembungkan pipinya.

"Oh oh, jadi kau membeli benda itu agar lebih murah. Solanya kau dapat dua cincin, begitu kan? Dasar pelit, kau benar-benar dokter yang pelit!"

Kini Suho mengerucutkan bibirnya dan Kris membalasnya dengan sedikit terbengong dengan tingkah pria manis di depannya ini.

"Ya! aku sudah berbaik hati memberikannya padamu. Kenapa kau tidak berterima kasih? Sini! Kembalikan kalau kau tidak mau!"

Dengan gelengan pelan Suho menjawab, lalu dia tersenyum sambil tertawa kecil "Aku hanya bercanda. Aku menyukainya kok, terima kasih."

Melihat Suho yang memainkan kalungnya dengan ibu jari dan telunjuk Kris tersenyum kecil, merasa hadiah yang dia berikan tidak sia-sia. Meskipun pada awalnya pria tinggi ini punya niat lain selain memberikan sebuah cincin sebagai hadiah ulang tahun.

Suho tengah menyesap kopinya dan Kris melihatnya setengah gugup, dengan saat ini salah satu tangan lebarnya masuk ke dalam tas milik Kris sendiri, menggenggam sebuah benda yang sangat ingin dia berikan pada Suho selain sebuah cincin perak itu, memberikan benda sederhana dan mengatakan sejujurnya perasaan cintanya. Namun, entah kenapa tangannya tidak mau menarik benda itu keluar, dan malah menggenggamnya erat.

Kris sudah lama berniat mengutarakan perasaannya pada Suho, kalau dia benar-benar mencintainya, sudah sangat lama.

Dan kini rencana itu gagal lagi, gagal untuk kesekian kalinya. Membuatnya lelah dengan perasaan dan sikapnya sendiri.

.

.

"Kris!"

"Hum?"

Suho membolak balik buku ditangannya. Dan Kris melirik buku itu. Biasanya Suho akan membaca tentang panduan eksperimen anehnya atau apapun untuk bahan percobaannya. Namun kali ini sedikit berbeda. Buku itu bukan buku biologi bersampul gambar iguana seperti biasa.

Tata Cara Menanan Mawar.

"Aku benar-benar tidak mengerti!" keluh Suho gusar.

"Apanya?"

"Kenapa mawar tidak mau tumbuh di kebun rumahku?" tanyanya sedikit heran. Membuat Kris meletakkan cangkir tiramisu latte miliknya dan menatap wajah putus asa Suho.

Dia tahu, Suho tinggal di sebuah rumah sederhana, cukup dekat dengan rumah sakit tempatnya bekerja. Kris tahu semua tentang Suho. tentang bagaimana ayah dan ibunya pergi ke luar negeri untuk mengusur bisnisnya dan meninggalkan Suho sudah terhitung sejak dia menginjak bangku kuliah. Sudah sekitar 3 tahun lamanya. Awalnya pria manis itu merasa kesepian, tapi sosok sunbae yang menolongnya saat hujan musim semi 3 tahun lalu itu mengubahnya.

Suho menjadi lebih ceria, dan punya tempat untuk sekedar bergantung dan bersandar. Dan semua itu Kris lakukan untuknya.

"Mungkin tanahmu terlalu asam! Kau mahasiswa biologi, seharusnya kau tahu itu!"

Suho cemberut dan Kris kini menarik buku yang tengah dia baca. Dengan sampul bergambar setangkai bunga mawar merah tua menyala itu.

"Aku sudah coba semua cara tapi tetap tidak bisa!"

Kris membalik halaman buku itu dan kini menatap Suho "Memangnya bunga mawar apa yang ingin kau tanam?"

Mendengar pertanyaan ini, Suho tersenyum dan membinarkan matanya. membuat Kris terpana sejenak akan mata angel yang selalu bisa ampuh meluluhkan hatinya itu.

"Mawar putih!"

Dahi Kris mengernyit sebentar "Kenapa mawar putih?"

"Karena dia punya arti yang sangat indah…"

Kalimat selanjutnya dari ucapan Suho berhasil dengan sukses membuat hati seorang Wu Yi Fan membeku seperti terkena angin musim dingin.

"…artinya tentang ketulusan, kesucian dan kejujuran dari sebuah pernyataan akan perasaan cinta!"

