Don't like, don't read, u can click "back" icon if u don't like this fanfic
Disclaimer © Masashi Kishimoto
[Uchiha Sasuke & Haruno Sakura]
Kami hanya minjam tokoh-tokohnya saja. :3
Story © Biiancast Rodith
WARNING!
Alternative Universe, OOC, typo(s), Alur kecepatan, abal, gaje, EYD berantakan, ide pasaran, DLDR!
Pagi yang indah disambut oleh matahari pagi dan sejuknya udara yang belum terkontaminasi polusi asap pengendara. Burung-burung kecil bahkan dapat merasakan betapa besarnya kasih sang pencipta untuk semua mahkluk hidup yang ada di bumi ini.
Sama halnya juga dengan yang dirasakan oleh seorang gadis cantik bernama lengkap Haruno Sakura, menikmati indahnya langit di pagi hari dari balkon kamarnya. Dia hirup oksigen yang masih bersih itu sebanyak-banyaknya.
'Hah... Akhirnya aku bisa menikmati pagi seindah ini.' Gumamnya sambil meregangkan otot tubuhnya.
Saat ini, Sakura seperti penikmat seni yang ada di Galeri yang menampilkan lukisan-lukisan luar biasa yang memiliki harga jual tinggi. Bedanya, hasil seni yang ada di depan Sakura saat ini, jauh lebih indah dan luar biasa dari lukisan-lukisan yang dipajang di galeri.
Di saat Sakura sedang asik menikmati paginya, dari dalam kamar, terdengar nada masuk dari ponselnya yang sengaja ia letakkan di atas nakas di samping tempat tidur miliknya. Tidak ingin membiarkan sang penelepon menunggu lama, Sakura bergegas mengambil ponsel warna merah muda itu dan menggeser layarnya pada simbol telepon berwarna hijau, setelah membaca identitas penelepon.
"Halo Ino."
"Halo, " Yamanaka Ino, salah satu teman kampusnya ketika masih kuliah berbisik di telepon, suara terdengar bersemangat.
"Aku merindukanmu. Kau tidak sedang sibukkan? Pagi ini, aku dan Hinata berjanji bertemu di café biasa kita kumpul. Datanglah, kami menunggumu."
" Hari ini aku, free. Mmm... Baiklah. Aku segera menyusul." Sakura tersenyum.
Sakura, Ino, dan Hyuuga Hinata adalah sahabat sejak mereka kuliah. Sakura dan Hinata berteman karena mereka berada pada satu jurusan yang sama. Sementara Ino, berbeda jurusan dengan mereka.
Ino sepupu dari kekasih Hinata. Hinata lah yang mengenalkan mereka berdua dan hingga sampai saat ini mereka menjadi bersahabat.
Paradise Café adalah salah satu café yang cukup terkenal di Konohagakure. Café ini selalu menampilkan menu-menu baru yang berbeda di setiap bulannya. Untuk menikmati menu yang dapat memanjakan lidah itu, di badrol dengan harga cukup terjangkau. Tidak heran, pelanggan dari café ini datang dari berbagai kalangan.
Bukan hanya menu makanan dan minummnya saja yang dapat memanjakan para pelanggan café ini. Desain interior dari caféini, membuat para pelanggan rela menghabiskan waktunya berlama-lama disini.
Seorang gadis cantik, memiliki iris mata sehijau buah apel rambut merah muda panjang, mendorong pintu masuk café itu, menimbulkan suara lonteng yang tergantung manis di pintu, bergemerencing.
Begitu Sakura mesuk, aroma wangi dari makanan tercium di hidung mancung miliknya.
"Sakura, sebelah sini. "
Di sudat ruangan, di samping kaca yang mengarah ke jalanan raya, seorang gadis yang tidak kalah cantik darinya, melambaikan tangannya ke udara.
