JANGAN BERI AKU TATAPAN SEPERTI ITU, KISE – CHAPTER 4 :

SAAT BERCINTA DENGANKU KAU BERBISIK, "MAAFKAN AKU"

PART I

Author : Lutung

Fandom : Kuroko No Basuke

Karakter (dalam Part I) : Kise, Aomine, Kagami, Kuroko, Furihata, Sakurai, Katsunori.

Genre : Action, Mistery, Drama, Romance, Slice of life, Angst, YAOI.

Content for Part I : M, Cheating, Lies, Dark, R18.


Warning : Adegan 'H' di Part I bukan Vanila/Softcore Sex seperti yang pernah saya buat di Chapter 1 dan Chapter 2. Walau belum termasuk dalam kategori Hardcore Sex, tidak disarankan bagi pembaca yang tidak menyukai S&M maupun Rough Sex membaca FF ini.

Happy reading~


"Selamat datang, Tuan Aomine. Tuan Besar, Katsunori-san sudah hadir," Sapa seorang wanita yang berdiri di samping pintu kayu berwarna cokelat gelap, dengan gerakan yang terlatih wanita yang kedua pipinya mulai memerah menyodorkan pulpen berlapis marmer pada pria di depanya. Dengan cekatan aku menandatangani buku tamu VVIP, saat kulihat daftarnya Kise belum hadir. setelah ditandatangani wanita tersebut memberikan tas kecil yang merupakan perlengkapan untuk menghadiri rapat tersebut kepada salah satu pengawal yang berjalan di belakang pria tersebut, dan sebelum pintu tertutup sang wanita berkata, "Semoga sukses, Aomine-sama." dan Pintu kayu tersebut tertutup secara otomatis.

Terdengar alunan musik klasik salah satu karya Mozarta Oboe Quartet in F Major K370 yang dimainkan dengan instrument utama Oboe, Violin, Viola, dan Cello yang masih memainkan bagian Allegro mendengung dalam ruangan in-door yang tiap dindingnya dipenuhi kaca berukuran raksasa yang seolah menjadi dinding tersebut membiarkan sinar matahari menggantikan pencahayaan di ruangan berdekor arsitektur Baroque yang lebih mementingkan isi interiornya dengan lukisan dinding dua dimensi yang nampak tiga dimensi dan patung malaikat-malaikat kecil yang berpose centil. Pria yang baru saja masuk tersebut baru melangkah dua langkah masuk kedalam kumpulan orang-orang penting di berbagai bidang mereka masing-masing itu dicegat oleh pengawalnya, "Selamat berpesta Tuan Aomine, Kode perintah seperti biasa." Dan berjalan meninggalkan Aomine.

Wine yang kusesap sedari tadi tak terasa sama sekali di lidahku. Mulutku terlalu sibuk melayani pembicaraan rekan bisnis keluarga besarku yang dari berbagai bisnis dan berbagai negara bersedia hadir pada acara garden party yang diselenggarakan di rooftop salah satu hotel bergaya Eropa milik ayahku, Pome Chavalieri.

Mereka semua hadir bukan hanya untuk beramah tamah, melainkan dalam rangka perayaan untuk open house hotel terbaru Ayah ini. Namun yang sebenarnya adalah pesta ini untuk memperkenalkan diriku, putra semata wayangnya yang telah beranjak 21 tahun. Umur yang dibilang dewasa dan umur yang telah siap mewarisi kejayaan family yang telah lama dikelola Ayahku. Dimana Komisaris Utama atau kau bisa sebut saja sebagai pemegang saham utama dipegang olehku, selain itu sudah rahasia umum bahwa diriku dan Kise ada hubungan lebih dari sekedar rekan bisnis dan tanpa ragu teman-teman kami menyebut pesta ini sebagai pesta lamaran. Termasuk teman yang juga menikamku dari belakang, Kagami.

"Aomine-kun." Sapa seseorang dari belakang saat diriku menarik diri dari kumpulan pejabat penting itu sembari menyesap wine yang tak terasa di lidahku itu.

"Oh, Tetsu. Kau sendiri saja?" sapaku pada seorang pria berambut biru langit yang berdiri sendirian meminum soda dari sedotan.

"Un—," sembari meminum soda dari sedotan dia berkata, "Akashi tidak bisa ikut hadir karena konser violin-nya diperpanjang."

"Ah, karena ada gempa di Osaka itu ya?" tanyaku yang menanggapi ucapanya.

"Un—," lagi, sembari meminum soda dia kali ini menggaet seseorang berambut cokelat yang sedari tadi memegang piring yang penuh dengan sajian makanan. "Makanya, aku bawa Furihata untuk menjagaku selama Akashi-san pergi."

Furihata yang nampak kaget ditarek tiba-tiba itu menyapaku, "Ha-hai… Aomine. Kau tampak hebat seperti biasanya!"

"Ah, ya tentu saja. aku bintang tamunya disini." Jawabku gembira dan menepuk bahu furihata tapi sepertinya tepukanku terlalu keras hingga membuatnya kaget.

"Aomine-kun," panggil tetsu "Dimana Kisse-kun?"

"Ah, Kise." Jawabku sembari melihat jam, "Seharusnya dia sudah berada disini dengan ayahnya."

"Aomine-kun," lagi dia memanggilku.