.

.

Suho dan Kris sudah keluar dari café tersebut dan kini mereka berdua sedang berada di halte bus. Hari ini Suho lupa untuk tidak membawa sepedanya, alhasil, Suho harus naik bus. Sedangkan Kris, dia membawa mobil, jadi tidak perlu repot-repot naik bus umum. Keduanya kini berdiri di depan halte tersebut. Suho tengah mengetik pesan sementara Kris membolak-balik buku di tangannya.

"Ya! Kris, kau serius mau menanamkan mawar itu untukku?" tanya Suho setelah mengetik pesan singkatnya untuk teman satu kampusnya, Byun Baekhyun.

Kris mengangguk kecil "Tidak masalah, aku masih punya lahan di belakang rumah."

"Kira-kira akan tumbuh seberapa lama?" tanya Suho penasaran.

Dengan pelan, Kris mengangkat bahunya "Entah, 1 bulan atau kurang, nanti aku beli bibitnya saja yang masih muda, jadi tumbuhnya tidak akan terlalu lama. Aku akan menanam yang banyak, jadi kalau sudah mekar semua, kau bisa ke rumahku!"

Suho mengangguk mengerti dan perlahan matanya menatap jalan raya, tetap menanti bus yang akan membawanya ke kampus.

"Kris, terima kasih hadiahnya, lain kali aku akan mentraktirmu kopi!" Suho mendongak menatap Kris yang lebih tinggi darinya. Matanya perlahan membentuk bulan sabit dan membuat Kris terdiam untuk beberapa saat.

Kris mengangguk, dan kemudian sebuah bus berwarna hijau menghampiri halte tempat mereka menunggu. Namja jangkung itu segera mendorong Suho agar segera naik dan tidak ketinggalan bus tersebut.

"Jangan mendorongku! Aku bisa jalan sendiri!" dengusnya kesal.

Kris terkekeh lalu mengangguk dan membiarkan Suho masuk ke dalam bus, seraya pria kecil itu melambaikan tangan dan berpamitan.

"Kris! jangan lupa mawarnya!"

Suho berteriak dari dalam bus dan Kris hanya bisa tersenyum. Sebelum akhirnya bus berwarna hijau itu berjalan menjauh meninggalkan halte membawa Suho dan seluruh penumpang lain di dalamnya.

Kris berdiri mematung di halte bus tangannya merambat memasukkan buku yang berisi panduan menanam mawar itu ke dalam tas selempangnya. Namun, entah kenapa tubuhnya langsung serasa tersetrum listrik ketika tangannya menyentuh sebuah benda di dalamnya. Benda yang tadi urung dia keluarkan saat menyerahkan hadiah untuk Suho di café sebelumnya.

Benda yang seharusnya dia berikan sambil berkata 'aku mencintaimu' pada pria bermata hazel yang manis dan selalu dapat merebut perhatiannya ini.

Dia menarik benda itu keluar yang kini terlihat layu dan menyedihkan, memandangnya cukup lekat, seraya menghela nafas panjang. Sebelum akhirnya menjatuhkan benda itu ke tanah.

Benda yang memiliki arti sebuah ketulusan, kesucian dan kejujuran dari sebuah pernyataan akan perasaan cinta…

Setangkai Mawar Putih…

.

.

1 bulan kemudian.

"Kris, sekarang kau suka menanam mawar ya?" Kris mendongak melihat tetangganya yang sudah berumur itu melewati rumahnya dan melihat kebun mawarnya. Memang Kris menanamnya di halaman belakang sejak dari 1 bulan lalu, tapi Kris juga menamnya dalam pot di dekat gerbang depat rumahnya.

"Ne, Kwon Ajusshi, seseorang memintaku untuk menanam mawar putih!" jawab Kris seraya tersenyum pada pria tua yang dahulu berprofesi sebagai pilot itu. Kini sudah tua dan tinggal bersama istrinya tepat di depan rumahnya.

"Jinjja? Siapa? Pacarmu?"

Kris mengerjap dan handak menjatuhkan sekop yang dia bawa di tangannya "Eng," gumamnya, entahlah, dia bingung, perlahan wajahnya bersemu.

Langka sekali mengingat Kris punya wajah seperti papan yang datar itu meronakan pipinya.