Kaki jenjang miliknya, melangkah semakin masuk kedalam café menghampiri meja yang sudah terima dua orang perempuan cantik yang memiliki warna rambut berlainan warna.
"Ini terlalu pagi Ino hanya untuk mendengar ocehanmu." Sakura mengambil tempat duduk di depan gadis cantik berambut pirang blonde. "Hai, Hinata." Sapanya kepada wanita yang tengah hamil besar duduk di sebelahnya.
Diantara Ino dan Sakura, Hinatalah yang lebih dulu menikah. Kini wanita yang dulunya bernama lengkap Hyuuga Hinata itu sedang mengandung anak dari Uzumaki Naruto. Usia kandungannya saat ini, sudah memasuki enam bulan.
"Kau terdengar sudah seperti Ibu rumah tangga saja, Sakura. Lihat, Hinata saja yang sudah memiliki suami, dan sebentar lagi akan menjadi seorang Ibu, tidak sepertimu." Ucap Ino
Sakura mendengus mendengar ucapan gadis cantik itu. Sementara Hinata, wajahnya sudah memerah mendengar perkataan Ino.
"Sakura-chan. Kami sudah memesan makanan kesukaanmu." Kata Hinata sebelum Sakura memanggil waiter.
"Oh, benarkah? Arigatou ne Hinata-chan. Jadi aku tidak perlu menunggu lama pesananku."
Tidak perlu menunggu lama, pesanan untuk Sakura datang. "A-aku tidak salah pesan 'kan Sakura-chan?" Tanya Hinata saat Sakura menyeruput sedikit vanilla milkshake miliknya dan memotong sedikit chocolate cakeyang ada di hadapannya.
"Tenang saja Hinata-chan. Pesananmu tidak salah. Ini menu kesukaanku dari café ini." Senyum manis mengembang dari bibir tipis milik Sakura untuk meyakinkan Hinata. "Tapi, ngomong-ngomong kalian berdua tidak bekerja?" Tanya Sakura kepada kedua sahabatnya.
"Hari ini aku libur, mengingat beberapa bulan yang lalu, cukup sibuk untukku mempersiapkan penggalangan dana untuk membangun sekolah gratis untuk anak-anak yang putus sekolah di pertunjukkanku kemaren." Ucap Ino lesu mengingat betapa lelahnya dia selaku penyelanggara acara amal tersebut.
Ino memang seorang desainer yang cukup terkenal di Negeri Angin dan dimancanegara. Tidak hanya dari kalangan artis-artis dalam negeri, dari mancanegara juga meminta Ino jadi desainernya. Bahkan, Kerajaan dari Negara tetangga, secara langsung meminta Ino untuk merancang pakaian untuk mereka.
Diantara mereka, Inolah yang paling sukses jenjang karirnya. Terlahir dari keluarga berada, tidak membuatnya sombong dan tetap rendah hati.
"Kupikir acara yang kau buat, untuk menambah modal nikahmu dengan Shikamaru." Ejek Sakura.
"Selamat ya Ino-chan. Kudengar acaranya sukses dan mendapat modal besar untuk membangun Sekolah Pintar." Ucap Hinata dengan penuh rasa bangga kepada sahabatnya itu.
"Diamlah, Sakura. Kau membuat mood-ku jelek, saja. Seharusnya kau meniru Hinata -chan. Dia mengucapkan selamat untukku."Sungutnya, "Terima kasih ya, Hinata-chan."
Bukannya merasa bersalah, Sakura justru tertawa lebar. "Melihat Shikamaru yang lebih banyak tidur dari pada kerja, membuatku berpikir kalau kaulah yang lebih gigih mencari modal pernikahan kalian." Godanya. Sementara Hinata hanya tersenyum.
"Urusai ne Sakura. Dan, istri pak direktur jangan hanya tersenyum terus. Harusnya kau membelaku, Hinta-chan." sungut Ino saat melihat Hinata sepertinya ikut menggodanya.
