Love by Accident
Cerita cinta yang berisi tentang cinta pertama, sakit hati, bahkan cinta yang bersemi karena sebuah insiden yang tidak disengaja./Tahukah kau terkadang orang yang paling sering membuatmu tertawa adalah orang yang paling bisa membuatmu menangis?/GS!/NEW!
Cast :
EXO member
And other cameo
"Kau mau kemana?", tanya Baekhyun heran.
"Ehm… Aku… Ah! Ibuku menyuruhku cepat pulang", jawab Tao dengan terbata-bata.
"Benarkah? Tumben sekali", ujar Baekhyun. Tao sibuk mengawasi keluar jendela. Saat ia melihat Kris berjalan pergi, Tao buru-buru meminta Baekhyun sedikit menyingkir untuk lewat. Tanpa ingin membuang banyak waktu, Tao berlari keluar kelas untuk menyusul Kris.
Tao melihat Kris keluar dari parkiran dengan motor sportnya hingga menghilang melewati pagar sekolah. Tao menghirup oksigen sebanyak-banyaknya karena kelelahan berlari. Ia terlambat. Kris sudah menghilang. Tao memandang kertas di tangannya lalu menghela nafas.
Kertas itu adalah tugas kelompok yang harus Tao dan Kris selesaikan bersama. Kris memberikannya pada Tao saat bel istirahat di sekolah tadi. Tao pikir itu hanya coretan tidak berguna mengingat bagaimana watak Kris yang pembuat onar selama ini. Tapi saat Tao memeriksanya, semua jawabannya justru benar.
Kemarin Tao memang sengaja bertamu ke rumah Kris untuk membahas tugas mereka, tapi tanpa sengaja ia justru melihat adegan pertengkaran ayah dan anak yang tidak seharusnya ia saksikan. Kris memaksa Tao ikut dengannya lalu pada akhirnya pemuda itu mengantar Tao pulang ke rumahnya.
Tao terus menunduk setelah turun dari motor besar milik Kris.
"Alasanmu bertemu denganku karena tugas bodoh itu kan?", suara berat Kris di tengah suasana hening cukup mengejutkan Tao. Gadis itu mengangguk pelan sebagai jawaban.
"Aku akan memberikannya padamu besok, jadi jangan pernah datang ke rumahku lagi, aku mohon padamu", ujar Kris. Suaranya terdengar serius, tidak seperti biasanya yang suka sekali menggoda Tao.
Kris memutar motornya untuk pergi, tapi Tao segera memanggilnya membuat Kris menoleh kearah Tao yang berdiri di depan pagar.
"Apa kau baik-baik saja?", tanya Tao dengan suara khawatir setelah mengingat Kris baru saja mendapat tamparan. Tao mengelak kalau ia mengkhawatirkan Kris karena alasan khusus. Ia mengkhawatirkan Kris sebagai orang yang ia kenal. Bagaimanapun juga Kris adalah teman sekelasnya.
"Hm…", Kris mengangguk pelan. Setelah itu ia pamit untuk pergi dan menyuruh Tao segera masuk. Tapi saat Tao membuka pagarnya, Kris justru memanggilnya.
"Ada apa?", tanya Tao.
"Bisakah aku minta tolong padamu?"
Tao mengangguk kecil, "Soal apa?"
"Anggap saja kau tidak melihat apapun hari ini"
Tao terbengong di tempatnya sampai Kris menghilang dengan motornya. Kejadian itu pasti sangat buruk bagi Kris sampai-sampai ia meminta Tao untuk melupakannya.
-Love by Accident-
"Selamat pagi Tao!", seru Baekhyun saat sampai di tempat duduknya. Baekhyun mengernyit karena Tao tidak membalasnya. Gadis bermata panda itu malah tertidur lemas, meletakkan kepalanya menghadap kearah Baekhyun diatas tumpukan kamus.
"Ada apa? Kau sakit?", Baekhyun meraba dahi Tao dengan telapak tangannya setelah meletakkan ranselnya.
"Hmm… suhu tubuhmu normal", katanya.
Tao menyingkirkan tangan Baekhyun dengan lembut. "Aku baik-baik saja"
"Aku tidak yakin", balas Baekhyun.
Baekhyun mengeluarkan kamus dan beberapa buku tebal ke atas meja dan menumpuknya lalu meletakkan kepalanya ke posisi yang sama seperti Tao. Kini meraka saling bertatapan.
"Kau tidak mau cerita?", tanya Baekhyun. Gadis itu yakin sekali Tao sedang memikirkan sesuatu.