"Aduh, anak muda jaman sekarang memang benar-benar susah dimengerti, kalau suka, katakan saja, jangan dipendam sendirian," ucap Kwon Ajusshi sambil tertawa.

Dan tawa itu seolah mentertawai Kris yang memang sudah berate-ratus kali memiliki niat menyatakan perasaan namun selalu dan selalu gagal dengan mudah.

"Ajusshi mengatakan itu seolah terlihat mudah," Kris berkata lirih, dan mengulum senyum tipis.

"Memang apa susahnya? Lebih susah saat melihat diri sendiri terbebani karena perasaan!" tukas Kwon Ajusshi "Memang siapa yang kau sukai hum? Pasien di rumah sakit tempatmu bekerja? Atau salah saktu perawatnya?"

Kris menggeleng kecil "Ani, dia temanku sewaktu kuliah ajusshi!"

"Kalau begitu cepat katakan! Kau akan menyesal seumur hidup kalau dia sampai diambil orang lain!"

Aha! Kalimat barusan yang dikatakan Kwon Ajusshi memang ada benarnya dan menjadi ketakutan tersendiri untuk Kris. itu juga termasuk alasan kenapa Kris masih berkontak dengan Suho, menjaga dan melindunginya, bersikap posesif seperti biasa karena Kris tidak mau Suho diambil oleh orang selain dirinya.

Aneh, Kris yang sejatinya tidak berani mengungkapkan perasaannya bersikap posesif seolah Suho adalah pacarnya. Kris sebenarnya tidak punya alasan, kalau sampai Suho akan direbut oleh orang lain.

"Karena bicara adalah hal yang paling bisa menyelesaikan masalah. Jangan takut, perasaan tidak ada untuk disimpan sendirian."

Kris mengangguk samar.

Kwon Ajusshi memang benar. Satu-satunya jalan adalah confession, menjadikan Suho seutuhnya miliknya, dan memiliki hatinya sepenuhnya.

Bicara, lalu nyatakan perasaan.

Entah kenapa, saat itu rasanya Kris ingin bertemu Suho dan mengatakan segala macam perasaan yang dia pendam sangat lama.

Dan mengucapkan dua kata yang sangat ingin dia ucapkan untuk pria bermata angel itu.

'aku mencintaimu'

.

.

Kris membawa setangkai mawar putih. Berasal dari kebunnya sendiri. Sudah lebih dari satu bulan Kris berusaha menanam dan menumbuhkan bunga yang indah tersebut, dan akhirnya mawar itu sudah mekar. Rencananya – dan ini sudah Kris susun dengan rapi agar tidak gagal lagi, Kris akan mengatakan rasa cintanya saat jam istirahat prakteknya, Suho pasti akan ke coffe café untuk mengerjakan latihan atau laporan, dan Kris akan menemaninya, lalu saat itu juga, misi confession itu harus dilaksanakan.

Dengan setangkai bunga mawar putih, Kris yakin pasti kali ini tidak akan gagal.

Langkah panjang Kris menelusuri ruangannya, dia membuka hanphonenya, mengirimi Suho pesan agar dia menunggu Kris di coffe café seperti biasanya, 2 hari yang lalu Suho terlampau exited hanya karena Kris memberikannya kabar kalau bunga mawar putih yang dia tanam di halaman belakangnya sudah mekar.

"Bawa mawar Kris? ada apa?" tanya pemuda bernama asli Yixing itu. Pria dengan dimple di pipi ini menatap Kris setengah heran. Tak ada badai ataupun petir, Kris si manusia dingin, cuek dan pasif ini tiba-tiba membawa mawar segar ke ruang kerjanya! Ini terlalu jauh dari normal.

"Ada suatu alasan Lay, maaf saja tapi ini pribadi!"

Mata Lay menyipit "Oh, oke, aku tidak akan menanyakannya lagi. Ngomong-ngomong, apa pasien penderita demam berdarah di ruangan nomor 111 sudah pulang?"

Kris membuka lembaran yang ada di mejanya "Sudah, kata Dongjun dia sembuh dengan cepat, jadinya bisa pulang lebih cepat juga!"

"Oh ya, kau bukannya waktunya control untuk pasien penderita leukemia itu! Sudah waktunya untuk memeriksa tekanan darah dan suhu tubuh serta detak jantung! Ini bagianmu kan?"

