Sasuke melangkah cepat memasuki hotel tempat persembunyian Orochimaru. Di belakangnya beberapa anak buah Orochimaru yang mengenalnya mengikuti langkahnya. Banyak hal yang berkecamuk di dalam benaknya. Kemarahan, frustasi, cemas, rasa takut. Yang semuanya berpusat pada sumber yang sama.
Sakura.
Semua hal yang telah terjadi diantara mereka membuatnya frustasi. Ia ingin melampiaskannya, tapi ia sendiri tak tahu harus melampiaskannya pada siapa. Pada Orochimaru? Ini semua bukan sepenuhnya salah pria tua itu. Sasuke punya kehendak bebas. Dan kehendak bebasnya memilih untuk menyakiti Sang Gadis itu, demi nafsu dendamnya pada kakaknya. Keputusan yang sungguh sangat brengsek setelah ia menyadarinya.
Memikirkan hal itu membuat hatinya panas akan rasa marah. Marah pada dirinya sendiri. Tanpa sadar ia langsung memukulkan salah satu guci di lorong tersebut dan menendang sampai jebol bufet kecil tempat guci itu berada sebagai pelampiasan kemarahannya. Membuat orang-orang yang mengikutinya spontan kaget dan saling pandang satu sama yang lain.
Terengah sesaat karena terbakar emosi, Sasuke kemudian mengusap darah di tangannya dan kembali berjalan. Mengabaikan semua orang yang terkejut karena aksinya, dan merasa was-was dengan apa yang akan ia lakukan pada Tuan mereka nantinya. Mengabaikan denyut sakit di tangannya. Dalam hati ia mengutuk semua yang sudah ia lakukan. Kini ia merasakan bagaimana efek perbuatan tanpa pikir panjangnya. Sakura menolaknya, mungkin membencinya. Takut padanya. Dan entah mengapa dadanya terasa sakit memikirkannya.
Dan kini ia tahu, ia harus mencari akar dari semua masalah ini. Orochimaru. Ia akui ia memang salah. Tapi semua ini tidak akan terjadi jika pria busuk itu tidak menculik Sakura dan memancingnya untuk berbuat nekad seperti ini. Ia harus tahu apa alasan pria busuk itu menculik Sakura. Tidak mungkin hanya sekedar ingin membantunya membunuh Itachi. Ia bahkan tak tahu rencana penculikan itu, pasti ada yang lainnya.
Pintu di depannya ia dobrak kecil. Menimbulkan suara yang sedikit gaduh kala onyxnya kini menangkap pria separuh baya yang tampak duduk tenang melihat kedatangannya. Walau memang tampak santai, Sasuke dapat menyadari raut waspada di wajahnya. Mungkin karena melihat raut Sasuke yang tak menunjukkan sikap santainya.
"Ada apa mencariku, Sasuke-kun?"
Sasuke menggeram. Seminggu sudah ia mencoba mencari pria ini untuk bicara tapi selalu gagal dan apa tanggapannya setelah kini mereka bertemu? Ada apa mencariku?
"Jangan pura-pura tidak tahu, brengsek! Apa tujuanmu menculik Sakura, hah?!"
Pria itu terkekeh, seolah apa yang Sasuke katakan adalah sesuatu yang lucu. Membuat Sasuke menggertakan giginya penuh amarah. Spontan saja, pemuda itu langsung menggebrak meja di hadapannya, membuat Orochimaru menghentikan tawanya dan menyeringai sinis.
"Kau bertingkah seolah kau tidak senang akan hal itu, Uchiha."
Tubuh Sasuke menegang mendengarnya. Ia menatap tajam mengancam pada Sang Pria, yang sayangnya tak berpengaruh sama sekali padanya. Orochimaru malah semakin memperlebar seringainya.
"Bukankah kau juga memanfaatkan gadis itu? Untuk membunuh kakakmu? Kau lupa?"
Sasuke menundukkan kepalanya perlahan. Menyembunyikan bias amarahnya yang sudah tak terbendung lagi. Melampiaskannya pada tangannya yang mengepal kencang, mencoba menahan luapan murkanya.
"Kau sungguh munafik, Sasuke-kun."
"Katakan apa yang kau inginkan dari Sakura?"
Orochimaru menatap dalam pada pemuda di depannya ini masih dengan seringai yang menghias wajahnya. Sebenarnya ia sangat senang mempermainkan perasaan pemuda Uchiha itu, mengingat tampaknya Sang Pemuda menyimpan perasaan pada gadis yang diculiknya kemarin. Tapi rasanya untuk kali ini tak ada gunanya ia bermain-main lagi. Ia sangat paham dengan watak Sasuke. Lagipula sepertinya ia memang membutuhkan pemuda itu untuk memuluskan rencananya.
"Antigen Deoxclon."
Sasuke kembali menengadahkan wajahnya menatap Orochimaru. Alisnya menukik tipis tanda tak paham.
"Aku pernah mengatakan padamukan kalau Akasuna berkhianat padaku dan melanggar perjanjian kami?"
Oke, Sasuke masih tak mengerti dimana letak hubungan pengkhianatan Akasuna dan penculikan Sasuke kali ini. Karena ia hanya diam dengan pandangan matanya yang masih menuntur.
"Saat itu mereka membuat sebuah antigen untuk dapat mengendalikan bahkan mematikan gen hewan di tubuh mutan untuk berjaga-jaga jika aku berkhianat. Kau tahu, itu membuatku marah karena penemuanku memiliki kelemahan. Aku harus memilikinya dan memusnahkan kelemahanku."
Kali ini alis Sasuke menukik tajam. Ia mulai mengerti kini tujuan Orochimaru menculik Sakura. Tiba-tiba Sasuke menahan nafasnya. Jangan bilang–
"Antigen itu berada di tangan Akasuna Pein."
.
.
.
.
Naruto itu punyanya kangmas masashi kishimoto
Tapi kalau Monster's punya saya
Boleh di copy tapi ga boleh di paste
.
Monster's
Drama/Sci-fi
Sakura, Akatsuki, Gaara, Sasuke
.
Chapter 16
Sasuke's Decision
.
.
.
Kembali ke Jepang merupakan hal terberat yang pernah Sasuke lakukan. Segala urusannya di Korea telah selesai dan itu seharusnya membuatnya melangkah dengan ringan kembali ke negaranya. Tapi kenapa kini ia malah merasa sebaliknya?
Percakapan terakhirnya dengan Orochimaru terus terngiang di telinganya. Bagaimana pria itu menjelaskan tentang apa itu Antigen Deoxclon. Menceritakan bahwa jika antigen itu didapatkannya ia bisa mengendalikan kakaknya. Dan bagaimana ia harus merebut antigen itu dari tangan Akasuna Pein. Dan itu mau tak mau membuatnya harus siap jika ia akan berhadapan dengan Sakura lagi.
Pertanyaannya adalah, sanggupkah dia jika kelak ia harus menyakiti gadis itu lagi?
Itu pasti terjadi. Sasuke yakin selama ia berhadapan dengan Pein itu pasti melibatkan Sakura.
Sasuke tidak pernah merasa lelah seperti ini sebelumnya. Ia merasa lelah untuk segalanya. Lelah untuk dendamnya. Lelah untuk meladeni Orochimaru yang sudah memegang kartu As-nya. Ia ingin menyerah. Ia ingin berbaring beristirahat dan tak mau berlari lagi.
Tapi ia tahu itu tak mungkin. Ia sudah terlanjur memutuskan untuk terjun bersama Orochimaru. Jika ia menyerah ia tahu pria tua itu tak akan tinggal diam. Ia akan berbuat sesuatu untuk menghancurkan perusahaan dan segala nama besar keluarga Uchiha. Belum lagi jika Kakashi –agen inteligent Jepang– mengetahui keterlibatannya dengan teroris internasional itu, sudah pasti keruntuhan total sudah ada di depan matanya. Sudah cukup kejatuhan keluarganya karena Itachi.
Tapi jika ia memilih untuk tetap melakukan apa yang dikatakan Orochimaru, Sakura akan–
Helaan nafas dalam-dalam terdengar darinya dalam upaya menghalau semua pikiran negatif yang bersarang di kepalanya. Great, tidak ada yang bisa membuatnya berpikir sampai ia merasa kepalanya akan pecah seperti ini. Dan itu semua hanya karena seorang gadis.
Sakura.
Sepertinya benar kata orang-orang. Perempuan bisa menjadi kekuatan seorang laki-laki, tapi juga bisa menjadi kelemahan seorang laki-laki.
"Kau tidak apa-apa, Sasuke-kun?"
Pikiran Sasuke buyar karena teguran dari seorang wanita di sebelahnya. Ia menoleh dan mendapati wajah ibunya yang terlihat menatapnya khawatir.
"Wajahmu terlihat pucat. Apa kau sakit?"
Tangan Mikoto terulur untuk mengecek suhu tubuh anaknya. Sasuke hanya menggeleng sambil meraih tangan ibunya yang bertengger di dahinya dan menggenggamnya.
"Aku tidak apa-apa, Kaa-san," ucapnya sekilas kemudian mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya, mencari seseorang.
Ia sudah tiba di Bandar Udara Narita dari setengah jam yang lalu, tapi sampai detik ini Yamato –yang katanya akan menjemputnya– sampai sekarang belum menunjukkan batang hidungnya. Ia kembali menatap ibunya yang tampak lelah kemudian mendesah gusar. Kemana orang-orang itu?
Ia mengambil ponselnya dan sudah hendak menghubungi Yamato, sebelum sebuah panggilan masuk membuatnya mengerutkan alisnya.
Yamato yang meneleponnya. Tanpa pikir panjang ia langsung mengangkatnya. Mungkin pria itu ingin memberitahu sesuatu yang membuatnya terlambat seperti ini.
"Hn, kau dimana?"