Pada akhirnya Ino merasa malu digoda oleh sahabatnya sendiri. "Kalau Hinata-chan sendiri kenapa tidak bekerja?" Tanyanya mengalihkan topik pembicaraan.
"Hari ini jadwalku mengecek kandungan, Ino-chan." Jawab Hinata dengan malu-malu saat mendengar Ino memanggilnya 'istri direktur'. Uzumaki Naruto adalah pria yang menikahi Hinata tujuh bulan yang lalu. Naruto merupakan seorang direktur muda di perusahaan milik mereka, Uzumaki Corp.
"Oh, begitu. Kalau kau sendiri, Sakura? Kenapa tidak masuk kerja hari ini?" Ino mengalihkan pandangannya ke depan melihat gadis bersurai merah muda yang saat itu menyeruput milkshake miliknya.
Sakura yang merasa ditanya, menghentikan aktivitasnya." Aku sudah berhenti bekerja, Ino."
Ino dan Hinata yang mendengar perkataan Sakura, terperajat kaget. Tidak bisa dipungkiri, diantara mereka bertiga yang lebih dulu terjun ke dunia pekerjaan adalah Sakura. Saat Sakura menyelesaikan kuliahnya, Sakura langsung direkrut bekerja di salah perusahaan asing yang cukup terkenal di Konoha.
"Tapi, kenapa? Bukannya dulu kau suka dengan pekerjaanmu di perusahaan itu Sakura?"
"Awalnya memang, ya, cukup menyenangkan Ino. Bekerja sambil jalan-jalan. Bisa keliling dunia tanpa harus mengeluarkan uang dari tabungan sendiri. Tapi, semakin hari, aku semakin di kekang diperusahaan itu. Tuntutannya semakin banyak. Enam tahun melakukan pekerjaan yang mengurus otak, membuatku jenuh." Jawab Sakura santai.
"Tidak masuk akal." Umpat Ino, tidak terima dengan alasan yang Sakura berikan. Ia cukup mengenal seperti apa sahabat merah mudanya itu. Ino masih ingat, betapa antusiasnya dia saat perusahaan besar itu yang langsung menawarkan ia pekerjaan.
Hinata menganggukkan kepala, menyetujui perkataan Ino. Bagaimanapun mereka sangat tahu kalau Sakura begitu sangat mencintai pekerjaannya itu.
Sakura bisa melihat raut wajah kedua sahabatnya terlihat sangat serius. Sepertinya usaha Sakura untuk menjahili keduanya, tidak sia-sia. Tawa Sakura membahana diantara mereka bertiga. "Kalian berdua percaya sekali dengan yang kukatakan."
Ino yang merasa dipermaikan oleh sahabatnya itu, menyentil jidat lebar Sakura. "Kenapa kau menyentilku, Ino?" kata Sakura mengelus jidat lebarnya yang terasa panas.
"Itu karena kau mempermainkan kami." Ino menyeruput kopi susu miliknya, menghilangkan rasa kesal kepada gadis merah muda yang duduk di hadapannya.
"Tidak sepenuhnya yang kukatakan tadi bohong. Aku, memang sudah lelah dan ingin mencari suasana baru."
"Jangan harap, kami akan percaya lagi dengan omonganmu, Haruno." Ucap Ino sambil memeletkan lidahnya kepada Sakura.
Kali ini raut wajah Sakura cukup serius. "Aku memang sudah berhenti bekerja di perusahan itu, Ino. Tapi alasanku keluar, itu karena..." Jeda sesaat. Sakura ragu untuk mengatakannya kepada kedua sahabatnya ini. Ia tidak ingin, keduanya mengkhawatirkannya. Sejak mengenal mereka, Sakura merasa selalu merepotkan mereka.
Tapi, bagaimanapun, kalau bukan kepada sahabat-sahabatnya dengan siapa lagi harus mengadu? Dengan segala pertimbangan, Sakura melanjutkan ucapannya. "...pemimpin perusahaan itu hampir saja melecehkanku." Jelas Sakura dengan wajah sendu.