Mata elang itu mengerjap "Benar juga!"

"Sana cepat! Oh iya, nanti setelah control kau dipanggil Dokter Choi ke ruangannya, katanya ada tugas khusus untukmu!"

Kris mengangguk dan segera meraih sebuah stetoskopnya "Oke! Aku pergi dulu Lay!"

Lay mengangguk dan kini tenggelam bersama berkasnya.

.

.

Kris selesai melakukan control untuk pasien leukemia di lantai dua saat ini. dan setelahnya, dia bersiap untuk menemui Dokter Choi. Dalam perjalanan, Kris melihat tetesan darah yang menetes dan berakhir di depan pintu ruang UGD. Ah, mungkin si petugas kebersihan belum datang, padahal darah itu sudah mulai mengering. Mungkin ada pasien yang masuk sekitar beberapa jam yang lalu.

Tanpa menaruh curiga, Kris mengetuk pintu ruangan petinggi dokter itu, dia akhirnya masuk setelah dipersilahkan oleh dokter yang umurnya 25 tahun lebih tua darinya tersebut.

"Ne, ada apa Dokter Choi?"

Kris bertanya setelah Dokter Choi mengisyaratkannya untuk duduk di bangku di hadapannya.

"Ah, Kris, melihat kelakuan serta prestasimu akhir-akhir ini, aku ingin mempercayakan sebuah tugas penting untukmu!"

"Ah, kamsahamnida! Tugas apa itu?"

"Aku ingin kau merawat seseorang. Maksudku, kau yang bertanggung jawab atas satu orang itu. Kau yang merawatnya sampai akhir."

Kris mengernyit "Hanya aku saja? Memang aku akan merawat orang seperti apa?"

"Dia barusaja mengalami kecelakaan beberapa jam yang lalu dan kini dia sadar. Namun ada masalah di salah satu sistem jaringan otaknya…"

"Gangguan?"

Dokter Choi mengangguk "Dia mengalami amnesia traumatic."

Kris membeku, amnesia merupakan penyakit yang pernah dia tangani 2 bulan lalu, namun itu hanya anemia ringan. Sedangkan traumatic, ini lebih sulit disembukan.

"Kau tahu kan, penyakit apa itu? Dimana si pasien lupa akan apa yang terjadi sebelumnya, dikarenakan oleh benturan keras dan menganggu sistem jaringan otaknya."

"Apa dia tidak tahu namanya sendiri? Orang tua? Dimana dia tinggal?" tanya Kris.

Lagi-lagi hanya sebuah gelengan sebagai jawaban "Tugasmu adalah untuk mengembalikan ingatannya."

"Aku? kenapa aku? bukankah yang paling baik agar ingatannya cepat kembali adalah anggota keluarganya?" tanya Kris.

Mata Dokter Choi menangkan gurat kebingungang pada mata tajam dokter muda itu. Namun perlahan, dia berucap penuh dengan penyesalan dan sedikit hati-hati.

"Mianhe, Yi Fan," lirih Dokter Choi "Sebetulnya temanmu itu yang mengalaminya."

Kris tertegun tak bisa mencerna "Maksud anda?"

"Pasien amnesia itu bernama Kim Joon Myun, temanmu yang sering kau temui."

.

.

Kris berjalan cepat, dia merasa kaget, syok, dan sebagian hatinya menyangkal, namun yang lainnya membenarkan. Dokter Choi memang mengenal Suho, karena Suho sering mengunjungi Kris ke rumah sakit. Selain itu Suho mudah akrab dengan orang lain.

Dengan menahan gejolak dalam dadanya, Kris lagi-lagi membuka berkas itu. Menampakkan foto KTP (entah di korea namanya apa, yang penting rae mikirnya kayak KTP -_-) foto saat kecelakaan dan lain-lainnya. Kris yakin, itu memang orang yang dia sukai. Namun hatinya tidak mau mengakui.

Suho amnesia.

Itu hal paling mengerikan, mengingat Kris berencana akan menyatakan perasaannya dan mengatakan kalau dia mencintai Suho hari ini dan menunggu beberapa jam lagi sebelum waktu istirahatnya datang. dan jika sampai Suho hilang ingatan, Suho tak akan ingat lagi akan kenangan, dan semua tentangnya. Ini benar-benar mimpi buruk. Hingga sampai sekarang, Kris masih menolak kanyataan kalau Suho amnesia. Padahal berkas dan hasil pemeriksaan sudah jelas. Kim Joon Myun itu mengalami amnesia traumatic.

