"Emmm..." Perlu beberapa saat sebelum akhirnya Yunho benar-benar terbangun. Ada yang salah. Dirinya tak bisa bergerak, tangannya terikat di belakang. Demikian juga dengan kakinya, terikat di kursi. Mulutnya bahkan ditutup lakban. Tunggu? Sejak kapan? Kenapa dia bisa terikat di kursi begini? Kenapa ruangan ini jadi remang-remang begini? A... ada yang salah. Lagi pula, mana Changmin? Apa dia baik-baik saja? Apa dia terluka?

Yunho berusaha menggerakkan kaki dan tangannya, berusaha melepaskan diri, bahkan sampai kursinya ikut bergeser dan ikut melonjak bersamanya, menimbulkan suara derik, gesekan kursi dengan lantai. Dia hanya terlampau khawatir, Changmin.

Berusaha memanggil nama kekasihnya itu tetapi yang keluar hanya suara tak jelas. Percuma.

Pintu terbuka. Menampilkan seseorang yang membuat mata Yunho terbelalak. Tidak! Ini tidak benar!

Orang itu tersenyum meremehkan. Dan Yunho menatapnya marah.

.

.

.

Melqbunny presents

When the camera off

An Alternate Universe fanfiction

Pairing : Homin (Jung Yunho X Shim Changmin)

Rate : M

Length : 8 of 8

Disclaimer : I own the story only, but whatever

Warning! : don't blame me if this is not your cup of tea.

it's so serious It's not funny anymore

.

.

.

Act 8. Blood stain

.

.

Suara sepatu wanita menggema diruangan yang sepi. Dia tersenyum mendengar suara kursi yang bergesekan dengan lantai. Sepertinya sudah bangun, calon korbannya. Tanpa ragu dibukanya pintu ruangan itu.

Pria yang terikat di kursi itu, Yunho, menatapnya marah.

"Hai, oppa" dia melambai dengan imut. Lalu berjalan mendekat untuk membelai pipi Yunho. Hanya saja pria itu menjauhkan kepalanya, tak mau disentuh olehnya. Dia kecewa, dan memperlihatkan wajah sedihnya sebelum tangan yang tadinya hendak digunakan untuk menyentuh kulit wajah itu beralih mencengkeram rambut Yunho erat dan menariknya ke belakang. Membuatnya mendongak. "Bahkan tanpa bisa menggerakkan tangan maupun kaki dan tak bisa bersuara, kau masih bisa berbuat kasar pada seorang gadis manis sepertiku." Dia berbisik. "Kau jahat, oppa." Dilepaskan cengkraman tangannya sebelum berdiri dengan berkacak pinggang di depan Yunho.

"Apa yang akan kulakukan terhadapmu, ya?" dia terlihat berpikir. "Aku ingin lelaki yang bersamamu itu marah besar." Dan Yunho memasang wajah khawatir. Tetapi gadis itu sudah punya persiapan. Dia mengangkat dagu Yunho, membuatnya mendongak. Disentuhnya bibir hati yang tertutup lakban itu dengan ibu jarinya. Aktor terkenal itu memalingkan wajahnya, tak sudi.

Gadis itu tertawa kecil sambil menutupi mulutnya dengan elegan. "Kau jual mahal padaku, oppa!" dia terlihat riang walau jelas Yunho menolaknya.

Yunho marah, tetapi ikatan tali di tangan, kaki dan tubuhnya tidak main-main, rasanya bahkan menghalangi aliran darahnya. Tapi gadis itu tahu dia akan mendapatkan apa yang dia mau. Jadi perlahan dijilatinya sisi leher Yunho yang terekspos karena memalingkan wajah. Ditiupnya jejak salivanya sendiri, membuat Yunho bergidik. Tanpa basa-basi, gadis itu langsung menyerang leher Yunho. Menggigit dan menghisapnya keras. Kedua tangannya memegang erat bahu Yunho untuk pegangan, kukunya bakal meninggalkan bekas berbentuk bulan sabit kecil-kecil di punggung atasnya. Hisapannya begitu kuat dan keras, Yunho bisa mendengar suaranya, dan dia hanya bisa memejamkan matanya, menerima perlakuan yang begitu merendahkan ini.

"Sllrrp..." gadis itu mengangkat kepalanya, menjilat bibirnya sensual yang basah karena saliva, memeriksa hasil karyanya di leher Yunho. "Apa yang akan dikatakan pacarmu saat melihat ini ya?" Gadis itu tersenyum melihat pancaran kemarahan di mata Yunho. "Apa dia akan marah? Atau memutuskanmu begitu saja? Mencampakkanmu?" dia berhenti sebentar. "Tapi tenang saja oppa. Aku yang akan menjagamu."

Gadis itu duduk dipangkuan Yunho dan mengalungkan kedua tangannya di leher aktor itu. Diciumnya pipi Yunho. "I'll be your lap girl, oppa" katanya manja.

Dia pun berdiri untuk menyalakan musik. Musik instrumental yang sensual. Mendekati Yunho yang terikat di kursi dengan perlahan. Gaunnya berbelahan tinggi dan tanpa ragu dia menyibaknya untuk memperlihatkan kaki jenjangnya yang mulus.

Mata Yunho melirik ke arah kaki jenjang itu, tetapi langsung menutup matanya kuat-kuat. Gadis itu terkikik kecil. "Tak apa kau melihatnya, Oppa. Aku melakukan semua ini untukmu." Tapi Yunho tetap kukuh dan memejamkan matanya. Cemberut, gadis itu tak kehabisan ide.

Suara sepatu yang menjauh membuat Yunho perlahan membuka matanya. Tapi hanya celah sempit saja karena tak mau ketahuan menatap gadis itu. Tak ingin memberinya kepuasan kalau berhasil menggoda seorang Yunho. Pun bagaimana dengan Changmin nanti?

Gadis itu mengambil sesuatu dari dalam box yang sudah disiapkan olehnya. Yunho menelan ludahnya dengan gugup. Kira-kira apa yang akan dilakukan gadis gila ini terhadapnya? Apakah dia bisa keluar dari sini dengan selamat? Hidup-hidup? Tanpa ada satu anggota tubuhnya yang termutilasi?

"Kau mengamatiku, Oppa?"

Yunho langsung memalingkan muka.

Gadis itu kembali mendekat dengan benda yang entah apa itu di tangannya, Yunho belum sempat melihatnya. "Tak perlu jual mahal. Tak masalah kalau kau mengamatiku. Mungkin kau mau melihat ini?" Tanyanya lembut. Tetapi Yunho tak bergeming dan tetap menutup matanya.

Gadis itu hanya menggedikkan bahu.

Kres... kress.. kress... kress...

Logam yang dingin mengenai kulit kakinya dan terus naik ke paha hingga pangkal paha. Yunho tahu apa yang dilakukan gadis itu bahkan tanpa perlu melihat. Setelah sampai pangkal paha, logam dingin itu beralih ke kakinya yang lain dan dengan gerakan yang sama dan tak sia-sia, suara 'kres... kress' itu kembali terdengar.

Ada satu perbedaan disini. Logam itu tak berhenti di pangkal paha tetapi menuju pangkal paha yang lain dengan perlahan dan hati-hati, seolah tak mau melukai sesuatu yang berharga.

Yunho merasa bagian bawahnya mendingin dengan cukup cepat, tetapi logam dingin itu kemudian logam itu kembali bergerak dari perut bawahnya hingga titik teratas celananya.

Lalu dengan satu tarikan kuat, celana Yunho yang sudah tergunting di tiga bagian itu ditarik dari samping oleh gadis itu, membuat Yunho telanjang dari perut kebawah.

"Kuharap kau tak keberatan aku menggunting celanamu." Katanya sambil tersenyum. Wajah Yunho memerah, antara malu dan marah. Bisa-bisanya dirinya setengah telanjang begini, dengan benda berharganya terekspos jelas, terutama karena kakinya tak bisa menutup akibat terikat pada kaki kursi. "Tapi aku kecewa." Wajah gadis itu terihat sedih. Celana Yunho dibuangnya asal ke lantai, begitu pula dengan guntingnya. "Aku kecewa milikmu ini tidak bangun setelah melihat diriku yang sexy begini." Katanya sambil menyentuh lubang kecil di ujung kebanggaan Yunho.

Yunho mengeliat tak nyaman, sampai menggigit bagian dalam bibir bawahnya.

"Kita lihat sampai mana kau bisa bertahan, Jung Yunho!" katanya menantang. Tanpa basa-basi langsung berlutut di depan Yunho dan menggenggam kebanggaan yang masih tertidur itu dengan kedua tangannya. Membelai dan mengocoknya pelan sebelum pre-cum mulai terlihat dari ujungnya.

Dikecupnya pangkal kebanggaan Yunho yang membuat Yunho mengerang tak jelas. "Kau suka Oppa?" Yunho menggeleng. "Jangan pura-pura naif. Kau kira aku tak tahu kalau kau dan pacarmu sering kali berbuat mesum?" Gadis itu menyapukan ujung kejantanan Yunho di bibirnya yang merah menyala karena lipstik. Membua pre-cum Yunho memudarkan warna merah menyala itu. Yunho menatapnya dengan horor.

"ERGM!" Erang Yunho dari balik lakban. Gadis itu langsung memasukkan kejantanan Yunho ke dalam mulutnya. Rasa hangat yang begitu kontras dengan ruangan ini membuatnya tekejut. Memalukan sekali, telanjang dari pinggang ke bawah, terikat tak berdaya di hadapan seorang gadis dengan pakaian lengkap tapi sexy yang sedang memberi blowjob.

Yunho membuka matanya menatap gadis itu yang terlihat sangat mahir memanja kejantanannya. Bukan amatiran. Belum lagi hingga bisa memberinya deep throath. Yunho bukan hanya 'terbangun' tetapi dia juga bisa mengeluarkan sperma setiap saat.

Lipstik mewarnai batang kejantanannya, dan walaupun ukurannya sangat besar, gadis itu terlihat begitu menikmati. Seolah itu adalah makanan kesukaannya. "Yunho berusaha keras agar tak mendesah atau mengerang, tetapi nyatanya sangan sulit sekali. beberapa kali desahan tak jelas itu lolos.

Gadis itu merasa suhu Yunho meningkat dan benda di mulutnya berdenyut-denyut. Sedikit lagi.

Dengan terus memijat dan membelai bola kembar dan pangkal kejantanan Yunho, aktor terkenal itu rasanya tak tahan lagi. Blowjobnya makin cepat seolah tak peduli dengan kondisi rahangnya nanti, berkali-kali menusuk pangkal tenggorokan.

"EMMMPPPP"

Gadis itu menarik keluar batang kejantanan Yunho dengan sigap, membuat orgasme Yunho tak berhasil terjadi. Sial! – rutuk Yunho dalam hati. Batang kemaluannya sudah tegak, memerah dan berkilat karena campuran precum dan saliva; berdenyut-denyut tak nyaman karena hampir saja keluar. Gadis ini benar-benar tahu cara menyiksanya.

Gadis itu kembali membelai pipi Yunho dengan lembut. "Be patient oppa" Yunho tak bisa menjawab tetapi gadis itu lalu memutuskan kontak kulit mereka. Berjalan ke arah kasur yang tepat ada di hadapan Yunho.

"Time for round 2." Gadis itu mengumumkan. Dengan cueknya duduk di kasur, tepat di hadapan Yunho. Langsung menyibakkan roknya hingga terlihat celana dalam renda warna putih. "Aku tahu kalau kau suka main 'belakang'. Aku juga punya barang yang bagus."

Kedua tumitnya dinaikkan ke ranjang, melepaskan heels yang membuatnya lebih tinggi beberapa inchi itu. Kakinya terbuka hingga menampakkan celana dalam putih. Tanpa melepaskan dan hanya menarik ke samping, tampaklah lupang pink yang menggoda.

Sebuah kotak entah sejak kapan berada di atas kasur, dan gadis itu mengaduk isinya untuk mengambil botol lube. Dituangnya setengah isi botol ke tangannya dan langsung diarahkan ke lubang belakangnya.

Menghadap Yunho dan jemari lentiknya masuk kesana. Satu jari masuk dengan cepat, begitu pula dengan yang ke dua. Lube memudahkan jemarinya masuk. "Ahhhh... Oppa.. Yunho-oppa... Aku ingin kau yang melakukan ini padaku... memasukkan jari-jarimu yang panjang dan besar itu satu persatu ke dalam holeku yang kecil ini. Melebarkannya perlahan agar bisa memuat kejantananmu yang besar itu."

Wanita itu tak henti-hentinya mendesah ketika mengerjai hole-nya sendiri. Berkali-kali melafalkan nama Yunho. "Ahhh... jarimu pasti lebih panjang dari jariku... juga lebih besar. Pasti hole ku ini akan lebih cepat melebar. Ahhh... Emmm... Juga... mencapai titikk yang bisa membuatku melihat bintang." Gadis itu meraih dildo yang cukup besar dari atas kasur dan memasukkannya perlahan hingga hanya pangkalnya saja yang terlihat. "Lihat, oppa. Aku bisa memasukkannya ke dalam holeku... Ini juga bisa muat untuk kejantananmu yang besar itu."

Perlahan dikeluarkannya sebelum memasukkannya dengan sekali hentakan "Ohhhh..."

Yunho berusaha untuk menahan hasratnya, tetapi bahkan miliknya yang sudah terbangun sejak gadis itu memberinya blowjob. Hanya melihat wanita itu memuaskan diri saja bisa membuatnya harus ekstra menahan diri. Tapi...

Yunho tak tahan.

Dengan usaha keras, di gesernya kursi yang menahan pergerakannya.

Tingkah Yunho memang nampak terburu-buru, tetapi wanita itu malah tersenyum miring; senang dengan reaksi yang ditimbulkan dari upaya masturbasinya.

Kursi berderit setiap kali hingga dengan satu hentakan, kursi itu terjatuh, demikian juga dengan Yunho yang jatuh di sisi tubuhnya. Tangan kirinya sakit karena menahan himpitan kursi, tetapi itu tak jadi soal sekarang.

Gunting yang tadi dibuang asal berusaha digapai dengan tangannya yang terikat. Beberapa kali tangannya menyapu lantai sebelum mendapatkan gunting sialan itu.

Dengan penuh perjuangan dan berkali-kali mengganti arah gunting, satu bagian tali bisa terpotong juga.

Yunho melepaskan gunting dari tangannya dan mengeliat; melonggarkan tali yang rasanya sampai menahan aliran pembuluh darahnya.

Tangannya terlepas, dan langsung menarik lepas sisanya.

"Ce... cepat oppa... Akuu... aku hampir..."

Yunho mengambil gunting dan memotong tali yang mengikat kedua kakinya. Yunho ingin berteriak marah karena tali sialan yang bisa-bisanya merepotkan di saat seperti ini.

Rasanya kesemutan, tapi tak dihiraukan.

"Yu... YUNHOOO" Gadis itu orgasme sambil memanggil Yunho, tepat ketika Yunho akan berdiri.

Gadis itu kolaps di kasurnya, wajahnya puas setelah masturbasi dihadapan Yunho. Mainan pemuas nafsunya tergeletak tak jauh dari analnya. Yunho memandang gadis itu dengan marah dan penuh hasrat disaat yang bersamaan.

Sreet

Yunho menarik lepas lakban yang menutup mulutnya. "Sialan Kau Changmin!" Yunho langsung menyeruduk gadis itu. Gadis itu-Changmin dalam balutan gaun tepatnya, menyadari aura kemarahan yang besar dari hyung tercintanya, berusaha untuk berbalik dan bangkit dari kasur.

Sayang dirinya terlalu lemas, hingga Yunho bisa menggapainya lebih dulu, langsung menarik Changmin agar menahan tubuhnya dengan kedua kaki dan tangan. Yunho mengangkat tangannya dan menepuk keras pantat Changmin. "AH" teriaknya keras.

Teriakan itu tak membuat Yunho tak berhenti menampar pantat Changmin yang ada di hadapannya. Sedangkan mata Changmin melihat ke arah lain. "Kau AH! senang meli AH! hatku kesakitan?"

Yunho berhenti menampar pantat Changmin sebelum duduk bersila menghadap Changmin yang masih menahan berat tubuhnya dengan kedua tangan dan kaki. Yunho menarik Changmin sehingga badan kekasihnya terjatuh di pangkuannya.

Yunho berhenti. "Akan kubuat lebih sakit dari ini kalau begitu." Tantang Yunho. Diambilnya dildo yang tergeletak dan dimasukkannya ke dalam lubang Changmin. Rok yang tersibak membuatnya mudah. Lagi-lagi Yunho mengangkat tangan.

"AHH" Changmin mengeliat di pangkuan Yunho karena tamparan yang terlampau kencang. Pantatnya begitu panas. Meski begitu, tak ada niat Yunho untuk berhenti. Dildo tertahan di tempatnya karena celana dalam perempuan yang dipakainya tadi. Selain itu dia merasakan seuatu yang mengganjal dekat perutnya. Digeseknya area itu dengan perutnya.

"Kau benar-benar suka menggoda, ya kan?"

"Aku agak lapar..."

Yunho menggeleng mendengar jawaban dari Changmin. Tangannya perlahan menyentuh pantat Changmin yang panas. Perlahan membelainya lalu memegang pangkal dildo, memainkannya dan merubah sudutnya agar Changmin mendesah. Tangannya yang lain membelai rambut palsu sang dipakai Changmin. Tetapi bukannya memerikan ketenangan, belaian Yunho membuatnya bergetar karena rasa tahut. Dia takut. Dan ketakutan itu berefek pada area privatnya. Perlahan digeseknya area privat itu ke paha Yunho.

"Terus Jangmi... aku tak akan menyentuhnya sekarang dengan tanganku..." kata Yunho yang langsung membuat Changmin mengesekkan diri ke paha Yunho. Rasanya sakit tetapi dia tak tahan dan ingin mengeluarkan semuanya. "Ingat tidak boleh pakai tangan." Tambah Yunho ketika Changmin hampir saja mengarahkan tangannya.

"Mmm... O... oppa... Yu..."

"Kau ingin aku menyentuhmu kan Jangmi sayang? Kau ingin aku merobek celana dalammu yang sudah basah itu? Kau ingin aku merobek gaunmu ini dan memasukkan kejantananku ini kedalam holemu dengan kasar. Membuatmu mendesah tanpa henti. Menumpahkan spermaku ke dalam tubuhmu hingga titik terdalam, semua sperma yang bisa kuhasilkan semalaman sampai-sampai besok pagi hanya spermaku yang terus menerus mengalir dari lubang belakangmu."

"La... lakukan oppa..."

"Kau ingin aku menandai tubuhmu dengan lembut? Atau kau ingin aku menyetubuhimu dengan kasar sampai kau tak bisa turun dari kasur?"

"Aaa...AHHHH..." Changmin berteriak karena dirty talk Yunho berhasil membantunya menumpahkan spermanya.

"Gadis nakal. Kau mengotori celanamu." Yunho meremas kejantanan Changmin dari luar celana dalam. Lembab dan terasa berat. "Kita bisa menyebut ini sebagai 'kecelakaan' kalau begitu?"

Changmin ingin membalasnya tetapi kepalanya tak bisa berpikir. Badannya begitu lemas di pangkuan Yunho dan nafasnya tak teratur.

Yunho menarik resleting di bagian belakang gaun Changmin. Perlahan hingga punggung Changmin terlihat. "My precious Jangmi..." Yunho membelai punggung Changmin yang terlihat. Jemari Yunho makin ke bawah hingga area pinggang. Tangan Yunho yang lain juga ikut bergabung, menyibakkan baju Changmin perlahan. Menggenggam pinggir resleting sebelum...

Rrrrrrrrrrrrrrkkkkkkkkk...

Merobek gaun yang harganya tidak murah itu. Changmin terkejut dengan angin yang menerpa bagian belakangnya. Gaun itu sudah robek dari punggung hingga ujungnya, menampakkan punggung hingga kaki Changmin.

Changmin melenguh karena tangan Yunho membelai dari luar celana dalamnya. Perlahan ditariknya celana dalam wanita itu hingga paha. "Kau bilang kau tahu kalau aku suka main belakang?" tanya Yunho lembut, tetapi jantung Changmin berdebar-debar. Yunho menggeser duduknya, membuat Changmin jatuh tertelungkup di kasur.

Kali ini Yunho duduk bersila dibelakang Changmin, lalu menarik pinggang kekasihnya hingga menungging, "My sweet Jangmi is filthy..." Yunho membisikkan kata-kata itu di depan lubang Changmin yang terisi dildo. Menghembuskan nafasnya yang panas.

"Ew." Satu suara lolos dari bibir Changmin saat Yunho menyentil pangkal dildo.

"Kau cantik dalam balutan gaun." Yunho mencium salah satu bongkahan pantat Changmin. "Tapi melucutimu juga menyenangkan. Sllrrp..." Kali ini menjilat bongkahan yang bahkan terasa panas ketika disentuh itu, Changmin menggigit bibir bawahnya.

Lidah Yunho meneruskan perjalanannya hingga ke dekat dildo. Changmin bergetar dan analnya berkedut, minta agar dildo itu segera ditarik keluar dan digantikan dengan kejantanan Yunho. "H... Hyuuuung..."

Yunho tersenyum miring. "It's Oppa, darling." Jawabnya menggoda. Yunho mengganti posisinya hingga berlutut. Changmin tersenyum karena sebentar lagi akan merasakan anggota tubuh Yunho dalam dirinya.

Satu tangan Yunho mengarahkan kejantanannya, sedangkan tangan yang lain memegang pangkal dildo. "Ke... keluarkan itu, Oppa..." pinta Changmin.

Alis Yunho berkerut. "Kau bercanda, kan?" jawab Yunho sebelum memasukkan batang kejantanannya dengan dildo masih tertanam. Mata Changmin melebar begitu menyadari apa maksud Yunho. Perih dan sakit, seolah tubuhnya dibagi dua.

"AHH. Sa... sakit... O... Oppa..." Tapi Yunho tidak berhenti dan terus memasukkan hingga pangkalnya. "It's fit... and tight. Sempit sekali, my darling."

Air mata mulai menetes dari mata Changmin. Sekedar reflek yang tak bisa ditahan lagi. Yunho tak menunggu ijin Changmin sebelum menggerakkan kejantanannya. Awalnya pelan, tetapi segera saja kedepatan bertambah dan ritmenya tak beraturan. Changmin hanya dipaksa untuk mendesah pasrah sambil meremas kuat-kuat seprei dibawahnya.

Nafas Yunho makin memburu ketika tak bisa menahan lagi dan dengan beberapa kali hentakan yang kuat, Yunho keluar. Orgasmenya begitu intens sehingga Changmin juga merasakannya.

Yunho mencabut kejantanannya, dan Changmin mendesah lega, tetapi belum sempat dirinya mendapatkan kelegaan yang sesungguhnya, Yunho sudah membalik tubuhnya. Menarik lepas gaun mahal itu dan membuangnya ke lantai.

Yunho memegangi kedua kaki Changmin. Menekuk salah satunya untuk melingkari pinggang, sedang yang lain ke bahu Yunho. Sutradara muda itu menggeleng lemas, tahu kalau kakinya akan terasa pegal dan sakit ketika ini semua berakhir. Tetapi Yunho hanya mengangguk. Dan sekali lagi membenamkan kejantanannya ke lubang anal Changmin.

Pria yang lebih muda itu hanya bisa mendesah disertai punggungnya yang melengkung indah. Yunho menurunkan bagian atas tubuhnya untuk menciumi dan menggigiti tubuh atas Changmin, sementara bagian bawahnya bekerja menggenjot dan tangannya meremas batang kemaluan Changmin.

Changmin tak bisa berpikir hingga hanya tangannya saja yang memeluk bahu Yunho dengan sisa tenaganya.

"Emm... Haah..." suara desahan dan benturan kulit mengisi kamar tidur mereka. Suhu terasa begitu panas bahkan dengan AC yang dipasang pada suhu terendah.

Changmin menarik rambut Yunho ke belakang. Memaksanya mendongak dan menatap ke arah wajah Changmin yang sayu. "Aku mencintaimu, hyung..."

"Aku juga mencintaimu, Changminnie..." ucap Yunho pelan sebelum menurunkan wajahnya untuk menyatukan bibir mereka yang sudah memerah.

Ciuman itu begitu lembut, tetapi Yunho mempercepat temponya menggenjot lubang Changmin hingga desahan liar tak bisa tertahan dari mulut Changmin. Yunho membungkamnya dengan ciuman kasar. Hingga akhirnya mereka orgasme bersamaan dengan sangat intens.

Tautan bibir terlepas dan benang-benang saliva menyatukan keduanya. "Haaah... Haaah..." hanya usaha menormalkan nafas saja yang tersisa. Tetapi Yunho segera memeluk Changmin erat, membenamkan kepalanya ke leher Changmin yang penuh keringat. Tak ada niatan untuk melepaskan anggota tubuhnya dari dalam Changmin.

Changmin membalas pelukan itu. Kakinya mati rasa dan dia tak peduli. Yang penting Yunho ada disini... dengannya...

.

.

(homin)

.

.

Lampu blitz menyilaukan mata. Tetapi aktor itu mengenakan kacamata hitam, tak terpengaruh oleh lampu jurnalis foto yang menyorot targetnya. Mengenakan kaus turtle neck warna abu-abu, coat panjang warna hitam, jeans biru dan sepatu kets, Yunho terlihat tampan. Ditambah dengan senyum yang terulas di wajahnya, membuat para fansgirl berteriak kagum.

Yunho berjalan lagi setelah selesai di foto, tak berapa lama, Ilwoo menepuk bahunya dari belakang. "Hai, Ilwoo-ssi... terimakasih sudah datang." Kata Yunho tulus.

"Ah, ya. Sama-sama. Sebenarnya Soojin, Junsu dan kru juga datang."

"Oh, ya?" Yunho tak terlihat tertarik.

"Sayangnya sutradara tak bisa datang. Katanya dia punya janji."

Yunho mengangguk. "Iya. Dengan kasurnya." Celetuk Yunho begitu saja.

"Kau tahu?"

"Apa?"

"Bagaimana kau tahu kalau itu alasan yang dia gunakan?"

Yunho bingung. "Hah? Tidak. Menebak saja."

Ilwoo menatapnya sebeum bertanya terang-terangan. "Sebenarnya bagaimana hubunganmu dengan sutradara? Banyak rumor yang mengatakan kalian berselisih."

Alis Yunho berkerut. "Apa? Banyak rumor begitu? Itu hanya gosip."

"Benarkah?"

"Kami baik-baik saja." Yunho meyakinkan.

"Tapi tidak akrab?"

Yunho tertawa kecil. "Dia adik kelasku saat SMA, Ilwoo-ssi. Kami saling mengenal sejak lama."

Padahal kelakuan mereka seperti tidak saling mengenal satu sama lain. Belum lagi kekhawatiran yang diperlihatkan semua kru di set film setiap kali giliran pengambilan gambar untuk Yunho. "Jangan-jangan kau mem-bully-nya?"

Lagi-lagi Yunho tertawa, kali ini lebih keras. "Aku wakil ketua OSIS. Tak mungkin aku melakukan hal seperi itu." Yunho tersenyum. Membuat Ilwoo semakin penasaran dengan hubungan mereka yang walaupun terlihat jauh, tetapi yang bersangkutan justru merasa semuanya baik-baik saja.

.

.

.

Flashback.

"Luar biasa tuan muda Jung. Tak kau lihat yang ada di lehermu itu?"

"Aku nggak bisa melihat leherku sendiri." kataYunho santai

Kepala manajer hyung rasanya mulai sakit dengan kelakuan Yunho yang seolah masa bodoh dan tak tahu apa-apa ini. "Itu Bitemark! Sutradara gila itu meninggalkan bitemark seluas itu, segelap itu di tempat yang cukup tinggi di lehermu! Dia benar-benar sudah gila atau malah kau yang sebenarnya sudah gila!"

Yunho menunggu semua uneg-uneg manajernya. "Kami masih waras kok. Dia hanya terlalu senang saja tadi."

Dengan memicingkan mata, Manajer hyung menyelidik. "Lalu mana dia sekarang?"

"Tidur. Terlalu lelah."

Manajer mendengus. "Heran bagaimana kau masih punya tenaga."

"Mau coba, hyung?" Tawar Yunho polos.

"Nggak makasih. Dikasih gratis sekalipun aku nggak mau. Bisa dibunuh sutradara gila itu."

"Kita bisa melakukannya bertiga kok." Tawar Yunho sekali lagi.

Manajer Yunho menutup telinganya. Sambil menggumamkan 'Aku tidak dengar apa-apa' berkali-kali dengan keras. Yunho menggeleng sebelum berganti baju dan bersiap untuk dirias. Penata riasnya hampir pingsan karena melihat jumlah dan warna love bites di leher Yunho.

.

.

(homin)

.

.

Pagi hari berikutnya

"Pagi, Changdola..." Yunho terlihat riang membawa masuk baki berisi sarapan untuk Changmin.

Changmin mengendus aromanya. French toast favoritnya. Perlahan dia duduk, dan sejujurnya bagian bawahnya rasanya sangat sakit. Tak ada erang kesakitan yang lolos dari mulutnya, tetapi dia menggigit bibir bawahnya karena reflek.

"Masih sakit?"

"Berkat hyung."

"Aku kan hanya memenuhi janjiku untuk membuatmu tak bisa turun dari kasur." Katanya polos ambil meletakkan baki di meja di samping tempat tidur.

Changmin cemberut. "Menutup kaki saja susah." Dibalik selimut, dia tak berpakaian sama sekali dan hebatnya masih saja kakinya mengangkang sejak kemarin. Terasa sakit jika ditutup. Entah berapa kali mereka melakukannya kemarin, seolah tak ada rasa puas bagi mereka berdua. Dan walaupun Changmin masih tertidur sewaktu Yunho pulang dari premiere film, hyungnya itu kembali memasukkan batang kejantanannya dan menyetubuhi Changmin dengan pelan dan sensual hingga sutradara muda itu terpaksa bangun dan dipaksa mendesah terus sampai pagi buta.

Yunho pun duduk di kasur sebelum mengambil gelas dari baki, menyodorkan jus jeruk itu ke depan bibir Changmin. Sutradara itu memegangi gelasnya juga. "Ahhh... Segar sekali rasanya." Tak hanya bagian bawah tubuhnya, tetapi tenggorokannya juga sakit. Yunho meletakkan gelasnya dimeja dan kemudian mengambil piring, menyuapi buah-buahan. "Hyuuuunngg. Mau toastnyaaaa." Katanya manja ketika Yunho menyodorkan apel ke mulutnya.

"Buah dulu baru toast!" Walau cemberut tapi akhirnya dia membuka mulutnya. Yunho terus saja menyuapi Changmin dan sesekali memakan sarapan juga, hingga suara handphone Changmin mengejutkan mereka.

Walau enggan, tetapi diangkatnya juga. "Halo?"

"Sutradara Shim? Kemana anda? Bukankah hari ini ada pertemuan dengan Produser yang berminat untuk bekerjasama dalam film baru?" Suara seorang wanita yang dikenalnya. Ini asisten pemilik rumah produksi tempatnya bekerja.

Sial, rutuk Changmin dalam hati, dia lupa. Ada rapat dengan produser di film sebelumnya yang berminat sekali untuk bekerja sama lagi setelah melihat rating film dan respons netizen. Yunho menyibak selimut hingga paha sebelum mengoleskan sisa madu ke area privat Changmin. Satu tangan Changmin sudah menahan Yunho. Menggelengkan kepalanya agar hyungnya tidak melakukan yang sudah bisa ditebak olehnya.

Sayangnya Yunho lebih kuat, jadi langsung saja aktor terkenal itu menahan tangan Changmin, membungkukkan badannya dan mulai menjilati benda berharga milik Changmin.

"Sutradara Shim? Anda masih disana?" Tanya wanita itu.

Yunho menghisapnya keras sampai Changmin khawatir kalau wanita diseberang line telepon mendengarnya. "Ah... I... iya. Maaf, kau bilang apa tadi?"

Changmin dipaksa untuk menggigit bibirnya sementara Yunho memberinya blowjob, bahkan tangan Yunho mulai memainkan twinsball-nya. Akibatnya Changmin menjadi pusing dan tak bisa mendengarkan suara asisten pemilik rumah produksi.

"Apa anda sakit, sutradara?"

Satu tangan Changmin menutup mulutnya, takut jika desahannya terdengar di seberang sana. "Um... iya... aku sedang tidak enak badan. Bisa sampaikan ke pak presdir? Aku benar-benar tidak bisa datang."

"Baiklah. Selamat beristirahat."

Changmin langsung mematikan handphonenya. "Uhhh... hyuuuung... teruuuss... teruu..."

Tapi lagi-lagi handphonenya bergetar. Yunho langsung melepaskan benda di dalam mulutnya dan mengangkat telepon itu agar Changmin menjawabnya. Changmin menatap Yunho marah, seenaknya saja dia ingin Changmin menelpon saat Yunho memberinya servis begini?

"Kau sakit Changmin?"

"Pak presdir?" Sial. Ini pemilik rumah produksinya. Asisten yang menelpon tadi cepat sekali menyampaikan pada pemilik rumah produksi kalau dia sakit.

Yunho menghisap makin keras dan memaju-mundurkan kepalanya makin cepat. "Changmin? Kau baik-baik saja?"

"Ti... tidak... Aku..." Changmin menggigit bibirnya. "Aku tidak bisa... rapat hari ini."

"Bukan masalah, aku bisa memundurkan jadwalnya. Aku yakin produser itu juga tak akan keberatan aku akan memberitahunya kalau kau tak pernah melanggar jadwal. Tapi kalau kau sakit begini, apa boleh buat. Apa kau bekerja terlalu keras?"

Benar. Memang terlalu keras kemarin hingga bagian bawah tubuhnya nyaris tak bisa digerakkan. "Uhhh... Ti... tidak... Saya hanya perlu... sedikit istirahat..."

"... Baiklah..."

Changmin langsung mematikan handphonenya tanpa pamit.

"AAAAAHHHHHHH" Changmin mengeluarkan spermanya di mulut Yunho. "Haaahhh... haaaahhh..."

Yunho mengangkat wajahnya. "Kalau tahu menelpon sambil begini bisa membuatmu orgasme lebih intens, aku sudah melakukannya dari dulu." Changmin bersandar pada bantalnya, menatap Yunho dengan sayu, tangannya masih menggenggam handphone. Tak bisa memutuskan apakah dia kesal atau senang dengan yang barusan. "Atau jangan-jangan sejak kita melakukannya di tempat syuting kau jadi ketagihan public sex?"

Changmin langsung memukul lengan Yunho. "Enak saja! Gara-gara siapa kita sampai berbuat mesum di tempat syuting?"

"Kau, donk. Masa' aku?"

"Hyung kan bisa menolak tawaran syuting itu!"

"Bukannya setiap aku mau syuting, kau harus menyetujuinya dulu? Jelas itu semua adalah ke-sa-la-han-mu."

Kedua tangan di lipat di depan dada, Changmin mengalihkan pandangannya, cemberut juga. Ngambek. Ada sms yang tiba-tiba saja masuk ke handphone Changmin. Yunho yang membukanya karena kekasihnya diam saja. "Oops... gawat baby... ini dari atasanmu, pemilik rumah produksi... katanya dia mau menjengukmu."

Changmin menegakkan badannya tiba-tiba. "Aww..." keluhnya. Bagian bawahnya benar-benar masih sakit setelah kemarin.

"Pelan-pelan, Minnie..."

"Salah siapa ini?"

"Kan kau yang menggodaku berlebihan. Aku hanya membelikan baju wanita, tapi kau sendiri yang justru membiusku dan mengikatku. Belum lagi masturbasi di depan mataku. Kau harap aku tidak ingin melakukan apa-apa?"

"Hyung menyalahkanku terus."

"Memang salah, kan? Ah sudahlah. Kau harus mandi sekarang... Bagaimana kalau atasanmu tiba-tiba muncul?"

"Kita mau menerimanya di sini?"

"Memang mau dimana? Kau nggak bisa tiba-tiba saja ke rumah ayahmu." Yunho langsung menggendong Changmin yang telanjang bulat ke kamar mandi. "Dan bukan kita tapi kau saja."

.

.

.

Changmin berbaring di sofa, diluar dugaan Yunho tidak menyerangnya di kamar mandi. Bukan hanya itu, hyungnya juga membersihkan kamar tamu dan dapur. Ada satu hal yang tidak diketahui banyak orang. Sebenarnya Yunho membeli dua apartemen di gedung dan lantai yang sama, dan bahkan bersebalahan. Satu dibelinya atas namanya sendiri dan yang lain untuk Changmin. Tetapi mereka membongkar dindingnya dan menggunakan partisi yang bisa digeser. Pengembang apartemen juga menyetujui dan menyukai ide ini.

Jadi bisa dibilang mereka memiliki satu ruang apartemen yang luasnya dua kali ukuran normal, atau dua ruang apartemen yang bisa dijadikan satu. Yang manapun itu, tak ada yang peduli.

Yang penting sekarang adalah menutup partisi dengan benar agar tak ada yang mengira kalau sebenarnya apartemen Changmin terhubung langsung dengan milik Yunho.

.

.

.

"Halo? Oh sudah di depan, ya? Kode apartemennya xxxxxxx "

Cklek.

"Permisiiii..."

"Ah, Pak presdir, silahkan..." Changmin mengangkat kepalanya dari sofa. "Maaf tidak bisa menyambut dengan baik."

Melihat kondisi Changmin yang berbaring di sofa, lengkap dengan bantal dan selimut yang menutupi sebagian badannya. "Kau benar-benar sakit?"

"Begitulah. Ah? Pak produser juga disini?"

Produser yang membiayai filmnya terakhir juga ikut menjenguknya, membawakan sekeranjang buah. Di meja sudah ada jus jeruk dan beberapa gelas untuk tamu. "Maaf mengganggu, Sutradara... Aku hanya ingin mengenalmu lebih baik."

Changmin berusaha untuk duduk lebih tegak. "Maaf. Kalau saja anda memberitahu akan datang, saya bisa menyiapkan yang lebih baik dari ini."

Dua orang yang lebih tua itu tersenyum, tetapi pemilik rumah produksi yang mengeluarkan suaranya. "Kau sudah punya pacar, Changmin?" Wajah bingung Changmin yang membuatnya melanjutkan kata-katanya. "Bagaimana kau bisa menyiapkan sesuatu kalau kau susah bergerak begini? Kau pasti punya pacar, kan?"

Sulit sekali untuk mengelak kalau begitu. "Um... Yah... bisa dibilang begitu."

"Aku jadi penasaran seperti apa orangnya. Kau suka cewek manis dan imut mungkin? Banyak anak muda sekarang yang suka dengan gadis yang bisa dipeluk." Produser menebak-nebak.

Changmin meringis, dia menggeleng.

"Bukan? Kalau begitu kau suka yang tinggi?"

"Ah... ah... dari pada itu, kenapa aku merasa kalau Produser punya maksud lain menjengukku begini."

Produser dan pemilik rumah produksi saling berpandangan dan tersenyum. "Benar, Changmin-ssi. Sebenarnya aku hanya merasa terlalu senang dengan proyek film kita yang terakhir."

"Memang kita baru bekerjasama di satu film itu, kan?" tanya Changmin polos, dan sebenarnya agak kurang ajar.

"Ahaha." Dia tertawa mendengar sutradara yang sudah dia dengar rumornya kalau punya lidah yang lumayan tajam. "Benar, film itu. Dan responnya sangat bagus, aku sampai berdebar-debar film itu bisa mendapatkan award."

"Kan belum pasti juga."

Pemilik rumah produksi berdehem. Berusaha membuat Changmin fokus dan mendengarkan dulu apa yang ingin disampaikan oleh Produser.

"Jadi, sutradara... Kau tahu novel ini?" Produser mengeluarkan novel yang dia bawa dari tadi dan menyodorkannya pada Changmin.

Changmin mengambilnya. Sampulnya warna abu-abu kebiruan. 'Journey to find home'. Changmin tidak membukanya, hanya melihat-lihat sampul saja.

"Tadinya aku ingin 'Dimmed', tetapi..."

Sutradara galak itu memotongnya. "Dari cinta monyet yang berubah jadi cinta mati. Hubungan yang tak bisa berjalan karena orang tua masing-masing. Dan akhirnya menyingkirkan penghalang dalam cinta mereka."

Mereka menatap Changmin yang masih menunduk ke arah novel yang dipegangnya. "Kau tahu?"

"Aku pernah baca."

"Aku menyukainya karena cara penulisannya yang baik, tapi memang kurasa kita tak bisa memfilmkan hal semacam itu, bukan? Ahahaha."

"Jadi... 'Journey to find home'?"

Produser menawarkan. "Sutradara bisa membacanya dulu."

"Aku pernah membacanya. 2 laki-laki yang tinggal bersama saat kuliah sebagai roommate. Masing-masing punya hubungan dengan orang lain. Lalu terungkap kalau salah satu diantara mereka pernah diperkosa saat masih SMP oleh pacarnya sekarang yang ternyata teman roommatenya itu. Masalah ancaman, kebangkrutan, keluarga dan posesif." Changmin meringkasnya panjang lebar.

"Kau setuju?"

Menurutnya tak ada yang salah. "Kurasa boleh juga. Rumit sih..."

"Menurutmu siapa yang tepat sebagai tokoh utama?" Pemilik rumah produksi kali ini bertanya. Changmin kira dia disini hanya untuk menemani Produser ini, tetapi kenapa dia juga terlihat bersemangat? Apa mereka sudah membicarakan hal ini sebelumnya? Changmin menggelengkan kepalanya. Tak punya ide. "Bagaimana dengan Jung Yunho?"

"Tidak!" kata Changmin langsung.

Produser menatapnya penuh harap. "Kemarin dia bermain dengan bagus. Semua menyukainya."

Changmin memutar bola matanya malas. Bahkan di depan orang yang lebih tua saja dia bisa langsung bersikap kurang ajar begini. "Memang dia terkenal, kan? Aktingnya bagus."

"Benar. Tetapi setelah film kemarin, rasanya aku tak masalah untuk mengeluarkan uang yang cukup besar untuk mengontraknya. Aku yakin ini akan jadi film yang bagus. Aktor yang bagus, cerita yang menarik."

Jadi masalahnya uang? Jadi produser sialan ini awalnya meragukan kemampuannya untuk memilih aktor dan mengarahkan film? Benar-benar bikin emosi. "Coba saja telpon dia. Dia tak akan menerimanya." Tantang Changmin. Sebal sekali.

Pemilik rumah produksi menatapnya dan menebak alasannya. "Karena kau sutradaranya?"

Changmin agak menyesal keceplosan. "Bukan karena itu. Tidak diberitahu siapa sutradaranya pun dia akan menolaknya."

Curiga, tetapi akhirnya pemilik rumah produksi tempat Changmin bernaung mengeluarkan ponselnya. Menghubungi aktor yang jadi sumber perdebatan ini.

Ponsel di sofa tempat Changmin duduk justru berdering. Sambil mengutuk dalam hati, Changmin mematikan ponsel itu. Kenapa ponsel Yunho ada disini, sih? –rutuknya dalam hati.

Pemilik rumah produksi menatap dua orang lain dengan bingung. "Tadi tersambung lalu mati. Tak bisa dihubungi lagi. Bagaimana dengan ponselmu tadi?"

"Teman. Aku tak suka menerima telpon saat begini." Jawab Changmin asal.

"Ah? Kau mengganti handphonemu."

Changmin menggeleng.

"Begini saja. Aku akan coba untuk menghubungi Yunho dan kita lihat apa dia mau bekerja sama untuk film itu." Tawar pemilik rumah produksi.

"Sejujurnya kurasa kalian terlalu terburu-buru. Aktor bagus bukan hanya dia saja."

"Baiklah. Aku tahu kalau ini terkesan terburu-buru. Tetapi aku hanya khawatir kalau dia sudah punya kontrak untuk film lain." Kali ini produser yang bicara.

Changmin jadi bingung bagaimana menyampaikan ini, "Jadi anda ingin dia memerankan siapa? Korban perkosaan itu? Atau mahasiswa manajemen yang jadi teman?..."

Pemilik rumah produksi memperbaiki duduknya, rasanya ada yang mengganjal di bawah pahanya. Ditariknya dan menyadari kalau dirinya sedang menggenggam botol kecil. Dia menghalangi pandangan yang lain terhadap botol kecil itu dengan tangannya. Changmin dan produser sedang berdebat jadi tak memperhatikannya. Ketika sadar akan apa yang dipegangnya, mata pemilik rumah produksi itu terbelalak. Dia akhirnya sadar sedang menggenggam lube. Demi semua film yang pernah dia tonton, dia tak pernah mengira kalau pacar Changmin adalah laki-laki.

Selama ini dipikirnya pacar Changmin adalah seorang perempuan yang lembut yang bisa merubah kelakuan kasar Changmin jadi selembut sutra, mana dia tahu kalau pacarnya adalah laki-laki. Tu... tunggu... Changmin hanya duduk saja di sofa, apakah dia tak bisa bergerak? Jangan-jangan penyebabnya sakit adalah karena dikerjai habis-habisan oleh pacarnya?

Pemilik rumah produksi menelan ludahnya dengan kesulitan, rasanya sulit membayangkan Changmin dibuat mendesah dibawah.

"Pak presdir, anda mendengarku?"

"Hah? A... apa yang kau katakan?" kepalanya menoleh pada produser yang duduk di sebelahnya.

Produser dengan sabar mengulang pertanyaan. "Kalau misalnya Jung Yunho mau menerima peran itu, kira-kira siapa yang jadi lawan mainnya."

Changmin menatapnya tajam. Sebenarnya karena sebal saja tidak didengarkan, tetapi pemilik rumah produksi menyalah artikan. Digenggamnya baik-baik botol yang barusan dia temukan. "Eh... um... Song Joongki?"

Changmin mendengus. "Yang benar saja! Itu tak mungkin! Kau perlu seseorang yang setidaknya setinggi Jung Yunho, tidak terlihat lemah, punya mulut yang agak tajam, cerdas, tapi berakhir dengan mendesah dibawah Yunho."

Pikiran Pemilik rumah produksi jadi melayang lagi. Seseorang yang tidak lemah, mulut tajam, cerdas, tapi mendesah dibawah... pikirannya langsung tertuju pada... "Shim Changmin..." lirihnya.

"Apa?"

"Ah... tidak..."

"Pak presdir, aku ini sutradara, bukan aktor..." katanya sesabar mungkin.

"Aku tahu. Hanya keceplosan saja." Tapi otaknya langsung membayangkan Changmin mendesah dibawah Yunho. Dia memijit kepalanya yang mulai pusing.

Tapi produser jadi mempertimbangkan ide itu. "Ng... kurasa boleh juga... Pak sutradara, kau itu tampan, tinggi pula, dan kau juga mengerti tentang film dan akting."

Changmin ingin muntah. "Tolong, ya, pak. Kalau aku jadi aktor, siapa yang akan jadi sutradaranya?"

"Kan bisa merangkap."

"Peran yang anda butuhkan itu haruslah lebih tua dari peran Jung Yunho. Aku lebih muda darinya."

.

.

.

Changmin mendesah lega. Akhirnya pulang juga kedua orang itu, walau pun jalan buntu, sih. Yunho membuka partisi dan langsung dihadiahi lemparan handphone. "Jangan menaruh benda itu di sampingku!"

"Kan tidak sengaja!" Yunho cemberut, hampir saja kehilangan handphone-nya. Dia lalu duduk disebelah Changmin. "Masih sakit?" tanyanya begitu peduli.

Changmin menggeleng. "Sudah jauh lebih baik." Kepalanya langsung disandarkan ke bahu Yunho. "Aku hanya tidak menyangka saja kalau tadi Produser juga ikut."

"Produser? Produser film kemarin?"

"Iya. Dia ingin membuat film baru bersama kita."

"Kau?"

"Kita, hyung. Bukan aku saja. Dia juga ingin kau jadi aktor di film itu..."

Yah, bukan hal yang aneh juga, sih. "Kau tak akan mengijinkanku? Film apa?" Changmin menunjuk novel di atas meja. "Ah... Journey..." Yunho berpikir sebentar. "Produser ingin aku jadi apa?"

"Jadi tokoh stoic yang punya trauma."

Yunho mengangguk. "Ah, tentu saja. Lalu siapa lawan main yang kalian bicarakan?"

"Song Jongki... atau aku."

Yunho tertawa terpingkal-pingkal. Changmin memukulnya dari samping, dan makin keras karena Yunho juga tak mau berhenti tertawa. "Aduh, Minnie... cukup... aku hanya terkejut saja."

"Kau kira aku tak bisa jadi aktor?"

Sambil menahan pukulan Changmin "Aku kan tidak mengatakan hal seperti itu, aku hanya heran saja darimana dia dapat ide seperti itu."

"Presdir –pemilik rumah produksi yang tahu-tahu menyarankan hal seperti itu."

.

.

(homin)

.

.

"Apa yang mau anda bicarakan denganku, Pak Presdir? Kalau tentang film harusnya sutradara Shim juga diajak, kan?" Seulgi tak mengerti. Tahu-tahu diminta untuk menghadap pemilik rumah produksi tanpa boleh memberitahu atasannya tentang ini.

Belum lagi lelaki yang di depannya ini hanya membenamkan kepalanya diantara kedua tangannya yang terlipat di atas meja. "Astaga, Seulgi-ah... Aku rasa aku mulai gila." Frustasi berat nampaknya.

Empati dan simpati, Seulgi jadi tak tega. Apa jangan-jangan orang ini sedang punya masalah dengan istrinya, ya? "Kalau anda ingin mendapatkan bantuan psikiater, saya punya referensi yang bagus."

"Tidak, tidak. Bukan begitu hanya saja..." dia mengangkat kepalanya. "Apakah atasanmu punya pacar?"

Seulgi tak mengerti. "Anda memanggilku kemari untuk memastikan hal itu?"

Lelaki itu memijit kepalanya. "Aku tahu ini terlihat berlebihan. Hanya saja tadi aku datang ke apartemennya dan atasanmu itu sedang sakit, tidak turun dari sofa dan aku menemukan..."

"Apa?" Masih mendengarkan dengan baik, dan agak bingung.

"Itu... botol..."

Seulgi tak mengerti. Ditatapnya lelaki yang lebih tua dihadapannya ini dengan pandangan yang sangat bingung. "Botol?"

"Haaaah... Lu... lube..." Seulgi menatapnya bingung. Membuat lelaki yang cukup berumur itu untuk menjelaskan lebih lagi. "Maksudku aku tadi duduk di salah satu sofa lalu aku menemukan benda itu, uhm, botol lube maksudku. Kau tahu? Yang biasa dipakai untuk berhubungan antara dua orang. Pokoknya aku menemukannya di bawah pahaku, setengah terisi. Dan karena Changmin berkata dia sakit tapi tidak terlihat sakit tapi tidak turun dari sofa, membuatku berpikir kalau dia mungkin..."

"Mungkin?" Paksa Seulgi untuk membuatnya bicara lebih jauh, sebab dengan informasi yang terus terpotong, bagaimana dia bisa mengerti?

"Mungkin punya pacar laki-laki padahal kukira perempuan karena gosip dari para kru film dan kupikir Changmin dan pacarnya habis berhubungan badan atau semacamnya. Ah tunggu! Bagimana kalau ternyata mereka melakukannya di sofa yang kududuki?" Katanya horor. Jadi membayangkan kalau-kalau ada sperma yang menempel di celana, atau bajunya.

Seulgi memutar bola matanya jengah. Tak percaya kalau ternyata inilah yang didengarkannya setelah mengorbankan janjinya dengan seorang teman. "Anda memanggilku kesini hanya untuk itu?"

"Kau tidak terkejut? Atasanmu punya pacar laki-laki dan mungkin saja atasanmu itu jadi yang 'dibawah'." Dia memasang muka seolah ingin menakuti Seulgi. "Atau... kau sudah tahu?"

Seulgi malah menggeleng tak percaya. "Anda baru melihat botol lube saja sudah sepanik itu? Aku sudah melihat mereka saling melucuti pakaian masing-masing, melakukannya di kamar yang tidak tertutup sempurna sampai bisa mendengar setiap dirty talk dan desahan mereka, make out hanya pakai bathrobe dan handuk sampai hampir bisa melihat kejantanan mereka juga pernah. Botol lube? Tolong jangan membesar-besarkan masalah yang sekecil itu."

Presdir menatap Seulgi tak percaya, matanya mebesar 3 kali lipat, mulutnya menganga lebar.

"Pak presdir, anda bisa mengotori meja dengan saliva anda." Ejeknya.

Terkejut lalu segera menutup mulut. "Ah, ya... Kukira... Changmin itu... yah kau tahu... impoten... atau karena sifat galaknya, pacarnya jadi agak takut berhubungan intim lalu putus dan semacamnya."

"Hah! Impoten!" pekik Seulgi mengejek. "Kalau nafsu mereka kumat, mereka kelihatan seperti hyper. Melakukannya dimana saja ada kesempatan. Sama-sama posesif pula. Pasangan menyusahkan dan bikin pusing. Anda kira berapa kali aku pergi ke psikiater sampai akhirnya otakku bisa menerima itu? 13 kali sesi ke psikiater. Bayangkan pak, 13 kali!"

Kenapa rasanya jadi seperti dimarahi, ya? "Ummm... Seulgi... apa kau baik-baik saja?"

"Ya! Sangat baik!" Seulgi terlihat kesal. Bersandar pada kursinya dengan kedua tangan terlipat di depan dada dan muka ditekuk. Kelihatan bukan kalau dia dalam kondisi yang sangat 'baik'.

.

.

.

"... Seulgi... kau harus membantuku..."

"Pak Presdir... kalau ini tentang pacar atasanku... aku tak bisa membantu apa-apa. Walau mereka brengsek, menyebalkan, kurang ajar tetapi aku tak bisa."

Presdir itu berjengit. Masih belum sepenuhnya menerima kalau Changmin ternyata jadi pihak penerima untuk urusan ranjang. "Tidak. Aku tak ingin membahas itu lagi."

"Anda menyesal?"

"Seulgi, kumohon... sudah cukup. Aku tak ingin mengingat itu dan terutama masalah kunjunganku yang terakhir. Hanya saja. Ini urusan yang lain. Masalah investasi film baru yang mungkin mempertaruhkan produksi film kita."

"Produser yang kemarin, pasti? Karena sutradara Shim menolak script?"

"Tidak! Produser cukup kompromi dengan script. Masalahnya adalah sutaradara Shim tak mau memakai Jung Yunho untuk film ini." Seulgi tak sengaja tersenyum kecil. "Tunggu! Kau tersenyum!"

"Apa?" tanyanya pura-pura bingung untuk menutupi senyumnya barusan.

"Aku tak mengerti apa masalahnya antara Jung Yunho dengan sutradara Shim itu. Padahal kalau Jung Yunho jadi aktor utama, produser bersedia memberikan berapapun."

Seulgi memicingkan mata curiga. "Jangan-jangan produser itu sebenarnya... fans beratnya Jung Yunho?" Tetapi pertanyaan itu hanya disambut tawa canggung. "Pak presdir!"

"Ng... dia... naksir Jung Yunho."

Seulgi memijat kepalanya. "Yang benar saja."

"Ayolah. Kau bisa membantuku, kan? Beritahu apa jadwal Jung Yunho juga sudah cukup membantu, kok."

"Maksudnya anda berniat menjodohkan Jung Yunho dengan produser gila itu?"

"Dia tidak gila."

"Pak presdir! Anda bahkan sudah mulai membelanya!"

"Dia sumber uang."

"Kukira anda punya masalah dengan Sutradara Shim yang jadi pihak penerima dalam hubungan romantisnya."

"Masalahku adalah aku hanya sulit mempercayainya saja. Karena itu Sutradara Shim. Bukan orang lain. Aku tak ada masalah, oke? Intinya kau harus membantuku."

"Pak Presdir... Saya rasa itu adalah hal yang tak mungkin dilakukan."

"Karena Yunho sudah punya pacar? Kita buat mereka berdua putus saja."

Seulgi menatapnya lama. Menghela nafas panjang sebelum menjawab. "Pak presdir. Membujuk Jung Yunho untuk menjadi aktor di film kita dengan membuatnya putus dengan pacarnya dan menjodohkannya dengan produser itu adalah dua hal yang berbeda. Saya masih mungkin berusaha untuk membujuknya main film tetapi tidak jika keadaannya begini. Kalau ini hanya karena keegoisan produser yang ingin dekat dengan aktor itu. Kumohon, jangan bawa-bawa saya. Saya tak akan peduli."

"Changmin tak bisa membantuku, karena itu kuharap kau bisa membantuku. Membujuk Changmin dan Jung Yunho."

"Saya benar-benar tidak bisa melakukannya. Apalagi kalau membuat Jung Yunho putus dengan pacarnya dan menjodohkannya dengan seseorang banyak uang yang akan menggunakan tubuhnya saja."

Tok tok.

"Pak presdir, Produser disini."

"Persilahkan masuk."

Seulgi memicingkan mata menatap Pemilik rumah produksi. Mulutnya membisikkan kalimat. 'kenapa dia ada disini? Anda sengaja?'

"Ah... Seulgi-ssi. Kau disini." Produser langsung duduk. "Jadi? Kau bisa membantuku?"

Berusaha tenang, Seulgi menoleh pada produser, tetapi tidak menatap matanya. "Membantu apa, pak?"

Warna merah perlahan menyebar di telinga dan mukanya. Dia tertawa canggung. "Aku kira kau cukup dekat dengan Jung Yunho dan mungkin... kau bisa... kau tahu? Aku ingin makan malam dengannya."

Seulgi ingin membenamkan wajahnya, atau mungkin membenamkan pacar atasannya ke laut sekarang juga. Manusia satu itu, kenapa bisa-bisanya punya banyak fans sih? Sampai produser ini juga. Seulgi menghela nafas keras-keras. "Pak Produser... saya memang mengenal Jung Yunho..."

"Se... Seulgi akan membantu. Anda pasti bisa makan malam dengannya..."

"Pak Presdir!" seru Seulgi keras. Kesal karena disela begini. "Tolong dengarkan saya sampai selesai! Saya mengenalnya tapi tidak bisa membantu apa-apa. Dia sangat sibuk dan tertutup. Kalau anda ingin film yang bagus, anda bisa mengandalkan Sutradara Shim. Bahkan tidak perlu Jung Yunho sama sekali. Saya berani mengatakan hal itu. Tetapi anda baru saja meminta saya mengatur makan malam dengannya?" Seulgi menggeleng.

Produser itu menghela nafas. "Aku tahu kalau dia punya love bite scandals. Jadi kupikir dia itu... melakukan hal seperti itu."

"Bisa terang-terangan saja? Kita semua sudah dewasa."

"Bisa dipesan? Sebenarnya kuharap dia bukan orang seperti itu, tetapi kalaupun iya, tak masalah buatku. Lagi pula kudengar hal seperti itu juga ada di dunia artis. Kalau dia memang bisa dipesan, kurasa bisa lebih dari sekedar makan malam. Mungkin bisa menginap..."

Seulgi berdiri dan menatap Produser marah. "Bisa dipesan kata anda? Hyung bukan orang seperti itu! Dia bersih! Satu-satunya orang yang bisa menyentuhnya begitu hanya pacarnya. Pacar yang ideal untuknya dan mereka sangat setia satu sama lain. Tarik kembali kata-kata melecehkan anda, pak!"

"Se... Seulgi..." Pemilik rumah produksi jadi panik.

"Pak Presdir! Anda keterlaluan!" Serunya marah, air mata sudah mengalir dari matanya. "Aku tak akan menjual Yunho-hyung! Dia bukan barang!" Seulgi keluar sambil membanting pintu keras, tak peduli.

Dia terus berjalan sambil menunduk membuatnya tak melihat depan dan menabrak siapa saja. Tanpa mengucapkan maaf hingga menabrak seseorang yang tak mau menyingkir dari hadapannya dan malah menahannya.

"Seulgi?"

Yang dipanggil mendongak ke sumber suara yang sangat dikenalnya. Air mata mulai meleleh.

"Seulgi... kau kenapa? Sakit?" tanyanya khawatir. Seulgi menggeleng, masih dengan air mata. Changmin memeluknya dan mengusap-usap punggungnya. "Ayo pergi."

.

.

.

Seulgi menolak memberitahukan detilnya, karena entah kenapa dia pernah diberitahu oleh Yunho agar tidak memberitahu Changmin kalau ada yang naksir Yunho. Dia hanya berpikir kalau Yunho ingin menghindari konflik semacam itu dengan Changmin.

Akhirnya yang diketahui Changmin hanyalah kalau Presdir memintanya untuk mengatur makan malam dengan seorang artis, untuk seseorang.

Changmin menyerah karena air mata Seulgi tak berhenti mengalir ketika didesak. Dirinya tidak tega. Walau dia memang sering marah-marah, berteriak dan Seulgi lah korban terdekatnya, tetapi dia menyayangi asistennya ini. Meski sering jadi korban keisengan dan amarah Yunho dan Changmin, tetapi dua orang lelaki itu tak bisa membiarkan Seulgi kalau punya masalah. Bisa dibilang sudah seperti adik sendiri.

Changmin membelikan coklat hangat untuk Seulgi. Berdua meminumnya di dekat sungai Han.

"Aku benar-benar tidak bisa membantu apa-apa?" tanya Changmin.

Seulgi menggeleng. "Aku hanya emosi saja karena tahu-tahu disuruh begitu."

"Yah... kalau perlu bantuan, kau bisa memintanya padaku atau Yunho-hyung."

Seulgi mengangguk. "Aku tahu..."

.

.

.

Masalah Seulgi membuat Changmin pusing. Juga masalah casting pemain yang sepertinya tak kunjung usai. Ini karena produser ngotot memakai Yunho. Dan sesuai dugaan, Yunho menolak. Changmin sih tenang-tenang saja dan kelihatan sudah tak peduli lagi dengan pemain yang akan dipakai. Pokoknya selama Yunho tidak mau jadi pemeran di dramanya, dia tenang-tenang saja.

Sempat terjadi sesuatu yang aneh, perbedaan pendapat antara Changmin dan Produser dan disaksikan juga oleh pemilik rumah produksi dan Seulgi.

Produser lebih memilih Yunho, apapun yang terjadi. Tetapi walau sudah berganti script, tetap saja Yunho menolak tanpa alasan yang jelas. Hingga akhirnya... "Mungkin masalahnya adalah Yunho tidak menyukai anda, Sutradara Shim." Bahkan produser itu menunjuk wajah Changmin. Seulgi hampir saja maju untuk memukul produser sialan yang ingin dia mengatur 'makan malam' dengan Yunho, tetapi Changmin menahannya.

Tetap saja Changmin tak bergeming walau aslinya menahan marah. Lihat... lagi-lagi dia diremehkan begini. Pasti karena umurnya masih muda. Changmin tersenyum kecil, bahkan terlihat sangat ramah membuat Seulgi jadi merinding sendiri. "Benar... Bisa saja akulah masalahnya. Kalau begitu kenapa anda tidak mencari sutradara lain saja?" katanya halus.

"Aku akan mencarinya. Pasti!" katanya dengan nada penuh amarah sebelum melemparkan buku script ke arah Changmin dan meninggalkan ruangan.

"Pak... Pak Produser! Tunggu... kita bisa membicarakan ini..." Pemilik rumah produksi sempat menatap Changmin kesal sebelum mengejar Produser itu. Tentu saja kesal karena mereka baru saja bisa mendapatkan suntikan dana yang besar.

Seulgi menatapnya takut. "Hyu... hyung... yakin tidak apa-apa?"

"Kau meremehkanku juga?" tanyanya dengan nada agak tinggi.

"Ti... tidak..." jawab Seulgi panik sambil menggelengkan kepalanya kencang-kencang.

"Aku hanya bercanda... tenang saja, Seulgi-ah... tidak apa-apa kok." Katanya sambil menepuk pelan kepala Seulgi.

.

.

.

Pemilik rumah produksi sempat marah tetapi karena Changmin sendiri yang mendatangkan produser lain untuk bekerja sama, beliau jadi menahan emosinya. Dan Changmin pun memulai produksi filmnya, tanpa produser menyebalkan yang ngotot ingin memakai Yunho. Walau sebenarnya Changmin ingin tertawa kalau mengingat produser film terbarunya adalah Yesung-hyung. Di atas kertas produsernya dia, tetapi sebenarnya bisa dibilang Yunho dan Yesung bekerjasama untuk membiayai film Changmin.

Kali ini aktor Jung Ilwoo juga ikut di filmnya, walau bukan sebagai pemeran utama.

.

Ilwoo menatap sutradaranya intens, tetapi yang dipandangi terlalu sibuk dengan monitor. Sebuah suara berbisik dari belakangnya, tepat di telinganya hingga membuatnya bergidik. "Kalau menatapnya terlalu lama... Kau akan mati terbakar..."

Ilwoo langsung berbalik, bulu kuduknya berdiri semua. Dirinya langsung berhadapan dengan seseorang yang memakai hoodie gelap, kedua tangannya menekuk di depan dadanya, terlihat seperti hantu. Mukanya tak terlalu terlihat. "A... apa?"

"Oh? Yesung-hyung!" Changmin berseru ke arah mereka.

Dan orang dengan hoodie itu langsung mengalihkan pandangannya ke arah Changmin. "Changminie!" serunya riang.

"Akhirnya datang juga ke lokasi syuting."

"Maaf, aku sibuk akhir-akhir ini. Ayahku sempat sakit kemarin."

"Oh ya? Bagaimana kondisinya?" Changmin yang biasanya galak berubah hanya karena orang satu ini muncul di tempat syuting. Dia terlihat ramah dan sejujurnya agak seperti berinteraksi dengan anak kecil.

"Tenang saja. Sudah baikan kok. Oh, ya... siapa dia?" tanya Yesung polos. Terang-terangan menunjuk Ilwoo.

"Kau ini tidak pernah menonton TV atau bagaimana? Ini aktor Jung Ilwoo. Ilwoo-ssi, ini Produser Kim Yesung."

Ilwoo bermaksud berjabat tangan, tetapi Yesung malah menatap Changmin dengan wajah serius. "Tapi aku lebih suka girlband."

Changmin memutar matanya jengah. "Sudahlah. Aku harus kembali memonitor. Katanya kau mau lihat." Tanpa basa-basi, dia langsung meninggalkan mereka berdua.

Ilwoo membungkuk sedikit. Setahunya, Produsernya lebih tua. Yesung balas membungkuk. "Senang bertemu dengan anda, pak Produser."

"Aku tidak sih. Apa lagi kalau menatap Changmin seperti tadi. Bisa-bisa kau mati."

Seulgi pernah memberitahunya kalau Produser kali ini sedikit unik. "Anda bisa saja bercanda."

"Aku tidak bercanda. Pacarnya bisa marah dan membunuhmu." Kata Yesung sebelum pergi ke arah Changmin berada.

.

.

Seulgi melihat Ilwoo yang terlihat tidak bersemangat. "Kenapa?"

"Aku baru saja disumpahi mati oleh Produser."

Seulgi tertawa kecil. "Apa itu? Kau habis menatap pak Sutradara atau bagaimana?"

"Bagaimana kau bisa tahu?"

Wajah Seulgi berubah cepat. Terkejut lalu simpatik. "Kau benar-benar melakukan itu? Kau tidak naksir dia, kan?"

"Nggak. Hanya heran saja dengan Pak Sutradara."

Seulgi terlihat tenang. "Baguslah."

"Jadi sutradara benar-benar punya pacar?" Muka Seulgi langsung ditekuk, cemberut. Membuat Ilwoo berpikir apa dia salah bicara barusan. "Ke... kenapa?"

"Nggak. Hanya teringat sesuatu saja." Wajahnya berubah tenang. "Dan memang sudah punya pacar."

Rrrrrrr...

HP Seulgi bergetar non stop. Membuat pemiliknya mengambilnya secepat mungkin. Alisnya berkerut melihat caller id nya. Bukan nama yang biasa menelpon di waktu ini.

"Halo?" hanya itu kata yang sempat keluar dari mulut Seulgi, karena sekejap saja raut mukanya berubah, bahkan air mata sudah terbentuk di sudut matanya. Tanpa ragu, dia berlari sambil memutus sambungan telepon. Ilwoo melihat kepanikan tampak jelas jadi dia mengikuti Seulgi.

Gadis itu berlari kencang tetapi begitu sampai di dekat Changmin terlihat sekali kalau dia terlihat ragu-ragu untuk mengatakannya pada sutradaranya yang sedang menatap monitor itu.

Tapi justru Yesung yang sepertinya menanggapi gadis itu lebih dulu. Seulgi berbicara dengan suara pelan kepada Yesung. Dan air muka produser baru mereka itu langsung terlihat kaget dan tak percaya.

Dengan segera Yesung menutup layar monitor dengan tangannya, berhasil merebut perhatian sutradara mereka yang sekarang terlihat kesal. Yesung langsung mengatakan pesan Seulgi dan tak ada sedetik sampai Changmin beranjak dari tempat duduknya dan berlari kesetanan diikuti Yesung dan Seulgi.

Syuting dihentikan tanpa keterangan sama sekali.

.

.

.

"Mana dia?" Changmin tak bisa mengendalikan dirinya hingga dua orang body guard berbadan besar menahan tubuhnya. "Mana dia!" teriaknya tanpa tahu tempat lagi.

Seorang lelaki yang dikenal Changmin menghampirinya sesegera mungkin.

"Kenapa kau tidak terluka? Kau tidak bersamanya? Memang apa tugasmu manajer sialan? Begitu kau masih mengaku sebagai manajer?"

Lelaki yang lebih tua dari Changmin itu menelan ludahnya dengan kepayahan sebelum memberikan informasi. "Dia sudah stabil. Benturan keras saat kecelakaan, tangannya terluka dan kepalanya diperban. Tetapi tidak membahayakan nyawanya."

Changmin tak bisa berontak lagi ditangan kedua body guard yang mengunci gerakannya. "Aku mau bertemu dia."

"Saat ini..."

"Aku mau bertemu dia, manajer sialan! Bahkan seandainya langit runtuh, aku adalah orang yang paling ingin dia temui!"

"Lepaskan dia dan biarkan dia masuk."

"Pak presdir!" manajer Yunho protes pada atasannya. Tetapi tak ada gunanya karena kedua body guard sedah melepaskan Changmin. Pemuda itu langsung masuk ke ruangan VVIP.

Presdir menatap manajer Yunho itu. "Bukankah kau sendiri yang sering komplain soal kelakuan mereka berdua? Harusnya kau yang paling tahu kalau yang diperlukan Yunho bukan istirahat untuk memulihkan dirinya. Mereka hanya perlu satu sama lain."

"Hyung?" Seulgi yang sedari tadi hanya diam dibelakang Changmin akhirnya berani mengeluarkan suara.

"Seulgi? Tidak apa-apa. Yunho selamat dari kecelakaan itu. Yang menabrak justru mendapat luka yang lebih serius dan masih kritis."

Seulgi membungkuk dihadapan presdir dan manajer Yunho. "Maaf. Maafkan kelakuan atasan saya."

"Sudah... kamilah yang tidak menjaga Yunho dengan baik. Tak aneh kalau Changmin marah pada kami."

.

.

.

Changmin masuk ke ruangan tempat Yunho berada. Pemandangan paling menyedihkan yang tak pernah dia lihat sebelumnya. Yunho hyungnya tengah terbaring lemah, matanya terpejam, perban membalut kepalanya dan bahunya.

Changmin gemetar hebat, tak dia sadari bagaimana kakinya bisa melangkah hingga tepi ranjang rumah sakit. Dia mengulurkan tangannya untuk menyentuh tangan Yunho, tetapi takut jika itu akan membuatnya merasakan sakit.

"Aku baik-baik saja..." sebuah suara membuat Changmin menatap wajah Yunho. Itu hyungnya yang bicara. Tangan sehat Yunho terulur dan Changmin menyambutnya.

"Kau hampir mati?"

"Nggak. Hanya saja kalau mobil penyok tapi sama sekali tak terluka, pasti lebih aneh lagi." Changmin duduk di ranjang dan ikut berbaring disamping Yunho. Memeluknya dari samping tapi takut kalau menyentuh lukanya. "Maaf membuat khawatir." Kata Yunho tenang.

Tak peduli dengan bau rumah sakit yang memuakkan, atau dengan pandangan matanya yang mulai mengabur karena air mata, Changmin memeluk erat Yunho sampai alam mimpi.

.

.

.

"Min... kau harus balik. Bagaimana syutingnya?" Tanya Yunho keesokan harinya. Semua sudah tenang karena luka Yunho tidak serius. Untung saja saat kecelakaan terjadi, Yunho baru saja membeli boneka. Boneka dalam jumlah besar untuk anak-anak panti asuhan. Sebegitu banyaknya sampai bisa menahan benturan. Sopir Yunho waktu itu juga terluka, dan tidak parah juga karena mobil menabrak bagian tengah, bukan depan.

"Peduli amat!" Changmin nyaris teriak. Dalam kondisi begini bisa-bisanya Yunho menyuruhnya pergi.

"Apa aku belum mengajarimu soal tanggung jawab?" Balas Yunho

Changmin cemberut. "Aku kan nggak mau jauh dari hyung." Rajuknya. Tak mau dimarahi oleh Yunho.

"Tapi kau punya kontrak!"

"Kan hyung produsernya!" Seru Changmin tak mau kalah.

"Changmin!"

"Satu hari lagi... ya?" pintanya memelas.

Yunho menghela nafas kencang. Percuma mengatakannya berkali-kali pada Changmin. Tapi bagaimana nanti kalau dicari oleh pemilik rumah produksi?

Pintu diketuk. Selain orang-orang yang mendapat ijin, tak ada yang bisa masuk. Berarti siapapun yang mengetuk jelas tahu pasti kondisi di dalam ruangan. Belum lagi di depan pintu ada bodyguard yang siap menghadang orang yang tak dikenal.

"Bagaimana kondisimu?"

Changmin langsung cemberut. Ternyata manajer yang datang. Walau datang dengan membawa sekeranjang buah, Changmin tak berniat memaafkannya secepat itu. "Biasa saja. Apa aku masih belum boleh pulang?"

"Belum. Tinggallah semalam atau dua malam lagi."

"Bagaimana dengan yang menabrakku?"

"Itulah yang akan kita bicarakan." Presdir manajemen artis tempat Yunho bergabung muncul dari belakang manajer. "Nyalakan TV!"

Berita mengenai kecelakaan Yunho adalah hal pertama yang mereka lihat. Pengemudi yang menabrak Yunho dirahasiakan identitasnya. Dan satu berita lain yang menurut Yunho maupun Changmin tidak penting. Seorang produser ditemukan meninggal, tetapi tak ada keterangan lebih lanjut mengenai penyebab kematiannya.

.

"Apa?" tanya Yunho tak mengerti. Itu hanya berita biasa yang dibesar-besarkan, kan?

"Yang tewas adalah Produser yang membiayai film Changmin sebelum ini."

"Eh? Sutradara itu?" tanya Yunho. Maklum, hanya sempat bertemu satu atau dua kali saja lalu tahu-tahu mendapat kabar kalau dirinya meninggal.

Changmin menatap presdir tajam. "Lalu?"

"Yang menabrak Yunho adalah istrinya produser itu, sekarang bahkan kondisinya kritis."

Yunho menatap kedua pria yang umurnya lebih tua. "Aku belum menjenguknya." kata Yunho muram.

"Tidak bisa dikunjungi saat ini. Sebenarnya ini semua dirahasiakan dari publik. Kami khawatir kalau ada hubungan antara kematian sutradara kecelakaanmu."

"Hah?"

Tapi Changmin lebih reaktif, mengutarakan pikiran hyungnya dengan nada yang tinggi. "Yang benar saja! Mana mungkin! Konyol tahu! Kau mau menuduh hyungku berselingkuh?"

"Aku tidak mengatakan seperti itu."

"Sama saja! Hyung tidak pernah dekat-dekat dengan siapapun yang kira-kira bisa menyebabkan skandal. