rappicasso

presents

An Alternate Universe Fanfiction

Step-Brother

:: chapter 6 ::

.

WARNING:

BOYS LOVE, CRACK PAIR, CLICHE, SEMI INCEST

.

happiness is everyone's right

.

Dua tahun kemudian...

"Presentasi yang sangat menarik dari Tn. Jung," puji seorang pria paruh baya dengan tubuh yang agak gempal sambil bertepuk tangan.

Tn. Jung―Kris Jung―hanya tersenyum samar ke arah seluruh peserta presentasi yang hadir. Ia baru saja menyelesaikan presntasinya mengenai rancangan rumah untuk sebuah perusahaan real estate terkemuka di Jepang. Dan sepertinya, perusahaan tersebut puas dengan rancangannya.

"Kalau begitu, presentasi pagi hari ini bisa kita akhiri," ucap pria paruh baya itu lagi. "Dan Tn. Jung―" Pria itu kembali menoleh pada Kris.

"Ya?"

"Keputusannya akan kami kabarkan besok lusa," jelas pria itu sambil tersenyum simpul.

Kris tersenyum sambil mengangguk paham. "Terima kasih," gumamnya pelan.

"Sekian pertemuan pagi hari ini. Selamat pagi." Berakhirnya pertemuan itu ditandai dengan sang pria paruh baya―yang sepertinya adalah pimpinan perusahaan―yang berjalan keluar meninggalkan ruangan, lalu diikuti oleh peserta rapat lainnya.

Kris menjadi satu-satunya orang yang masih tinggal di dalam ruangan, karena ia harus membereskan berkas-berkas presentasinya.

Tak lama, terdengar suara pintu dibuka.

"Hei, Nii-san."

Kris mendongak ketika mendengar suara yang tak asing baginya. "Oh, Baekhyun. Ada apa?" tanyanya pada seorang pria bertubuh mungil dan manis bernama Baekhyun itu.

Baekhyun tersenyum kecil, lalu melangkah cepat menuju Kris. "Bagaimana? Mereka puas?" tanya Baekhyun dengan wajah antusias.

Kris tersenyum lalu menepuk puncak kepala Baekhyun. "Sepertinya begitu," balasnya. "Keputusannya tiba besok lusa. Jadi bersabarlah," jelas Kris.

Baekhyun mengangguk paham. "Jadi, kita masih harus di Jepang selama dua hari ke depan?" tanya Baekhyun memastikan. Baekhyun adalah asisten Kris. Pria manis itulah yang selama ini membantu pekerjaan Kris. Jadi, bisa dipastikan bahwa dimana ada Kris, selalu ada Baekhyun. Mereka seperti satu-kesatuan yang tak dapat dipisahkan.

"Hm begitulah," jawab Kris ragu. "Kita bisa berlibur sambil menunggu." Kris menenteng tasnya yang berisi berkas-berkas berharganya, kemudian melangkah meninggalkan tempatnya.

Baekhyun mengikutinya dari belakang. "Berlibur kemana? Tokyo Disneyland?" Baekhyun kembali antusias.

Kris mendengus. "Umurmu berapa, sih?" tanyanya jengkel. Kris membuka pintu ruangan dan berjalan keluar.

Baekhyun terkekeh sambil berusaha mensejajarkan langkahnya dengan Kris. "Tokyo Disneyland kan menarik, Nii-san," balasnya.

"Aku tidak mau menjadi objek bulan-bulananmu, Byun," balas Kris ketus. Ia teringat saat keduanya sedang berada di HongKong untuk urusan pekerjaan. Baekhyun merengek ingin berlibur ke HongKong Disneyland, namun yang terjadi justru ia mengerjai Kris habis-habisan disana. Kris sungguh kesal jika mengingat kejadian setahun lalu tersebut.

Baekhyun menyikut lengan Kris. "Kau tahu saja otak iblisku." Ia kembali terkekeh. "Lalu, kau pikir, kita bisa berlibur kemana?"

"Kemana saja, asal jangan ke taman bermain," balas Kris cepat.

Baekhyun masih terus mengikuti Kris yang berjalan menuju basement sambil berpikir. "Hm, Seoul tidak terlalu jauh dari Tokyo, kan? Bagaimana kalau kita berlibur kesana?"

Dan tubuh Kris mendadak kaku.

