"Kaasan!"

Malam itu, suara teriakan Kenichi membelah kesunyian di salah satu rumah mewah, di pinggir kota Konoha. Tepatnya di kediaman milik Uchiha Sasuke.

Suara lengkingan Kenichi, membuat Sakura kehilangan konsentrasinya ketika mengocok segelas susu coklat milik Kenichi dan membuat sedikit genangan di atas meja.

"Kaasan... kaasan…" Kali ini Kenichi memanggil Sakura dengan sebuah tarikan kecil pada rok rampel yang ia kenakan agar menarik perhatiannya.

"Sebentar sayang,"

Mendengar jawaban Sakura, membuat Kenichi menekukan wajahnya.

Dari jarak ia berdiri sekarang, Sakura dapat melihat lelaki kecilnya itu sedang menggembunggkan kedua pipi tembemnya, dan tidak lupa kedua tangan mungilnya saling bertumpuk di depan dadanya.

Tingkah Kenichi yang sedang ngambek seperti ini, membuat Sakura menahan tawa.

"Selesai," Kata Sakura setelah ia benar-benar sudah selesai dengan pekerjaannya membuat susu Kenichi dan membersihkan tumpahan susu di atas meja. "tadi, Kenichi ingin mengatakan apa?" tanyanya begitu ia mensejajarkan tinggi badannya dengan Kenichi.

Melihat tingkah Kenichi yang masih kukuh dengan acara ngambeknya, membuat Sakura tidak kehilangan akal.

Perempuan yang telah sah menyandang nama belakang suaminya itu, mencoba mengambil etensi Kenichi dengan mengambil ancang-ancang dengan sebuah gelitikan di perutnya.

"Kalau begitu, kumpulan semut akan mampir ke perut Kenichi kalau diam seperti ini, loh." Jari-jari lentik Sakura mulai bergerak pelan mendekati ke arah perut Kenichi. "Kenichi kan, anak manis. Pasukan semut, pasti tidak tahan untuk tidak menggoda Kenichi."

Masih tidak ada respon dari perkataan Sakura.

Biasanya, ketika Sakura bertingkah seperti itu, Kenichi akan berlari mengambil jarak yang lebar agar tidak kena serangan dari 'semut nakal' versi mama merah mudanya.

Masih tidak ada respon yang dia dapat.

"Baiklah. kalau begitu, kaasan akan…" Sakura sengaja menggantungkan ucapannya, dan seringai nakal Sakura semakin lebar melihat alis hitam milik Kenichi mulai berkerut. 'Pertahanan musuh sepertinya, mulai goyah.' Pikirnya. "Ci-um, Kenichi ya."

"Gak mau." Kata Kenichi tiba-tiba. "Kenichi kan sudah besar," Sungut Kenichi.

"Kalau Kenichi tidak ingin dicium, jangan abaikan kaasan dong, sayang." Kata Sakura gemas sambil mencubit kedua pipi tembem Kenichi. "Sekarang, Kenichi minum susu dulu. Setelah itu sikat gigi dan kita akan berbicara di kamar, Kenichi. Apapun yang ingin Kenichi katakan, kaasan akan dengar. "

"Aye, kapten." Kata Kenichi bersemangat sambil menghormat ala prajurit kepada Sakura.

"Kalau lama, Ratu semut akan menciummu, loh." Kata Sakura sambil memperhatikan Kenichi memainkan susunya dengan sendok. Teriakan penolakan Kenichi, membuat tawa Sakura membahana.

Sakura bersyukur akan adanya Kenichi disisinya sekarang. Kehidupannya yang dulu berbanding terbalik dengan kehidupannya yang sekarang.

Sebelum menikah, setiap pagi sebelum berangkat bekerja biasanya Sakura akan jogging mengelilingi taman kota.

Sekarang, Sakura bahkan tidak sempat melakukan rutinitasnya yang dulu, karena ia telah memiliki tanggung jawab sebagai ibu rumah tangga.

Sudah hampir seminggu penuh pula, sejak ia menjadi nyonya rumah ini, Sakura menyiapkan segala urusan dan keperluan rumah tangganya. Menikah dengan orang kaya, tidak membuat Sakura lupa akan daratan dan lupa siapa dirinya, dulu.

Dalam dirinya Sakura sudah berjanji, kelak, jika ia telah menikah akan berhenti bekerja dan fokus mengurus keluarga kecilnya. Karena itu, ia tidak akan mempekerjakan seorangpun asisten rumah tangga di rumahnya.

Berhubung, pria yang ia nikahi seminggu yang lalu memang sudah mempekerjakan beberapa asisten rumah tangga kepercayaannya, membuat Sakura tidak enak hati untuk menghilangkan pekerjaan mereka, karena mereka juga mempunyai tanggung jawab untuk menghidupi keluarga mereka.

Tak bisa Sakura pungkiri bahwa ia juga merasa tertolong dengan adanya mereka di rumah yang cukup besar dan luas ini. Tidak kebayang, betapa repotnya jika hanya dia seorang yang mengurus seluruh rumah yang seperti istana ini.

Seminggu ini, kegiatan Sakura menyiapkan segala kebutuhan Kenichi.

Untuk mengurus Kenichi, Sakura yang akan turun tangan langsung mengurusi segala kebutuhan dan keperluannya. Dari Kenichi membuka mata, sampai lelaki imut yang berusia empat tahun itu menutup matanya kembali, Sakuralah yang mengurusnya.

Bagaimana dengan suaminya, Sasuke? Apa Sakura juga mengurus segala keperluan Sasuke sama halnya ketika ia mengurus segala keperluan Kenichi?

Untuk sekarang, Sakura sedang berusaha. Setiap hari ketika mereka akan sarapan, Sakura menyiapkan untuk suami dan anak angkatnya itu.