"Ya Tetsu?" ucapku sambil tersenyum kesal karena aku bisa merasakan kalau Tetsu sedang mencoba membuatku kesal.

"Semuanya baik-baik saja, kan?" tanyanya sembari mengambil gelas soda dari tangan Furihata yang sedang asyik memilih makanan.

"Tentu saja," jawabku tertawa kecil sambil mengusap rambut birunya yang sering membuatku tenang dulu.

"Aomine-kun." Lagi tanpa memasang wajah bersalah Tetsu mencoba bermain api denganku.

"Tetsu, kalau kau ingin me—," ucapanku berhenti dipepat olehnya.

"Aomine semua benar baik-baik saja kan?" si aomine yang mulai dilatih menyimpan emosi tentang segala sesuatu hal mengangguk mantap dan menjawab semuanya lancar pada Tetsu. Tetapi, Tetsu melanjutkan perkataanya dengan, "Kise apa kabar?" ada jeda beberapa detik dan Aomine dengan lirikan matanya menoleh ke kiri sembari jawab, "Tentu saja dia sehat Tetsu," dan tertawa lagi cepat-cepat menghilangkan wajah khawatir pada Tetsu yang makin hari setelah bersama Akashi makin mengerti bagaimana membaca wajah orang.

"Aomine, semua orang boleh membohongi orang lain. tapi tidak untuk membohongi dirimu sendiri. Bahkan kebohongan yang bisa menghancurkan dirimu sendiri, Aomine." tawa Aomine berhenti sejenak dan kemudian tersenyum mantap sembari meletakan kedua tanganya di saku celana dari setelan jas mahalnya, "Tenang saja, orang yang bisa menjatuhkan diriku hanya diriku sendiri." seperti menelan ludah sendiri, aku tersentak akan ucapanku sendiri.

Tetsu tersenyum, "Aomine, aku ada kapan saja saat kau mau menceritakanya padaku." Senyuman Tetsu yang dulu pernah kulihat sekarang dapat kulihat lagi. Aku mendengus pelan dan tersenyum kecil juga seolah senang Tetsu bisa menghargai keputusanku.

Suara gemuruh dari pintu utama ruangan, dan kelap-kelip cahaya putih yang membuatku menoleh ke sumbernya. ternyata yang ditunggu akhirnya datang juga.

Pria berambut pirang yang tertata rapi malam ini dari biasanya dengan rambut klimis tertata rapi yang berjalan di belakang kedua orangtuanya. Ryouta Kise nampak professional saat menghadapi kumpulan tamu yang mencoba berjabat tangan padanya. Dengan barisan pengawal di sisi kanan kiri yang menyingkirkan wartawan yang berebutan mengambil foto Kisse Family yang utuh. Ayah, Ibu, Kakak perempuan, dan adik laki-laki. Ayahnya yang mengenakan setelan abu-abu dan ibunya yang nampak anggun dengan mengenakan long dress panjang berwarna nila... ... ... .. ... . . . . . . . . . . . . . .

-Flashback-

. . .Selimut nila lecek yang membentuk garis-garis panjang tak beraturan yang dari hidungku tercium keringat tubuhnya yang bercampur antara aroma makanan french onion soup dan aroma kopi.

. . . .Makanan dan minuman kesukaanya yang sengaja aku siapkan untuk menyambut kedatanganya dari acara perayaan di kantornya yang telah berhasil menyelesaikan proyek terbarunya di kota Osaka.

. . .Tak lupa dengan wine dan dekorasi yang kubuat senyaman mungkin untuknya. dia tertawa senang memelukku hingga aku bisa merasakan kalung yang berbentuk seperti alat doa kaum budha itu di atas dadaku.

Aku ingat sekali bagaimana dia menyantap makanan yang aku siapkan untuknya tak luput dengan berkata, "Oh, aku rindu dengan makanan manusia yang sebenarnya." Dan aku menaggapinya dengan membersihkan kuah soup yang ada di pinggir kanan telinganya itu dengan lidahku. Rasa lelah saat membuat French onion soup itu hilang seketika. Melihat dia yang menyantap setiap masakan yang tiap hari aku buat saat aku sering mengganggu sahabatku ketika diriku yang mulai hidup bersama dengan kekasihku berambut kuning yang duduk di depanku ini dari 3 tahun yang lalu, sekarang rasa lelah itu terasa lebih berarti. Sembari itu dia menceritakan lelucon tentang temanya yang bernama Kagami yang suka sekali memamerkan keahlianya bermain surfing tapi terpleset saat hendak melempar papan surfing di pantai. Aku ikut tertawa denganya karena aku dapat membayangkan sahabatku Kagami itu terpleset jatuh dengan muka garangnya itu. Menatap dan melihat bagaimana dia bergerak menggerakan mulutnya menceritakan bagaimana serunya dia berlibur dengan teman kantor-kantornya itu sudah cukup membuatku kenyang. Tentu saja bau itu lebih terasa menusuk saat hidungku menyentuh kulit punggungnya yang berembun dengan keringat dinginya itu sendiri.

Hanya saja,

Punggung itu terbangun di tengah malam, erangan kecil yang membuatku terjaga, dan seketika berhenti bergerak saat aku mendekatinya lagi. Namun, saat kusentuh… punggung itu bergerak bergidik. Punggung yang memiliki garis tulang lurus sampai ke bagian atas tulang ekornya itu membentuk sebuah siluet yang indah menurutku. Kucoba kutenangkan dengan menggunakan kedua bibirku yang bergerak menyusuri mulai dari tulang ekornya mengecup-kecup tiap tulang yang tertutup kulitnya itu layaknya mengecup tiap bunga yang siap dipetik. Tapi, bibirku yang berhenti dan berlabuh di tulang belakang leher putih itu tak membuat punggungnya berhenti bergetar. Sampai-sampai punggungnya yang bergidik itu dapat kurasakan di kedua bibirku.

Tangan kanan dan tangan kiri yang kuselipkan di celah-celah tubuhnya, mencoba menghentikan gemetarnya dengan kedua tanganku yang terlihat sangat kontras dengan warna kulit putihnya, tak hanya itu kucoba menetralkan getaran itu dengan dada bidangku yang kutempelkan ke punggungnya. Namun, getaran itu malah meningkat dari sebelumnya. Kucoba lagi dengan menyentuh dan mengelus tubuh depanya dengan pelan. Akhirnya, aku dapat membuat getaran itu sedikit berkurang.

Tapi,

Terbata, dengan isak tangis yang coba ia tahan agar tak meledak… aku bisa merasakan deru nafas dari kulit luarnya saat dia berkata,

"Di Osaka… A-aku bercinta dengan.. Kagam—,"

Seperti aliran listrik, getaran di tubuhnya menular ke tubuhku.

JLEB!

Terasa seperti anak panah yang tertancap kuat di jantungku. rasa sakit yang tak bisa kugambarkan tapi mampu membuat otakku berhenti merespon selama beberapa menit.

.

.

Tik, Tik, Tik, Tik, Tik…

Suara jam dinding yang tak biasanya terdengar sangat jelas malam ini bagaikan Timer. Terpusat pada kedua jarum yang hanya butuh satu centimeter untuk menjadi lurus di angka 12.

Ya, aku merasakan kedua tanganku yang basah karena tetesan air mata. Ya, telingaku masih dapat mendengar bagaimana suara isak tangis terbata yang setengah mati ia coba tutupi. Ya, kedua mataku hanya terdiam menatap jam dinding bergambar pesawat yang ada di dinding kamar kami yang redup. Dan, ya. Jantungku yang terasa amat panas dan urat nadi yang ada di leherku terasa menegang selaras gigiku yang menggertak di dalam mulutku.

Karena, pada saat jarum panjang dan pendek tersebut tepat berada di pukul 12… Dengan kotak merah yang ada di balik bantalnya, aku hendak….Melamarnya….. .. . . . . .. . . . . .

Tunggu,

Jam itu membuat otakku bekerja lagi. Pada saat Jam 12 tengah malam ponselnya akan berbunyi. "Ah, aku ingat… bukankah hari ini hari special untuk kami berdua?" batinku.

"RIINNNGG…!" dua kali berdering.

Jika ponselnya tak diangkat, Berikutnya jam weker di endtable sebelahnya itu akan berbunyi dengan kencang. Dia takkan bisa tidak bangun dengan bunyi weker yang dia pernah bilang padaku seperti bunyi ayam yang akan dipenggal.

Ya, aku sudah merencanakan semuanya dengan serapih mungkin agar Kise tak merasa curiga sedikitpun dengan semua yang telah aku persiapkan untuknya. setelah dia bangun, dan menekan jam weker sebuah rekaman terputar jelas di dinding putih kamar di depanya itu. Sebuah film singkat,

"Hon, happy anniversary for us. Look forward the future with me. Jadi, maukah kau menikah denganku?" Dan pria yang masih mengenakan seragam polisi dengan topi mickey mouse di film itu mulai diserang oleh teman-teman yang berseru untuknya saat hendak menunjukan kotak cincin berwarna biru navy. tak luput dengan menyiram pria bertopi mickey mouse itu dengan isi botol shampagne dan salah satu temanya yang berambut merah dengan alis terbelah dua itu tertawa terbahak-bahak dan berteriak, "Kau harus jawab IYA untuknya!" dan direspon oleh tawa teman-teman yang lain.

Seharusnya, malam ini aku tertidur pulas untuk menyambut pagi dengan tertawa kecil menyaksikan dirinya yang salah tingkah mendapatkan semua kejutan yang aku persiapkan untuknya.

Namun, sekarang dia dan aku hanya terdiam bergetar membiarkan film singkat itu berputar dan berputar seperti kotak radio lama yang harus dibanting untuk menghentikan roda kecil untuk memutar lagu….

-End flashback-

"Aomine-kun," suara seseorang yang menarikku kembali di masa sekarang, "Aomine-kun" dan saat itu aku baru menoleh ke Tetsu dan terdiam menatapnya. "Aomine-kun pengawalmu memanggilmu daritadi."

"Ah," tersadar akan ucapan Tetsu mataku dengan cepat mencari Sakurai dan pengawal lainya yang ada di balik pintu kayu yang terdapat pahatan Adam & Hawa. "Terimakasih Tetsu, sepertinya sudah waktunya aku dipajang di atas sana bersama dengan Kise."

Bergembira dan tertawa senang bersama rekan kerja ayahku, bersikap patuh layaknya ahli waris yang Bergembira dan tertawa senang bersama rekan kerja ayahku, bersikap patuh layaknya ahli waris yang nampak mapan dan siap kapan saja untuk diberikan warisan. "Dan ya aku lakukan itu demi kesuksesan keluarga Aomine yang telah mempercayakan saya sebagai Komisaris Utama untuk….." dan blablabla aku keluarkan semua yang telah aku persiapkan agar terlihat benar-benar meyakinkan di mata semua orang, tapi tetap saja batinku terdalam berteriak "OMONG KOSONG! SEMUA INI KULAKUKAN AGAR AKU LEBIH CEPAT MENDAPATKAN SELURUH KEKAYAAN AYAHKU YANG KEPARAT ITU!" batinku berbicara menentang semua kalimat pidato sambutanku. aku hanya tertawa kecil melihat mereka semua yang nampak kagum dengan semua aktingku. menjadi anjing patuh selama 10 tahun semenjak diriku lulus SMA, meninggalkan semua hal yang aku cintai termasuk basket untuk menjadi pria gentlemen licik seperti ayahku.

Ya… semua ini akan berakhir sempurna, melambai tangan kepada kawanan serigala yang dengan gampangnya mengenakan syal domba, bersenda gurau sembari mencari mangsa di pesta sialan ini. Riuhnya tepuk tangan saat aku dan kekasihku memotong tali peresmian. Tapi… aku tak pernah tahu kalau semua rencana yang kususun dengan apik untuk mengakhiri ini semua malah menjadi seperti ini.

Aku merasakan Ayahku mendekat berdiri di sampingku memberiku tepukan ringan di bahu dan berkata, "Aomine, Kau benar-benar anak yang bisa aku and—" ucapanya berhenti.

PYAAARRR!

DOORR!

Kaca yang memiliki ketinggian 6 meter yang bergambar kumpulan domba itu hanya menyisakan gambar rerumputan yang ada di bawahnya saja. Dan saat aku memutar badan, Darah mencuat keluar dari tubuh salah satu pengawal yang menjaga ayahku di sebelahnya. Sekali tatapan mata pada mereka, lima orang pengawal itu mengangguk mantap dan membawa pergi Ayahku dari tempat tersebut. Detik selanjutnya yang kudengar hanyalah suara jeritan, orang-orang yang berhamburan berlari kesana kemari tak memperdulikan status mereka yang lebih rendah dariku itu menabrakku hingga jatuh. Namun dengan cekatan aku bangkit lagi dan menekan tombol di balik saku celana panjangku, saat aku melihat Kise yang tersenggol kesana kemari oleh desakan orang aku langsung meraihnya dan membuka jalan untuk kami berdua mencari tempat aman.

"AOMINE-SAMA!" teriak seseorang dari kejauhan saat aku berbalik aku melihat Sakurai yang berlari menghampiriku dengan kedua tanganya yang melebar.

"Sakurai!" teriakku yang berhenti berjalan menunggunya. Namun…

SLASH…!

Mataku membelalak saat melihat darah kental keluar dari mulutnya. Darah itu juga mencuat keluar dari sebilah samurai yang muncul dari balik dadanya yang sekarang berwarna merah seolah seseorang menyiramnya dengan sablon merah secara tiba-tiba.

"SAKURAI!" teriakku lagi dan berlari mengejarnya tapi lagi-lagi aku tersandung jatuh oleh desakan orang-orang yang berlarian. Saat Sakurai terjatuh di kubangan darah yang mulai meluas aku dapat melihat todongan pedang yang mengarahku, aku tak mengenal siapa pria berkacamata hitam dengan setelan suit hitam yang bagiku dia terlihat sekali sebagai pembunuh bayaran. Yang aku tahu adalah, aku harus segera mengambil pistol yang terlontar keluar dari celana Sakurai dan menembakan peluru di kepalanya itu. Ya, pasti dia mengincar keluargaku. Membunuh Ayah dan pewaris utamanya. Tapi, langkah pemuda yang menghadapkan pedangnya itu berjalan ke kiri ke arah…

"KISSE! LARIII…!" teriakku sekerasnya, tanpa ragu-ragu aku bangkit dan mengejar pembunuh bayaran itu yang telah berlari melewatiku, tangan kananku yang mengarahkan mata pistol ke kepala pembunuh itu, mata kiriku yang tertutup agar sasaranku tepat mengenainya dan tinggal jari telunjukku yang menarik pelatuk saja dan kepala pembunuh itu akan pecah berkeping-keping dengan pistol otomatis MAC11 itu. Dan ya, lagi-lagi gerakanku terlambat…

Tubuhku terkena cipratan darah, setelan jas mahalku, tanganku yang sedari tadi mengarahkan pistol, tak lupa bibirku yang membuatku dapat mencium samar-smar bau besi. Pria itu ambruk dan pistol yang kutodongkan sekarang ini memperlihatkan pria berjas abu-abu yang kedua tanganya yang menggenggam pisau menjadi merah pekat terkena darah dari pembunuh itu.

Sembari menurunkan pistol otomatis itu aku menarik Kisse yang rambut pirangnya juga terkena cipratan darah itu untuk segera lari lagi. Ya, tubuhnya gemetar dengan hebatnya. Tapi, kami tak punya waktu sedetikpun untuk dibuang sia-sia. Kuhantam tubuhku ke pintu kayu usang yang merupakan pintu rahasia untuk lari dari gedung ini. ya, kami berlari keluar memasuki kebun jagung yang disinari matahari senja. Berlari meninggalkan pesta yang berahir tidak sesuai dengan yang selama ini aku rencanakan…

.

