"Aku ada berita gembira untuk kalian semua!" ujar seorang gadis berambut pink sebahu di depan beberapa teman-teman mahasiswanya.
"Aku...," ia menggantung kalimatnya.
"..."
Semua pasang mata terheran-heran dan penasaran dengan ucapan gadis itu. Sedangkan sang gadis hanya sedikit terkekeh pelan. Tampak sedikit semburat merah memenuhi pipi chubby nya. Dengan malu-malu gadis itu melanjutkan ucapannya untuk menyampaikan berita yang telah ia bawa.
"Aku... telah bertunangan dengan Sasuke-kun..."
"..."
"..."
"EEEHH?!"
Dan pekikan kaget dilontarkan oleh banyak kenalan gadis itu. Mereka semua terbelalak kaget. Dan salah satu diantaranya hanya bisa mencelos hatinya ketika mendengar ucapan gadis itu.
.
.
.
.
MAAFKAN AKU
.
.
By Neko La Piercee
Disclaimer: Naruto is belong to Masashi Kishimoto
Rate : M
Genre : Drama, Romance, Hurt/Comfort,
WARNING : OOC, Typo, Lemon, rape, NaruHina, SasuNaru slight, cerita abal, dll.
KONTEN KHUSUS DEWASA (18+), ANAK KECIL DILARANG BACA. KALO TETEP MEMAKSA DOSA TANGGUNG SENDIRI.
DONT LIKE, DONT READ
.
.
.
.
Pemuda bersurai kuning itu menatap nanar sosok pemuda yang kini tengah berdiri dihadapannya. Ia tak percaya dengan ucapan pemuda tersebut. Ia begitu sangat terkejut hingga ia tak bisa berpikir lagi. Pikirannya kosong, hatinya hancur seketika. Pengakuan pemuda raven di depannya itu telah membuktikan segalanya. Segala kecemasan yang baru-baru ini menghantui pemuda kuning itu ternyata telah menjadi kenyataan. Seakan tersadar dari keterkejutannya, pemuda kuning itu meremas rambutnya frustasi. Sedangkan pemuda satunya hanya dapat memalingkan wajah, tak berani menatap pemuda kuning itu. Ia terlalu takut hanya untuk menatap safir si pemuda kuning.
"Maaf... Naruto... aku..."
"Jadi... itu semua benar? Kau dan Sakura... bertunangan?" Pemuda bersurai kuning itu akhirnya angkat bicara dan memotong ucapan pemuda raven.
"Aku tidak punya pilihan lain, Naruto!"
"Setidaknya kau bisa menolak bukan! Lalu bagaimana denganku?! Bagaimana dengan hubungan yang sudah kita bangun sejak satu tahun yang lalu, HAH?!" pemuda yang diketahui bernama Naruto itu berteriak frustasi kepada pemuda raven itu, "jawab aku, Sasuke!"
"..."
Sedang si pemuda raven, Sasuke, hanya bisa diam seribu kata dan menundukkan kepala semakin dalam. Mendapat reaksi seperti itu, hati Naruto semakin terasa sakit. Pemuda yang telah mencuri hatinya sejak setahun yang lalu, hanya diam saja dan menerima segala pertunangan bodoh akibat perjodohan dari kedua orang tuanya. Cukup sudah. Naruto tidak tahan dengan Sasuke yang ada dihadapannya. Ia lelah. Ia telah sakit hati. Dan kebencian pun menyeruak dari dalam hatinya.
"Naruto... aku-"
"Pulanglah, Sasuke..." ujar Naruto lirih.
"Tapi-"
"Aku tahu kau sebenarnya tidak ingin semua ini berakhir. Aku tahu kau juga tak bisa menolak keinginan dan harapan orang tuamu. Aku tahu dan mengerti, Sasuke..." Naruto berhenti sejenak, "mungkin memang hubungan antara kita harusnya tidak pernah ada." Naruto tersenyum getir.
"Tunggu! Naruto, aku-"
"-Sasuke..."
Sasuke kembali terdiam dan kembali mendengarkan.
"Selamat atas pertunanganmu, Sasuke. Dan..." Naruto mulai beranjak dari bangku taman, "Selamat tinggal, Sasuke. Semoga kau bahagia bersama Sakura."
Naruto benar-benar mulai beranjak pergi dari taman sepi tersebut, meninggalkan Sasuke Uchiha sendirian di malam yang entah mengapa terasa sangat dingin dan menusuk. Dan Sasuke sendiri, tanpa terasa sebulir air mata menuruni pipi tirusnya. Ia menangis di taman itu, sendiri.