Kedua pasang mata berlainan warna itu, melebar mendengar perkataan Sakura. Mereka tidak menyangka kalau Sakura akan mendapat pengalaman pahit seperti itu. "Bagaimana bisa, Sakura-chan?" tanya Hinata mewakili Ino yang masih terlihat shock.
"Saat itu, dia mengajakku makan malam di apartemen miliknya. Aku pikir itu hanya makan malam biasa. Ternyata, dia melamarku dan aku menolaknya." Katanya." Itu karena aku masih ingin seperti ini. Masih ingin bebas dan belum ingin disibukkan mengurus rumah tangga. Terlebih lagi, karena aku masih punya tanggung jawab untuk membiayai kuliah Moegi dan uang berobat ayah. Karena itu, aku menolak lamarannya. Ternyata, jawabanku membuat pak direktur marah, dan ya... dia hampir melakukannya. Untungnya, aku menguasai seni bela diri. Jadi, ya begitulah" Kata Sakura menjelaskan dan memberikan cengiran yang menjengkelkan untuk Ino jengkel melihatnya.
"Tapi, kau tidak apa kan?" tanya Ino khawatir dan dijawab dengan gelengan kepala Sakura.
"Hmm. Aku tidak apa, Ino."
"Kalau memang itu alasan Sakura-chan keluar dari perusahaan itu, kami sangat setuju. Benar 'kan, Ino-chan?"
Ino yang ditanya hanya menganggukkan kepalanya.
Kedua mata biru laut milik Ino melihat seorang pria berambut pirang yang baru saja keluar dari mobil kuning miliknya "Sepertinya suami tercinta sudah datang menjemput sang putri." Ucapnya menggoda calon ibu muda itu.
Hinata mendengar godaan Ino, hanya bisa menundukkan kepalanya, menyembunyikan wajahnya yang sudah merona. Perkataan Ino memang hanya ditujukan untuk dirinya yang sudah memiliki suami.
"Selamat pagi menjelang siang, ladies." Sapa pria yang tidak lain adalah Naruto suami Hinata.
"Berisik, Naruto."
"Ayolah Sakura-chan. Kita harus menyambut pagi yang cerah ini dengan semangat yang cerah juga." Kata Naruto dengan cengiran lebarannya.
"Kalau cengiranmu selebar itu, langit tadinya cerah, dalam sekajap jadi mendung, bodoh." Kata Ino ikut membalas candaan Naruto.
"Akh, sudahlah. Bagaimanapun melawan perempuan yang belum menikah, buang-buang waktu saja. Karena mereka tidak tahu betapa indahnya hari-hari jika selalu bertemu dengan orang yang kita cintai." Sindir lelaki berkulit tan itu.
Perkataan Naruto memang terlihat mengalah. Tapi, siapa sangka dibalik kata-katanya itu, membuat dua orang gadis merengut dan membuang muka mereka ke arah lain, kesal.
Tawa lebar Naruto membahana diantara mereka. Ini rekor baru untuknya, berhasil membungkam kedua perempuan cerewet seperti Ino dan Sakura.
"Baka. Jangan samakan aku dengan kepala merah muda itu." Tunjuk Ino dengan jari lentik berwarna ungu di atas kuku panjangnya.
"Benarkah? Wah, tidak kusangka Shikamaru cukup gentleman juga, melemarmu. Kupikir dia akan lebih mementingkan tidurnya saja."
"Diamlah Naruto. Kau, Sakura, sama saja."Gadis cantik berambut panjang yang dikucir kuda, me-rolling kedua mata indahnya. Tidak sahabatnya, sepupunya juga sama saja. Sama-sama menyebalkan.
Setelah ini, ingatkan dia untuk menasehati kekasihnya itu untuk tidak bermalas-malasan lagi.