Menyiapkan pakaian kerja Sasuke? Sakura tidak mau repot-repot harus menyiapkannya. Sasuke juga sepertinya, tidak ingin merepotkannya.

Meski kini status Sakura sebagai istri Sasuke, bukan berarti Sakura harus mengatur segala keperluan Sasuke. Sementara lelaki itu sendiri, tidak ada mengatakan apa-apa kepadanya.

Hubungannya dengan sang suaminya selama seminggu inipun, terlihat sangat dingin. Jauh berbeda dengan hubungan mereka saat liburan bersama saat ulang tahun Kenichi.

Sejak mereka tinggal di rumah ini, Sasuke jarang berkumpul dengan mereka – Sakura dan Kenichi. Mungkin, kehidupan Sasuke sebelum menikah dengannya sudah seperti itu. Seperti itulah kira-kira yang Sakura pikirkan.

Setiap pagi, Sasuke akan bangun lebih dulu dari Sakura. Bahkan kadang, Sasuke tidak sarapan bersama dengan mereka. Kalau tidak dipaksa Sakura untuk membawa bekalnya, lelaki kesayangan Kenichi itu tidak akan mau repot-repot untuk membawa bekalnya.

Malamnyapun sama saja. Sasuke akan pulang ke rumah saat seluruh penghuni rumah sudah jatuh tertidur ke alam mimpi.

Sakura akan mengetahui Sasuke telah pulang, saat ia terbangun dari tidurnya hanya karena ia membutuhkan air minum dan tidak sengaja melihat lampu ruang kerja Sasuke telah menyala. Bukti, bahwa ruangan itu sedang digunakan.

Mungkin, kalau Sakura benar-benar tertidur lelap, bisa jadi satu harian ia tidak akan melihat kehadiran sosok suaminya disekitarnya.

Sepertinya ada yang berbeda dengan sikap suaminya kepadanya. Terlihat seperti bahwa lelaki itu sedang menghindarinya.

Sasuke memang bukan tipe orang yang banyak berbicara. Pernah bekerja dengan suaminya, membuat Sakura mengerti seperti apa sifat suaminya.

Semuanya akan terasa berbeda ketika Sasuke sudah berhadapan dengan Kenichi.

Seketika Sasuke berubah menjadi sosok yang hangat dan menyenangkan. Sosok Ayah yang menjadi kebanggan anak-anaknya.

Jika berhadapan dengan Sakura, sikap hangat dan menyenangkan yang ia perlihat tadi, seketika menguap pergi entah kemana. Seakan-akan bahwa perempuan berambut seperti permen gulali itu membuatnya tidak nyaman berada di sekitarnya.

Sakura tidak akan membesar-besarkan masalah itu, karena ia sadar akan posisi kehadirannya di rumah ini.

Sakura juga tidak akan berharap banyak kalau hubungannya dan Sasuke sekarang, tidak seperti sepasang suami istri pada umumnya yang menikah karena saling mencintai.

Sakura hanyalah seorang ibu pengganti untuk Kenichi.

"Jadi, Kenichi ingin ngomong apa tadi, sayang?" Tanya Sakura saat mereka sudah berada di atas tempat tidur, kamar Kenichi. Ia membelai rambut hitam legam Kenichi dengan sayang.

"Tadi, waktu Kenichi main game di ponsel kaasan, ada yang telepon. Kenichi yang jawab. Ternyata yang telepon paman, Itachi."

Kenichi menceritakan dengan semangat tentang kronologi yang membuatnya harus berlari dan berteriak dari kamar kedua orang tuanya menuju dapur.

Sangat terlihat jelas dari pancaran kedua mata obsidian miliknya, bercahaya saat ia berbicara." Katanya paman Itachi, adik bayinya sudah lahir. Boleh tidak, besok kita melihat adik bayi?" Tanya Kenichi harap-harap cemas, takut mendapat penolakan dari Sakura.

Melihat senyuman dan anggukan kepala Sakura, membuat Kenichi seketika memeluk tubuh rampingnya dengan erat. "Kenichi sayang, Kaasan." Katanya sebelum lelaki tampan dan menggemaskan itu jatuh tertidur di dalam pelukannya.

Sakura memandangi wajah polos Kenichi yang sedang tertidur lelap di sampingnya.

Jika diperhatikan, wajah Kenichi yang tertidur pulas, tidak memiliki sedikitpun kemiripan dengan suaminya. Berbeda jika sudah melihat rambut dan kedua mata obsidian miliknya. Orang lain tidak akan ragu mengatakan bahwa anak angkatnya itu adalah anak Sasuke.

Sibuk memandangi wajah lugu Kenichi yang tertidur, membuat pemilik mata emerald itu lelah dan menyusul Kenichi ke alam mimpi.

.

.

.

Sudah seminggu ini Sasuke disibukkan dengan pekerjaannya, di perusahaannya.

Malam ini, Sasuke pulang lebih cepat dari jam pulangnya yang biasa. Meski bisa dikatakan pulang lebih cepat, nyatanya saat ini jarum jam kuno yang berdiri megah di ruang tamunya hampir sampai diangka satu.

Tubuhnya benar-benar sudah sangat lelah dan menjerit ingin segera diistirahatkan.

Sama seperti biasa saat ia pulang, yang menyambut Sasuke hanyalah ruangan gelap. Hanya beberapa ruangan yang sengaja dinyalakan tapi dengan pencahayaannya tidak begitu terang.

Sasuke meletakkan tas kantor dan jas yang sudah ia lepas, di atas meja makan dan berjalan menuju dapur. Sesaat, ia membuka lemari pendingin dan mengeluarkan satu botol air mineral dan menuangkan isinya ke dalam gelas.

Meski dalam keadaannya saat ini terlihat berantakan, tidak mengurangi ketampanan pada wajah rupawannya.

Penampilan Sasuke saat ini, memang jauh dari kata rapi.

Lengan kemeja putih yang saat ini ia kenakan, telah digulung sesiku. Rambut hitam gelapnyapun terlihat acak-acakan. Penampilannya yang sekarang ini, justru malah membuat kaum hawa akan meleleh jika melihatnya.

Setelah ia menandaskan isi gelasnya, Sasuke melangkah menaiki satu persatu anak tangga yang akan membawanya ke kamar utama. Sebelum ia benar-benar melangkah mendekati kamar utama, diliriknya sebentar kamar Kenichi mempertimbangkan niatnya untuk melihat sang empunya kamar.

Sasuke mengurungkan niatnya. Ia punya waktu banyak besok untuk bercengkrama dengan Kenichi sebelum ia berangkat bekerja.

Sejauh mata memandang, hanya kegelapan yang tertangkap sepasang mata obsidian, itu saat ia membuka pintu kamar mereka. Tidak biasanya Sakura tidur dalam keadaan gelap seperti ini. Pikirnya saat itu.

Tidak perlu memakan waktu lama mencari saklar lampu, karena saklarnya memang tertempel tidak jauh dari jangkauannya sekarang.

Alis Sasuke saling bertaut saat melihat keadaan kosong di kamarnya. Penghuni kamar selain dirinya, tidak ada di atas tempat tidur mereka.

Biasanya, setelah pulang ke rumah, sosok Sakura yang tertidur pulas akan ia temukan di atas tempat tidur mereka. Kadang, Sasuke juga akan menemukan sosok tubuh mungil Kenichi tidur bersama dengan sang istri di kamar mereka.

'Mungkin mereka di sana.' Pikir Sasuke sebelum sosoknya masuk ke dalam kamar mandi pribadi yang ada di kamar mereka.

.

.

.

Kedua mata hijau terang itu berlahan terbuka, saat merasakan seberkas cahaya menyinari wajahnya.

"Apa aku mengganggu tidurmu?"

Suara berat milik sang suami tertangkap indra pendengarnya dan pandangannya langsung ke bawah bingkai pintu, dimana sumber suara itu berasal.

Tidak ingin mengganggu tidur Kenichi, dengan berlahan Sakura bangkit dari tidurnya dan menarik selimut sampai ke dagu Kenichi, menjaga suhu tubuhnya tetap hangat karena suhu udara di malam hari semakin dingin. Terlebih lagi saat ini sudah memasuki musim dingin.

Sebelum menyusul Sasuke yang lebih dulu meninggalkan kamar Kenichi, Sakura memastikan kembali kalau keadaan kamar Kenichi sudah cukup aman untuk dia tinggalkan.

"Aku tidak mendengar kau datang. Apa kau sudah lama berdiri disana?" tanya Sakura sebelum ia mencapai meja makan, dimana sang suami duduk menunggunya.

Sasuke yang saat itu sedang sibuk dengan smartphone miliknya, hanya menjawab singkat. " Hn."

"Kenapa tidak membangunkanku? Oh, ya, Kau sudah makan?"

"Hn," jawab Sasuke ambigu untuk kedua pertanyaan Sakura.

"Kau masih ingin bekerja'kan? Mau kubuatkan kopi?" Tanya Sakura mencairkan suasana diantara mereka.

"Boleh." Jawaban Sasuke, membuat senyum kecil di wajah cantik istrinya.

Setelah menyajikan kopi hitam kesukaan Sasuke di hadapan lelaki itu, Sakura mengambil tempat di samping Sasuke duduk.

Saat ini, Sakura harus mengetahui kenapa lelaki dewasa yang ada disampingnya ini memperlakukannya seperti angin lalu, selama satu minggu ini.

Apa sebenarnya alasan yang membuat Sasuke Uchiha harus menjauhinya? Sakura pikir, sekaranglah saatnya waktu yang tepat untuk menanyakannya.

"Sasuke," panggilnya dengan nada suara yang pelan, tapi masih dapat di dengar Sasuke.

Yang di panggil masih belum mengalihkan pandangannya dari gadget kesayangannya.

"Kau… menghindariku?" Mendengar pertanyaan Sakura, barulah ayah muda itu mengalihkan pandangannya sehingga melihat langsung raut wajah sang istri.

"Aku tidak menghindarimu," Ucapnya setelah ia meletakkan benda pipih berbentuk persegi panjang berwarna hitam itu di atas meja.

"Jangan berbohong, " sanggah Sakura cepat.

Suaranya terdengar bergetar, menahan tangisnya. Terlihat dari kepalan tangannya yang meremas baju tidur yang ia kenakan, Sakura berusaha agar air matanya tidak melesak keluar. "sikapmu yang mengabaikanku seminggu ini, membuatku bingung."

Tes

Pertahanan yang Sakura bangun sedari tadi, akhirnya jebol. Setetes demi setetes, air matanya turun dan menganak sungai di pipinya. "Kehadiranku di rumah ini, tepatnya di sisimu, sepertinya membuatmu tidak nyaman. Setidaknya, beri tau kepadaku, apa yang harus kulakukan? "

Dalam diamnya, Sasuke hanya mendengar perkataan Sakura. Tak ada niat untuk memotong atau menyanggah ucapannya. "Mungkin, aku hanyalah seorang ibu pengganti untuk Kenichi. Tapi—" perkataan Sakura barusan, membuatnya beranjak berdiri dan menimbulkan bunyi gaduh dari dua benda yang saling bergesekan karena dibaksa bergeser.

Mendengar lawan bicara beranjak berdiri, membuat Sakura mendongakan kepala merah mudanya yang sedari tadi tertunduk dan betapa terkejutnya ia saat melihat wajah tampan suaminya tepat berada di hadapannya.

Kening yang saling bersentuhan, dan hangatnya hembusan napas lelaki itu terasa di wajahnya.

"Bodoh. Terbangun di saat lagi tidur nyenyak, ternyata membuatmu banyak bicara." Kata Sasuke. "Aku tidak pernah merasa tertanggu karena kehadiranmu. Seminggu ini, aku tidak ada waktu untuk kalian, itu karena aku sangat sibuk di kantor."

Untuk sesaat Sakura lupa untuk bernapas. Tidak kebayang sudah semerah apa wajahnya saat ini. Ia bahkan dapat mendengar suara kencang detak jantungnya.

"Tidurlah." Sasuke mengacak rambutnya sebentar, sebelum ia pergi membawa cangkir bekas kopinya ke dapur.

Tanpa banyak bicara lagi, Sakura bangkit dari duduknya. Jika berhadapan lagi dengan suaminya, Sakura tidak yakin akan semerah apa lagi wajahnya. Bisa jadi dia langsung jatuh pingsan.

Waktu hampir tiga bulan setelah ia bekerja sebagai sekretaris suaminya itu ternyata tidak akan menjamin ia benar-benar sudah mengenal dan mengerti seperti apa kepribadian mantan atasannya itu,

Kadang Sasuke bisa menjadi sosok yang sangat menyebalkan. Kadang Sasuke juga bisa lebih cerewet darinya. Kadang, dia menjadi sosok yang tertutup dan pendiam. Dan, baru saja dia menjadi sangat manis. Perlakuan Sasuke tadi, benar-benar jauh dari dugaannya.

"Sakura, "

Mendengar namanya di panggil, Sakura menghentikan langkah kakinya saat menaiki anak tangga pertama. Gadis yang kontras dengan musim semi itu tidak menoleh ke belakang. Malu jika wajahnya yang sudah seperti warna tomat itu terlihat suaminya.

"Setelah Kenichi selesai makan malam, ikutlah denganku menghadiri acara pernikahan anak kolega bisnisku nanti malam."

"Hmm, Baik."

.

.

.

Semua orang yang datang ke ruang rawat inap Uchiha Yugao, menampilkan wajah bahagia. Bertambahnya anggota keluarga di tengah-tengah keluarga besar Uchiha itu, disambut baik oleh keluarga, kerabat, dan orang-orang terdekat mereka.

Saat memasuki kamar rawat Yugao, Sakura dan Kenichi disambut hangat oleh kedua mertua dan kedua kakak iparnya. Sementara personil baru marga Uchiha itu, tenang di dalam gendongan neneknya, Mikoto.

"Paman Itachi! Mana adik bayinya? Kenichi mau lihat." Kata Kenichi begitu melihat sosok sang paman yang saat itu duduk disamping sang istri tercinta sambil menyuapi sarapannya.

Mendengar suara Kenichi yang bersemangat, membuat seisi ruangan tersenyum. Sakura yang tidak jauh berdiri di belakang Kenichi, menegurnya untuk tidak teriak-teriak kalau tidak ingin di suruh pulang sama perawatnya.

Selesai menyuapi Yugao dan memberi minuman kepada sang istri, Itachi menghampiri Kenichi yang sedang sibuk mengintip ke dalam box bayi yang letaknya tidak jauh dari tempat tidur Yugao.

"Kenichi mau kenalan sama adik bayi?" tanya Itachi sambil membawa Kenichi dalam gendongannya. Kenichi mengangguk semangat dan berlahan keningnya sedikit berkerut karena tidak menemukan sosok bertubuh mungil tidak ada di dalam box.

Itachi tersenyum melihat wajah bingung Kenichi. "Adik bayinya, lagi di gendong Obaasan. Paman akan menemani Kenichi cuci tangan, agar Kenichi bisa memegang adik Ichiro."

"Namanya Ichiro, paman?" tanya Kenichi polos.

Penghuni lain dalam kamar itu hanya bisa tertawa kecil mendengar ocehan-ocehan lucu Kenichi dengan paman kesayangannya itu. Itachi memang sangat berbeda dengan Sasuke. Anak sulung Uchiha itu sangat menyukai anak-anak. Tidak heran, banyak anak-anak langsung akrab dengannya kalau sudah bertemu dengannya.

Selesai menyusun buah-buahan yang ia bawa ke dalam lemari pendingin yang berada di dalam lemari, Sakura menghampiri Mikoto untuk melihat si mungil Ichiro.

Mikoto menyodorkan bayi berumur satu hari itu kepada Sakura. Awalnya Sakura ragu untuk menerimanya. Takut, akan menyakitinya karena ia belum terbiasa menggendong sosok mungil itu. Mengikuti intruksi sang mertua, berlahan-lahan Sakura mulai terbiasa.

"Sasuke tidak ikut?"

Sakura mengalihkan pandangannya ke arah ayah mertuanya, yang saat itu baru selesai membaca koran.

"Sasuke—"

Yang di cari ternyata telah hadir dan membuat Sakura menggantungkan ucapannya.

"Ekh, kapan kau datang?" Tanya Itachi yang baru keluar dari kamar mandi dan tak lupa ada sosok Kenichi duduk di atas pundaknya.

"Kami datang bersama. Tadi, mampir sebentar minum kopi di cafeteria rumah sakit."

Itachi manggut-manggut, paham. Diturunkannya Kenichi dari pundaknya dan membiarkannya menghampiri mamanya yang duduk di sofa menggendong Ichiro.

"Sepertinya Sakura sudah cocok menjadi seorang, ibu." Ucapan Itachi barusan memang hanya di tujukan kepada Sasuke. Tapi, suaranya saat mengatakan itu tidak bisa dikatakan pelan, karena ucapan Itachi tadi ternyata sampai ketelinga penghuni kamar rawat itu.

Sakura saat ini berusaha mengabaikan ucapan Itachi, dengan membantu tangan Kenichi untuk mengelus pipi lembut Ichiro.

Sakura yakin, saat ini wajahnya sudah mulai berubah warna. Diam-diam, ia melirik ke arah suaminya, sekedar ingin tahu seperti apa reaksinya.

Sialnya, ternyata Sasuke saat ini memandang ke arah mereka.

"Kalian tidak sedang menundanyakan, nak?"

Gatcha, akhirnya Nyonya besar Uchiha ikut termakan siasat jahat Uchiha Itachi. Kalau orang tuanya sudah turun tangan, Sasuke pasti tidak akan bisa berkelit.

"Atau kalian sedang melakukan program kehamilan? Aku bisa merekomendasi dokter yang bagus untuk kalian."

Kini, wanita yang baru menyandang nama ibu muda itu ikut bergabung dalam rencana jahat suaminya. Semakin banyak yang bergabung, akan semakin menarik. Pikir pria berambut panjang itu.

Sakura tampak shock mendengar rentetan pertanyaan mertua dan kakak iparnya. Dia tidak tau harus menjawab apa. Tidak seperti tadi, kali ini Sakura memberanikan diri memandang ke arah Sasuke meminta pertolongan.

Semoga saja Sasuke mengerti akan maksud dari tatapannya.

Sakura mengulum senyumnya senang, karena ternyata Sasuke mengerti arti dari tatapannya.

"Kami tidak sedang menundanya. Aku hanya menunggu sampai Sakura benar-benar sudah siap," Kata Sasuke ringan dengan seringai yang semakin lebar di wajah tampannya. "kalau istriku benar-benar sudah siap, malam inipun kami bisa langsung melakukannya."

Hancur sudah harapan Sakura. Ia pikir, pria yang ia nikahi itu akan membantunya menjawab pertanyaan keluarganya. Ternyata Sasuke sama saja ikut menjebaknya.

Akibat ulah lelaki itu, perubahan warna di wajah Sakura sudah tidak dapat ia tahan. Kenichi yang tidak mengerti akan pembicaraan orang dewasa yang ada di sekitarnya, menanyakan kenapa wajah mamanya memerah.

"Itu, terserah kalian saja." Kata Fugaku tiba-tiba. Seakan mengerti akan kepanikan dari salah satu menantunya.

"Kenichi juga sepertinya sudah siap jadi seorang kakak. " tambah Mikoto, polos. " Kenichi, mau gak punya adik adik seperti Ichiro dari mama Sakura?"

Mendengar pertanyaan Mikoto, membuat kedua manik mata Kenichi berbinar.

Dipandangnya wajah Sakura yang saat ini sudah seperti patung, " Kaasan mau berikan Kenichi adik?"

Demi apapun, saat ini Sakura benar-benar seperti tikus yang masuk ke dalam perangkap keluarga Uchiha. Sakura bahkan tidak tahu harus menjawab apa untuk pertanyaan Kenichi. " Kenichi, maunya adik perempuan, ya? Jadi, Kenichi punya adik laki-laki dan perempuan. " Katanya dengan semangat sambil mengelus rambut hitam Ichiro.

Kalau boleh jujur, ingin Sakura berkata tidak karena memang saat ini dia belum siap. Tapi disisi lain, dia tidak ingin membuat Kenichi sedih. "Asal Kenichi janji benar-benar jadi kakak yang baik dan tidak suka menggangu adik-adiknya, ya." Katanya pasrah. " Coba Kenichi tanya ke Touchan, mau tidak memberi Kenichi, adik?"

Sasuke berlahan-lahan memangkas habis jaraknya dengan sang istri. Sakura pikir Sasuke hanya ingin melihat bayi mungil yang tertidur pulas di dalam gendongannya. Sakura bahkan berada di atas awan karena berhasil membungkam mulut pintar Sasuke. Ia merasa di atas angin sekarang, karena mendapat kemenangan telak dari suaminya.

Nyatanya, Sasuke mendekatinya untuk membalikkan keadaan. "Kalau kau memang sudah siap, persiapkanlah dirimu malam ini." Mendengar bisikan Sasuke, membuat Sakura harus menahan napasnya.

Sial.

Lagi-lagi pria itu berhasil membungkamnya.

Suara tangisan Ichiro, menyelamatkan Sakura dari kecanggungan yang dibuat Sasuke. Di dalam hatinya, Sakura berterima kasih kepada Ichiro telah menyelamatkan dirinya dari keisengan keluarganya.

" Akh, mungkin dia sudah haus." Kata Yugao saat melihat Sakura yang mulai panik mendiamkan Ichiro.

Dengan hati-hati, Sakura membawa tubuh mungil Izumi mendekati ibunya.

Sementara para lelaki sudah lebih dulu keluar ruangan memberi privasi kepada Yugao yang akan memberi Ichiro asi.

Sasuke pamit undur diri kepada kedua orangtua.

Karena sebelum makan siang, ada rapat penting yang harus ia hadiri. Dan, sebelum rapat dimulai, Sasuke akan lebih dulu mengantar Sakura dan Kenichi pulang ke rumah mereka.

"Selamat atas kenaikan jabatan kalian menjadi orangtua." Kata Sasuke kepada sang kakak.

"Kau juga, jangan mau kalah denganku. Cepatlah menyusul kami." Ejek Itachi.

"Baka. Aku sudah lebih dulu darimu menjadi orangtua."

Itachi hanya mendengus mendengar ucapan Sasuke."Kenichi memang anakmu, tapi kami menunggu keturunan langsung darimu."

Sasuke hanya mendengus mendengarnya. "Hn."

Jarak Sakura dan Kenichi memang sudah cukup jauh dari tempat suaminya berbicara dengan kakak iparnya. Tapi bukan berarti Sakura tidak mendengar semua yang mereka ucapkan.