.
.
.
.
.
.
.
.
Gadis bersurai indigo itu menggosok-gosokkan kedua tangan mungilnya. Ia berharap dapat sedikit kehangatan dengan melakukan hal itu. Mantel tebal berbulu yang ia kenakan semakin ia keratkan. Ia menggigil kedinginan. Rambut panjang yang biasanya ia gerai, entah kenapa kini sedang ia ikat dan lipat, sehingga seolah-olah ia terlihat seperti anak laki-laki yang sedang mempunyai tren rambut harajuku. Terlintas dalam pikirannya, sudah berapa lama ia berdiri di situ, hanya untuk menunggu orang itu. Iya, orang itu, orang yang telah menjadi temannya sejak duduk di bangku SMA, orang yang juga satu universitas serta satu jurusan dengannya. Dan orang yang ternyata diam-diam ia sukai sejak SMA.
TEP TEP TEP
Terdengar suara langkah seseorang. Gadis itu menoleh ke arah lorong gelap asal suara tersebut. Samar-samar ia melihat bayangan orang yang berjalan ke arahnya. Sedikit bergidik ngeri karena takut, gadis itu sedikit mundur ke belakang. Area apartemen itu sangat sepi dan gelap. Ia mulai bergetar ketakutan kala bayangan orang itu hanya tinggal beberapa meter di depannya. Tas yang dipegangnya semakin ia dekap. Ia benar-benar ketakutan.
"Si-si-siapa di sana?!" ia memberanikan bertanya.
"..."
Tak ada sahutan. Gadis itu semakin panik. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri. Ia bingung harus berbuat apa. Kenalan yang ia datangi juga belum pulang. Tak punya pilihan lain, ia berjalan mundur kebelakang perlahan. Sayang, kakinya sudah terlalu lemas hanya untuk menopang tubuhnya. Ia terjatuh dan hanya bisa bergetar ketakutan.
Lau sosok bayangan yang menghampirinya? Tentu saja semakin mendekatinya. Langkah gontai sosok itu mengisyaratkan kalau sosok itu mungkin sedang mabuk. Semakin dekat dan dekat, sosok itu mulai sedikit terlihat dalam sorotan lampu redup apartemen. Sosok itu memiliki penampilan berambut spike pendek berwarna pirang. Warna kulit yang dimiliki yaitu tan. Iris matanya berwarna safir. Tatapan dingin dan menusuk tergambar jelas pada mimik wajah pemuda itu.
"Na-naruto... kun?" Gadis tadi bergumam lirih.
"..."
Yang dipanggil Naruto tak bergeming dan tetap melanjutkan jalannya.
Gadis tadi sedikit merasa lega ternyata sosok tadi adalah orang yang ditunggunya. Ia menghela nafas pelan dan mulai beranjak berdiri menghampiri Naruto. Gadis itu mengamati keadaan Naruto yang cukup berantakan. Rambut pemuda itu lebih acak-acakan dari biasanya. Dan tercium aroma menyengat khas alkohol dari tubuh maskulin Naruto. Gadis indigo itu terlihat sangat khawatir dengan keadaan Naruto.
"Na-naruto-kun? Ka-kau baik-baik s-saja kan?" gadis itu memegang pundak kiri Naruto.
Pandangan mata safir Naruto yang mulanya kosong, kini menatap sesosok gadis indigo di depannya. Samar-samar ia melihat gadis itu tampak khawatir dengan keadaannya. Tapi seketika itu pula, dalam pandangan pemuda itu, ia melihat sosok pemuda yang seolah-olah sedang khawatir padanya. Ia mengenal sosok pemuda itu. Ia menggeram kesal.
"KENAPA KAU KEMARI, HAH?!" Naruto ganti mencengkram bahu sosok di depannya.
"Na-na-Naruto-kun... i..ittai..." sosok di depannya sedikit meringis kesakitan menahan cengkraman di kedua bahunya.
"HEH! Sakit kau bilang? Lalu bagaimana dengan sakit hatiku, heh? Kau tau, kau sangat kejam, TEME!" Naruto berteriak kencang di depan gadis yang disangka pemuda yang dipanggil Naruto "Teme".
"Te-teme..?" gadis itu terkejut.
"Kemari kau!" Naruto menarik tangan mungil gadis itu ke dalam apartemennya.
.
.
.
-WARNING-
.
.
.
DUKK
Dihempaskanlah tubuh mungil gadis indigo yang ia tarik tadi. Gadis itu terhempas di kasur king size milik Naruto. Belum sempat ia bangun, ia merasa tubuhnya tertimpa sesuatu yang berat. Ia membuka mata. Amethys gadis itu terbelalak kaget dengan posisinya dan pemuda yang kini tengah menindihnya. Ia semakin kaget ketika tangan kekar pemuda itu melepas mantel yang ia kenakan dengan paksa dan melemparnya asal. Ia merasa akan terjadi hal buruk jika kegiatan pemuda itu tetap berlanjut. Gadis itu pun berusaha mendorong dada bidang pemuda yang tengah menindihnya.
"Na-naruto-kun! Le-lepaskan! Lepaskan aku!" gadis itu meronta ketakutan.
"Lepas katamu? Asal kau tau, kau tak akan pernah kulepaskan lagi, Sasuke!" Naruto yang dikuasai oleh alkohol dan nafsu itu semakin bertindak brutal.
"S-sasuke...?!" gadis itu membulatkan matanya tak percaya.
"Kali ini, tak akan kubiarkan kau bersama perempuan jalang itu. Kau milikku, Sasuke!"
"Na-naruto-kun, k-kau salah! A-a-aku bukan S-sasuke-kun! I-ini a-aku, H-hinata!" gadis yang diketahui bernama Hinata itu mencoba menjelaskan dan menghentikan perbuatan pemuda di atasnya.
"JANGAN BERCANDA!" Naruto berteriak.
SREEK!
"AAKH!" Hinata berteriak.
Dalam sekali sobekan, baju atasan Hinata sobek dengan lebar. Karenanya, terpampanglah gundukan kembar milik Hinata disertai bra putih yang masih melekat. Naruto yang masih mabuk perlahan sedikit bangkit dan melepaskan jaket kulit dan kaos hitam yang ia kenakan. Setelah itu, ia lempar asal kaos dan jaket itu. Hingga kini, terpampanglah dada bidang milik Naruto. Disamping ketakutan luar biasa Hinata, ia juga menutupi wajahnya dengan kedua tangan mungilnya ketika ia melihat dada bidang Naruto. Wajahnya sudah sangat merah merona.
"Apa-apaan kau ini! Ini bukan pertama kalinya kau melihatku bertelanjang dada, Teme!"
Naruto mencengkram kedua tangan Hinata dan ia letakkan kedua tangan itu tepat di atas kepala Hinata. Hinata tersentak, ia lantas membuka matanya. Ia melihat Naruto tengah menatapnya horor dan pemuda tampan itu telah menyeringai. Ia benar-benar terlihat seperti setan di mata Hinata.
"Na-Naruto-hmmph!"
Naruto kini telah melumat bibir mungil Hinata. Ia melumat bibir itu dengan kasar. Hinata tetap berontak, memaksa Naruto untuk melepas lumatan pada bibirnya. Namun usaha itu sia-sia saja. Naruto jauh lebih kuat darinya. Hati Hinata terasa teriris. Cairan bening merembes turun melewati pelupuk matanya. Naruto yang kesal karena bibir yang ia lumat tak kunjung membuka mulut untuk memberinya akses itu mulai geram. Dengan geram, cengkraman di tangan Hinata semakin ia kencangkan. Mau tak mau Hinata yang kesakitan tak sengaja berteriak kecil dalam ciuman panasnya.
"Mmh..akh!"
Tak mau membuang kesempatan, Naruto langsung memasukkan lidahnya ke dalam mulut Hinata. Lidahnya mulai mengeksplor ke dalam mulut Hinata. Ia jelajahi mulut Hinata dan mengajak lidah Hinata untuk saling beradu. Hinata yang sebelumnya tak pernah melakukan adu lidah seperti itu hanya pasrah ketika Naruto mulai mendominasi lidah beserta isi mulutnya. Setelah dirasa cukup lama mereka saling beradu lidah, Naruto mulai melepaskan pagutannya. Terciptalah benang saliva dari kedua mulut insan tersebut.
"Uuh.. ahhmm..." Hinata yang sudah merah total hanya dapat memandang Naruto dengan sayu dan berdurai air mata. Ia sudah tidak sanggup lagi. Tenaganya mulai habis.
Naruto tidak diam begitu saja. Kini ia telah bergerak untuk menciumi leher jenjang Hinata dan membuat kiss mark di sana. Sesekali ia menggigit kecil kulit leher Hinata hingga bercak-bercak kemerahan muncul.