"Tuan, maafkan saya datang terlambat. Ada seorang gadis yang membuat kekacauan di rumah anda, Tuan dan saya harus mengurusnya. Saya akan segera mengirimkan orang untuk menjemput anda."
Dan apa yang dikatakan Yamato itu spontan saja membuat Sasuke mengerutkan alisnya.
"Seorang gadis? Siapa?"
Dan apa yang dikatakan Yamato selanjutnya membuat matanya membelalak seketika.
"Gadis berambut merah muda yang sering datang ke rumah anda, Tuan."
.
.
.
Sasuke berlari cepat memasuki rumahnya, meninggalkan ibunya yang berjalan setengah mengejarnya di belakangnya. Kabar tentang Sakura yang datang ke rumahnya tentu saja membuatnya tidak tenang. Apalagi setelah mendengar kalau gadis itu datang dengan tidak baik-baik. Ia kalap mencari Sasuke sambil meneriaki nama Orochimaru. Membuat keributan dan kemudian pergi dengan isak tangisnya karena tak menemukan yang dicarinya.
Ada apa? Apa yang terjadi?
Apa ini ada kaitannya dengan pertemuan mereka kemarin?
Pertemuan yang diakui Sasuke adalah kesalahannya. Kesalahannya karena terlalu memaksakan kehendaknya. Ia sudah merenungkannya dan sungguh Sasuke menyesalinya dengan segenap hatinya. Dia terlalu gegabah. Terlalu emosional. Dan membuat sesuatu yang ingin ia utarakan malah tidak tersampaikan.
Dan apakah kedatangan gadis itu ke kediamannya ada kaitannya dengan pertemuan mereka itu? Lalu kenapa ia menyebut-nyebut nama Orochimaru?
"Yamato, ada apa? Apa yang terjadi?"
Pria yang dipanggilnya menoleh dan menatap kaget pada Sang Tuan sebelum membungkukkan tubuhnya hormat kemudian memandangnya penuh kegugupan. Membuat Sasuke makin gusar.
"Ano–"
"Katakan yang jelas, Yamato!"
"Sepertinya ada yang kulewatkan, Sasuke?"
Sasuke yang awalnya gusar harus menegang setelah mendengar suara yang sangat ia kenal itu. Makin tegang saat ia membalikkan tubuhnya dan mendapati tatapan tajam pria berambut silver itu.
Kakashi.
"Sasuke-kun! Ada apa?"
Mikoto yang berlari kecil ke arah mereka sedikit mencairkan ketegangan di antara dua pria itu. Ia menoleh menatap obyek yang menjadi tatapan Sasuke dan tersenyum sumringah menatap pria yang kini menoleh ke arahnya tersebut.
"Kakashi-kun? Kau disini? Lama tak jumpa. Bagaimana keadaan Rin-chan? Aku merindukan Akashi-kun."
Raut Kakashi yang tadinya sedikit tegang kini mencoba melenturkan otot wajahnya dengan tersenyum pada Mikoto.
"Aku baik, Baa-san. Akashi juga merindukan neneknya."
Mikoto tersenyum senang. Mengekspresikan kebahagiaannya mendengar anak dari keponakannya, Obito merindukannya. Mengabaikan ketegangan di antara dua pria di depannya itu. Atau mungkin tak menyadarinya.
"Baa-san,"
Sampai Kakashi kembali memanggilnya masih lengkap dengan senyum di bibirnya. Membuat Mikoto menghilangkan senyumnya dan menatap Kakashi penuh tanda tanya.
"Bisa tinggalkan aku berdua dengan Sasuke? Ada hal yang ingin kubicarakan empat mata dengannya."
"Eh?"
Perasaan Mikoto saja atau ini memang benar? Ia merasa senyum Kakashi berubah palsu saat menatap tajam pada Sasuke. Ia mengerjab tak enak.
"Yamato, tolong bawa Mikoto-sama ke kamarnya," sambung Kakashi kemudian. Mengabaikan pandangan resah dari sang wanita. Memandang Kakashi sesaat dengan wajah datarnya, Sasuke kemudian menoleh ke arah sang ibu dan tersenyum tipis.
"Hn, ada pekerjaan yang harus aku bahas dengan Kakashi. Istirahatlah. Kaa-san pasti lelah setelah perjalanan tadi."
Sedikit tak rela, tapi kemudian akhirnya Mikoto mengangguk kemudian melangkah mengikuti Yamato yang kini berjalan membawa koper-koper mereka bersama dua pelayan lainnya. Meninggalkan Sasuke yang kini menolehkan kembali kepalanya pelan ke arah Kakashi yang memandangnya menuntut.
"Jadi..."
"..."
"Bisa kau jelaskan sekarang, kenapa gadis bernama Sakura itu membuat keributan di tempat ini sambil memanggil nama Orochimaru?"
.
.
.
Kakashi mengerutkan alisnya dalam. Tangannya mengepal. Matanya bergerak liar. Pikirannya penuh dengan ribuan pemikiran yang membuat emosinya berkecamuk. Tak percaya, marah, syok dan emosi lainnya yang membuatnya benar-benar bingung. Sasuke sudah menceritakan semuanya. Proyek mutasi gen?Apa itu masuk akal? Bisakah itu dinalar oleh otaknya? Ia belum pernah mendengar tentang hal itu sebelumnya.
Namun lebih daripada itu, yang membuatnya syok adalah Orochimaru menculik Sakura untuk bisa merebut antigen pengendali para mutan dari klan Akasuna. Ia tertawa sarkastik.
"Kau pikir aku akan percaya dengan semua ini, Uchiha?! geramnya menatap tajam pada Sasuke di depannya.
"Akupun tak ingin percaya, sampai aku sendiri menjadi bahan percobaan Orochimaru yang gagal dan melihat Itachi yang berubah di hadapanku."
Kakashi menggertakkan giginya mendengar pernyataan Sasuke itu. Ternyata apa yang sempat ia lempar sebagai ancaman pada Sasuke kini menjadi kenyataan. Gosip yang sampai ke telinganya adalah benar. Ternyata Sasuke memang berhubungan dengan Orochimaru. Sasuke mengkhianati negaranya. Ia marah. Itu sudah pasti. Tapi ia tahu, saat seperti ini amarah tak akan menyelesaikan masalah. Karenanya ia hanya dapat menghela nafas dalam, mencoba mengendalikan emosinya. Saat ini ia tak tahu apa yang harus diputuskannya. Ini tentang kewajibannya sebagai agen inteligent Jepang. Tapi ini juga tentang keluarganya. Tentang Sasuke.
"Kau tahu, siapa lagi para mutan yang lainnya selain Itachi?"
Gelengan pelan dari Sasuke membuatnya mendesah frustasi. Jujur ini adalah masalah yang sangat diluar batas kemampuannya sebagai seorang agen. Ini masalah yang sangat rumit. Apalagi melibatkan klan besar Akasuna yang sangat sulit di sentuh hukum. Ia harus benar-benar berpikir kalau tak ingin kasus ini harus menyeret banyak pihak mengingat kedekatan Akasuna dengan Perdana Menteri Korea akhir-akhir ini.
Itu sudah bukan rahasia lagi. Sudah banyak media yang berspekulasi tentang kedekatan dua klan besar itu. Sekarang Kakashi mulai paham apa yang membuat mereka dekat. Sepertinya gosip tentang hubungan khusus adik Perdana Menteri dengan Sakura itu adalah benar adanya. Mungkin itu salah satu alasan yang membuat kedua klan tersebut dekat. Tentu saja, karena Sakura adalah Akasuna. Walau pada kenyataannya publik belum mengetahui kenyataan itu.
Tapi benarkah hanya itu alasan kedua klan itu dekat? Ataukah ada hubungannya dengan proyek mutasi gen ini?
Kakashi melirik Sasuke. Melihat bagaimana wajah lelah pemuda itu mau tak mau membuatnya menatapnya dalam.
"Apa yang akan kau lakukan sekarang?"
Sasuke bergeming dalam kediamannya setelah menceritakan segalanya pada Kakashi. Apa yang akan dilakukannya? Sasuke rasa ia sudah tak tahu lagi hendak berbuat apa. Kakashi sudah mengetahui segalanya. Dan iapun sudah lelah karena keraguannya antara perasaannya pada Sakura dan perintah Orochimaru. Bukankah sekarang yang bisa dilakukannya hanyalah menyerah?
"Kau tahu aku bisa saja menjebloskanmu ke dalam penjara karena keterlibatanmu dengan Orochimaru ini."
Sasuke masih tak bergeming dari posisinya. Hanya pandangannya saja yang ia lemparkan pelan pada pria di hadapannya ini.
"Kau tahu, jika itu terjadi, Shikamaru dan yang lainnya bisa terseret karena aku anggap membantumu?"
Lagi-lagi Kakashi menghela napasnya. Ia sudah ingin melanjutkan perkataannya, sebelum tiba-tiba ia mengurungkan niatnya saat ia melihat Sasuke tersenyum tipis tanpa pengharapan. Seperti telah menyerah akan sesuatu.
"Aku akan membantumu menangkap Orochimaru,"
Dan Kakashi harus terkejut saat mendengar kalimat Sasuke. Melihat bias ragu di wajah Sang Pemuda membuatnya menahan diri untuk tetap diam dan mendengarkan. Matanya menyipit. Pemuda itu seperti sedang berada di sebuah pilihan yang sulit.
"Akupun tak akan lari jika kau berniat menjebloskanku ke penjara setelahnya,"
"..."
"Tapi tolong jangan kau libatkan Sakura. Ia tak ada hubungan apapun dengan Orochimaru. Aku rasa iapun tak tahu apa-apa tentang proyek itu."
"..."
"Dan Kakashi, jika nanti aku tak bisa lagi berdiri untuk Uchiha,"
Kali ini pandangan Kakashi sedikit merileks. Menatap raut lelah di hadapannya dalam kebisuan. Sepertinya kini ia tahu apa yang memberatkan pemuda itu.
"Aku harap kau bisa menggantikan aku."