Tao menggeleng pelan. Baekhyun hanya menghela nafas. "Baiklah…", ujar Baekhyun pasrah.
Baekhyun menegakkan tubuhnya. Tidur dengan posisi seperti itu ternyata tidak nyaman bagi lehernya. Baekhyun teringat soal semalam. Ia buru-buru membuka mulutnya.
"Tao! Kau harus tau semalam seseorang mengikutiku", ucap Baekhyun dengan suara cukup keras.
Tao menanggapinya dengan tidak bersemangat. "Siapa?"
Baekhyun melirik Tao dengan ekspresi sebal. Tao memang bicara dengannya, tapi pandangan gadis itu kosong. "Sudahlah, lupakan", balas Baekhyun sambil menyandarkan punggungnya ke kursi.
Bel masuk berbunyi. Kelas baru setengah penuh, namun saat bel terdengar nyaring, seluruh siswa yang masih berkeliaran buru-buru masuk ke kelas mereka masing-masing. Rutinitas belajar dimulai.
-ANTIFAN-
Baekhyun lagi-lagi harus menghabiskan waktu istirahat seorang diri tanpa Tao. Gadis berkantung mata seperti panda itu mengatakan memiliki urusan lain. Entah mengapa Baekhyun merasa sejak kemarin Tao bertingkah seakan sibuk sekali.
Baekhyun berjalan melewati koridor yang ramai dengan para murid. Ada yang sedang mengobrol, membaca buku, sampai berlarian seperti anak sekolah dasar. Baekhyun hanya bisa menghela nafas saat seorang anak lelaki tidak sengaja menabraknya karena kejar-kejaran. Dia bahkan pergi tanpa meminta maaf. Sungguh tidak punya sopan santun.
"Ya Chen!", suara nyaring anak perempuan terdengar melengking. Baekhyun melihat anak lelaki yang baru saja menabraknya berlari kencang saat anak perempuan yang meneriakinya mendekat. Baekhyun melihat anak perempuan itu berhenti di dekatnya karena tidak kuat berlari. Terlihat dari caranya mengambil nafas dengan terengah-engah.
"Kau tidak apa-apa?", tanya Baekhyun sambil memperhatikan anak perempuan di dekatnya. Menurut Baekhyun, anak itu terlihat manis dengan pipi bulatnya yang seperti bakpao. Wajahnya memerah karena kelelahan. Sebenarnya apa yang ia lakukan sampai selelah ini?
"Aku… tidak apa-apa", jawabnya dengan susah payah.
"Bagaimana denganmu?", sambungnya. Ia melihat Baekhyun hampir saja terjatuh tadi saat Chen menabraknya. Jadi ia sedikit khawatir.
Baekhyun menggeleng kecil lalu tersenyum. "Aku baik-baik saja. Tapi apa yang kau lakukan dengan anak laki-laki itu?"
"Chen sialan. Aku akan membunuhnya!"
Baekhyun menutup mulutnya. Ia terkejut mendengar anak perempuan ini mengumpat didepannya. Menyadari ekspresi Baekhyun, anak itu tersenyum canggung. "Maafkan aku"
"Oh ya, namaku Xiumin. Siapa namamu?"
"Aku Baekhyun"
Mereka pun saling berjabat tangan. Baekhyun senang mendapat teman baru. Setidaknya ia tidak sendirian karena Tao sedang tidak ingin bermain dengannya. Baekhyun dan Xiumin pun menghabiskan waktu istirahat di perpustakaan. Mereka berbagi cerita bersama, dari situ Baekhyun tau kalau pria yang menabraknya tadi adalah Chen, pacar Xiumin. Mereka saling kejar karena Chen yang terus menggoda Xiumin dengan sebutan bakpao. Baekhyun tertawa mendengarnya, tapi ia sependapat dengan Chen. Karena menurutnya Xiumin terlihat imut dengan pipi bakpaonya. Orang yang melihatnya, pasti ingin menggigitnya sampai habis.
-ANTIFAN-
Jongin terjungkal ke belakang saat Chen menabraknya dari arah berlawanan. Alhasil mereka terjatuh dengan saling tindih.
"Menyingkir dari tubuhku!", seru Jongin. Sejurus kemudian, ia mendorong tubuh Chen yang berada diatasnya.
"Ah, pinggangku", Jongin mengeluh sambil memegang pinggangnya.
"Kau baik-baik saja?", Chanyeol berusaha membantu Jongin berdiri. Setelah itu ia mengulurkan tangan untuk Chen dan kedua orang itu pun berterimakasih atas bantuan Chanyeol.
"Apa kau sengaja menabrakku?", omel Jongin masih dengan ekspresi meringis menahan sakit.
Chen menoleh ke belakang dan mengawasi keadaan sekitar, setelah dirasa aman, Chen menghela nafas lega.
"Xiumin mengatakan akan membunuhku, jadi aku melarikan diri", jawab Chen sambil terkekeh.
"Aku berharap kau tertangkap", balas Jongin dengan kesal.
"Ya mengapa kau seperti itu? Lagipula aku tidak sengaja menabrakmu"
"Kau hampir saja mematahkan pinggangku!"
"Kau harus berterimakasih padaku karena itu hampir, belum sepenuhnya terjadi walau aku sangat ingin itu terjadi"
"Kau!", Jongin mendelik kearah Chen dan pemuda itu malah memamerkan deretan giginya sambil mengangkat jarinya membentuk huruf V.
Chanyeol berdehem keras agar kedua orang ini menyadari kehadirannya. Sejak tadi ia hanya berdiri seperti makhluk transparan yang tidak terlihat dengan kasat mata.
Jongin baru sadar tadinya ia sedang berjalan menuju kantin dengan Chanyeol sebelum Chen membuat masalah dan membuat Jongin melupakan orang yang datang bersamanya.
"Oh… ini Chen temanku di kelas musik", Jongin memperkenalkan Chen pada Chanyeol walau sebenarnya ia tidak ingin, kalau saja Chen tidak terus-terusan memberi isyarat agar Jongin memperkenalkan mereka.
"Aku Chanyeol"
"Senang bertemu denganmu. Wah, kau tampan sekali", puji Chen saat mereka berjabat tangan. Chanyeol terlihat keren dengan rambut coklatnya yang ditata berantakan, postur tubuhnya tinggi tegap, dan senyum ramahnya menjadi nilai plus yang diberikan Chen untuk Chanyeol.
"Jauhkan matamu, atau kau akan jatuh cinta dengannya", timpal Jongin. Chanyeol hanya tertawa sambil menepuk punggung Jongin.
"Kau pasti anak baru dari Amerika bukan? Karena jarang mendapat murid pindahan dari luar negeri, mendengarmu ke sekolah ini langsung menjadi berita paling panas. Bahkan murid perempuan di kelasku terus membicarakanmu. Pantas saja mereka menggila, ku akui kau memang lebih tampan dariku walau hanya sedikit"
"Aku tidak tau aku sepopuler itu", balas Chanyeol bermaksud bercanda.
"Hei, apa selama ini kau tidak menyadari tatapan gadis di sekolah ini tertuju padamu? Aku bahkan hanya seperti pion yang tidak dianggap saat jalan beriringan denganmu. Mereka hanya berteriak Chanyeol oppa. Itu sangat menyebalkan", timpal Jongin sambil mendengus kesal saat membayangkan bagaimana para gadis itu akan menjerit melihat Chanyeol berjalan bersamanya.
Chanyeol sebenarnya tidak tau karena ia tidak terlalu mempedulikan hal seperti itu. Chanyeol bukan tipe orang yang suka menjadi pusat perhatian. Tidak ingin melanjutkan pembicaraan soal kepopulerannya, Chanyeol mengalihkannya dengan mengajak dua orang itu makan siang di kantin dan untungnya pembicaraan setelah itu berubah.
Saat di kantin, Jongin dan Chen lebih banyak membahas soal klub musik mereka dan drama musikal yang akan diadakan sekolah. Chanyeol tidak sengaja mendengar kalau Jongin dan Chen berniat untuk mengikuti audisi agar mendapatkan peran dalam musikal tersebut. Jongin bisa menari dan Chen ahli dalam bernyanyi. Tanpa sadar, nama Chanyeol pun terseret dalam pembicaraan ini karena Jongin.
"Bukankah kau bilang kau bermusik saat di Amerika?", tanya Jongin setelah habis menelan pudingnya.
Chanyeol mengangguk pelan. "Aku aktif dalam band sekolah"
"Wah, keren sekali. Lalu apa yang kau mainkan?", tanya Chen penasaran.
"Aku sebagai drummer, tapi terkadang aku juga bermain gitar dan bass"
"Bagaimana dengan menyanyi?"
"Ya… sedikit"
Tiba-tiba sebuah ide terlintas di pikiran Jongin. Ia baru ingat Chanyeol belum memutuskan untuk masuk ke dalam ekstrakulikuler apa. Sekolah mereka memang mewajibkan setiap murid ikut dalam klub pengembangan diri.
"Chanyeol, bagaimana kalau kau bergabung dengan kami di klub musik?", tanya Jongin memberi saran. Chen yang mendengarnya langsung mengangguk setuju. Klub musik mereka pasti akan semakin terkenal apabila Chanyeol murid paling poluler memutuskan untuk masuk.
Chanyeol terlihat berpikir. Sebenarnya itu bukanlah ide yang buruk, Chanyeol bisa menyalurkan bakat dan kesukaannya. Jongin dan Chen terus saja mendesak Chanyeol dan membeberkan keuntungan yang akan Chanyeol dapatkan dengan berlebihan. Seperti anak perempuan klub musik yang cantik, menjadi semakin populer, dan peluang lebih besar mendapat kekasih.
Chanyeol terkekeh mendengar promosi kedua temannya. Sebenarnya tanpa bicara omong kosong seperti itu, Chanyeol memang sudah berencana memilih musik sebagai kegiatan ekstrakulikulernya sama seperti saat ia bersekolah di Amerika.
"Kau akan masuk klub musik kan?", tanya Chen.
"Jadi bagaimana?", Jongin bertanya dengan ekspresi penuh harap.
Chanyeol menatap dua pemuda di depannya secara bergantian lalu berteriak, "Setuju!"
Jongin dan Chen tertawa lebar sambil berpelukan. Chanyeol bahkan hanya geleng-geleng kepala melihat betapa bahagianya mereka.
"Yeollie!", suara wanita membuat tiga pemuda itu menoleh. Chanyeol sudah menduga itu Luhan. Siapa lagi yang akan memanggilnya dengan sebutan manja seperti itu.
Sehun terlihat mendengus kesal karena Luhan yang sebelumnya menggandeng lengannya tiba-tiba melepaskannya saat melihat Chanyeol dan berlari riang kearah sepupunya, meninggalkan Sehun di belakang. Sehun pun mengambil tempat duduk kosong di sebelah Chen. Chen yang mengerti perasaan Sehun hanya menepuk punggungnya seakan mengatakan 'Sabar bung.'
"Yeollie, kau sudah makan?", tanya Luhan lembut. Bukan tanpa alasan Luhan bersikap seperti ini. Sejak kecil mereka tumbuh bersama, karena Luhan yang lebih tua dari Chanyeol, gadis itu terus bersikap sebagai kakak karena Luhan selalu ingin memiliki seorang adik mengingat ia terlahir sebagai anak tunggal.
Chanyeol mengangguk dengan tidak nyaman karena tiga pemuda di depannya menatapnya tajam terutama Oh Sehun.
Chanyeol melihat dua lembar kertas di tangan Luhan. Ia pun bertanya. "Apa yang kau bawa?"
Luhan melihat tiketnya dan tersenyum. "Oh… aku akan menonton pertunjukan musik bersama Sehun besok"
"Besok?", Chanyeol terdengar terkejut.
Luhan mengangguk dengan tidak yakin. "Kenapa? Ada yang salah? Besok hari Minggu kan? Bukankah sekolah meliburkan muridnya?"
"Bukankah besok hari peringatan kakekmu?"
"Benarkah?", Luhan terlihat berpikir. Menghitung tanggal secara cepat dan ia pun sadar besok memang hari peringatan kakeknya. Bisa-bisanya ia melupakan hal itu. Mengapa hari peringatannya harus hari Minggu? Luhan meringis kesal. Ia sudah terlanjur membeli tiket. Apa sebaiknya ia pergi saja bersama Sehun? Itu ide buruk. Ayahnya pasti akan memotongnya kecil-kecil karena absen dari hari penting yang dilakukan secara turun-temurun setiap tahun.
"Ah… bagaimana ini?", Luhan merengek seperti anak kecil. Sehun yang tidak mengerti situasi pun kebingungan.
"Kenapa? Kita tidak jadi nonton?", tanya Sehun.
Luhan menatap Sehun dengan pandangan menyesal, "Sehun-ah, aku lupa besok aku ada acara"
Ah sial. Sehun menatap Chanyeol tajam. Gara-gara Chanyeol, kencannya gagal.
Chanyeol berusaha menahan senyumnya. Betapa menyenangkannya mengacaukan kencan Sehun dan Luhan. Dan sepertinya Jongin dan Chen sependapat dengan Chanyeol.
"Lalu bagaimana dengan tiketnya?", tanya Sehun sedih.
"Apa aku akan menonton sendiri?", sambung Sehun.
"Kau bisa mengajak wanita lain Sehun-ah", goda Jongin. Setelah itu ia tertawa puas diiringi Chen dan Chanyeol. Mendengar wanita lain, membuat Luhan menggeleng cepat.
"Tidak! Kau tidak akan menontonnya! Kau ikut ke acara peringatan bersamaku!", ujar Luhan.
"Apa?", Sehun memekik terkejut. Ugh, acara peringatan adalah acara paling membosankan. Ditengah penderitaan Sehun, tiga pemuda lain justru menahan tawanya.
Luhan meletakkan tiket konsernya di depan Chanyeol membuat sepupunya itu mengernyit heran.
"Kau bisa menggunakannya", ujar Luhan dengan tersenyum. Berbanding tebalik dengan Sehun yang memasang ekspresi terkejut. Mulutnya menganga lebar tidak percaya. Ia mengantri tiga jam untuk mendapatkan tiket itu karena Luhan merengek ingin menontonnya. Tapi sekarang Luhan malah memberikannya pada orang lain.
"Noona, aku membelinya bukan untuk Chanyeol hyung", rengek Sehun.
"Lalu apa kau mau pergi tanpaku dan mengajak wanita lain? Shirreo!"
Jongin melirik Luhan dan mengangkat dua jempolnya untuk gadis itu, "Keputusanmu sudah benar", dukung Jongin.
Sehun menghadiahi Jongin tatapan dinginnya. Jongin memang provokator terburuk yang pernah ada. Dan Chanyeol serta Chen adalah kompor paling panas.
Luhan beranjak pergi setelah menyerahkan tiket pertunjukannya untuk Chanyeol. Sehun mengacak rambutnya frustasi.
"Noona!"
"Luhan!"
"Bambi!"
Luhan tidak mendengarkan Sehun dan makin menjauh. Chen tertawa terbahak. "Anak kecil, ikut saja acara peringatannya. Bukankah menyenangkan berkumpul dengan keluarga Luhan? Kau bisa lebih mengenalnya", ujar Chen lalu tertawa. Jongin mengajaknya high five.
Sehun menatap tiga pemuda itu secara bergantian dengan sengit. "Hyung, terimakasih", ujarnya dengan menekankan kata terimakasih. Tentu mereka tau Sehun tidak bermaksud berterimakasih secara tulus. Setelah itu Sehun pergi dari sana mengejar Luhan.
"Kasihan sekali, aku rasa besok akan menajdi hari yang panjang untuk Sehun", kata Jongin sambil menggeleng prihatin.
Chanyeol menatap dua tiket di depannya dengan wajah bingung. Sekarang apa yang harus ia lakukan dengan tiketnya?
-ANTIFAN-
Tao duduk di pinggir lapangan dengan sebuah buku di pangkuannya. Matanya terus mengawasi sekelompok anak laki-laki yang sibuk berebut bola basket. Tak lama, permainan itu selesai. Beberapa anak lelaki memilih untuk minum, ada yang duduk di pinggir lapangan dan ada juga yang masih belum puas dengan bermain sendiri mendrabble bola.
Tao berjalan ke tengah lapangan. Gadis itu berhenti di samping Kris yang berbaring di lapangan dengan mata tertutup. Tao mengadah ke langit dengan mata menyipit saat berhadapan langsung dengan sinar matahari. Cahayanya terlalu menyilaukan. Tao memandang Kris lalu mengangkat bukunya diatas wajah Kris. Bermaksud menghalang sinar matahari.
Kris merasa wajah yang sebelumnya kepanasan menjadi lebih sejuk. Pemuda itu membuka matanya perlahan, namun yang ia lihat bukanlah awan melainkan sebuah buku berjarak sekitar satu meter diatas wajahnya. Kris beralih untuk melihat siapa orang kurang kerjaan yang melakukan hal seperti ini. Dan matanya membesar melihat Tao.
Kris pun memilih menegakkan tubuhnya dengan duduk. Tanpa diberitahu, Tao mengambil posisi sejajar di sebelah Kris. Gadis itu melirik Kris yang sedang mengatur nafasnya. Setelah itu ia menyodorkan buku yang daritadi dibawanya untuk Kris. Pemuda itu mengernyit saat meraihnya.
"Itu catatan selama tiga hari saat kau tidak masuk sekolah", ujar Tao sambil meluruskan kakinya.
Kris membuka buku itu dan semuanya dipenuhi dengan tulisan tangan. "Kau menulisnya sendiri?", tanya Kris dengan tidak yakin. Karena mendengar Tao tidak menjawab, Kris akhirnya menoleh kearah Tao dan gadis itu mengangguk malu-malu.