Dan kini, ucapan Itachi menimbulkan tanda tanya besar dalam benaknya.

.

.

.

.

Sore itu, matahari telah kembali ke peraduannya. Sasuke sampai di rumah tepat setengah jam setelah Kenichi selesai makan malam.

Sasuke menghampiri Kenichi yang sedang asik bermain lego dengan asisten rumah tangga mereka, Ayame di ruang keluarga.

"Sakura, dimana?" tanya Sasuke setelah Ayame memberikan segelas air lemon hangat kepadanya.

Sasuke menerima, dalam satu tegukan minuman itu tandas.

Salah satu perubahan yang terlihat setelah ia menikah, sesampainya ia di rumah, Sasuke akan meminum segelas air lemon hangat. Sakura meminta Ayame untuk selalu menyediakan segelas air lemon hangat untuk pria tampan itu, mengingat Sasuke sangat menggilai minuman pekat yang menggandung kafein di kantornya.

"Nyonya berada di kamar, Tuan." Kata Ayame.

Sasuke mengangguk paham. "Sebentar lagi, kami akan pergi. Kenichi tidak ikut. Jadi, tolong jaga dia di rumah." Pesan Sasuke.

"Baik, Tuan."

Di dekatinya Kenichi " Selama kami pergi, jadi anak baik, ya." Katanya sambil mengacak rambut Kenichi.

"Aye, Kapten."

"Good boy."

"Touchan!" Sasuke membalikkan tubuhnya dan memandang anak laki-lakinya, saat Kenichi memanggilnya lagi. "Jangan lupa, bawakan Kenichi adik perempuan, ya."

Kedua mata obsidian Sasuke sempat melebar mendengar permintaan Kenichi. Untungnya, Ayame yang tidak jauh dari jaraknya menundukkan kepalanya dan tidak berani memandang wajahnya yang sedikit salah tingkah.

Sekarang, gantian siapa yang dibuat anak polos itu merona.

"Hn." Jawab Sasuke ambigu dan kembali melangkahkan kakinya menuju kamar utama.

Selesai memberi Kenichi makan malam, Sakura segera mandi karena ia telah berjanji akan menemani Sasuke malam ini menghadiri acara pernikahan anak kolega bisnis Sasuke.

Untuk wajah dan rambut merah mudanya, Sakura hanya perlu memoles tipis sapuan bedak pada wajahnya dan menggulung rambut merah muda miliknya menjadi berbentuk rumah keong, sehingga memperlihatkan leher jenjangnya.

Tidak perlu memakan waktu yang lama juga untuk mencari pakaian yang cocok ia kenakan malam ini, karena Sasuke sudah memberinya sebuah gaun yang indah. Sasuke memberikannya gaun terusan panjang berwarna hijau gelap mengikuti bentuk tubuhnya.

Sakura bahkan tidak tahu kapan Sasuke membelikannya gaun itu.

Sepertinya, Sakura kesulitan saat menaikkan sleting pada gaunnya, karena memang sletingnya berada di belakang.

Sasuke masuk ke dalam kamar mereka, dan kedua matanya langsung mendapat pandangan menarik di depannya. Ia melihat sosok sang istri yang saat ini sedang berjuangan menaikkan sleting gaun pemberiannya.

Jujur saja. Sakura yang menampilkan punggung mulusnya, membuat jantung Sasuke berdetak kencang. Ini kali pertamanya ia melihat punggung mulus sang istri.

Tidak ingin menderita lebih lama lagi, tanpa seizing Sakura, Sasuke membantunya dan membuat istrinya kaget akan kehadirannya.

"A-apa yang kau lakukan?" Tanya Sakura terbata-bata.

"Tentu saja membantumu. Apa lagi memangnya?"

Sakura terdiam. Tidak menjawab ucapan sang suami padanya.

Hening.

Mereka sama-sama terdiam.

Secara kasat mata, ada kecanggungan diantara sepasang suami-istri itu. Ini pertama kalinya mereka melakukan hal seintim itu.

Dengan canggung Sakura mendekati meja riasnya, dan menambah ornament di gulungan rambutnya.

Diam-diam, Sakura memperhatikan gerak gerik Sasuke yang berjalan kearah lemari pakaian lelaki itu, dari dalam cermin meja riasnya

Sakura semakin was-was saat melihat Sasuke kembali mendekatinya dan berdiri tepat di belakangnya.

Kedua mata emerald itu melebar saat melihat benda asing yang baru saja Sasuke kenakan di leher jenjangnya melalui cermin yang ada di depannya.

"Ini," Dijamahnya benda asing yang menggantung di lehernya. Seakan tidak yakin, dengan apa yang baru saja ia lihat.

Itu, kalung yang sama seperti yang Yugao kenakan selama ini. Sakura, tidak menyangka kalau Sasuke memberikannya kalung yang sama percis dengan kakak iparnya.

Kalung dengan liontin berbentuk kipas, lambang dari klan Uchiha.

"Kalung ini seharusnya aku memberikan padamu tepat setelah kau sah menyandang nama Uchiha. Tapi, karena akhir-akhir ini aku sibuk, baru sekarang aku memberikannya padamu."

Dua pasang mata yang berlainan warna itu, saling memandang di dalam cermin. Keduanya sama-sama menyelam mencari sesuatu disana. Sampai Sasuke lah yang memutuskan hubungan itu.

" Aku mandi dulu."

.

.

.

Mobil mewah Sasuke melaju dengan kecepatan sedang menuju Hotel Los Noches.

Begitu mobil mewahnya berhenti tepat di depan pintu utama hotel berbintang lima itu, para penjaga pintu dengan cekatan membuka pintunya.

Untuk kesekian kalinya, Sakura menghembuskan nafasnya panjang. Sejujurnya, ia merasa tidak nyaman berada di kumpulan para petinggi-petinggi perusahan.

Datang dalam acara seperti ini, bukan pertama kalinya bagi Sakura. Dia sudah terbiasa menghadiri acara seperti ini, saat ia bekerja dulu. Tapi, datang ke acara seperti ini dengan statusnya sebagai istri Uchiha Sasuke, membuat Sakura tidak nyaman.

Sejak ia duduk disamping Sasuke di dalam mobil, gadis berambut seperti permen gulali itu cemas dan gelisah, dan Sasuke bahkan sama sekali tidak ingin repot-repot menenangkannya.

Sasuke keluar dari mobil, dan berjalan sebentar mengelilingi mobil mewahnya menuju sisi sebaliknya.

Dengan keadaan kikuk, Sakura keluar dari dalam mobil. Di lihatnya sebentar ke arah hotel mewah itu.

"Ayo. " Kata Sasuke sambil mengulurkan lengannya sebagai tempat pegangan Sakura.

Sakura meraih lengan kokoh suaminya, dan mulai ikut melangkah kemana tungkai panjang Sasuke membawanya.

"Sasuke, " desis Sakura. " Apapun yang kau minta, akan aku lakukan asal kau mengantarku pulang. " Kata Sakura dalam cicitannya.

Sasuke hanya me-rolling bola matanya, bosan mendengar ucapan Sakura yang meminta pulang sejak mereka keluar dari gerbang mewah rumah mereka.

"Apakah permintaan Kenichi untuk membawakannya seorang adik perempuan, dapat kau sanggupi?" tanya Sasuke

"Jangan mulai," Sungut Sakura dan meremas lengan Sasuke dengan keras. " dan jangan membawa-bawa Kenichi."

"Aku hanya ingin menyanggupi permintaan Kenichi untuk membawakannya adik perempuan."

"Jangan bercanda. Sebelum kita pergi, aku tidak mendengar Kenichi berkata demikian." Sakura sedikit kesal. Dia tahu, itu hanya alasan Sasuke saja untuk menggodanya.

"Tentu saja kau tidak akan mendengarnya. Kalau kau yang merona mendengar ucapan Kenichi setibanya aku di rumah tadi, pasti manis." Kata Sasuke.

"Hei, tuan Uchiha. Saat ini saja wajahmu sudah memerah." Ejek Sakura. "Jangan bilang saat ini kau sedang berpikir yang lain."

"Berisik." Kata Sasuke sambil mengalihkan wajahnya ke arah lain, asal tidak ke arah sang istri."Kau, sudah tidak canggung lagikan?"

Sakura terpaku.

Tidak menyangkah bahwa saat ini Sasuke berusaha membantunya menghilangkan kegugupannya.

Dieratkan genggamannya pada lengan sang suami, dan Sakura menampilkan senyum yang menawan pada wajah cantiknya.

"Terima kasih," Katanya.

"Hn."

Mereka berdua melangkah masuk ke dalam hotel dengan wajah penuh kebahagian.

Orang lain yang melihatnya, pasti akan cemburu melihat kemesraan mereka.

Sepasang mata hitam kebiruan melihat pasangan muda itu dengan mimik wajah yang sulit di tebak. Wajah cantiknya terlihat menyeringai melihat pasangan muda yang ada dihadapannya saat ini.

Fuuka, seseorang dari masa lalu Sasuke ternyata juga merupakan salah satu tamu undangan acara ini. Wanita cantik itu tidak menyangka akan secepat ini bertemu dengan mereka.

.

.

.

Setelah bertemu dan memberi ucapan selamat kepada kedua pembelai dari kolega bisnisnya, Sasuke membawa Sakura bersamanya menghampiri beberapa kolega bisnisnya yang hadir dalam acara ini. Sedikit basah basi tepatnya.

"Apa kabar, Uchiha-san? Lama tidak bertemu. " Seorang pria dewasa yang seumuran dengan Sasuke menyapa saat mereka mendekati mereka berdua.

"Hn. Baik,"

Lelaki itu memiliki rambut abu-abu yang tidak terlalu panjang yang disisir ke belakang. Mata coklat keunguannya memandang kearah Sakura. Ia memandang dari ujung kepala sampai ke ujung kaki, seperti menilainya.

Diperlakukan seperti itu, membuat Sakura malu dan risih diwaktu yang bersamaan.

"Jangan memandang pasangan saya seperti itu Hidan," Suara berat Sasuke menyadarkannya. "sebelum aku mencongkel matamu keluar." Kata Sasuke lagi.

Lelaki bernama Hidan itu tertawa keras. Dia sudah dapat menebak seperti apa respon dari rekan bisnisnya itu. "Kekasih, anda?" tanyanya.

"Istriku." Kata Sasuke dingin. Ia peluk pinggang Sakura dan membawanya dalam pelukkkannya. Memeluknya posesif.

Hidan lelaki tampan yang dengan jentikan jari, bisa mendapatkan seorang perempuan dalam sekejap kalau ia mau. Kalau lelaki ini sudah tertarik dengan seseorang, dia akan langsung mendapatkannya. Tidak heran jika lelaki ini sering gonta ganti pasangan. Hidupnya hanya untuk bersenang-senang.

Hidan memiliki sejuta pesona yang mampu menarik daya tarik kaum hawa. Kata-katanya yang kasar dan ceplas ceplos, tidak mengurangi kharismanya. Tidak heran, jika Hidan mengeluarkan serangannya saat melihat gadis cantik seperti Sakura. Ia mencoba menarik perhatian lawannya dengan tatapan, menggoda.

Hidan sama dengan Sasuke. Tidak suka berkomitmen. Memiliki ikatan hanya akan membuatnya terkekang.

Ia masih ingin bebas, tanpa ada yang mengaturnya. Walau demikian, Hidan pria baik-baik yang tidak akan merusak hubungan orang lain. Jika target yang sudah ia tentukan ternyata sudah memiliki hubungan, ia akan mundur dengan teratur.

Hidan adalah pria brengsek yang terhormat.

Hidan mengangguk mantap. "Aku salah kalau begitu."

Hidan salah satu orang yang tidak tahu kalau presiden direktur perusahan Uchiha Corp sudah menikah. Dia bukannya tidak di undang, sikap cuek dan acuhnya sering membuatnya ketinggalan berita. Yang ada dipikirannya hanya ada bisnis dan wanita.

"Jangan berpikir untuk merayunya, Hidan." Inuzuka Kiba menyela. "Anda sangat cantik malam ini, Nyonya Uchiha." tanpa izin dari Sakura, Kiba meraih tangannya dan mencium punggung tangannya.

Sakura ingat dengan lelaki berambut coklat jabrik itu. Lelaki itu salah satu tamu di persta pernikahannya. Meski mereka tidak berbicara banyak, pembawaannya yang riang, mengingatkan Sakura dengan Naruto.

Sasuke mendengus dan Hidan menatapnya horror karena tidak menyangka kalau Kiba akan melakukan hal senekat itu di depan suami wanita itu langsung.

Sakura berhenti bernapas. Tidak menyangka akan diperlakukan seperti itu. Ia mengeratkan genggamannya ke lengan Sasuke. "Terima kasih, Inuzuka-san."

"Satu kebanggan, seorang wanita cantik masih mengingatku." Kiba tersenyum lebar, dan mengerling nakal kearah Hidan dan Sasuke.

Berada diantara kumpulan lelaki ini, membuat Sakura nyaman. Mereka berbicara seakan mereka sudah kenal lama. Setelahnya, Sakura tidak begitu dengan pembahasan ketiga lelaki dewasa ini. Sepertinya mereka sedang membahas bisnis.

Meski Sakura lebih banyak mendengar ocehan Kiba dan dibalas dengan ucapan kasar dari Hidan, mengingatkannya saat ia berkumpul dengan sahabat-sahabatnya.

Tidak beberapa lama, Sasuke kembali membawanya berkeliling menyapa rekan bisnisnya.

Sasuke mendengar helaan napas berat di sampingnya. "Ada apa?" Tanyanya.

Sakura menggeleng lemah. "Aku ingin ke toilet." Sasuke mengangguk paham.

Sakura berjalan kearah pojokan ballroom hotel, mengikuti petunjuk yang ia terima dari Sasuke sebelum pergi meninggalkan kumpulan itu.

Di dalam kamar mandi, Sakura memperhatikan penampilannya di depan cermin. Ia masih terlihat terlihat cantik.

Sakura mencuci tangannya. Merasakan dinginnya air pada kulitnya, menghilangkan lelahnya. Sakura mengabaikan orang-orang yang keluar masuk menggunakan toilet.

"Aku lihat anda cukup dekat dengan Uchiha Sasuke." Seorang wanita cantik yang memiliki rambut merah maron, berdiri disampingnya merapikan riasan wajahnya."Anda siapanya?" tanya wanita itu.

Sakura memperhatikan wanita itu dalam. Mata hijau Sakura mencoba meneliti sosok yang berdiri di sampingnya. "Saya, istrinya. Anda?"

Wanita itu tersenyum. Tapi senyum wanita itu, terlihat lain dimata Sakura. "Oh. Aku tidak tahu kalau ternyata Sasuke sudah menikah." Dustanya.

Sakura mengerutkan keningnya memandang wanita itu. Segala macam bertanyaan muncul dalam benaknya. Sakura mencoba mengingat siapa wanita cantik ini. Sepertinya ia belum pertama bertemu dengan wanita ini sebelumnya.

Dari gaya bicara dan bahasa tubuhnya, Sakura dapat menilai kalau wanita ini mengenal suaminya.

"Saya Fuuka. Senang mengenal anda, Uchiha-san." kata wanita itu dan masih mempertahankan senyumnya.

Sakura membalas uluran tangan wanita itu, sopan. "Senang juga mengenal anda, Fuuka-san."

Sakura menepis pikiran buruk tentang hubungan wanita ini dengan suaminya. Sasuke mempunyai banyak kolega bisnis. Jadi, tidak heran jika banyak yang mengenalnya.

Wanita itu melangkah anggun melewati Sakura. Langkah kakinya membelah kesunyian di dalam toilet. Sebelum wanita itu berbelok meninggalkan toilet, ia kembali berbicara. " Uchiha-san, sebelumnya aku ingin minta maaf kepada anda,"

Sakura membalikan tubuhnya sehingga kembali bertatapan dengan wanita itu. Sakura mengerutkan keningnya, bingung dengan apa yang dikatakan wanita itu. Apa yang dilakukan wanita ini kepadanya, sehingga ia harus meminta maaf kepada Sakura?

"Untuk apa?" tanya Sakura.

Senyum menawan yang sedari tadi Sakura lihat menemani wajah cantik itu, berubah menjadi sebuah seringai?

"Karena seminggu ini," wanita itu menggantungkan ucapannya. Dengan nada pelan, Fuuka melanjutkan ucapannya, "Suami anda bersama saya,"

.

.

.

.

.

TBC


A/n : Halooooo~~~ Setelah sekian lama, akhirnya ya. :"D

Maaf membuat kalian harus menunggu lama ya, minna-san. Oh iyah, Nama Hotelnya, Bii ambil dari Bleach. Nama IchirO, I dari huruf pertama nama Itachi, O dari huruf terakhir nama Yugao. Jadinya, Ichiro berada di tengah-tengah Itachi dan Yugao. XD

Ya, sekian dulu salam-salam dari Bii. Jangan bosan berkunjung ke lapak Bii ya.

With love,

[Biiancast Rodith, 13122018 ]