Kesenyapan melingkupi mereka setelah Sasuke mengatakannya. Kakashi masih diam. Menatap dalam bungsu Uchiha di hadapannya ini dengan pandangan tak terdefinisi. Menyadari sesuatu yang kini terpancar dari mata Sang Uchiha. Sesuatu yang dulu juga pernah ia rasakan. Jadi ini yang membuatnya ragu. Memikirkan antara berdiri untuk klannya atau melindungi orang yang dicintainya.
Dan betapa cinta akhirnya mengalahkan segalanya. Membuatnya rela mengorbankan ambisinya.
Kakashi mengerti itu. Ia sudah pernah mengalaminya. Bagaimana ia rela menyerahkan sisa hidupnya untuk menggantikan posisi Obito sebagai suami Rin dan ayah dari anak yang bukan darah dagingnya. Demi cintanya pada Rin.
Dan kini semua itu terjadi pada Sasuke. Dengan kisah yang sama, tetapi keadaan yang berbeda.
Dering ponsel membuyarkan lamunannya. Menghela nafas sesaat, tangannya kemudian merogoh saku jaketnya dan mengambil benda komunikasi tersebut. Menempelkannya pada telinga sebelum menjawab seseorang di seberang sana.
"Ya?"
Keningnya sedikit berkerut sesaat sebelum kembali rileks dan spontan melirik Sasuke dari ekor matanya. Ia terdiam menyimak seseorang yang sedang berbicara di telepon untuk beberapa detik ke depan, sebelum akhirnya kembali angkat bicara.
"Tunggu sebentar."
Dan setelah mengatakannya, ia langsung menyerahkan ponselnya pada Sasuke. Membuat pemuda itu menatapnya tak mengerti.
"Karena tak mengerti apa maksud gadis itu mencarimu dan Orochimaru, untuk berjaga-jaga aku mengirim anak buahku untuk mengikutinya."
Sasuke terbelalak mendengarnya.
"Mungkin kau ingin tahu dimana dia?"
Dan tanpa menunggu lagi, Sasuke langsung menyambar ponsel itu dari tangan Kakashi. Membuat Sang Pria hanya dapat menghela nafas maklum.
"Dimana Sakura?"
Beberapa saat menyimak orang yang berbicara dengannya di ponsel Kakashi itu, akhirnya Sasuke mengangguk paham.
"Tetap awasi dia. Aku akan ke sana secepatnya.
Dan tanpa menunggu lagi, Sasuke langsung memutuskan pembicaraan mereka. Ia langsung melesat keluar kediamannya tanpa menggubris Kakashi yang menggerutu karena ia melempar ponsel pria itu tanpa perasaan. Biarlah. Segara urusan dengan pria itu akan ia tangani nanti. Saat ini yang ada dipikirannya adalah–
–Sakura.
.
.
.
Sasuke melihatnya. Gadis yang meringkuk dalam mobil itu. Ia menenggelamkan wajahnya dalam-dalam di lipatan tangannya. Mengabaikan sekelilingnya. Mengabaikan bahkan jika ini sudah sangat larut malam. Sasuke mendengar dari anak buah Kakashi yang mengikutinya, kalau gadis itu hanya berputar-putar mengelilingi kota. Tak punya tujuan. Sampai akhirnya ia harus berhenti di pinggir jalan karena bahan bakar kendaraannya habis.
Dan di sinilah Sasuke. Berdiri di samping mobil Sakura. Persis di sebelah gadis yang sedang duduk di kursi pengemudi itu. Setelah beberapa saat hanya berdiri dan memandangi, akhirnya ia memutuskan untuk mengetuk kaca mobil yang terbuka seperempat bagian di depannya itu. Ia melihat betapa tubuh itu menggeliat dan perlahan menegakkan tubuhnya. Sepertinya ia ketiduran.
Dan saat itulah Sasuke dapat menangkap wajah sembab dan mata yang bengkak. Pemuda itu bisa menebak berapa liter airmata yang sudah dibuang Sang Gadis. Ia mengerutkan alisnya. Sebenarnya ada apa?
"Keluar, aku ingin bicara."
Sakura yang sebelumnya hanya mengerjab mencoba mengumpulkan nyawanya, spontan langsung membelalak kaget begitu mendengar suara datar itu. Tambah kaget begitu ia sadar kalau suara datar itu adalah orang yang sedari tadi ia cari. Orang yang juga berhasil membangunkan kembali rasa takutnya. Spontan saja ia langsung merogoh tas di sampingnya dan mencari benda yang selalu ia bawa semenjak keluar dari rumah kakaknya hari ini.
Pisau lipat.
Sakura sudah tak percaya siapapun lagi. Tidak ada lagi orang yang benar-benar bisa ia andalkan. Semua mempunyai topengnya masing-masing. Bahkan keluarganya sendiripun menutupi kenyataan yang sebenarnya. Kenyataan yang membuatnya semakin tak mempercayai siapapun di dekatnya. Dalam tubuhnya ada antigen mutan. Antigen yang di cari oleh Orochimaru, sekutu pemuda yang berdiri di hadapannya kini. Jadi adakah alasan lain untuknya tidak mempercayai pemuda ini?
Sakura mengacungkan pisau lipat itu di depan tubuhnya. Ia sudah tak bisa membawa mobilnya lagi. Kini hanya pintu mobil di depannyalah pembatas di antara mereka. Ia harus berhati-hati kalau tak ingin pemuda ini bertindak macam-macam padanya.
Sasuke yang melihat tindakan Sakura dari balik celah kaca mobilnya yang terbuka, hanya dapat menyengit tak suka. Spontan saja ia mencoba menarik pintu mobil itu.
Dan terbuka.
Dalam hati ia mengutuk kebodohan gadis itu. Tidur dengan pintu mobil yang tidak terkunci? So stupid!
Sakura membelalakan matanya kaget dan spontan memekik kecil bersamaan dengan tubuhnya yang beringsek mundur dengan cepat. Uchiha muda di depannya itu menatapnya datar tak terdefinisi, membuat tubuhnya bergetar ketakutan.
"Jangan mendekat, Uchiha!"
Teriakannya menghantarkan sejuta sengat kekesalan dalam diri Sasuke. Bahkan sekarang Sakura memanggilnya dengan nama keluarganya. Dengan nada yang membentak, seolah dirinya adalah seseorang yang sangat berbahaya. Sasuke jelas merasakan sesuatu yang berkecamuk dalam dadanya karena hal ini.
Namun, saat melihat mata berair itu, mau tak mau Sang Uchiha muda itu menghela nafas berusaha meredam kekesalannya. Dengan cepat ia menangkap tangan Sakura yang memegang pisau itu. Membuat Sang Gadis memekik tanpa sadar dan berusaha melepaskan diri yang sayangnya gagal karena cengkeraman Sasuke yang begitu erat. Membuatnya tak bisa melakukan apapun dan hanya dapat menatap penuh ketakutan dengan tubuh yang makin bergetar hebat.
Perlahan Sasuke mengambil pisau di tangan Sakura dan membuangnya. Ia kembali terdiam menatap Sang Gadis. Untuk sesaat sebelum pada detik berikutnya ia menarik kuat tubuh gadis itu keluar dari dalam mobil.
"Kyaaa!"
Sakura yang tak menyangka perbuatan Sasuke, berteriak kaget dan menjerit memberontak saat kemudian tubuhnya di rengkuh oleh Uchiha muda itu. Ia akhirnya hanya bisa pasrah menangis dalam pelukan Sang Pemuda saat merasa semuanya hanya akan menjadi sia-sia. Sasuke lebih kuat daripada dirinya.
Dan saat semuanya menjadi lebih tenang, Sasuke mulai menggerakkan tangannya mengelus surai merah muda Sang Gadis. Mencoba mengatakan semua akan baik-baik saja. Mencoba menyalurkan kenyamanan padanya. Sakura masih menangis saat pada akhirnya kalimat lirih Sasuke untuk pertama kali mengalun memecahkan ketegangan di antara mereka.
"Maafkan aku."
Tangisan Sakura semakin mengeras. Sebelah tangannya kembali mencoba untuk melepaskan dirinya, memukul dada Sasuke.
"Aku benci padamu. Lepaskan aku!"
Sampai akhirnya ia harus kembali dikagetkan dengan Sasuke yang melepaskan pelukannya dan menangkap tangannya yang sedang memukul-mukul dada pemuda itu. Tangis Sakura spontan menghilang dengan sekejap, saat emeraldnya yang spontan membelalak menangkap onyx tajam yang sedang menatapnya penuh ancaman. Meninggalkan sisa-sisa isakan lirih yang berusaha ia tahan.
"Aku tahu itu,"
Tubuh bergetar semakin hebat mendengar desisan lirih itu. Betapa mata elang itu begitu mengintimidasinya hingga tak berkutik. Hanya diam menatapnya seperti seorang anak yang ketahuan berbuat salah.
"Karena itu beri aku waktu,"
"..."
"Aku akan membuatmu jatuh cinta padaku meski sekarang kau membenciku."
Dan kalimat itu sukses membuat Sakura tercekat. Mata Sasuke masih setajam elang. Tapi Sakura sadar akan bias ketulusan di dalamnya. Ini tipuankah?
"Dan aku akan pastikan itu terjadi."
Dan kalimat itu menjadi penutup sebelum Uchiha muda itu kembali menarik Sang Gadis dalam dekapan hangatnya. Gadis yang kini hanya bisa kembali menangis walau tak sehisteris tadi. Sesaat sebelum akhirnya tubuh rapuh itu terhuyung lemas dan hampir jatuh kalau saja Sasuke tidak sigap menahan tubuhnya.
"Sakura?!"
Pemuda yang terkejut itu spontan saja mengecek kondisi Sang Gadis. Memegang kedua sisi wajahnya dan menatap bagaimana pucatnya gadis pink itu dengan bibirnya yang sedikit membiru. Apa karena cuaca yang dingin?
"Sial!"
Dan tanpa banyak bicara lagi, Sasuke langsung membopong tubuh Sakura. Membawanya ke dalam mobilnya dan melesat dengan kecepatan paling maksimal yang masih ia tolerir, setelah sebelumnya memerintahkan anak buahnya untuk mengurus mobil Sakura.
.
.
.
"Apa dia mengalami stres akhir-akhir ini? Sesuatu yang memberatkan atau trauma terhadap seseorang misalnya?"
Sasuke menaikkan sebelah alisnya mendengar serentetan pertanyaan pria yang sedang mengecek kondisi Sakura saat ini. Stres? Sesuatu yang memberatkan? Trauma? Tentu saja dia tidak tahu. Jangankan apa yang dirasakan gadis itu, mendekati untuk sekedar menanyakan kabar saja Sasuke tidak bisa. Lebih tepatnya tidak mungkin. Kakak gadis itu menjaganya seperti singa betina menjaga anak-anaknya.
Tapi tunggu dulu. Trauma?
"Apa maksudmu? Apa yang terjadi dengannya?"
Pria yang sepertinya adalah dokter pribadi Sasuke itu menoleh sedikit dan menatap Sasuke heran sebelum kembali fokus memeriksa gadis yang berbaring di depannya ini.
"Kau tidak tahu? Kupikir dia kekasihmu."
Sasuke mendengus.
"Katakan saja ada apa dengannya?!"
Dokter tersebut terkekeh sambil mengangkat bahunya tak acuh mendengar nada tak suka dari pemuda di belakangnya ini.
"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Hanya gejala maag karena asam lambung yang tinggi, sepertinya ia jarang makan teratur beberapa hari ini. Tekanan darah yang tinggi, dan hmm kondisi fisik yang tidak baik, depresi ringan."
Sasuke mengerutkan alisnya. Depresi ringan?
"Aku melihat beberapa memar di tubuhnya. Sepertinya ia mendapat kekerasan fisik. Makanya aku bertanya padamu apa dia mengalami trauma terhadap seseorang atau suatu kejadian? Mungkin itu yang menyebabkan ia tertekan secara mental sehingga pingsan. Ya Tuhan, apa yang membuat gadis muda sepertinya mengalami hal buruk seperti ini?"
Seketika sesuatu seperti menghantam kepala Sasuke. Segala celotehan dokter di depannya ini seolah terbang bersama angin yang membawanya. Hanya tersisa fakta yang membuatnya mengepalkan tangannya tanpa sadar. Tekanan mental karena kekerasan fisik? Bias kecemasan muncul di rautnya mendengar penjelasan dokter yang menangani Sakura itu. Apa ini karena kejadian Orochimaru kemarin. Namun, semua kecemasan itu kembali hilang di telan kalimat yang diucapkan Sang Dokter setelahnya.
"Kau tahu, aku rasa ada yang aneh dengan tubuh gadis ini."
Sasuke menatap datar pada dokter yang kini menoleh padanya.
"Well, ini mungkin masih diagnosis sementara. Tapi aku merasa daya tahan tubuh gadis ini terlalu ekstrim untuk ukuran seseorang gadis kecil sepertinya."
Sasuke masih diam karena ia belum menangkap poinnya. Ia menunggu penjelasan lanjutan dokter itu.
"Hormon stres yang dikeluarkan tubuh biasanya dapat mempengaruhi kelenjar thymus untuk menstimulasi dan mengatur aktivitas leukosit. Kau tahu sendiri apa yang akan terjadi kalau aktifitas sel darah putihmu terganggu kan? Daya tahanmu akan akan menurun dan kau akan rentan terhadap berbagai virus dan bakteri penyebab penyakit."
Sang Dokter kembali menatap Sasuke yang kini mengalihkan pandangannya pada tubuh Sakura yang masih tak sadarkan diri dengan selang infus yang melekat di tangan kirinya.
"Tapi dari hasil pemeriksaan tubuhnya ia tak menunjukkan daya tahan tubuh yang menurun. Hanya sekedar tekanan darah tinggi, aktivitas asam lambung yang meningkat karena makan yang tidak teratur dan tekanan mental yang membuatnya pingsan. Selebihnya, daya tahan tubuhnya sangat fit."
"Apanya yang aneh? Tidak semua orang sakit karena stres kan?"
Sang Dokter mengangkat bahunya dan ikut mengalihkan pandangannya pada gadis pasiennya itu.
"Entahlah. Kalaupun depresi tidak akan membuatnya sakit, lalu apa yang membuatmu berpikir dia akan baik-baik saja di dalam mobil selama berjam-jam tanpa penghangat atau baju hangat, di cuaca Jepang yang sedang ekstrim ini? Kalau aku pasti akan terkena demam atau setidaknya flu ringan. Tapi dia bisa bertahan tanpa ada tanda-tanda akan sakit atau gejala sejenisnya."
Dokter itu kembali menatap Sasuke saat tak mendapat respon apapun dari Sang Pemuda. Ia melihat pemuda itu terdiam dengan raut wajah yang tak terdefinisikan. Entah apa yang ada dalam pikirannya.
"Kalau kau ijinkan aku akan mengambil sample darahnya ke laboratorium untuk pemeriksaan lanjutan. Akan kupastikan semua yang tak beres padanya terdekteksi."
Sasuke masih diam menatap Sakura datar. Mau tak mau membuat Sang Dokter kembali menghela nafas dan menepuk pundak Sasuke. Mengembalikannya ke alam kesadaran dan menoleh ke arah dokter muda itu.
"Tenanglah, dia tidak apa-apa. Pemeriksaan ini hanya untuk memastikan saja. Dia sangat sehat. Tinggallah di sini untuk dua hari mendatang sampai hasil tesnya keluar."
Dan satu anggukan dari Sasuke membuat dokter itu tersenyum miring dan akhirnya berbalik melangkahkan pergi. Meninggalkannya yang kini kembali berbalik dan duduk di samping tubuh Sakura. Meraih perlahan tangan Sang Gadis dan menggenggamnya erat, Sasuke kini menatap wajah cantik yang tertidur itu. Pandangan datarnya melembut saat kata-kata yang diucapkan dokternya tadi kembali terngiang di telinganya. Ini bukan tentang Sakura yang sehat atau tidak. Ini bukan tentang daya tahan tubuh Sakura yang super ekstrim. Ini tentang Sakura yang depresi. Dan ia tahu ini semua karena kejadian bersama Orochimaru. Karena dirinya.
Dan hanya sebuah kalimat akhirnya mengalun dari mulutnya yang dapat mengungkapkan penyesalannya.
"Maafkan aku, Sakura."
.
.
.
Sakura membuka matanya perlahan. Kepalanya yang terasa berat membuatnya kembali memejamkan matanya sebentar sebelum kembali mencoba untuk membuka mata kembali. Ia menatap langit-langit ruangan itu dengan tatapan linglung. Sesaat sebelum akhirnya ia mencoba untuk menganalisis sekitarnya. Dimana dia berada sekarang? Sudah berapa lama ia tidur?
Perlahan ia menoleh dan mendapati seseorang yang tertidur di sisi tubuhnya sambil menggenggam tangannya.
Rambut itu? Aroma tubuh itu?
Seketika sekelebat ingatan kejadian sebelumnya menghantam kepalanya membuatnya tersengat rasa syok. Ia ingin bangun namun rasa sakit di kepalanya memaksanya untuk tetap berbaring. Ia mengendalikan dirinya dan mencoba berpikir tentang tindakan apa yang harus ia ambil.
Perlahan ia menarik tangannya yang digenggam Sasuke, sebisa mungkin untuk tidak membuatnya terbangun. Berhasil memang, tapi tidak saat ia hendak melangkah menuruni tempat tidurnya. Ia membuat suara decitan ranjang dan itu membangunkan Sasuke. Pemuda itu mengerjab menfokuskan kesadarannya menatap tubuh kecil yang berbalik membelakanginya itu. Dan saat kesadarannya benar-benar telah kembali ia mendapati Sakura masih belum menyadari dirinya.
"Hn, kau sudah sadar?"
Dan suaranya sukses mengagetkan Sang Gadis. Ia terlonjak dan spontan membalik cepat. Matanya menatap penuh ketakutan pada pemuda di depannya itu. Membuat Sasuke menyerngit tak suka. Namun, ia mencoba menepis semua itu. Yang saat ini ingin diketahuinya adalah kenapa gadis itu mencarinya? Kenapa gadis itu mencari Orochimaru? Dan apakah gadis itu mengalami depresi karenanya? Kalaupun hal itu benar, lalu kenapa ia masih mencarinya dan Orochimaru? Harusnya kakak gadis itu tidak mencegahnya berkeliaran di dekatnya?
"Sakura, ada apa denganmu?"
Pertanyaan itu tak terjawab saat onyxnya mengerut makin dalam melihat apa yang gadis itu lakukan kini. Ia mengambil cepat gunting operasi yang belum di simpan dokternya di atas nakas dan mengancungkannya ke arahnya.
"Jangan mendekat!"
Raut Sasuke kembali datar. Ia menatap dalam diam segala aksi gadis di depannya ini. Walau garis wajahnya sangat datar, ia tak pernah menurunkan kewaspadaannya terhadap segala konsekuensi yang mungkin terjadi jika gadis pink itu berbuat nekad.
"Dimana Orochimaru?"
"Untuk apa kau mencarinya?"
"Aku tanya dimana orang yang bernama Orochimaru itu?!"
Seketika suasana menjadi tegang. Sasuke kembali dalam mode diamnya. Menatap gadis yang kini menunjukkan raut murkanya dengan wajah poker facenya. Ia tak boleh gegabah dengan langsung menuruti kemauan gadis itu. Ia harus memastikan dulu apa yang membuat Sakura ingin mencari Orochimaru. Setelah beberapa saat terdiam karena bentakan Sang Gadis, akhirnya ia kembali angkat bicara. Mencoba membujuk Sang Gadis dengan membuat kesepakatan.
"Katakan dulu ada apa denganmu. Apa yang membuatmu ingin bertemu dengannya. Aku akan mengantarmu padanya."
Sakura tersenyum sinis.
"Untuk alasan apa kau berpikir aku akan percaya padamu?"
Sasuke memicingkan matanya, menatap tajam gadis di depannya ini. Tak percaya ia bisa berkata seperti itu padanya, setelah apa yang Sasuke lakukan pada gadis itu semalam. Apa masih kurang sikapnya untuk menunjukkan bahwa ia benar-benar menyesal terhadap apa yang sudah ia lakukan pada Sang Gadis?
"Sakura!"
Desisan lirihnya menunjukkan betapa geramnya dirinya kini. Membuat Sakura tersenyum sinis padanya.
"Siapa di dunia ini yang bisa ku percaya?"
Tubuh Sasuke menegang seketika ketika kata-kata Sakura itu masuk indera pendengarannya. Melihat bagaimana kepala itu tertunduk perlahan setelah mengucapkannya, seperti berusaha menyembunyikan sesuatu. Menyembunyikan raut terlukanya. Dan itu mau tak mau membuat Sasuke melunakkan pandangannya. Ia menatap Sakura dengan emosi yang campur aduk. Antara tak mengerti dan bersalah. Apa dia terlalu memaksakan kehendak?
"Bahkan keluargaku sendiri sudah tak bisa kupercaya. Apalagi kau, Uchiha."
Sasuke mengerutkan alisnya. Ia sungguh-sungguh tak mengerti. Jelas sekali ini bukan hanya tentang yang ia dan Orochimaru lakukan kemarin pada Sakura. Ada sesuatu yang lain telah terjadi. Sesuatu yang tak diketahuinya. Pandangannya kembali waspada ketika kini mata Sakura kembali menatapnya. Tapi untuk kesekian kalinya ia harus terkejut. Emerald yang biasanya penuh bias emosi kini berpendar kosong. Dan Sasuke tak suka itu. Tangannya mengepal kuat. Sebenarnya apa yang terjadi pada Sakura?
"Katakan apa yang sebenarnya terjadi padamu, Sakura."
Kata-kata itu memang datar. Tapi Sasuke tak bisa menyembunyikan nada mutlak di dalamnya. Seperti pertanyaan yang wajib di jawab oleh Sakura. Membuat gadis itu menghilangkan senyum sinisnya. Kini wajahnya sama datarnya dengan Sang Pemuda.
"Baik. Kalau kau tak mau memberitahuku. Aku bisa mencarinya sendiri."
Dan saat itu juga Sakura mencabut selang infusnya, dan berbalik cepat untuk bisa melarikan diri keluar dari ruangan itu. Namun, sepertinya Sasuke tak akan membiarkannya. Dengan gerakan yang tak kalah cepatnya ia kemudian mengejar langkah gadis yang berlari terseret itu. Belum sampai tangan mungil Sakura menggapai pintu kamar itu, Sasuke sudah lebih dahulu mencengkeram erat lengannya. Membuat gadis itu meringis menahan sakit.
Detik berikutnya, Sasuke menyeret tubuh Sakura dan membantingnya di tempat tidur, mengabaikan pekikan kecil dari tubuh yang jatuh tertelungkup itu. Tak mau menunggu Sakura mampu berbuat sesuatu untuk melawan, Sasuke sudah lebih dahulu menawan tubuh Sakura dengan mengukungnya dengan tubuhnya sendiri. Tangan kekarnya dengan cepat mengambil gunting yang tadi di pegang Sang Gadis dan membuangnya. Lalu dengan sigap ia menahan kedua tangan Sakura di atas kepalanya dengan sebelah tangan, sementara tangannya yang lain menahan tengkuk gadis itu agar tak bisa bergerak. Salah satu kakinya menahan pergerakan kaki Sakura dengan menekan kuat paha belakangnya.
Sakura mengerang di antara usahanya melepaskan dirinya. Tapi sepertinya itu adalah usaha yang sia-sia. Sasuke mengunci semua pergerakannya dengan erat. Tak memberi celah sedikitpun baginya untuk bisa meloloskan diri. Akhirnya hanya isak tangis lirih yang menandakan kalau ia menyerah. Ia menangis dalam diam. Mencoba menyembunyikannya dari pemuda di belakangnya ini. Tapi sepertinya gagal. Sasuke tahu dia menangis.
Melihatnya serapuh itu membuat akhirnya pemuda Uchiha itu kemudian melemahkan cengkeramannya. Merasa hati mencelos melihat bagaimana tubuh itu bergetar di bawah kungkungannya.
"Aku lelah."
Sasuke diam. Memberi kesempatan bagi gadis itu untuk mengutarakan semua isi hatinya.
"Aku lelah dengan semua ini."
"..."
"Kenapa aku tidak dilahirkan di keluarga yang biasa saja? Aku tak butuh keluarga kaya atau terkenal. Aku hanya ingin hidup normal."
"..."
"Kenapa semua orang melakukan ini padaku? Mengapa semua orang menghakimi hidupku seperti aku ini bukan manusia? Apa salahku? Bukan keinginanku untuk lahir di keluarga itu."
Dan setelah mengucapkannya, Sakura langsung menangis dengan keras. Menumpahkan segala kesakitanya. Sasuke tak tahu respon seperti apa yang harus ia berikan atas perkataan ambigu yang Sakura katakan. Ia tak mengerti. Masih tak paham dengan apa yang terjadi. Ia menatap Sakura dengan pandangan dalam. Sebenarnya ada apa? Apa yang tak diketahuinya?
Tapi ia tak mau terburu-buru. Ia tak ingin memaksakan kehendaknya untuk membuat Sakura menceritakan segalanya. Ia akan mencari tahunya dengan lembut.
Karenanya dengan perlahan ia menggeser tubuhnya, membimbing tubuh gadis di bawahnya itu untuk tidur menyamping. Tangannya yang mencengkeram dua tangan Sakura, di bawanya ke depan dada Sang Gadis. Memeluknya dari belakang masih dengan cengkeramannya di kedua tangan gadis itu, berjaga-jaga jika ia masih menyimpan niat untuk lari. Memeluknya dalam dekapan hangatnya, mencoba memberi perlindungan. Mencoba memberi kenyamanan yang tulus, berharap mendapat kepercayaan Sang Gadis.
"Tenanglah, Sakura. Semua akan baik-baik saja."
Nyatanya tak berhasil. Sakura masih terisak hebat. Membuat Sasuke menghela nafasnya panjang. Akhirnya ia memutuskan untuk membiarkan gadis itu menangis. Menumpahkan semua yang mengganjal di hatinya. Berharap itu membuatnya merasa lega dan meringankan bebannya.
Ia mencium belakang kepala Sakura, disaat ia merasa tangis gadis itu mulai mereda. Dan setelah beberapa beberapa menit berlalu, Sasuke merasakan nafas Sakura mulai teratur dan kemudian sebuah dengkuran halus membuatnya melepaskan genggamannya pada kedua tangan Sang Gadis. Ia bangun dan membalikkan perlahan tubuh gadis pink itu. Lagi-lagi ia menghela nafas saat mendapatinya kembali tertidur.
Tangannya terulur perlahan, menghapus jejak-jejak airmata di wajah sembab itu. Ia kemudian memutuskan untuk beranjak dan membenarkan posisi Sakura di tengah ranjang. Menyelimutinya dan duduk di sisinya.
Untuk beberapa saat ia hanya dapat memandangi wajah cantik yang tertidur damai di hadapannya itu. Pikirannya melayang mengingat semua kata-kata gadis pink itu. Sakura menyebutkan satu kata yang membuatnya berpikir keras.
Keluarga?
Satu hal yang bisa ia simpulkan walau masih samar. Ada sesuatu yang terjadi antara Sakura dan kakaknya. Ia tak mungkin bisa pergi tanpa diketahui kedua pemuda Akasuna itu. Ia tak menemukan ponsel yang selalu bisa membuat gadis itu kembali kepada kedua kakaknya itu, seperti yang biasa terjadi jika mereka sedang bersama. Mereka selalu bisa membuatnya pulang. Jadi pasti ada masalah yang memisahkan mereka?
Tapi apa?
Ia melirik ponselnya yang berada di atas nakas. Sebuah panggilan masuk dari Kakashi yang belum sempat di jawabnya semalam membuat sesuatu terlintas di benaknya. Sebuah firasat tak enak yang membuatnya spontan meraih ponsel itu dan menghubungi balik pria tersebut.
"Kakashi, bawa Kaa-san bersamamu."
"Kau dimana? Ada apa?"
"Akan kujelaskan nanti. Bawa Kaa-san, aku punya firasat yang tidak baik. Aku bersama Sakura dan tidak bisa pulang sekarang."
Tak ada jawaban untuk sesaat sebelum akhirnya Kakashi menghela nafas panjang dan seperti tak ingin bertanya lebih banyak lagi.
"Baiklah."
"Hn, jaga Kaa-san."
Dan setelah mendengar kesanggupan dari Sang Pria, Sasuke langsung memutuskan panggilannya. Kembali memandang gadis yang tertidur di depannya ini sebelum akhirnya memutuskan untuk meninggalkannya.
.
.
.
Firasat Sasuke selalu benar. Itulah yang membuat Kakashi selalu percaya pada ucapannya. Seperti kali ini, saat pria itu akan mengambil pakaian Ibu Sasuke dan beberapa keperluannya, ia melihatnya. Tiga orang yang dikenalnya sebagai dua anggota keluarga Akasuna dan Shimura Sai, rekan gadis yang kini bersama Sasuke, sedang berjalan memasuki mansion milik Sasuke.
Ia menyipitkan matanya. Tunggu dulu. Apa hubungan Shimura Sai dengan Akasuna? Apa pemuda itupun sudah tahu jika Sakura adalah Akasuna. Siapa saja sebenarnya yang sudah tahu akan kebenaran ini. Apa management gadis itu juga sudah tahu?
Mengabaikan semua pikirannya, kemudian kembali menfokuskan pandangannya pada ketiga orang yang kini menerobos masuk para penjaga itu. Mereka kemudian menghentikan langkahnya ketika berdiri tepat di hadapannya.
"Dimana Uchiha Sasuke?"
Seorang dari mereka yang berambut merah tanpa basa-basi langsung menembaknya. Ia menatap mereka waspada.
"Ada apa mencarinya?"
Pemuda itu –Sasori menggeram mendengarnya.
"Aku rasa ini bukan urusanmu, Tuan!"
Kakashi menyipit mendengar kata-kata kasar Sasori. Terdiam sesaat akhirnya ia merogoh saku jasnya untuk mengambil sebuah tanda pengenal miliknya dan menunjukkan pada pemuda berambut merah itu. Membuatnya membelalakan mata seketika ketika membaca tanda pengenal tersebut.
"Aku adalah Agen Inteligent Jepang. Aku sedang menyelidiki keterlibatan Uchiha Sasuke dengan seorang buronan internasional bernama Orochimaru. Jadi semua yang berkaitan dengannya harus aku selidiki."
Sasori menelan ludahnya susah payah. Ketika ia hendak membuka mulutnya, sebuah tangan menghentikan ucapannya. Ia menoleh kebelakang, begitu juga Kakashi. Menatap ke arah pria yang menahan pundaknya. Pein.
Ia menatap Sasori seolah mengatakannya untuk mundur. Sasori menurutinya. Membiarkan kini Sang Sulung yang maju untuk berbicara pada Kakashi.
"Kami hanya mencari seseorang. Akhir-akhir ini ia dekat dengan Uchiha Sasuke. Kami tidak ada urusan sama sekali dengan Uchiha Sasuke dan tidak tahu menahu tentang buronan yang kau maksud. Jadi sebaiknya kau segera katakan dimana dia berada sekarang."
Kakashi menyeringai dalam hati. Ini akan menarik. Mungkin ia bisa sedikit memancing mereka untuk mengorek sesuatu dari pemuda Akasuna di hadapannya ini tentang proyek mutasi gen itu atau sesuatu yang lain. Sepertinya mereka juga belum tahu kalau Sakura pernah datang kemari dengan membawa-bawa nama Orochimaru. Jadi sepertinya mereka tak akan tahu kalau Sakura sedang bersama Sasuke saat ini. Karenanya dengan tenang ia kemudian memutuskan untuk menjawab mereka.
"Oh begitukah? Memang siapa yang anda cari?"
Tentu saja Pein tak bisa menjawabnya. Kakashi tahu itu. Pemuda itu terdiam menatap Kakashi yang juga menatapnya balik dengan datar. Sedikit menyerngitkan dahinya melihat betapa tenangnya sulung Akasuna itu menghadapinya. Secara logika harusnya ialah yang panik menghadapi seorang agen inteligent yang bisa saja mengorek habis dan menjatuhkan klannya.
"Aku rasa kau akan tahu siapa orang itu setelah kau bersedia memberitahu dimana keberadaan Uchiha Sasuke padaku."
Kali ini Kakashilah yang tak berkutik. Pein seperti sedang membaca pikirannya. Ia seolah benar-benar tahu kalau Sakura sedang bersama Sasuke. Dan ia berusaha menekan Kakashi untuk mengakuinya. Keringat dingin menuruni pelipisnya. Pria di hadapannya ini bukanlah sembarang orang. Mengetahui segalanya tentangnya membuat Kakashi yakin sulung Akasuna ini adalah pria yang pintar membalikkan keadaan dengan mengintimidasi lawannya. Ia berbahaya. Pantas saja Sasuke menyuruhnya membawa Mikoto. Mungkin berjaga-jaga jika mereka berpikir untuk melibatkan ibu Sasuke itu dalam situasi ini.
"Aku tak tahu dimana dia. Dua hari ini Uchiha Sasuke mangkir dari penyelidikan. Aku kesinipun untuk memastikannya dan mengambil beberapa barang bukti," jawabnya sambil menunjukkan tas di tangannya.
Pein kembali terdiam. Hanya diam dan menatap dalam onyx di hadapannya. Mencoba menyelaminya, mencari kebohongan di dalamnya. Yang mau tak mau membuat Kakashi menelan ludahnya susah payah. Dalam hati ia mengutuk kharisma pria di hadapannya ini yang begitu mengintimidasi. Bahkan ia yang seorang agen yang paling tangguh di divisinya, merasa gentar hanya karena tatapan dinginnya.
Sesaat terdiam dalam keheningan, akhirnya pria yang ia ketahui bernama Akasuna Pein itu akhirnya kembali angkat bicara.
"Hn, aku mengerti. Terima kasih atas informasinya," ucap Pein sambil berbalik dan melirik Sasori, seolah memberi tanda bagi pria itu untuk segera pergi dari tempat itu.
Sedikit ragu, akhirnya Sasoripun mengikuti langkahnya bersama Sai. Ia ingin mengucapkan sesuatu sebelum kata-kata Pein lebih dulu mendahuluinya.
"Dia tahu sesuatu."
Tidak hanya Sasori, Saipun terkejut mendengarnya. Mereka saling pandang penuh tanda tanya dalam langkah mereka yang semakin mendekati mobil dan kembali memandang ke arah Pein.
"Apa maksudmu?"
"Pria itu tahu dimana Uchiha Sasuke. Aku tahu itu."
Gerakan Sasori yang ingin meraih ganggang pintu mobil terhenti begitu kalimat itu masuk ke indera pendengarannya. Ia membanting pintu mobil di hadapannya.
"Lalu kenapa kau diam saja?!"
Pein menatap adiknya itu datar sebelum kembali bergumam.
"Jangan gegabah. Dia agen yang sedang menyelidiki Orochimaru. Jangan terseret masalah dengan inteligent."
Sasori menggeram. Ia tak habis pikir dengan kakaknya itu. Apa ia tak mengkhawatirkan Sakura?
"Aku juga mengkhawatirkannya."
Sasori tercekat mendengarnya. Pein bisa membaca pikirannya. Ia menatap dalam pada kakaknya itu.
"Tapi jangan sampai rasa khawatirmu itu membuatmu mengambil keputusan yang salah. Sakura bukan hanya adikku, dia juga bagian dari organisasi kita. Dia dalam masalah kalau sampai ada yang tahu keterlibatan organisasi kita dengan Orochimaru. Aku rasa kau juga mengerti itu, Sasori."
Masih ada rasa tak terima, tapi harus Sasori akui Pein benar. Akhirnya ia hanya bisa mengikuti kakaknya itu masuk ke dalam mobil. Melucur meninggalkan kediaman Uchiha. Ditengah kekalutannya ia tiba-tiba dikejutkan dengan suara Pein yang tiba-tiba memecahkan keheningan diantara mereka. Kata-kata yang membuatnya tertegun seketika.
"Tak akan ada yang bisa menyakiti Sakura, aku akan pastikan itu."
Sasori hanya dapat menghela nafasnya pasrah mendengarnya. Ia percaya pada Pein. Jika pemuda itu sudah mengatakan seperti itu, ia yakin pemuda itu akan memegang janjinya. Apa yang ia katakan saat penyelamatan Sakura kemarin sudah membuktikannya. Karenanya, ia akhirnya memilih untuk menyerah dan membiarkan Peinlah yang mengurus semua hal tentang Sakura. Tangannya menjulur untuk mengambil ponsel di saku jasnya dan menghubungi seseorang.
"Tobi, perketat bank data kita. Jangan sampai ada yang membobol masuk dan mencuri data. Dan tolong kau kirim orang untuk mengawasi Hatake Kakashi. Jika dia membuat pergerakan yang membahayakan organisasi kita, segera laporkan padaku."
Sasori langsung mematikan panggilannya setelahnya. Menoleh pelan menatap Pein yang kini menatap padanya. Menatap adik laki-laki satu-satunya itu dengan senyum tipisnya. Sepertinya Sasori sudah mengerti artinya memimpin sebuah organisasi. Ia sudah layak menjadi seorang pemimpin selain dirinya. Dan mungkin ia juga tak perlu khawatir lagi jika ia harus menyerahkan organisasi padanya disaat ia sedang fokus pada masalah Sakura.
.
.
.
.
.
.
.
.
Sakura membuka matanya pelan. Mengerjab perlahan kemudian berusaha untuk meneliti ke sekelilingnya. Masih di tempat yang sama seperti yang terakhir kali ia lihat. Ini sebenarnya dimana? Berbeda dari apa yang terjadi kemarin, kali ini ia tak mendapati sosok Sasuke di sekitarnya. Dan ia mensyukuri hal itu. Mungkin ini kesempatannya untuk melarikan diri. Ia kemudian melemparkan pandangannya pada infus di tangannya dan mengerutkan alisnya menatap selang yang kini kembali terpasang itu. Apa Sasuke punya kemampuan untuk memasangkan infus sama seperti dirinya?
Tiba-tiba suara pintu yang terbuka membuatnya melemparkan pandangannya pelan ke arah sumber suara. Namun, saat ia melihat siapa yang datang dengan sebuah nampan di tangannya, otomatis ia mencoba untuk mendudukkan dirinya, yang sayang sekali kali ini tak berhasil. Kepalanya seperti dihantam sesuatu yang keras, ia merasa pusing disertai denyutan yang amat menyakitkan. Membuatnya mau tak mau kembali berbaring sambil memegang kepalanya. Sasuke mendengus melihatnya. Gadis keras kepala.
Ia kemudian melangkah mendekati Sakura yang masih merintih memegang kepalanya, dan duduk di sampingnya setelah sebelumnya meletakkan nampan yang dibawanya di nakas samping tempat tidur di ruangan itu. Menoleh menatap datar Sang Gadis sebelum angkat bicara.
"Jangan bodoh dengan memaksakan dirimu melakukan sesuatu yang bahkan tubuhmu sendiri menolak melakukannya karena tak mampu."
Sakura memaksakan membuka matanya dan menatap pemuda di depannya itu. Sorot gentar dan waswas di mata gadis itu menghantarkan perasaan tak enak pada Sasuke. Sakura sepertinya masih takut padanya. Perlahan ia beringsut mendekati gadis itu untuk membantunya duduk tanpa peduli pada Sang Gadis yang memekik kaget melihat aksinya.
"Diamlah, bodoh. Kau ingin bangunkan?!"
Hardikannya tak akhyal membuat Sakura bungkam. Gadis itu akhirnya hanya bisa pasrah membiarkan tubuhnya dibimbing Sasuke untuk duduk bersandar pada kepala ranjang di belakangnya. Ia menatap takut-takut pada pemuda yang kini menatapnya dengan pandangan yang sarat akan makna. Sesaat sebelum akhirnya Sasuke kembali menghela napas. Walau Sakura masih takut padanya, setidaknya gadis itu sudah tidak memberontak seperti kemarin. Dan menurutnya itu sudah lebih dari cukup, karena Sakura yang keras kepala akan susah disembuhkan.
Mengenyahkan semua pemikiran itu, akhirnya ia memutuskan untuk membuang pandangannya pada nampan yang tadi ia bawa dan melakukan apa yang menjadi tujuannya datang kemari. Sakura harus makan untuk memulihkan kondisinya. Ia mulai menyendok bubur hangat dalam mangkuk di atas nampan itu dan mengulurkannya ke mulut Sakura seolah memintanya untuk memakannya.
"Hn, makanlah."
Matanya menatap datar pada gadis yang tak meresponnya itu. Ia menatap Sasuke dengan tatapan penuh prasangka. Seperti sedang mencoba membaca pikirannya. Seperti sedang melindungi dirinya.
Sasuke menyipit menyadari sesuatu yang membuatnya berdecak kemudian.
"Aku tidak menaruh apapun di bubur ini."
Sakura yang masih tak mau membuka mulutnya membuatnya menggeram tanpa sadar. Sebegitu mencurigakannyakah dia di mata gadis itu?
"Baik. Kalau kau masih tidak percaya. Aku akan memakan bubur ini terlebih dahulu. Dan jika memang bubur ini beracun, kita akan mati bersama!"
Desisan tajam itu mengiringi gerakan tangannya menyuapkan sendok yang tadi ia sodorkan pada Sakura, ke dalam mulutnya. Menatap tajam gadis itu dan tanpa ragu menelan bubur di mulutnya. Kemudian dengan cepat kembali mengambil satu sendok lagi dan menyodorkannya kemulut Sakura.
"Sekarang jangan banyak tingkah dan makanlah. Aku tidak sedang membujukmu tapi aku sedang memerintahkanmu. Kalau kau ingin sembuh turuti aku!"
Dan satu tetes airmata lolos dari emerald Sakura mendengar bentakan itu. Ia kemudian membuka mulutnya perlahan dan menerima suapan Sasuke. Menguyah pelan makanan itu dalam sesenggukan tangis tertahannya. Membuat Sasuke lagi-lagi menghela nafas melihatnya.
Perlahan tangannya terulur untuk menggapai pucuk kepala pink itu. Mencoba menyalurkan ketenangannya pada gadis itu. Membuat Sang Gadis memberanikan dirinya untuk menatap mata tajamnya itu.
"Kau gadis paling bodoh yang pernah aku temui."
Sakura tidak tahu harus bereaksi apa. Tangannya saling meremas mencoba menyalurkan ketakutannya. Ia takut. Itu jelas. Ia bahkan tak peduli jika ada yang menyebutnya bodoh saat ini. Kenyataan kalau semua orang di sekelilingnya mengincarnya membuatnya paranoid pada sekelilingnya. Namun, kata-kata Sasuke selanjutnya membuatnya mematung seketika.
"Tapi aku bahkan lebih bodoh karena membiarkan gadis bodoh sepertimu menggoyahkan keputusanku."
Sakura tak tahu harus berkata apa. Ia tak begitu mengerti apa maksud Sasuke. Namun ketulusan di onyx itu seolah membungkam mulutnya untuk tetap diam dan mendengarkannya.
"Sakura maafkan aku,"
Dan dengan perlahan, tangan itu kemudian menarik kepala pink Sakura mendekat padanya. Membuat Sang Gadis melebarkan maniknya tak percaya. Makin tak percaya ketika kepalanya kini berada dalam pelukan hangat Sang Pemuda. Tubuhnya kaku tak berkutik. Bahkan sampai saat suara Sasuke menembus gendang telinganya, ia masih tak dapat merespon.
"Aku janji akan menebus semuanya yang sudah kulakukan padamu."
Sakura tak mengerti kenapa hanya mendengar kata-kata itu ia merasakan tubuhnya melemas. Kata-kata yang membuatnya spontan menangis tertahan.
Bisakah ia mempercayainya?
Bolehkah ia mempercayainya?
.
.
.
Sasuke sedang membaca rentetan tulisan yang tertulis di kertas-kertas digenggamannya, saat tiba-tiba ruangan tempatnya berada di dobrak paksa oleh seseorang membuatnya mengerang kecil karena lagi-lagi konsentrasinya terganggu. Kepalanya sudah mau pecah karena memikirkan banyak hal, Sakura, Orochimaru, perusahaan peninggalan klannya, dan apa lagi yang kini mengganggunya?
Ia mendongak dan melihat tuan rumah yang sudah memperbolehkannya tinggal di rumahnya dua hari ini, masuk ke kamarnya dengan tergopoh-gopoh.
"Sasuke, aku pikir kau ingin mengetahui ini."
Sasuke mengerutkan alisnya melihat raut panik Kimimaru, dokter pribadinya yang setengah berlari ke arahnya.
"Ada apa?"
"Hasil tes darah sudah aku miliki. Firasatku benar. Memang ada yang salah dengan leukosit gadis itu."
Kerutan di dahi Sasuke semakin dalam. Rautnyapun terlihat sedikit khawatir dengan pernyataan dokter pribadinya selama bersama Orochimaru itu.
"Apa ada yang salah?"
"Aku menemukan bahwa leukositnya berkerja dengan sistemnya sendiri. Ia sel mandiri yang tidak diperintah oleh otak gadis itu."
Sasuke tak begitu paham apa maksud Kimimaru. Ia hanya menatap pria itu dengan raut bingungnya, membuat Kimimaru berdecak frustasi. Harus bagaimana menjelaskannya.
"Sel darah putihnya bekerja tanpa diperintah oleh otak gadis itu. Ada sesuatu lain yang terdapat di dalamnya. Ia bekerja sangat ekstrim karena hal itu. Aku pikir ini sejenis materi gen. Karena penasaran dengan materi gen itu, aku iseng mencoba untuk mengujinya dengan mereaksikannya dengan Virus West Nile, kau tahu apa hasilnya?"
Sasuke masih dalam posisi diamnya mencerna semua informasi yang ia terima.
"Virus itu mati dengan cepat! Demi Tuhan, Sasuke! Virus itu bahkan belum ditemukan vaksinnya."
Sasuke menyipitkan matanya. Oke, mungkin dia tidak mengerti dengan segala macam tetek bengek yang berbau kesehatan atau makhluk hidup bernama virus atau yang lainnya. Tapi ia tahu, informasi yang baru saja ia terima itu benar-benar janggal untuk diterima. Darah putih Sakura?
"Aku sempat meragukan penemuanku dan mencoba mereaksikannya dengan virus yang lainnya, dan hasilnya sama. Virus-virus mematikan itu mati dalam waktu yang tak lebih dari satu menit–"
"Aku tak mengerti. Materi gen apa? Kenapa bisa ada dalam tubuhnya? Apa itu berbahaya?"
Kimimaru yang sedang menggebu-gebu menjelaskan menoleh menatap Sasuke yang memotong ucapannya, tanpa menyadari setitik raut gelisah di wajah oemuda Uchiha itu.
"Entahlah Sasuke, aku rasa sejenis gen buatan yang sengaja ditanamkan ke sel darah putihnya sebagai inang untuk terus diproduksi. Sepertinya gen itu dikembangkan bukan untuk tujuan sebagai vaksin, tapi untuk sesuatu yang lebih membahayakan daripada sekedar virus."
Tubuh Sasuke menegang seketika saat mendengarkannya. Seketika ingatannya mencoba merangkai semua ingatanya dimasa lalu. Dan ia mendapatkan jembatan logika yang masuk akal.
Pantas saja.
Ia mengingat semua kata-kata Sakura tentang keluarganya. Betapa gadis itu menginginkan keluarga yang normal. Tentang ketidak percayaannya pada semua orang termasuk keluarganya.
Tentang rasa lelahnya diperlakukan seperti bukan manusia.
Tentang antigen yang dikatakan Orochimaru.
Tangan Sasuke mengepal dan bergetar lirih. Inikah maksud gadis itu?
Antigen itu, apakah itu ada dalam tubuh Sakura?
"Kau tahu, kalau aku mempublikasi dan menyatakan hak sulung atas temuan ini sebagai milikku, berapa milyar yang aku dapatkan Sasuke! Hahaha!"
Bahu Sasuke melemas. Kepalanya menunduk perlahan menyembunyikan ekspresinya kini. Samar-samar ia masih mendengar suara penuh sukacita dari Kimimaru yang tertawa kesenangan. Mengantarkannya dalam sebuah gumaman yang membuat pria itu terdiam seketika.
"Kalau kau masih sayang nyawamu, lebih baik kau tutup mulutmu, Kimimaru."
"Eh?"
Kimimaru spontan melihat ke arah Sasuke yang menunduk dengan aura dinginnya. Pemuda itu menelan ludahnya susah payah melihat betapa datarnya raut Sang Pemuda. Apa ada yang salah?
"Orang yang ada di belakang gadis itu bukanlah sembarang orang. Kalau kau masih ingin hidup lebih baik kau lupakan semua yang baru kau ketahui itu."
Oke, sekarang Kimimaru mulai resah. Apa sepenting itu gadis pink itu? Ia menatap ragu pada Sang Pria.
"Ada apa Sasuke? Apa kau tahu sesuatu? Perlukah hal ini kita laporkan pada, Tuan Orochimaru?"
Sasuke ingat penculikan Sakura tidak ada yang mengetahuinya selain Orochimaru, Kabuto dan dirinya. Tidak ada yang tahu tentang identitas gadis itu sebenarnya. Mendengar nama Orochimaru dari mulut dokternya yang tidak tahu apa-apa itu membuatnya bimbang.
Apa yang harus ia lakukan? Ia sudah mengetahui dimana keberadaan antigen itu. Bahkan, sudah ada di tangannya. Sakura sudah ada di tangannya. Tuntutan Orochimaru untuk mendapatkannya bukanlah hal yang mustahil lagi. Ia tak perlu mengorbankan Uchiha. Ia bisa mengendalikan bahkan membunuh Itachi dengan mudah.
Tapi, itu berarti mengorbankan Sakura.
Dua sisi jiwanya saling berteriak minta di dengarkannya. Membuatnya frustasi. Membuatnya kalut. Mengabaikan seseorang yang kini memandangnya dengan khawatir.
"Sasuke?"
"Biarkan aku berpikir Kimimaru. Jangan buka mulutmu sebelum aku bicara apa yang harus kau lakukan. Kau mengerti?!"
Dan tatapan tajam itu membuat Kimimaru bungkam seketika. Mengangguk tanda mengerti dan langkah pergi tanpa bertanya . Meninggalkan Sasuke yang kini terduduk lesu. Serasa seperti semakin banyak beban yang menimpa kepalanya.
Apa yang harus ia lakukan?
Ia harus bagaimana?
.
.
.
.
.
TBC
.
.
.
.
A/N :
Masih adakah yang inget sama fic ini? Jujur aq lupa hihi #buang ke laut# Yang request chapter khusus Sasusaku, silahkan dinikmati hihi... Aku buatin banyak adegan sasusaku nih... Maaf kalau misalnya chapter ini kacau balau atau ada yang salah-salah atau feelnya kagak ada, saya buatnya serba buru2. Nanti saya perbaiki lagi kalau ada waktu.
Oke, mungkin ini hanya sedikit pemberitahuan. Aku menyadari kalau aku hanyalah manusia biasa yang punya banyak kekurangan #LebayMulaiKumat# Fic ini aku ingat dulu pertama kali dibuat waktu aku semester 4, yang menurutku adalah masa-masa labil(?) sebagai mahasiswa XD #AdaTohMasa2LabilMahasiswa?#. Jadi tolong dimaklumi ya kalau banyak sekali kekurangan-kekurangannya. Fic ini seperti jurnal proses selama aku belajar nulis di dunia FFN. Keliatan banget waktu aku masih kagak paham dunia tulis menulis sampai akhirnya mulai agak bisa kayak sekarang. Aku berterimakasih masih banyak yang mengharapkan kelanjutannya padahal saya sadar betul kalau fic ini jauh (banget) dari kata sempurna.
Critanya, karena lupa dengan jalan ceritanya #nyengir# akhirnya aku baca ulang. Dan cuma perasaanku ato gimana, aku rasa fic ini sedikit err lebay mungkin khikhi #dikeroyok sekampung#. Terutama chapter 12, haduh! #tutup muka pake bantal#. Aku dapat wangsit dari mana sih bisa kepikiran bikin fic ini? #jambakRambut#. Tolong dimaklumi ya, hanya hasil buah karya imajinasi tingkat tinggi dari seorang mahasiswa penuh semangat menggebu2 tak terkendali hihi.
Karena itulah aku berencana untuk merombak sedikit fic ini. Tenang aja, aku gak bakal mengubah jalan cerita, jadi teman-teman semua gak harus baca dari awal lagi. Hanya akan meng-cute bagian-bagian yang gak penting menurutku (Terutama chapter 12), eyedenya aku benerin, dan feel cerita di chapter-chapter awal akan aku bangun lagi, aku akan mempersingkat cerita biar gak terlalu bertele-tele. Ini baru wacana, belum taw kapan bakal bisa dilaksanakan #yeee!#. Hiks lagi2 RL harus menjadi alasan.
Dan kalau tentang pairing #menghela nafas#. Saya heran kenapa ada reader yang curiga Sakura gak bakal saya pasangkan sama siapapun #geleng2#. Coba perhatikan fic2 saya yang lain, adakah saya tidak memasangkan sakura dengan siapapun? (yah paling cuma ending gantung doang khakha #lempar golok) Ya, sudahlah. Bingung harus gimana lagi menjelaskannya(?). Maafkan aku kalau pada akhirnya ada yang berpikir demikian. Sekali lagi, fic ini lahir disaat jiwaku masih dalam gejolak yang menggebu-gebu. Saya merancang jalan cerita yang pada akhirnya membuat saya mengalami kesulitan sendiri. Tapi bagaimanapun saya punya tanggung jawab untuk menyelesaikan fic ini. Yang jelas Sakura akan mendapat satu pangerannya. Tapi jika kalian tetap ngotot, ya sudah. Monggo, silahkan tinggalkan fic ini. Saya gak maksa buat baca kok. Karena saya juga gak suka dipaksa (tapi banyak bikin fic pemaksaan XD #ceburinSumur#).
Intinya gitu deh (?).
Mungkin itu saja yang mau saya sampaikan. Maaf gak bisa jawab satu persatu reviewnya, tapi tenang aja aku baca semua kok. Aku harap A/N yang aku tulis sudah merangkum semua jawaban atas pertanyaan2 teman2. Yang kenalan, salam kenal balik juga. Yang ngasih semangat, makasih semangatnya. Yang nanya kapan apdet, ini udah apdet. Yang bilang fic ini bagus, makasih banget. Sampe yang marah-marah gak suka sama fic ini juga aku ucapin terimakasih karena udah meluangkan waktunya buat baca hihi #plak#
Spesial tengs buat :
Guest(1), dharma-chan, natsumi, Sakuracanychan, Nyonya Juanda, Shinoa Hiragi, Ani, ciciliuw, muallimah54, Kucing genduttidur, Guest(2), TaeJinJimin, vannychan, Sintyae indryanie, .2002, blue, Balgis Anisya, Menma, ayu doli, isara, Guest(3), Tya Haruno, Mutiara Tinambunan, Auroran, uchihapassword, saskey saki, Namefera 7056, Ssavers, Haruno Rani, HoshikoNozomi, BlackHead394, Kurochi haru, Syalala, Intan tari, Sarah701, , Hiruma Anezaki, Theodora, imphyslonely (masa sih gak pernah dibales? reviewnya gak masuk mungkin. yawdah sebagai permintaan maaf, kali ini kamu spesial yang aku balas reviewnya kali hihi. Ini udah apdet loh XD), uchiha rin, , uchiha izumi, Yagiicha, Risris Salada, CherrySand1, Rapunzelwkwk, raswad, Taritaroot, cihuyy93, desypramitha26, Intan, .12, Yoyeo Lovers (Ahaha...jujur saya syok baca nama yang kamu pake...ah kamu bisa aja bikin aku klepek-klepek hihi...ini udah lanjut kok), Tomari Ryuu, y, ichikuran, Lady Etrama Di Raizel, puput putri, kivina-chan, NadiyaNH, nelvacs9b(tengs udah jadi lovers fic ini X3), Nur uchiha, Nozomi Love Live, Yugou, Aquaila Cherry, Uchiha Junkie, Hyemi761, Cherry Berry Sakura, Guest(4), evjnrs, kevina-chan, , Crystal Sheen, Clarisaaaaaa, Luca Marvell, dedhexSabaku, neko, Bougenville, septemberstep, ChanbaekSaranghaeHeni, dianarndraha, yuzoyuzeki, hanazono yuri, hanami, Alin, kirana28, ai, nekotsuki, un, omiie Uchiharuno, Shuu-kun, HestyEclair, , berry uchiha, ferrish0407, Sakura Kumiko.
Chapter ini aku tulis khusus buat rin onee-chan (perhatian-perhatian! ditujukan kepada rin onee-chan harap segera menuju sumber suara, karena author gak taw yang mana akunnya khakha XD). Makasih nee buat foto gerhana mataharinya! #pelukKedjub# walau bukan video seperti yang aku mau, tapi aku terharu banget liatnya (Gerhana oh gerhana... kapan aku bisa melihatmu secara langsung). Seperti janjiku di fic Solar Eclipse, aku buatin rin nee-chan chapter ini (Soalnya capek di teror terus di bbm T.T #dibom rin-nee# XD).
Oke mungkin itu saja. Akhir kata, please enjoy this fic. Jangan terlalu 'spaneng' (baca : fokus/mikir serius pake banget sampe dahinya berkerut-kerut #bener gak sih artinya?#digampar#) oke? Didunia nyata aku dah capek sama spaneng, masa di ffn spaneng juga. Disini mah dibuat heppy-heppy aja oke? Maaf kalau terlalu lama gak apdet. Saya janji setelah ini akan mencoba meluangkan waktu saya minimal setengah jam setiap hari untuk menulis fic (Entah itu membuat fic baru atau ngelanjutin fic2 MC saya) atau hanya sekedar merapihkan fic ini. Yeah, walau cuma menghasilkan satu atau dua paragraf, gapapalah, yang penting nulis. Itung2 merefreshkan diri dari ke'spaneng'an dunia nyata saya... hehe..#curhatModeOn#.
Kritik saran dalam bentuk apapun diterima, oke?
see u next chapter...