Kris menutup buku tersebut dan mengembalikannya pada Tao. "Aku tidak membutuhkannya", ujarnya dingin.
Tao terkejut saat Kris berdiri. Gadis itu buru-buru bangkit dari posisinya dan mengambil bukunya yang tergeletak di lapangan.
"Mengapa kau tidak menerimanya?", tanya Tao protes. Ia sudah sengaja menulis ini hingga larut malam untuk membantu Kris belajar, karena Baekhyun tidak akan mungkin melakukannya lagi. Ia hanya berniat baik membantu teman sekelasnya. Ya setidaknya itulah yang Tao pikirkan. Tapi Kris malah tidak menghargainya sama sekali dan menolaknya mentah-mentah.
Kris menghembuskan nafas berat, terdengar kasar. Pemuda itu kemudian menatap Tao lekat-lekat. "Mengapa kau tiba-tiba bersikap baik padaku?"
"Apa?"
"Bukankah kau membenciku?"
Tao terdiam beberapa detik. Ya, dulu ia memang tidak menyukai Kris. Sangat tidak menyukainya. Tapi melihat fakta bahwa Kris mirip dengannya, membuatnya merasa simpati. Ya, Tao memang terlahir di keluarga broken home. Ayah ibunya bercerai saat ia masih kecil, dan kini Tao memilih tinggal dengan neneknya. Melihat Kris, membuat Tao bercermin pada dirinya yang dulu. Tao kecil yang pemberontak dan penyendiri.
Tao menghela nafas lalu menarik tangan Kris dan meletakkan bukunya disana. "Terima ini. Kau bisa mempelajari catatan ini, bila ada yang tidak kau mengerti, kau bisa bertanya padaku"
Bukannya berterimakasih, Kris malah tertawa keras. Tao mengernyit heran. "Apa yang lucu?"
Kris terus tertawa sampai-sampai memegangi perutnya. Pemuda itu berusaha menahan tawanya dengan susah payah. Tao melihat wajah Kris memerah, matanya berair.
"Tao… kau lucu sekali", ujar Kris.
Tao berdiri seperti orang bodoh. Ia sungguh tidak mengerti alasan Kris menertawakan niat baiknya.
Kris menyeka air matanya. Apa selucu itu sampai-sampai ia menangis? Pemuda itu tersenyum, masih dengan sisa-sisa tawanya, ia menatap Tao.
"Aku tau benar alasanmu melakukan ini", ujar Kris. Pemuda itu sudah bersikap biasa.
Tao memilih diam. Menunggu Kris selesai berbicara. Ia ingin mendengar alasan pria itu menganggap yang Tao lakukan adalah hal paling lucu sedunia. Sampai-sampai ini pertama kalinya Tao melihat Kris menangis karena tertawa.
"Jangan lakukan ini lagi", suara kris terdengar dingin. Berbanding terbalik dengan dirinya beberapa menit yang lalu tertawa terbahak.
"Apa yang salah?"
Kris menatap Tao tepat di manik matanya. Kris mengatur nafasnya sebelum bicara. "Aku tidak butuh dikasihani"
"Apa?"
Kris mendekatkan tubuhnya kearah Tao hingga Tao menyeret kakinya selangkah ke belakang karena terkejut.
"Aku tidak butuh rasa kasihan dari siapapun", bisik Kris pelan tepat di telinga Tao. Setelah mengatakan itu, Kris menjauhkan tubuhnya. Pemuda itu kemudian berlalu meninggalkan Tao yang mematung di lapangan.
Tao menoleh dan Kris sudah menghilang keluar lapangan. Gadis itu meremas bukunya kuat. Dengan langkah besar-besar, ia mengejar Kris. Matanya sibuk melirik sekitarnya saat sudah keluar dari lapangan. Tao akhirnya melihat Kris. Pemuda itu berjalan di koridor.
Tao melangkah lebih cepat sampai akhirnya ia berhasil mengejar Kris. Gadis itu menghentikan Kris dengan memanggil namanya keras. Kris pun berbalik dengan malas.
"Asal kau tau, aku tidak pernah berpikir sekalipun tentang mengasihani orang egois dan keras kepala sepertimu", ujar Tao lantang.
Kris hanya mematung. Ia memilih menutup mulut dan menunggu Tao bicara.
"Aku melakukan ini…"
"Aku melakukan ini karena—" Aku menyukaimu.
Kris mengernyit. Sebenarnya apa yang ingin dikatakan orang ini?
"Karena kita berteman. A-aku hanya—ingin membantumu… Ya… membantu", Tao mengangguk kecil. Meyakinkan dirinya sendiri bahwa yang ia katakan sudah benar.