.

Kejadian itu sudah berlalu selama dua tahun. Ya, dua tahun yang cukup panjang dan melelahkan, namun Kris masih belum bisa menghapuskan kejadian itu dalam memori ingatannya. Ia benar-benar menjalani dua tahun masa hidupnya dengan penuh penyesalan. Ia menyesal, karena ia tak segera berangkat ke bandara untuk menemui Jongin dan menyatakan betapa ia mencintai pemuda itu.

Kini, semuanya sudah terlambat.

Jongin telah tiada untuk selama-lamanya.

Siapa yang akan menduga jika pesawat yang ditumpangi oleh ayahnya dan Jongin itu mengalami sebuah kecelakaan dan separuh lebih penumpangnya dinyatakan meninggal?

Kris benar-benar merasa terpukul saat berita itu muncul hampir di setiap surat kabar, acara TV, atau berita portal di internet. Berita itu tak henti-hentinya diberitakan, karena pesawat itu mengangkut salah satu pengusaha besar―Jung Yunho. Dan yang mengejutkan adalah bahwa Yunho selamat―namun tidak dengan Jongin. Kabar tentang betapa berdukanya keluarga Jung atas kepergian Jongin pun menjadi salah satu trending saat itu.

Kris merasa Tuhan seperti menghukumnya karena kebodohannya waktu itu. Pria itu merasa begitu depresi dan sempat melakukan beberapa kali percobaan bunuh diri, ketika ia mengurung diri di dalam kamarnya. Namun entah Tuhan masih terlalu sayang padanya atau jutru masih ingin menyiksanya di dunia, Kris tetap saja selamat. Ia sempat menelan beberapa pil obat tidur sekaligus atau menyayat nadinya, namun ia masih hidup hingga detik ini.

Sampai akhirnya, tiga bulan setelah Jongin meninggal, Kris pun bertekad untuk menjalani kehidupannya seperti sedia kala dan menganggap bahwa Jongin tak pernah ada dalam hidupnya―meski rasanya sangatlah berat. Dan demi melupakan Jongin, Kris pun sampai tak berani berhubungan lagi dengan ayahnya.

Yunho sempat beberapa kali menghubungi Kris untuk menjelaskan tentang Jongin.

Namun, Kris menolaknya. Akan lebih baik, jika ia tak mengetahui apa-apa tentang Jongin―begitu pikirnya.

Sedikit demi sedikit, Kris pun berhasil. Kris berhasil menjadi seorang arsitek yang sukses tanpa bantuan kedua orang tuanya―yah, meski embel-embel keluarga Jung tetap melekat pada dirinya. Ia mulai menyibukkan dirinya dengan berbagai pekerjaan dan mulai melupakan bayang-bayang Jongin di masa lalunya.

Namun saat Baekhyun mengatakan 'Seoul', seluruh usaha Kris seolah sia-sia saja. Selama ini, Kris menghindari apapun yang berhubungan dengan Jongin―termasuk tempat tumbuhnya pemuda itu. Ia sama sekali tak ingin mengunjungi tempat yang mungkin akan mengingatkannya pada Jongin.

"Nii-san, kau kenapa?" Baekhyun panik saat melihat Kris yang mendadak menghentikan langkahnya dan wajahnya memucat―lebih pucat dari biasanya.

Kris masih terdiam selama beberapa detik. "T-tidak apa-apa."

"Kau pucat. Apa kau sakit?" tanya Baekhyun cemas. Tak biasanya, Kris terlihat sakit―apalagi mendadak seperti ini. Apakah ini karena dia? Apakah ia melakukan kesalahan? Ada sesuatu yang salah dengan ucapannya?

"T-tidak." Kris memaksakan sebuah senyuman pada Baekhyun. "Kita pulang saja dulu. Aku butuh istirahat," lanjut Kris akhirnya.

Baekhyun masih khawatir pada Kris, namun akhirnya memutuskan untuk mengalah. "Baiklah, kalau begitu. Biarkan aku yang menyetir."

.

Kris sudah meminum obat tidur sejak setengah jam yang lalu, namun matanya sama sekali tidak bisa diajak berkompromi dan justru masih terbuka seolah baru saja terbangun dari tidur panjangnya. Ia berharap setibanya di hotel, ia bisa tertidur nyenyak dan semua masalahnya akan menguap ketika ia terbangun. Tapi sepertinya, ia salah.