"Ehmm... ahh... Na-naru...to-kun... ja-jangannhh..." Hinata berusaha mati-matian agar erangannya tidak keluar.
"Kali ini kupastikan kau jadi milikku, Sasuke!" desah Naruto disela-sela leher jenjang Hinata.
"K-kau shssalah.. N-narutoohh-kunnhh. A-ak-aku Hin-nnathaa... aakhh!" gagal sudah Hinata untuk menghentikan erangannya.
Seolah tuli dan termakan nafsu lebih dalam, Naruto tidak mengindahkan ucapan dan erangan Hinata di bawahnya. Kini yang ada di otaknya adalah ia harus menjadikan sosok yang ia kira Sasuke itu menjadi miliknya. Ia hanya perlu melakukan itu, mengklaim kekasihnya agar tidak direbut kembali. Malam ini, ia telah bertekad akan mengambil 'keperjakaan' sosok yang dikira Sasuke tersebut.
"Mmhh.. aakkhh..." erangan Hinata semakin bertambah ketika Naruto kian menurunkan ciumannya hingga kini tepat berada di antara gundukan kembar payudaranya.
"Hmm?"
Naruto menghentikan sejenak kegiatannya. Dilihatnya dada sosok yang sedang ia tindih. Samar-samar ia melihat ada bra yang menutupi gundukan kembar itu. Naruto terkekeh pelan. Hinata yang sudah mulai terangsang kini ikut memperhatikan Naruto yang menghentikan aktivitasnya. Dengan nafas terengah-engah, ia memperhatikan mimik wajah Naruto.
"Apa-apaan kau ini, Teme! Kau menggunakan bra? Yang benar saja, hei!" Naruto menarik paksa bra yang dikenakan Hinata.
KRAAK
Lagi, bra putih itu sobek dan Naruto melemparnya asal. Kini Hinata telah setengah bertelanjang dada. Naruto tersenyum mengejek. Tanpa pikir panjang, Naruto langsung melahap payudara kiri Hinata dan menghisapnya kuat-kuat. Sedangkan tangan kanannya yang bebas, kini menggerayangi payudara kanan Hinata. Hinata bergetar dan tubuhnya menggelinjang saat merasakan sensasi tersebut.
"Mmh.. akhh.. N-naruto-kunhh.. ahh..."
"Mhh..mhh.." Naruto juga mulai mendesah.
Kegiatan yang Naruto lakukan terus berlangsung. Dengan lihainya tangan kanan yang semula menggerayangi payudara Hinata, kini telah berpindah meraba perut datar Hinata. Mencoba untuk menggerayangi bagian bawah Hinata yang ada di sana. Sedangkan, mulutnya kini beralih melahap payudara kanan Hinata. Lidahnya memain-mainkan puting payudara Hinata yang berwarna pink tersebut, dan sesekali ia menggigit puting itu hingga memerah. Tangan Naruto yang bergerak ke bawah tadi, kini meraih rok yang dikenakan Hinata dan kembali merobek bawahan Hinata tersebut. Setelah dirasa rok tersebut lepas, Naruto melempar rok tersebut ke lantai, bersamaan dengan baju Hinata yang lainnya yang juga tergeletak di lantai. Langsung saja Naruto meremas selangkangan Hinata yang masih tertutup celana dalam tersebut. Hinata langsung saja berteriak sedikit kesakitan karena remasan tersebut.
"AAKH! Ss-ssakitthh, n-Naruto-kunnh! Hiks.. Hiks..!" Hinata meronta kesakitan.
Naruto yang sedang menikmati payudara Hinata menghentikan aktivitasnya sebentar.
"Ohh! Apa yang terjadi denganmu, hah?! Dulu sepanjang kita melakukan 'ini', kau selalu saja meremas juniorku juga kan, Sasuke!" Naruto berujar sarkasme, "kini, kau pun juga harus merasakannya, Teme!" lanjut Naruto.
"Ahh.. ahh... j-jangannhh... Hiks.. Hiks..."
"Kali ini tak akan kuampuni kau!"
"AAAAKH!"