Kris menarik sebelah senyumnya. Jawaban macam apa itu. Tadinya ia pikir ada alasan penting sampai-sampai Tao mengejarnya kesini.
"Apa kau masih menolak ini?", Tao mengangkat tangannya yang memegang buku catatan. Melihat tidak ada respon dari Kris membuat Tao kesal. Gadis itu kemudian meletakkan buku catatannya di atas tutup tempat sampah.
"Aku sudah mencatat ini dan memberikannya padamu. Sekarang aku anggap ini milikmu. Kalau kau tidak membutuhkannya, buang saja!"
Kris menatap Tao sekilas sebelum memilih berbalik. Pemuda itu justru melanjutkan perjalanannya yang tertunda karena mendengar omelan Tao. Tao tidak percaya apa yang dilihatnya. Bukannya menerima catatannya, pemuda itu malah memilih pergi. Karena jengkel, Tao akhirnya ikut pergi dari sana namun berjalan kearah yang berlawanan dengan Kris. Ia tidak peduli lagi. Terserah apa pun yang mau dilakukan orang itu.
Buku catatan itu pun hanya tergeletak begitu saja diatas tutup tempat sampah. Ditinggalkan tanpa seorang yang mengambilnya.
Namun beberapa menit berlalu, sebelah tangan terulur mengambil buku catatan itu. Entah itu Kris atau Tao yang memutuskan untuk kembali atau justru tangan orang lain.
-ANTIFAN-
Chanyeol melihat Baekhyun baru saja keluar dari perpustakaan. Tanpa sadar senyumnya mengembang. Baekhyun tidak menyadari Chanyeol mengikutinya dari belakang karena mata gadis itu hanya fokus pada buku pelajarannya. Sibuk menghafal klasifikasi kingdom. Tidak heran Baekhyun melakukannya, karena setelah bel masuk, mereka akan menghadapi ulangan harian dengan mata pelajaran Sains. Chanyeol berbeda dengan murid pintar seperti Baekhyun yang terobsesi dengan nilai sempurna. Ia lebih santai dan berencana mengerjakan soal ulangan sesuai pengetahuannya tanpa belajar. Pemikiran bagus, Park Chanyeol.
"Arthropoda yaitu Insecta, Crustaceae, Arachnidea, Myriapoda, Mol—"
"Baekhyun!", seru Chanyeol yang muncul secara tiba-tiba di depan Baekhyun.
"Mol—lusca", ujar Baekhyun masih berusaha untuk tidak memecah konsentrasinya.
"Kau tidak berhasil mengagetkanku!", seru Baekhyun dengan nada bangga pada dirinya sendiri.
Chanyeol pura-pura cemberut, "Kau mau kemana?"
"Kelas", jawab Baekhyun singkat.
Setelah itu ia buru-buru meninggalkan Chanyeol dan kembali membaca bukunya sambil berjalan, tapi Chanyeol yang berjalan di sampingnya membuatnya merasa tidak bisa konsentrasi. Baekhyun pun menutup bukunya.
"Mengapa kau mengikutiku?", tanya Baekhyun malas.
"Aku mengikutimu? Yang benar saja. Aku juga mau ke kelas"
Baekhyun memutar bola matanya. "Kalau begitu kau jalan duluan"
"Mengapa aku harus?"
Baekhyun mendengus kesal. Ia pun akhirnya berjalan kearah yang berlawanan dengan arah menuju kelasnya.
"Kau mau kemana?", Chanyeol mengikuti Baekhyun dari belakang.
"Perpustakaan!", jawab Baekhyun sengit.
Chanyeol tersenyum lebar, ia berjalan sejajar di sebelah Baekhyun. "Kalau begitu aku juga mau ke perpustakaan. Kita bisa belajar bersama"
Baekhyun spontan menghentikan langkahnya diikuti Chanyeol.
"Ada apa?", tanya Chanyeol heran.
Baekhyun melempar tatapan sengit kearah Chanyeol. "Aku tidak ingin belajar denganmu"
"Tapi aku mau", balas Chanyeol.
"Tidak!"
"Ya"
"Tidak! Tidak! Tidak!", seru Baekhyun cepat.
"Mengapa kau kembali dingin seperti ini? Padahal semalam kau baru saja memelukku", ujar Chanyeol santai. Baekhyun tidak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya. Baekhyun melihat para gadis di sekitarnya saling berbisik. Sebentar lagi mereka pasti akan membuat gosip murahan. Baekhyun menggigit bibir bawahnya menahan kesal. Ia menatap Chanyeol tajam dan berjalan cepat meninggalkan tempat itu namun Chanyeol terus saja mengekorinya kemanapun.