"Nantikan saja undangan dariku dan kuharap kau memberikaku kado satu mobil terbaru yang baru saja dipromosikan di layar kaca." Kata Ino dengan jengkel mendengar perkataan Naruto.
"Kau 'kan punya banyak uang untuk membeli mobil itu, Ino."
"Tidak ada ruginya, 'kan memberikan kado untuk sepupumu yang cantik ini, Naruto. Lagian, kau 'kan masih bisa buat yang baru lagi."
"Sial. Sekali dia meminta kado, gak tanggung-tanggung"gumam Naruto."Baiklah." jawabnya, pasrah mendengar permintaan Ino. Lagian yang dikatakan Ino benar. Memberi satu buah mobil, tidak langsung membuatnya melarat.
"Kalau Ino diberi mobil, aku juga harus diberi juga, Naruto." Kata Sakura setelah cukup lama terdiam.
"Kalau Sakura-chan ingin mendapat hadiah, Sakura menikah dulu baru diberi kado." Ucap Hinata tiba-tiba.
Mendengar perkataan Hinata, gelak tawa terdengar cukup membahana dari tempat duduk mereka. Terlebih tawa duo pirang itu terdengar cukup keras. Kali ini bukan Ino yang menjadi bahan candaan, melainkan Sakura.
Sadar akan ucapannya barusan, membuat Hinata malu dan menyesal. Dia tidak bermaksud untuk menyudutkan Sakura seperti ini. Dia hanya mengatakan apa adanya, tapi justru jadi senjata yang sangat mematikan untuk sahabat merah mudanya itu. Dan, dia menyesal.
"Hinata, kau tidak membelaku, ya." Sakura hanya bisa memanyunkan bibir tipisnya.
"Kalau Sakura-chan bisa menikah di tahun ini, aku akan merancang mobil yang lebih bagus dari mobil yang diinginkan Ino. Mobil itu limitededitionloh Sakura-chan." Tantang Naruto kepada Sakura.
"Baiklah. aku terima tantanganmu." Entah apa yang membuat Sakura, menerima tantangan Naruto.
Bukankah baru saja ia menjelaskan, bahwa dia saat ini masih ingin menjadi perempuan mandiri dan fokus untuk meniti karir? Tapi yang dipertaruhkan itu harga diri. Ya, Sakura berani menerima tantangan Naruto, karena ini menyangkut harga diri Sakura.
Naruto hanya menggaruk belakang lehernya, pasrah.
"Kalau begitu, kami permisi dulu ya Sakura-chan, Ino-chan. Kami mau ke Rumah Sakit dulu." Hinata menerima uluran tangan sang suami saat akan bangkit berdiri dari tempat duduknya.
"Hati-hati di jalan, Hinata-chan, Naruto." Ucap Ino dan Sakura bersamaan.
Sebelum Sakura kabur meninggalkan Ino, dia buru-buru berkata, "Kita juga harus pulang. Ini sudah sangat siang. Jangan lupa kau yang membayar pesanan kita ya."
"Oii... Saku—dasar ." Yang dipanggil malah kabur tidak menghiraukan namanya dipanggil. Kalau sudah begini, terpaksa Ino harus membayar pesanan mereka tadi karena hanya dia yang tertinggal di belakang. Kalau dia ikutan kabur, bisa-bisa isi koran nanti sore berisi 'Seorang desainer terkenal kabur dari café karena tidak membayar pesanan mereka.' Memikirkan itu, membuatnya merinding dan ia tidak ingin itu sampai terjadi. Bisa rusak reputasinya.
.
••*••
.
Seorang pria tampan yang memiliki wajah yang sempurna, saat ini sedang menyelesaikan pekerjaannya di kursi kekuasannya. Di atas meja kerjanya terdapat tanda pengenal yang bertuliskan Direktur Utama Uchiha Sasuke.
Tidak seperti hari sebelumnya, wajah yang biasanya terlihat angkuh dan dingin, saat ini terlihat kusut. Terlihat dari keningnya yang berkerut, kalau dia sedang berpikir. Beban pikirannya saat ini, berasal dari sahabatnya sendiri. Naruto.
Naruto, baru saja datang berkunjung ke ruang kerjanya, memberi tau bahwa mulai besok pagi Hinata akan risign dari pekerjaannya tanpa memberi tau alasannya lebih jelas.
Yang membuat Sasuke pusing tujuh keliling malam ini, bagaimana mungkin dia mencari sekretaris baru dalam waktu 10 jam?
'Kuso, jangan sampai aku mengeluh pusing karena masalah ini' batin pemuda berambut raven itu sambil membolak balikkan dokumen yang saat ini dia periksa.
"Kenapa Hinata mendadak minta resign disaat kantor sedang butuh orang handal seperti dia?" ucapnya pada dirinya sendiri.
Dia akui kalau dia belum menikah dan memiliki seorang istri, jadi, dia tidak mengerti seperti apa rasanya menjadi seorang suami yang menunggu kelahiran anaknya. Sasuke yakin, kalau sahabat pirangnya itu hanya ingin berlama-lama dengan istrinya saja.
Ini pertama kalinya, ia sekacau ini hanya karena masalah sekretaris. Dia pernah memimiliki masalah lebih berat dari ini, tapi tidak sampai membuatnya ngedumel sendiri seperti orang bodoh, seperti saat ini.
Sasuke benar-benar sangat kesal kepada sahabatnya itu. Ini bukan pertama kalianya, lelaki yang memiliki senyum sehangat mentari itu merusak rencanya.
Ia mengerti akan keadaan Hinata yang saat ini sedang hamil besar. Tapi, tidak hari ini juga Hinata risign di saat ia membutuhkan seseorang membantunya meng-handle perusahaan.
Yang Sasuke tidak habis pikir, usia kandungan Hinata masih berumur enam bulan, dan Naruto meminta risign, seakan-akan kalau istrinya itu besok akan melahirkan saja.
Ia mengacak rambut sehitam malam itu kasar melampiaskan kekesalannya.
Sekarang, bagaimana caranya ia mendapatkan pengganti Hinata, sekretaris baru?
Beberpa kali terdengar umpatan dari mulutnya seraya membaca beberapa laporan.
Mata sehitam malam itu, menatap amplop berwarna coklat yang letaknya tidak jauh dari tumpukan laporan di atas meja kerjanya. Itu, surat lamaran pekerjaan yang akan menggantikan posisi Hinata dan dia menerimanya dari Naruto setelah ia mengatakan tujuannya tadi sore.
Ia menghela napasnya.
Matanya melirik ke arah jam digital yang berada di meja kerjanya yang telah menunjukkan pukul 21.02 pm dan untuk kesekian kalinya dia menghela nafas.
'Aku terlambat lagi' batinnya dengan sorot mata sendu.
.
••*••
.
"Sakura-chan mau kan menggantikanku?"
Sore ini, untuk kedua kalinya Sakura dan Hinata bertemu. Bedanya, saat ini mereka berdua bertemu atau lebih tepatnya, Hinatalah yang datan mengunjunginya di apartemen gadis merah muda itu.
Apartemen itu cukup luas jika di huni oleh satu orang saja. Dan ini bukan kali pertamanya wanita bersurai warna violet itu datang berkunjung ke apartemennya. Saat mereka kuliah dulu, hampir setiap akhir pekan mereka beramai-ramai menginap di apartemen Sakura.
Apartemen itu berada dipinggir kota, jauh dari kebisingan jalan raya. Tidak heran, membuat mereka betah berlam-lama di apartemen Sakura.
Kehadiran Hinata pun saat ini, untuk meminta Sakura menggantikan posisinya tempat dia bekerja.
Bukan tanpa alasan Hinata memohon bantuan kepada Sakura. Setelah Hinata menerima laporan dari dokter yang memeriksa kandungannya, Hinata dan Naruto sudah sepakat kalau calon ibu muda itu harus berhenti bekerja. Laporan yang mereka terima tidak begitu baik.
Dokter meminta Hinata untuk tidak terlalu lelah bekerja, sehingga membantu meningkatkan bobot tubuhnya. Terlebih saat ini ia sedang mengandung anak kembar, membutuhkan banyak istirahat.
"Bagaimana ya Hinata-chan? Kau 'kan tau kalau aku tidak begitu suka berhadapan dengan wajah-wajah menegangkan yang duduk di kursi rapat selama berjam-jam. Lagi pula, aku masih ingin menikmati masa rehatku dulu." Ucap gadis yang memiliki nama yang sama seperti bunga yang menjadi kebanggaan negara mata hari terbit itu dengan nada bercanda, karena suasana tidak mengenakkan yang tercipta di antara mereka berdua.
Jujur saja, Sakura tidak begitu suka pekerjaan sekretaris. Image sekretaris di perusahaan dipandang jelek menurutnya. Mereka rela menampilkan bentuk tubuhnya dengan pakaian super ketat hanya untuk menarik perhatian atasannya.
Sakura bukannya tidak tertarik bekerja di perusahaan tempat Hinata bekerja. Terlebih posisi Hinata disana juga sudah lumayan bagus.
"Tapi, kalau kau memaksa aku akan menerimanya. Aku tidak ingin melihat sahabatku ini stress. Tidak baik untuk si kembar. Anggap saja ini kado dariku buat mereka." Sambungnya sambil mengelus perut buncit wanita yang duduk di sebelahnya.
"Arigatou Sakura-chan. Arigatou gozaimasu" ujar wanita yang sedang mengandung itu dengan haru dan senyum lembut miliknya tercetak di bibir tipisnya sembari memeluk Sakura.
"Douita, Hinata-chan."gumam Sakura membalas pelukan Hinata.
Drrttt... drrtttt... drrtttt
Bunyi suara getaran menghentikan kegiatan dua orang yang sedang berpelukan itu. Merasa ponselnya bergetar, Hinata menerima panggilan masuk setelah menekan tombil telepon berwarna hijau.
"Moshi-moshi... aku sedang bersama Sakura-chan, Naruto-kun. Di apartemennya. Oh. Baiklah aku menunggumu."
tuut... tuut.. tuut...
"Naruto ya?" tanya Sakura memulai pembicaraan setelah sambungan telpon Hinata berakhir.
"Iya. Aku disuruh menunggu. Sekarang Naruto-kun sedang dijalan menuju kemari." balas Hinata
"Yah, padahal aku masih ingin bersamamu lebih lama lagi." Ucap Sakura dengan wajah di tekuk dan bibirnya dibuat maju.
"Gomen Sakura-chan. " jawab Hinata merasa tidak enak hati.
"Yare-yare, tidak perlu sungkan begitu Hinata-chan. Akh, ya, aku lupa memberi taumu, Tenten akan datang minggu-minggu ini. Aku tidak tahu tepatnya kapan." Kata Sakura mengingat-ingat pembicaraanya mereka tadi siang dengan sahabatnya yang bernama Tenten.
"Benarkah? " ucap Hinata dengan mata berbinar.
"Mmm." Sakura membalas dengan anggukan antusias.
Tidak lama kemudian, suara bunyi bel memotong pembicaraan mereka. Sakura bangkit berdiri dari duduknya dan berjalan ke arah pintu masuk apartemennya.
"Yo kalian berdua, seru sekali sampai tidak mendengar panggilanku." sapa seorang pria jabrik menghampiri kedua orang yang sedang berbahagia itu.
"Naruto-kun sudah sampai?" tanya Hinata dengan senyum lembutnya.
"Hmm, Apa kabar Sakura-chan? Sudah lama kita tidak bertemu." Tanya pemuda jabrik bernama Naruto itu kepada sahabat lamanya sembari menarik kursi sang berhadapan dengan istrinya.
"Kita baru saja bertemu beberapa jam yang lalu Naruto." Ucap Sakura seraya mengmutar bola mata emerald miliknya. "Lagakmu, seakan kita tidak ketemu bertahun-tahun saja."
"Seratus enam puluh menit itu cukup lama, Sakura-chan."
"Kenapa kau datang dengan sangat cepat? Apa kau tidak tahu aku masih merindukan Hinata?" cecar Sakura jengkel.
"Aku juga sangat merindukan Hinata. Karena itu aku datang menjempunya."
"Cih, kau menyebalkan Naruto."
"Sakura-chan, kau jadi terlihat seperti Shikamaru saja. Jangan-jangan jodohnya Sakura-chan itu sebenarnya Shikamaru."
"Diamlah, Naruto. Kalau Ino di sini, bisa habis kau." Tidak ingin menjadi bahan ejekan Naruto, Sakura memilih diam.
Melihat Sakura yang tidak menanggapinya membuat Naruto menghentikan tawanya. "Apa Sakura-chan, sudah menerima tawaran Hinata-chan?"
"Sudah. Semoga saja boss Hinata tidak semaniak bossku dulu." Ucap Sakura santai.
Naruto kembali tertawa mendengar perkataan Sakura. "Tenang saja Sakura-chan. Teme, orangnya cukup 'menyenangkan' kok, Sakura-chan." Sebenarnya dibalik tawa lebar dan kata menyenangkan yang Naruto ucapkan, membuat calon ayah itu menyeringai.
Sayang, Sakura sama sekali tidak mengerti dibalik tawa lebarnya miliknya.
"Semoga Sakura-chan betah bekerja di Uchiha Corp." Ucap Hinata menyemangati Sakura.
"Kebetulan sekali,"suara Naruto tiba-tiba mengambil alih pembicaraan mereka." mengingat kita punya tantangan, dekati saja calon boss barumu itu, Sakura-chan. Dia masih single loh, Sakura-chan. Dia juga cukup tampa, ya meski aku lebih tampan sih darinya."
Sakura hanya memutar bola matanya mendengar candaan Naruto. "Sudahlah Naruto. Seperti aku tidak laku aja." Sakura memberikan amplop yang isinya sudah terlampir data-data pribadinya untuk melamar pekerjaan. "Ini, yang kau minta, dan segera pulang karena sepertinya sudah sangat kelelahan."
"Bilang saja, Sakura tidak ingin melihat kemesraan kami."
Bletak...
Sakura yang bosan mendengar gurauan Naruto, memberikan pukulan tepat di kepala Naruto. "Aku hanya tidak ingin terlambat datang di hari pertamaku bekerja, baka. Aku juga butuh istirahat."
Naruto memajukan bibirnya."Tapi, tidak perlu memukul kepalaku juga Sakura-chan."
"Rasakan" Ucap Sakura sambil menjulurkan lidahnya mengejek Naruto.
Sakura mengantar pasangan suami-istri itu keluar apartemennya. "Jangan ungal-ungalan ya, Naruto. Kasihani istri dan calon anak-anakmu."
Sakura hanya tertawa kecil mendengar gerutuan Naruto yang saat itu membuka pintu mobil untuk istrinya.
"Baiklah. Sekali lagi, terima kasih ya Sakura-chan." Sapa Hinata. " Jaa ne."
"Jaa ne, Sakura-chan." Susul Naruto kemudian setelah dia masuk ke kursi kemudi.
"Jaa ne." Kata Sakura melambaikan tangannya kepada pasangan Uzumaki muda itu.
Biiancast Rodith
[04012014]