Kris pun meraih ponselnya di atas meja nakas dan berusaha menghubungi seseorang. "Halo?"

"Kris?"

"Halo, Bu. Bagaimana kabar Ibu?" Kris sedang menelepon Ibunya―Jaejoong.

"Baik-baik saja, Kris. Bagaimana denganmu? Kau sehat, Nak?"

Kris terdiam sejenak. Ia menelepon ibunya untuk menceritakan keluh kesahnya, jadi sepertinya ia memang harus berkata jujur. "Tidak cukup baik."

"Kau sakit? Kau sudah minum obat? Istirahatlah yang banyak."

Kris menahan tawanya. Ia benar-benar merindukan ibunya yang begitu cerewet dan perhatian padanya. "Sepertinya, aku hanya kelelahan, Bu," balas Kris. Jika teringat ibunya, ia selalu menyesali sikapnya yang kekanakan ini. Karena keegoisannya untuk menghindari hubungan dengan sang Ayah, Ibunya benar-benar mengalah untuk tidak lagi berhubungan dengan mantan suami yang masih sangat dicintainya itu.

"Jangan lupa minum vitamin yang Ibu bawakan. Okay?"

"Tentu saja," jawab Kris. "Bu, aku ingin―menceritakan sesuatu." Kris mempersiapkan dirinya sendiri.

"Ya? Ada apa, Kris?"

Kris menarik nafas dalam-dalam. "Apa yang Ibu rasakan, jika Ibu pernah melakukan sebuah kesalahan yang sangat besar di masa lalu?" tanya Kris.

Jaejoong terdiam sejenak. "Tentu saja, Ibu merasa sangat menyesal, Kris."

Kali ini, Kris yang terdiam. "Lalu, apa yang akan Ibu lakukan?"

"Tak ada yang bisa dilakukan untuk memperbaiki masa lalumu, Nak. Tapi kita bisa melakukan sesuatu untuk memperbaiki kesalahanmu."

Kris tertegun. Selama ini, ia sama sekali tidak mencoba memperbaiki kesalahannya dan hanya hidup dalam penyesalan.

"Orang-orang melakukan kesalahan. Tapi hanya pecundang yang masih hidup dalam kesalahan, tanpa mencoba memperbaikinya."

.

Kata-kata Jaejoong selalu berhasil menohok Kris hingga ke ulu hatinya―seperti kata-kata yang baru saja ia ucapkan pada Kris melalui telepon.

Kris termenung selama beberapa saat, setelah mengakhiri sambungan telepon dengan Ibunya. Ibunya benar. Setiap orang pasti melakukan kesalahan―sama seperti yang pernah dilakukan Kris di masa lalu. Namun hanya pecundang yang tidak mencoba memperbaiki kesalahannya. Dan sepertinya, itulah yang harus Kris lakukan―memperbaiki kesalahannya dan berhenti sebagai seorang pecundang.

Kris yakin bahwa Jongin akan sedih jika melihatnya hidup seperti ini terus menerus.

Kris menghembuskan nafasnya keras-keras. "Hosh!"

"Nii-san?" Saat itu, Baekhyun masuk ke dalam kamar hotelnya sambil membawa beberapa tas di tangannya. "Kau sudah merasa lebih baik?" tanya Baekhyun memastikan. Ia berjalan mendekati ranjang Kris.

Kris meringis. "Yah, sedikit," jawabnya.

Baekhyun mengangguk. "Maaf, aku pergi terlalu lama. Restoran sangat ramai hari ini," jelas Baekhyun yang sudah duduk di sisi kanan ranjang Kris. "Kau mau makan sekarang atau nanti?" tawar Baekhyun sambil mengeluarkan kotak makanan dari dalam tas plastik yang dibawanya.

"Sekarang saja," jawab Kris.

Baekhyun menyerahkan sebuah kotak makanan dan sumpitnya untuk Kris, lalu mengambil sekotak lagi untuknya sendiri.

"Oh ya, Baekhyun. Aku ingin mengatakan sesuatu," kata Kris.

"Ya?"

"Mengenai tawaranmu tadi―"

Baekhyun mendongakkan kepalanya.

"―bagaimana kalau kita terbang ke Seoul malam ini?"