.

ooOOOoo

.

.

Diatas Dek Pesiar, Hujan Lebat di tengah malam. Selesai dari Pesta.

"….Semua sudah kami bersihkan Tuan, para tamu undangan telah kami beri kado tipe A1 agar tak memberitahukan hal ini kepada siapapun begitu juga dengan media sudah kami suap semua. Tuan Besar saat ini sudah berada di Mansion utama bersama Nyonya Besar. Malam ini dan untuk tiga hari kedepan kami sudah mengerahkan semua penjagaan. Itu saja, Tuan Muda Aomine."

Pyuurr

Suara aliran minuman vodka yang kutuang dalam gelasku sendiri sembari tangan kiriku yang sibuk membuka kancing vest abu-abu gelap yang sudah tak nampak layak kupakai karena cipratan darah dari peristiwa di hotel tadi kuletakan di punggung sofa dan kuhempaskan punggungku ke sofa yang menghadap ke luar tersebut. Memperlihatkan suasana di luar yang sedang hujan lebat dengan kilat petir yang beberapa kali menyambar ke daratan dan juga,

Ting

Denting berbunyi saat menaruh botol vodka tahun kelahiranku di ember yang masih penuh dengan es. Tanpa menunggu lama aku menyesap vodka itu dan mendesah kecil menikmati getirnya alkohol yang melintasi tenggorokanku.

"Jadi," aku berdehem kecil bangkit berdiri dari kursi sembari membawa segelas vodka di tanganku, "Di dalam atau di luar?" tanyaku singkat menghadap kaca lebar dan panjang menjuntai menggantikan tembok yang menampilkan pemandangan malam kota Tokyo di malam hari tak lupa Tokyo Tower yang nampak berkilau di malam hari dengan lampu-lampunya.

"Maksudmu apa Aomine...?" tanyanya yang dari bayangan kaca dia duduk di punggung ranjang dengan nafasnya yang patah-patah. Terlihat masih nampak lelah walau dia selesai membersihkan dirinya dari darah yang secara tak langsung mengenai setelan jas mahal buatan BWRBERRY yang didesign khusus untuknya di acara ini. Ah, apa aku belum bilang kalau dia semakin nampak tampan dengan setelan jas mahalnya itu?

Rambut pirang basahnya yang dia tarik ke belakang telinga membuatku dapat mengintip leher jenjang putihnya di kaca yang menghadapku. Kubuka kancing kemeja hitamku seraya mengulangi ucapanku padanya "Iya, dia mengeluarkan spermanya di dalam atau di luar?"

Tentu saja dia akan mengerang "Aominecchi!" dan dia berdecak saat tak sengeja melihat kedua mataku yang menatap wajahnya dari atas ke bawah, memandang dirinya yang masih duduk di pinggir ranjang dengan tubuh basahnya yang dibalut jubah mandi berwarna putih itu menduduki hiasan kain sutra berwarna beige yang menjuntai dari atas langit tembok menutupi tiap tepi ranjang ukuran King size.

Aku mendengus kecil sebelum memutar balik badanku, melihat dirinya yang sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk yang dipinggirnya terdapat jahitan nama Kisse dengan benang emas yang merupakan salah satu layanan eksklusif yang disediakan dalam ruangan president suite, hadiah dari Akashi yang tak bisa menghadiri acaraku. "Kau hanya perlu menjawab di dalam atau di luar saja." aku melangkah mendekatinya sembari melanjutkan, "Ah, mungkin pertanyan yang seharusnya itu… Berapa kali kalian bercinta? Satu, dua atau 3 bulan?" ucapku meletakan gelas vodkaku di atas selimut yang terbuat dari kumpulan bulu beruang berwarna cokelat tua.

Wajahnya berpaling dari diriku yang berdiri di depanya persis, kubungkukan tubuhku dan kuarahkan kepalaku kekanan melabrak wajahnya. "Hmm? kenapa diam saja, huh?" aku bisa merasakan wangi melati bercampur mentol dari tubuhnya yang masih terdapat butir-butir air yang tak jarang menetes di pipinya dan mengalir ke bawah hingga jatuh.

Setelah kuikat tangan kananya menggunakan kain sutra dari hiasan kamar itu, aku mendekatinya lagi sembari mengambil sebotol olive oil dari ruang makan. "Hoo… aku penasaran seperti apa dirimu saat ada di bawah Kagami." Ucapku sembari melepas sabuk cokelat yang di besi belt-nya terdapat ukiran CHANAL. "Atau… kau malah menari di atas tubuhnya, huh?"

Sreet..!

Suara resleting celena panjang hitamku yang dibuka dan segera kutanggalkan dari tubuhku.

"Kise… kau bisa saja membayangkan Kagami saat aku mencumbumu saat ini dan memanggil namanya saat kau klimaks." Terkikik kecil padanya sebelum melanjutkan, "Ah tapi tentu saja takkan semudah itu untuk membayangkan kagami dengan matamu yang terbuka itu kan?"

"…?!" kise terkejut

Kubuka endtable di sebelahku dan merogoh kain penutup mata berwarna hitam. Tersenyum kembali pada kise, "Lets have a fair game." Dan berseringai sebelum kain penutup mata hitam itu berpindah menutupi kedua mata Kise, dengan paksa tentunya.

"Aomine hentikan ini sekarang juga!" erang Kise yang mencoba membuka penutup matanya tapi sudah kucegat,

"Whoa.. chotto…," ucapku menggenggam tangan putihnya itu dan menarik tanganya membuat tubuhnya mendekat padaku, wajahnya yang berpaling dariku "Kise…? Aku hanya sedang ingin mencumbu kekasihku apa ada yang salah dengan sedikit variasi?" bisikku di telinganya.

"Tapi tidak seperti ini Aomin— Ummhhh!" kupegat eranganya itu dengan memasukan paksa kedua jariku ke dalam mulutnya, bergerak menggeliat memainkan lidahnya yang bersembunyi di bagian dalam tenggorokanya sembari sesekali menggesek titik lemahnya yang telah lama aku tahu ketika pertama kali mencium bibirnya, dinding dalam rongga mulutnya kuelus perlahan. Dengan dua jariku mengelus dari pinggir terluar rongga kerongkonganya dan mundur kebelakang hingga hampir menyentuh gusi belakang dari gigi depanya itu. Tanpa membuang waktu aku mematikan beberapa lampu dalam ruangan ini meninggalkan lampu dari beranda luar kamar ini menyala. Dengan begitu bayangan gelap dari tubuh kami yang ada di ranjang King Size itu tergambar pada tembok yang menjulang tinggi.

Saat kurasa pertahanan Kise mulai melemah melalui permainan kedua jariku yang cukup intens membuatnya mengejar nafas sendiri, dengan segera aku bangkit berdiri menarik kasar laci endtable dan mengeluarkan kondom. Tapi… saat aku melihat wajah Kise sekilas, "Protection? Dari apa?" tanyaku sendiri dan membuang satu renteng lusin kondom ke sembarang tempat.

Menungging dengan kedua lututnya dan tangan kiri putih yang sedari tadi kupegang dari belakang, kedua bongkah bulatan pantatnya menghadap wajahku, diriku yang ada di belakangnya dengan tangan kiriku kubuka celah celana dalam warna putihnya itu dan berkata, "Kagami," ucapku "Apa dia juga menjilat bagian ini?" tanyaku sembari mulai menjilati sekitar lubang rektumnya yang berwarna peach. Berkedut setiap kali lidahku mencoba masuk lebih dalam. Tangan kiriku bergerak perlahan tapi pasti menyapu betisnya melewati lekukan belakang lututnya dan bersandar meraba di pinggir paha dalamnya mendekati tiang kenikmatanya yang ternyata sudah mengeluarkan precum. Ya dengan hanya permainan rimming yang kuberikan padanya tadi. Kutarik lidahku dan tertawa kecil, "Aku bahkan belum menyentuh ini, dan kau sudah…"

"Ahhhmm.." erangnya ketika jari tengahku memijat pelan pada lubang kecil dimana dia akan mengeluarkan sari cintanya itu. Tanpa menunggu lagi dengan tangan kiriku kuelus tiang kenikmatanya dan setiap kepalan tanganku sampai di ujung tiang, jempol dan jari telunjukku memilin pelan lubang kecil yang kemudian kau bisa mendengar suara desahan yang terlonjak akan kenikmatan yang kuberikan. Sembari itu aku memasukan cairan olive oil itu ke dalam lubang cintanya dan menekan botol itu, bisa kulihat punggungnya menjadi curve ke dalam menandakan sebagian cairan olive oil dari botol itu sudah berpindah ke dalam tubuhnya. Dan setelah ini, dengan kejantananku yang berdiri menegang telah siap memompa tubuh putihnya itu di bawah kuasaku.

"Kagami," bisikku di belakang rambut kuningnya yang sudah berantakan "Apa dia juga memberimu foreplay yang cukup?" tapi yang kudengar hanya isak tangisnya saja. maksudku bagaimana kau bisa menangis? Aku bahkan membuatmu precum dengan foreplay yang kuberikan padamu. bahkan pantatmu sekarang ini saja terangkat tinggi seolah menungguku untuk menindihmu dari belakang.

"Ahh… Aagghhh… ummmhhh…" sementara Kise yang mengerang dan diriku yang meringis melihat kejantananku yang menusuk tubuhnya untuk terbelah dua agar aku bisa masuk ke dalam tubuhnya.

Ah sial… bukankah dekat-dekat ini dia bercinta dengan Kagami? Kenapa dia masih seketat ini? batinku setelah memasukan semua bagian tubuhku itu masuk ke dalam tubuhnya, seketika aku dapat merasakan otot-otot dalam yang meremas penisku dan mencoba mendorongku keluar.

"Ahh… Kise," rasanya seperti… Aku bercinta denganmu untuk pertama kalinya. Apakah ini karena terakhir kali aku merasakan tubuhnya menggaulinya 3 bulan yang lalu?

Perlahan aku bungkukan tubuhku sembari tanganku yang memalingkan wajahnya kesamping membuatku dapat melihat wajahnya yang basah. Hidung dan bibirnya yang memerah mengeluarkan ingus dan air mata yang terlanjur menjadi satu membasahi bantal berwarna maroon yang sedari tadi untuk menutupi suara isak tangisnya itu. "Berhenti…berhenti…" erangnya saat jempolku mengusap bibirnya yang memerah itu. kusumbat lagi mulutnya dengan dua jariku yang berwarna cokelat membuatnya tersedak dan terbatuk perlahan.

Tak sudi aku mencium bibirnya, bibir yang berbohong padaku, bibir yang mengerang mendesah saat bercinta dengan sahabatku itu, bibir yang pastinya pernah mengulum tiang kenikmatan sahabatku itu. "Ummhhh.. Ugghh…!"

"Semua terasa begitu sempurna… Ayah bajinganku itu, Pesta sialan ini, Dirimu yang bercinta dengan keparat itu, teroris yang hampir berhasil membunuh ayahku, oh tak lupa dengan pengawal setiaku, Sakurai yang mati di depanku." Tak kuberi kesempatan pada dirinya yang menggigit kedua jariku di dalam mulutnya itu meraih tali agar bisa kabur dari jurang nafsu yang telah aku persiapkan untuknya.

Kepalanya menggeleng ke kanan dan ke kiri, tak menyerah 'tuk mencoba mengeluarkan kedua jariku ke dalam mulutnya itu. "Ao-mmhhi-nneee…" dia masih bisa berbicara memanggil namaku dengan mulut penuh dengan air liur dan tetesan darah dari jariku yang dia gigit meleleh dari mulutnya.

"Bukan, bukan, seharusnya saat ini kau memanggil namanya… Kagami." Jawabku dan kembali mengelus dan menggesek titik lemahnya yang ada di dinding tenggorokanya itu.

Kenapa semua hal yang telah kubangun susah payah untuk meraih kekuasaan ayah ada di tanganku bisa hancur berkeping seperti ini dengan mudahnya? Aku mengorbankan semua sahabat yang telah membuatku sadar bahwa masih ada langit di atas langit. Kebebasanku yang dikekang oleh Ayahku yang menginginkan diriku tenggelam dalam dunia bisnis seperti dirinya, dan… pria berambut kuning yang memberiku gairah hidup untuk tetap terus menjalani semua hal ini. kenapa setibanya aku di Jepang setelah 3 bulan aku menjadi anjing patuh untuk ayahku selama di London bisa berubah drastis seperti ini?

Kau sudah melihatnya sendiri kan, Aomine? Mulut kekasihmu yang kau pikir terisak menangis dengan percintaan ini nyatanya sekarang dia tak segan menghisap kedua jarimu di mulutnya itu. Apa kau tak sadar betapa jalangnya dia, huh?

Bisikan setan yang mengaung di kepalaku. Tawa setan itu membuatku mencengkram kedua bongkahan pantatnya itu, menariknya ke belakang dan menggeram memaksakan nafsuku untuk masuk lebih dalam dan dalam lagi ke dalam tubuhnya. "ARRRGHHH…!" erangku yang mersakan kejantananku menyentuh pangkal terdalam dari tubuhnya itu dan cengkraman dari otot-otot itu semakin kuat memijatku. Dengan nafasku yang tersengal-sengal "Kisse… kau tak bercinta dengan Kagami tapi kau diperkosa oleh bajingan itu bukan?" tanyaku menatap kedua matanya yang tertutup kain bludru hitam. Perlahan melepas kedua jariku yang terdapat bekas gigitanya keluar dari mulutnya yang kecil itu.

Gemetar.

Aku merasakan seluruh tubuhnya bergidik gemetaran dan airmata yang terus mengalir di balik bludru hitam itu. Saat tangan kiriku hendak meraih penutup mata itu kepalanya menggeleng ke kanan dan ke kiri seolah dia menjawab pertanyaanku.

PRANNGG!

Tanganku yang terdiam tadi mengepal memukul punggung ranjang hingga membuat botol olive oil yang ada di samping kepalanya terjatuh dan pecah di lantai marmer isinya berceceran membuat lantai marmer membuat terlihat bersinar dengan cairan minyak yang terbuat dari buah zaitun tersebut.

Dengan satu tarikan kuat kulepas ikatan tangan yang ada di pinggir ranjang itu, tanpa mengeluarkan bagian tubuhku yang kadung melumer di dalam tubuhnya aku bangkit dengan mengangkat tubuhnya berjalan menuju meja kerja ruangan ini yang hanya perlu tiga belas langkah dari ranjang kami.

"Ahh… Aomin—!" reflek aku bisa merasaan jari-jari Kise yang menancapkan kukunya pada pundak dan lenganku mencoba berpegangan pada tubuhku tanpa mengetahui apapun dengan kedua matanya yang tertutup itu.

Sreett…

Gubrakk!

Laptop yang sedari tadi menyala, telepon, Alat pemutar musik kuno yang daritadi memainkan salah satu karya Chopin, Nocturne No. 20 in C Sharp Minor, lembar-lembar kertas yang berisi proposal tiap perusahaan yang ingin menanamkan sahamnya pada perusahaanku, tak lupa botol anggur pemberian dari Sakurai, semuanya berserakan di karpet tosca. Di bawah lampu dengan hiasan angel kecil aku memompa nafsuku ke dalam tubuhnya lagi, lagi, dan lagi.

"Kisse… apa yang kau sembunyikan dariku…?" tanyaku lirih di bawah dada datarnya yang kembang kempis mengejar nafasnya yang terdengar lemah setelah diriku yang berhasil memuaskan nafsu hewanku padanya. Wajahnya nampak berantakan, dengan peluh keringat yang membasahi relung lehernya, mata yang sembap, dan bludru hitam yang tak lagi menutup matanya.

Ya, aku ingat sekali bagaimana suara teriakan yang memohon padaku menghentikan ini semua. menjambak rambutku, mencakar lenganku, tak lupa cairan cintanya yang aku buat keluar dari tubuhnya dengan paksa. Tapi, tak sekalipun dia menjawab pertanyanku. Seolah dia diam tak ingin rahasia yang ia simpan terbongkar. Sampai…

Dengan gemetaran tangan kananya bergerak selaras kedua matanya yang sayu itu menatapku, dadaku bisa merasakan tanganya mendarat pada bagian luka yang ia buat denga cakarnya itu. "Ao.. …" lemah sekali suaranya memanggil nama panggilanku semasa aku dan dia di sekolah. "Aku.. hanya ingin kau bahagia…"

"Lalu kenapa kau ingin membatalkan pertunangan ini! Kau juga tak mau mengaku diperkosa oleh bajingan keparat itu! kenapa kise… KENAPA?!" bentakku padanya hingga tak sadar aku memukul tembok yang menjadi sandaran Kise selama aku menggaulinya dengan kasar.

Kisse… sungguh, "Aku tak peduli dengan kacaunya pesta tadi dan persetan dengan semua manusia penjilat itu!" aku pegang dagunya dan kudongakan padaku, "Aku hanya ingin bersamamu, Kisse…" Hanya itu saja.

Wajahnya yang gemetaran itu meneteskan air mata mengenai bibir kecilnya yang melengkung tersenyum lemah sebelum berkata, "Aomhinecchii…. Maafkan aku," suaranya yang tak terdengar jelas karena terhalang butiran-butiran air mata yang keluar dari kedua matanya.

BRUUKK!

"KISE…! KISSE!" kuguncang tubuhnya yang ikut bergerak setiap kali aku menggerakan kedua sisi lenganya secara bersamaan. Mencoba membangunkan tubuh Kisse yang tergeletak lemah di bawahku. Bahkan aku dapat merasakan otot-otot yang sedari tadi mencengkram kejantananku mulai mengendur hingga dapat membuatku mengeluarkanya dengan mudah.

Tubuhnya langsung kuangkat dan kutaruh kembali ke ranjang, aku bergegas menggunakan celana panjangku kembali mengenakan kemeja dan kuraih telepon genggamku dan saat aku hendak menekan nomor, telepon itu berbunyi ternyata salah satu pengawal ayah. Segera saja kujawab, "Aomine disini, ada ap—"

"Selamat malam Tuan Muda, sebelum saya menyampaikan berita saya hendak mengkonfirmasi bahwa saya adalah pengganti Pengawal utama anda setelah kematian Sakurai."

"Laksanakan." Jawabku singkat.

"Baik, Tuan. Saya hendak memberitahukan berita terbaru tentang Tuan Kagami Taiga. Beliau ditemukan mati keracunan di ruang kerjanya satu jam sebelumnya. Kami turut berduka cita atas meninggalnya salah satu sahabat Tuan Muda Aomine. Kami bisa menjadwal ulang untuk kegiatan di besok harinya agar Tuan Muda bisa menghadiri pemakamanya."

APA?! ADA APA DENGAN SEMUA KEJADIAN INI?!

APA YANG SEBENARNYA TERJADI SELAMA 3 BULAN AKU DI LONDON!

"Halo, Tuan Muda Aomine… apakah anda bisa mendengar suara saya—"

.

.

.

.

.

.


JANGAN BERI AKU TATAPAN SEPERTI ITU, KISE – CHAPTER 4 :

SAAT BERCINTA DENGANKU KAU BERBISIK, "MAAFKAN AKU" - PART I

Author : Lutung

*SELESAI*


Author Note :

Di FF yang saya buat kali ini, saya mencoba variasi baru dengan menambahkan keterangan musik background dengan genre klasik (Mozart & Chopin).

Akhirnya bisa membuat cerita dengan konten S&M yang ditulis dari segi sudut pandang seme-nya. Saya juga kaget saat membaca ulang cerita yang saya buat ini telah membuat Aomine yang (katanya) polos menjadi seliar ini. #notgomen. Dan semoga tidak maksa untuk adegan 'H'-nya. (._.')a

Ada beberapa pesan inbox yang mempertanyakan tentang identitas saya. Saya hanya bisa menjawab dengan yang tertera di halaman profile saya saja. Tentunya Author dan Reader yang telah lama berkecimpung di dunia Fanfiction memaklumi alasan saya ini.

Terimakasih bagi reader dan silent reader saya yang telah setahun (broh!) bersama cerita-cerita 'Mature' yang telah saya buat. :D

Terimakasih sudah berkunjung dan membaca~

Dan satu harapan saya, semoga FF ini bisa selesai di Part II *Ameen*


TO BE CONTINUED

SAAT BERCINTA DENGANKU KAU BERBISIK, "MAAFKAN AKU"

- PART II -