"Apa kau nanti mau pulang bersama?", teriak Chanyeol saat melewati koridor. Baekhyun menutup wajahnya dengan buku karena malu. Seluruh murid perempuan melihat mereka berdua. Ini sangat tidak nyaman.
"Aku sudah membawa helm untukmu!", Baekhyun semakin menyembunyikan wajahnya dan mempercepat langkah.
"Apa kau mau makan di kafe Kyungsoo sepulang sekolah?"
Baekhyun bertaruh Chanyeol pasti sengaja mempermalukannya di depan banyak orang. Dengan terpaksa, Baekhyun membalik tubuhnya. Ia bersumpah melihat Chanyeol menyeringai. Laki-laki itu benar-benar licik. Baekhyun menarik tangan Chanyeol dan melangkah cepat menuju kelas. Seluruh murid perempuan menahan suara jeritan tentang betapa beruntungnya Baekhyun.
Saat yakin mereka berhenti di tempat sepi, Baekhyun akhirnya bernafas lega. Ia menatap Chanyeol tajam. Seandainya tatapan bisa membunuh, mungkin Chanyeol sudah berdarah-darah sekarang.
Pemuda itu malah tersenyum membuat Baekhyun memandangnya heran. "Sebenarnya apa maumu?", tanya Baekhyun jengkel.
"Balas budi"
"Apa?"
"Bukankah semalam aku sudah menolongmu?"
"Seingatku aku sudah mengatakan terimakasih"
"Aku tidak mengingatnya", ujar Chanyeol. Pemuda itu tentu saja berbohong. Ia bahkan mengingat setiap detail kejadian tadi malam tanpa terlewat sedikit pun.
"Apa kau punya penyakit dimensia atau amnesia?"
"Tidak"
"Lalu?"
"Apa susahnya membalas budi?"
"Aku baru tau kau pamrih sekali. Tau begini, aku tidak akan menelponmu", ucap Baekhyun.
"Kalau begitu siapa yang akan kau hubungi?"
Baekhyun berpikir. Ibunya, Tao, Kyungsoo, dan Kris bukanlah jawaban yang benar. Lalu Baekhyun mencoba memikirkan nama lain. Tidak ada. Yang tersisa hanya Chanyeol.
"Hanya aku kan? Kalau tidak mana mungkin kau menghubungiku setelah mati-matian menolak nomor teleponku"
Baekhyun menghela nafas, "Baiklah, katakan padaku apa yang kau mau?", Baekhyun menyerah. Dan Chanyeol yang menjadi pemenangnya.
Chanyeol tersenyum lebar. Ia mengeluarkan dua tiket dari jas seragamnya dan menyerahkannya untuk Baekhyun. Gadis itu mengambilnya dengan ekspresi bingung.
"Apa ini?"
"Tiket pertunjukan musik"
"Lalu?"
"Temani aku menonton"
"Kenapa aku?"
"Karena tiketnya ada dua"
"Kenapa aku? Ajak saja Luhan", memikirkan nama Luhan membuat Baekhyun kesal. Bukankah mereka pacaran? Kenapa mereka tidak pergi bersama.
"Luhan ada acara peringatan besok"
Baekhyun terdiam. Oh, jadi Chanyeol mengajaknya karena Luhan tidak bisa? Mengapa ia merasa hanya seperti tempat bersenang-senang sementara?
"Besok jam sepuluh pagi. Oke?"
"Tapi—"
Belum selesai Baekhyun bicara, Chanyeol sudah berlari pergi ke kelasnya. Ah… anak itu benar-benar merepotkan.
-000-
-000-
-000-
TBC!
-000-
-000-
-000-
Hello~
Maaf lama menunggu. Hehe
Entah kenapa lagi gak ada inspirasi buat lanjutin Love by Accident.
Jadi butuh waktu berminggu-minggu buat meditasi.
Terimakasih buat yang sudah review, favorite, maupun follow.
Semoga suka dengan cerita ini ya.
Buat yang tanya couple ff ini, author menggunakan couple official.
So, no crack pair here. Hehe
Terimakasih sekali lagi. Kalau boleh, tolong memberikan review untuk kemajuan author ya. Setidaknya author sudah bekerja keras menulis cerita ini, gak butuh bayaran uang atau pujian. Cukup kritik dan saran yang sangat membangun sudah sangat berguna buat saya dalam berkarya.
Wait next chapter ya!~
xoxo