.

Baekhyun langsung memesankan tiket pesawat untuk dirinya dan Kris setelah permintaan Kris yang terlalu mendadak. Untung saja, masih tersisa 3 tiket untuk kelas bisnis. Maka, malam harinya, mereka berangkat ke bandara dan pada dini hari―sekarang―keduanya sudah tiba di Seoul.

"Aku benar-benar masih penasaran dengan apa yang ada di otakmu, Hyung." Baekhyun senang ketika ia bisa kembali berbicara dengan menggunakan bahasa ibunya. Ia tak henti-hentinya menggerutu sepanjang perjalanan menuju Seoul karena kegilaan Kris.

Kris hanya bisa membalasnya dengan kekehan, karena ia tak ingin rahasianya terbongkar di hadapan Baekhyun. Ngomong-ngomong, Baekhyun memang tidak tahu banyak tentang masa lalu Kris yang kelam―apalagi tentang Jongin. Kris sengaja mengunci rapat lembaran masa lalunya dari campur tangan Baekhyun, karena pria manis itu sering ceroboh dan dikhawatirkan ia bisa mengingatkan Kris pada Jongin.

"Kita akan jalan-jalan kemana saja, Hyung?" tanya Baekhyun, ketika keduanya berada di dalam sebuah taksi yang membawanya ke sebuah hotel bintang lima.

Kris memandang keluar jendela. Dilihatnya Seoul yang tak jauh berbeda dari terakhir kali ia mengunjunginya. Ia teringat pada pesan Jongin dulu yang menyuruhnya untuk sesekali berlibur ke Seoul dan berkunjung ke rumahnya. Oh, Kris bisa menangis mengingatnya. "Ehem, kau istirahatlah dulu di hotel. Besok kau bisa berlibur kemanapun kau mau," jelas Kris pada Baekhyun.

"Benarkah?" Mata Baekhyun membulat sempurna. "Ah, terima kasih, Hyung!" Ia tak bisa menahan pekikan gembiranya sambil memeluk tubuh Kris.

Kris tertawa. "Kuharap kau bisa menjaga dirimu baik-baik, Baek. Aku akan ada urusan sebentar."

"Eh?" Baekhyun melepas pelukannya. "Kau mau pergi? Kemana?"

"Menyelesaikan sesuatu." Kris tersenyum samar.

.

"Tuan Muda Jung sudah tiba di Seoul, Tuan. Dia berencana mengingap di Poseidon Hotel. Namun, ia tak ikut turun dari taksi dengan temannya dan taksinya sepertinya sedang menuju rumah ini, Tuan," tutur seorang pria bertubuh tinggi dan kekar dengan balutan jas berwarna hitam.

Pria bermata musang yang duduk di kursi kerjanya itu menyeringai. "Kau sudah membangunkanku sepagi ini, Kris. Seharusnya, dia membawa sesuatu yang penting untukku," gumamnya pelan.

Pria berjas hitam itu pun ikut menyeringai.

Sang pria bermata musang menatap ke arah pria berjas hitam. "Mari siapkan kejutan kecil untuk Tuan Muda kita."

.

"Welcome home, Jung Yifan." Jung Yunho langsung memeluk tubuh anaknya yang kini sudah beberapa sentimeter lebih tinggi dibandinya dirinya.

Kris membalas pelukan Ayahnya dengan hangat. Meskipun, Kris belum mengucapkan secara resmi bahwa ia sudah memaafkan sang Ayah, namun jauh di dalam hati kecilnya, ia sudah sangat menerima keberadaan pria ini dalam hidupnya. "Terima kasih," gumamnya pelan. Ia melepas pelukannya sejenak. "Maaf kedatanganku terlalu mendadak dan mengganggu tidurmu, Yah," ucap Kris tak enak. Bagaimanapun juga, ini masih dini hari dan tentu saja Ayahnya masih terlelap dalam tidurnya.

Yunho tertawa pelan. "Biasa sajalah, Kris. Kau hanya mengganggu tidur Ayahmu, bukan Presiden," guraunya. "Ayo duduk," ajaknya sambil duduk di sofa ruang tengahnya.

Kris mengangguk, lalu duduk di sofa di dekat ayahnya. "Aku tak menduga jika mansion ini berubah menjadi semegah ini," gumam Kris tak percaya sambil memandangi sekitarnya.