Perlahan Kris mengingat mawar di meja kerjanya, pikirannya berputar saat Suho tersenyum untuknya di halte bis, saat Suho bersorak senang karena cincin pemberiannya. Dan Kris tidak bisa membayangkan bagaimana kalau itu semua hilang dan semua memorinya akan terhapus begitu saja. Ini lebih buruk dari dia yang tidak bisa menyatakan perasaannya selama bertahun-tahun.

"Ini tidak mungkin," desis Kris pelan.

Dia tak mau menangis karena jika dia lakukan itu Suho belum tentu akan kembali mengingatnya. Perlahan hatinya diliputi rasa penyesalan, menyesal karena dia tidak mengatakan perasaannya jauh hari dan mendengar jawabannya.

Dan sekarang,

Kris yang bertugas mengembalikan ingatannya, dan dia harus mulai dari awal lagi. Seolah mengulang kejadian diamana dia dan Suho pertama kali bertemu. Dimana semua terasa sangat asing bagi keduanya.

Dokter muda yang tinggi itu sampai di depan pintu sebuah kamar rumah sakit, tepat di kamar nomor 224 itulah, Suho ada di sana dan dirawat. Dokter Choi bilang, dia sudah sadar, namun dia tidak bisa mengingat semuanya.

Kris memberanikan diri, meyakinkan tubuhnya dan mengintip melalui kaca yang ada di pintu kamar tersebut. Dan dia bisa melihat, seseorang yang sangat dia kenal. Duduk dengan bersandar pada sebuah kasur yang sedikit tinggi. Tatapannya menuju jendela rumah sakit dimana dari sana terlihat daun-daun merah pohon maple berguguran.

Tangan lebar itu meraih gagang pintu, membukanya, dan seketika bunyi yang ditimbulkan membuat orang yang terbalut perban di kepalanya itu menoleh dan Kris menatap iris coklat itu. Mata malaikat yang selalu menghkhawatirkannya dan selalu bergantung padanya. Dan kini seolah semuanya telah padam.

Seperti sebuah lilin kurus yang ditiup nyala apinya. Suho kini diam, tak ada lagi senyum dan mata bulan sabitnya, pandangannya kosong dan benar-benar menganggap Kris adalah orang asing. Semakin Kris mendekat, dia menyadari, kalung yang dikenakan Suho, dengan bandul cincin hadiah ulang tahunnya, semuanya masih sama. Hanya matanya yang berbeda.

Kris melangkah lebih dekat lagi, membuat pandangan mereka melekat. Suho sedikit mundur, takut ada orang asing masuk ke dalam bilik kamarnya, seolah Kris akan menyakitinya. Namun kemudian, Kris berhenti berjalan tepat di satu meter di depan ranjang, dan akhirnya Suho mau membuka mulutnya.

Bertanya dengan suara lirih, membuat Kris melebarkan mata elangnya. Menatap orang di hadapannya dengan tidak percaya.

"Kau… siapa?"

.

.

TBC ? o.o atau END aja?

.

.

YA TUHAN MAAFKAN SUNG RAE YOO! HAMBAMU YANG SATU INI! *sujud sujud

Niat awal memang enggak mau bikin ff chapter sebelum selesai UN, tapi apa daya, laptop rae menggoda! Ini ff sebenarnya juga udah bertengger (?) di laptop sekitar 3 minggu tapi aku belum yakin mau post atau enggak, dan alhasil terimakasih buat REZA OPPA yang sudah menghasut adikmu ini ! UGH!

Ini udah enggak tau dah mau dilanjutin atau enggak, tergantung kalian semua -_- tapir rae enggak janji bisa update cepet soalnya rae sedang sibuk. Bahkan minggu ini rae ujian sekolah..

Tapi kalau yang review banyak, rae pertimbangkan dan bakal dilanjutkan secepatnya ! .

Okelah, makasih yang mau membaca, tolong komentarnya yaa ! muah muah!

/bow/

.

.

Salam!

Sung RaeYoo :*