Remasan di selangkangan Hinata semakin kuat. Hinata mati-matian menahan sakit itu. Air matanya yang sedari tadi sudah mengalir kini tambah deras. Naruto yang tentunya masih dikuasai oleh alkohol dan nafsu kini merobek satu-satunya celana dalam Hinata yang menutupi vaginanya. Begitu pula Naruto, ia sudah tidak tahan untuk segera memasukkan juniornya tersebut pada liang kenikmatan yang biasa ia masuki. Naruto memasukkan tangan kanannya ke dalam saku celananya dan mengambil sesuatu. Ternyata ia mengambil dasi yang ia pakai saat sedang magang di salah satu perusahaan. Naruto lantas melilitkan tali tersebut untuk mengikat kedua tangan Hinata. Setelahnya, ia menyeringai puas. Lalu dengan cepat, Naruto melepas celana hitam panjang dan boxer hijaunya. Terlihat sangat jelas kini juniornya sedang terlihat 'tersiksa' di balik celana dalamnya. Mengetahui itu, Hinata semakin membulatkan matanya. Tak ambil pusing, Naruto juga melepaskan satu-satunya kain penutup juniornya tersebut.
"N-naruto-kunnh, a-ap-apa yang a-akan k-kau l-lakukan?!" Hinata bergidik ngeri.
"Nee, Sasuke~... tentu saja aku mau mengambil bagianku, khekhekhe..." Naruto berucap manja dan menggoda.
"j-ja-jangannh... AAKKHHH!" Hinata berteriak
Belum sempat Hinata menghentikan aksi Naruto tersebut, pemuda itu telah lebih dahulu menghentakkan juniornya memasuki liang vagina Hinata. Naruto sedikit mendesis keenakan ketika seluruh juniornya telah melesak masuk ke liang vagina Hinata. Bagaikan ditusuk oleh pisau kasat mata, Hinata merasakan nyeri luar biasa pada bagian vaginanya. Air matanya tak kuasa berhenti dan terus saja mengalir. Beberapa detik kemudian, beberapa tetes darah merembes turun dan jatuh di atas sprei putih itu. Naruto yang tak sadar bahwa juniornya salah memasuki liang Hinata, tanpa peduli dengan keadaan Hinata langsung saja menggerakkan pinggulnya maju mundur. Melakukan penetrasi secara brutal dan kasar.
"AAKHH! S-sakit n-naruto-kun Hiks.. Hiks...! K-kumohon.. b-berhenti... Hiks.. Hiks..!"
"Oh Sasuke! S-ssejak kapan lubang p-pantatmu menjadi begitu nikmat, sshh?!" Naruto berujar tak karuan, "k-kau menjepit juniorku dengan erat, aahh..."
"ahh.. ti-tidaak.. hiks.. hiks..."
Aksi penetrasi Naruto yang secara brutal tersebut semakin menyiksa Hinata. Bagian bawah tubuhnya semakin nyeri dan berdenyut. Ia kesakitan. Air matanya tak henti-hentinya mengalir seiring dengan kegiatan yang tengah mereka lakukan. Naruto masih dengan brutal melakukan penetrasi. Hingga dirasanya, sesuatu dalam hasratnya akan segera melesak keluar. Ia akan segera klimaks.
"Se-sedikit... lagi.. nnh..." erang Naruto terengah-engah.
"Hen.. ti.. kan.. hiks.. hiks.." tangis pilu Hinata semakin menjadi-jadi.
Namun...
"SASUKEEEHHH!"
"AAAKHHH!"
Naruto dan Hinata berteriak keras bersama diiringi dengan cairan sperma yang menyembur ke dalam rahim Hinata. Semua cairan milik Naruto terlalu banyak hingga sebagian dari cairan itu menetes keluar dan mengotori sprei. Naruto telah klimaks. Naruto telah puas. Tenaganya telah terkuras hanya untuk memenuhi hasratnya itu. Karena lelah, Naruto yang lemas itu pun ambruk di samping tubuh Hinata, namun dengan keadaan juniornya yang masih menancap di liang vagina Hinata. Ia terkulai lemas. Dengan sedikit tenaga, ia membisikkan sesuatu di telinga Hinata.
"Kau tahu, Sasuke..." ia menggantungkan kata-katanya, "hari ini aku sangat puas. Aku... mencintaimu... Sasuke..."
Dan seketika itu pula, Naruto tertidur pulas.
Dan Hinata?
Oh jangan ditanya. Tangisnya telah pecah. Kesuciannya telah direnggut paksa oleh pria yang kini terlelap di sampingnya. Pikirannya kalut. Ia tak tau apa yang harus ia lakukan sekarang. Ia... telah ternodai.
Pikiran Hinata hilang.
Ia frustasi.
Semalaman ia menghabiskan waktunya dengan menangis. Tangisan pilu dan suaranya yang serak hanya teredam oleh kesunyian malam di apartemen Naruto. Ia terlalu lelah. Benar, kedepresiannya telah membawanya dalam kegelapan malam.
Hinata... pingsan.
.
.
.
.
.
.
"Hiks... hiks... Hiks..."
Naruto mengerjapkan matanya berulang kali sebelum membuka matanya. Dari ekspresi wajahnya, terlihat sekali ia merasa terganggu dengan tidurnya karena mendengar suara isakan tangis wanita. Tunggu! Isakan tangis wanita? Buru-buru Naruto membuka matanya. Hal pertama yang ia dapati adalah rasa keterkejutan yang sangat luar biasa. Di sebelahnya, telah berbaring seorang wanita bersurai indigo panjang yang sedang menangis sesegukan sambil menutup wajahnya. Dan yang lebih parah lagi, wanita itu berada tepat disampingnya tanpa mengenakan sehelai benang apapun. Ia telanjang.
Naruto segera bangkit dari tidurnya. Ia menoleh ke kanan dan kiri mencoba mencari kebenaran dari keganjilan yang telah terjadi. Ia melihat pakaian miliknya dan beberapa pakaian yang tak dikenalnya berceceran di lantai. Dan ia melihat kondisinya sendiri. Ia tak jauh beda dengan wanita yang ada di sampingnya. Ia juga tengah telanjang bulat. Segala pemikiran muncul di otak bodohnya. Ia memutar waktu dan berpikir keras mencari tahu apa yang telah ia lakukan kemarin malam.
Sayangnya, ingatan kemarin malam tak kunjung datang menghampiri otaknya. Ia tak ingat sama sekali dengan kejadian kemarin. Dengan meneguk air liurnya sendiri, Naruto mulai memberanikan diri untuk mencoba menyentuh wanita yang masih sesegukan di sebelahnya. Dengan tangan gemetar, Naruto menyentuh pundak wanita itu.
"H-hei–"
"JANGAN SENTUH AKU!"
Wanita itu berteriak histeris. Ia menepis tangan Naruto yang tadinya hendak menyentuh pundaknya. Hati Naruto mencelos ketika mendapati perilaku tersebut dari wanita itu. 'Sial! Apa yang telah terjadi kemarin malam? Dan wanita ini, siapa dia?'
"H-hei... k-kemarin... a-apa yang s-sudah terjadi?" Naruto bertanya gugup, takut wanita itu akan kembali berteriak histeris, sama seperti sebelumnya.
"Hiks.. hiks.. hiks.. jahat... hiks.. kau jahat, Naruto-kun..." wanita itu berujar lirih di sela tangisnya.
Suara itu. Naruto kenal betul dengan suara itu. Itu adalah suara salah satu teman sekelasnya di kampus. Tidak. Suara itu adalah salah satu suara milik temannya yang telah lama ia kenal sejak duduk di bangku SMA hingga sekarang. Suara lembut dari wanita bersurai indigo. Tidak salah lagi. Satu-satunya yang ia kenali dengan ciri-ciri tersebut adalah...
"Hi... na... ta...?" Naruto membulatkan mata tak percaya.
Masih belum percaya dengan apa yang terjadi, Naruto menyibakkan selimut yang menutupi tubuhnya dan juga tubuh Hinata. Ia hanya memastikan semua ini bohong. Ia sangat berharap hal ini kebohongan semata. 'Ini pasti bohong! Aku dan Hinata tidak mungkin melakukan itu...'
Segala sangkalan yang berkecamuk dalam pikirannya sirna tatkala ia menemukan satu-satunya bukti kuat yang ada di sana. Ia melihat bercak merah. Naruto tahu betul itu apa. Walaupun ia sama sekali tak pernah menyentuh yang namaya perempuan, tapi Naruto tahu betul itu apa. Ya, itu adalah darah perawan. Darah yang dihasilkan ketika sesuatu menerobos selaput dara milik perempuan. Darah yang keluar yang menandakan bahwa perempuan itu tidak perawan lagi.
Naruto kalah.
Ia merasa lemas. Hatinya pun ikut mencelos.
Satu hal yang ia ketahui.
Ia telah memperkosa wanita itu. Ya, ia telah memperkosa Hinata Hyuga, teman semasa SMA hingga sekarang.
.
.
.
TBC
.
.
.
Haloo...
Ketemu lagi sama neko yang telah hilang sekian lamanya. Kali ini neko agak ekstrim berani bawain cerita kayak gini. Ini sungguh pengalaman pertama neko buat cerita kayak gini. Neko minta maaf banget klo ceritanya gajelas gini...
Anyway...
Review Please...