"Seharusnya, kau yang mendesainkannya untukku, Kris," celetuk Yunho.

Kris tertawa pelan. "Rancanganku tidak ada apa-apanya dengan rancangan rumah ini. Ini sangat menakjubkan," ungkap Kris jujur.

Yunho tersenyum. "Aku berniat membangun rumah yang terbaik yang pernah ada untuk keluargaku―untuk aku, Ibumu, kau dan Jongin."

Kris tertegun ketika mendengar nama Jongin kembali disebut.

Yunho menghela nafas berat. "Tapi pada akhirnya, hanya akulah yang menikmati rumah ini seorang diri," ucap Yunho dengan raut wajah sedih.

Kris masih terdiam―tak tahu harus merespons seperti apa.

Yunho menatap Kris. "Apakah kau merindukannya, Kris?" tanya Yunho.

Kris balik menatap sang Ayah. Kris tahu siapa 'nya' yang dimaksud oleh Ayahnya. "T-tentu saja," jawabnya gugup.

Yunho memandang ke arah lain―ke sebuah titik dimana terdapat foto seorang pemuda maniss yang sedang tersenyum ke arahnya. "Aku pikir, aku bisa membangun keluarga yang harmonis dan menjadi kepala keluarga yang baik," ucap Yunho. "Namun, yang kudapatkan selama ini hanyalah kegagalan. Aku gagal mempertahankan Ibumu. Aku gagal mendidikmu. Bahkan aku gagal saat berusaha menyelamatkan Jongin." Air mata Yunho menetes saat mengingat Jongin.

Kris tertunduk. Ia sedang berusaha menahan air matanya.

"Semuanya terjadi sangat cepat, tapi satu-satunya hal yang kuingat adalah suara rintihan Jongin dan aku sama sekali tak bisa menolongnya. Aku percaya jika ia masih hidup saat itu. Tapi tim penyelamat bilang, Jongin sudah meninggal dan mereka memutuskan untuk menyelamatkanku lebih dulu," tutur Yunho dengan mata terpejam. Setetes air mata sudah mengalir di pipinya.

Kris membayangkan betapa sulitnya saat-saat itu bagi Yunho dan Jongin.

"Bukan hanya kau yang menderita, Kris. Aku―aku juga merasakan penyesalan itu. Aku tak bisa hidup tanpa bayangan Jongin. Aku terlalu takut untuk tidur hanya karena takut melihat Jongin dalam mimpiku―merintih kesakitan meminta pertolonganku," ungkap Yunho. "Kau tidak sendiri, Kris."

Kris memejamkan matanya. Ia pun ikut menangis bersama Ayahnya.

.

"Kris ada di Seoul?" Jaejoong memikik tertahan ketika mendengar penjelasan Yunho melalui sambungan telepon.

Yunho tertawa di seberang sana. "Ya, Joongie."

"Aku ingatkan padamu, Jung Yunho. Jangan terlalu menyiksa Kris. Ingatlah bahwa dia itu anakmu!" Jaejoong mulai geram pada Yunho. Ia tahu semua ide-ide yang ada di otak Yunho dan ia hanya tak ingin Kris menderita karena kekonyolan yang dibuat oleh Ayahnya sendiri.

Yunho terkekeh. "Tenang saja. Aku hanya akan sedikit bermain dengan putra kita, Joongie."

"Awas saja kalau kau membuatnya nyaris bunuh diri seperti dua tahun lalu!" ancam Jaejoong. Bagaimanapun juga, Yunho adalah dalang dibalik percobaan bunuh diri Kris.

"Tentu saja tidak. Aku yakin, Kris sudah belajar banyak selama 2 tahun ini. Ia tidak akan melakukan hal sebodoh itu."

"Tapi, aku tetap saja khawatir, Yun. Dia itu putraku satu-satunya," gumam Jaejoong cemas.

"Dan dia harus membayar seluruh hutangnya pada kita, Jung Jaejoong." Yunho kembali tertawa.

Jaejoong hanya mendengus. Bagaimana bisa, ia jatuh cinta pada pria sinting seperti Yunho.

.

Pagi ini, Kris sudah berada di makam Jongin. Yunho yang mengantarnya ke pemakaman, namun Kris meminta untuk ditinggalkan sendiri di makam tersebut. Jadi, saat ini, Kris sedang duduk bersimpuh di samping makam Jongin. Makam itu tidak bernisan dan hanya ditumbuhi rumput hijau di atasnya. Terdapat bunga yang sudah layu di atas makamnya. Rasanya, ia ingin menangis kembali.

"J-jongin―bagaimana kabarmu disana, eh?" tanya Kris dengan suara bergetar.

Tak ada suara.

"Maaf atas kebodohanku. Maaf karena aku tak pernah mengatakan bahwa aku sangat mencintaimu, Jongin." Kris menarik nafas dalam-dalam. "Aku mencintaimu sebagai seorang teman, sahabat, adik dan―kekasih."

Terdengara suara dedaunan yang tertiup angin.

Terdengar suara langkah kaki.

Eh? Langkah kaki?

"K-kau? Kenapa disini?"

Kris menolehkan kepalanya.

Jongin berdiri di belakangnya.

.

"Ap―apa-apaan ini?" Kris berdiri di samping makam―yang entah makam siapa―sambil menatap tak percaya ke arah sesosok pemuda yang mirip Jongin dan Ayahnya.

Yunho memasukkan tangan ke saku celananya lalu tertawa puas. "Ini Jongin, Kris. Kau lupa?" balasnya asal.

Kris masih tak percaya dengan penglihatannya. Apakah ini semua hanya halusinasinya? Atau ia sedang bermimpi?

"Ayah, kenapa Kris Hyung bisa berada di makam Ibu? Kris Hyung kenal dengan Ibu?" Kali ini, Jongin ikut bersuara―bertanya pada Yunho. Tangannya masih membawa seikat bunga segar.

"Tanyakan pada Hyungmu yang bodoh itu." Yunho kembali tertawa.

Kris semakin bingung. "Ayah, ada apa ini? Siapa dia? Kau bilang dia Jongin? Bukannya Jongin sudah meninggal?" Semakin banyak pertanyaan yang berkutat di otaknya.

"Apa kau bilang, Hyung? Aku sudah meninggal?" Jongin terkejut sambil menatap Kris.

"Kau ini siapa? Kau Jongin? Jongin sudah meninggal!" Kris memekik sambil menjambak rambutnya frustasi. "Astaga, Jung Yunho! Katakanlah sesuatu! Kau membuatku gila!"

"Ayah, jelaskan pada kami!" bentak Jongin pada Yunho.

Yunho berusaha menghentikan tawanya. "Kau gila, Kris? Kau tahu rasanya bagaimana? Itulah yang aku rasakan saat kau membenciku dan aku kesulitan rujuk dengan Ibumu," ucap Yunho sambil tersenyum misterius.

Kris mengernyitkan keningnya. "Apa maksudmu?"

Jongin menatap Yunho lekat-lekat.

"Aku merasa gagal mendidikmu dulu, maka aku berusaha memperbaikinya. Aku mengujimu selama ini, Kris," ucap Yunho jujur.

"Mengujiku? Apa maksudmu?" Kris berjalan mendekat ke arah Ayahnya dengan tatapan penuh tanya dan menuntut.

"Semuanya sengaja kurancang untukmu. Aku membuat skenario, seolah-olah Jongin adalah putra kandungku. Aku membuat skenario, seolah-olah pesawat yang kutumpangi kecelakaan. Dan aku membuat skenario, seolah-olah Jongin sudah meninggal."

"Apa kau bilang?!" Kris dan Jongin memekik bersamaan.

Yunho tertawa kecil. "Maaf sudah membohongi kalian," gumamnya. Ia merangkul Jongin. "Dan Jongin, maaf Ayah harus memanfaatkanmu dalam hal ini," ucapnya, lalu mengecup puncak kepala Jongin dengan sayang.

"J-jadi―" Kris kehabisan kata-kata. "Jadi, Jongin tidak meninggal? Jadi, dia Jongin?"

"Tentu saja, aku Jongin!" pekik Jongin jengkel.

Yunho mengacak rambut Jongin. "Ya, dia Jongin," jawab Yunho. "Dan―apa kau tidak ingin mengatakan sesuatu pada Jongin, eh?" tanya Yunho sambil memainkan alisnya.

Kris tersenyum canggung. Dibalik keterkejutannya, ia menjadi sangat malu di hadapan Jongin. "A-aku―"

"Kau ingin mengatakan sesuatu, Hyung?" Jongin menunggu.

Kris menatap manik mata Jongin. "Saranghae, Jongin."

.

Tidak ada istilah 'hidup bahagia selamanya' dalam hidup ini. Kalian hanya bisa menemukannya di dongeng-dongeng.

Seperti apa yang terjadi dalam hidup Kris. Kris menjalani banyak hal dalam hidupnya―kebahagian, kesedihan, kemarahan, tawa dan air mata. Dan Kris sudah siap jika ia harus melewati itu semua lagi. Karena kali ini, ada seseorang di sampingnya yang akan setia mendampinginya.

Pemuda bernama Kim Jongin. Sesungguhnya, Jongin adalah keponakan Yunho―anak dari Jessica, adik perempuan Yunho. Kedua orang tua Jongin meninggal dalam sebuah kecelakaan saat Jongin masih kecil, sehingga Jongin pun harus diasuh oleh Yunho―ayah baptisnya.

Kris ternyata telah salah paham selama ini dan merasa begitu bodoh ketika ia mendengar seluruh kenyataannya. Apalagi saat ia mengetahui bahwa kecelakaan pesawat itu hanyalah akal-akalan Ayahnya. Yah, sepertinya memang pengaruh sang Ayah di dunia ini tidak dapat diragukan lagi, eh?

"Aku berjanji akan membalas si Pria Tua itu." Kris mendengus pelan sambil tetap memeluk pinggang ramping Jongin yang berdiri di sampingnya.

Jongin tertawa. "Dia ayahmu, Hyung," balasnya sambil mencubit pelan perut Kris.

Kris meringis tertahan karena cubitan Jongin. Ia menatap ke arah Ayah dan Ibunya yang sedang asyik berdansa setelah pesta pernikahan mereka. Yah, akhirnya, kedua orang tua Kris itu rujuk dan memutuskan untuk kembali menikah. "Yah, dan suami dari Ibuku. Kalau bukan, aku pasti sudah mencincang tubuhnya dari dulu," ucap Kris asal. Tentu saja, ia tak sungguh-sungguh dengan ucapannya. Ia hanya tak habis pikir bahwa Ayahnya bermain-main dengan nyawa putranya sendiri (ingat saat Kris nyaris bunuh diri), hanya untuk memberinya pelajaran.

"Bunuh saja Ayahmu itu dan aku akan mendengar kabar aku mati karena serangan jantung," ancam Jongin sambil mengerucutkan bibirnya.

Kri tertawa. "Kau mulai kedengaran seperti Jung Yunho," celetuknya sambil mengeratkan pelukannya pada tubuh Jongin.

"Tentu saja. Aku putranya." Jongin membalas pelukan Kris dengan sama eratnya.

"Jadi, yang putranya itu siapa? Kau atau aku?" Kris mendengus jengkel.

"Kita berdua!" Jongin semakin bergelayut manja.

Kris tertawa, lalu mencium puncak kepala Jongin. "Aku mencintaimu, Kim Jongin."

"Aku juga, Jung Yifan." Jongin mengecup pipi Kris sekilas.

.

END

.

Ending macam apa ini?! Hahahaha *evil laughs* Sumpah, ini endingnya di luar rencana wkwk. Entah kenapa, tiba-tiba kepikiran bikin Jongin mati di ff ini. Tapi ga jadi kaaan?

Okay, ff ini selesai ya? Seperti yg aku bilang di atas, ga ada istilah hidup bahagia selamanya, tapi Kris udah cukup bahagia karena ada Jongin yang selalu di sampingnya hahaha.

Kalau ada yg minta sequel, mungkin aku gabisa langsung bikinin. Maaf:( Hutan ffku masih banyak. Dan weird fangirl, thanks a lot chagi, udah ngasih aku saran buat fokus ke 3 ff dulu. So, aku mau fokus ke 3 ff dulu, ya? Nanti baru nambah ff lagi hehehe

Cus, say thanks dulu buat semua readers tersayang yah. Makasih udah ikutin ff ini dari awal sampai akhir. Aku sayang kalian. Mwah! *tebar Jongin*

so, mind to review for the last chapter? thankies

with love,

rappicasso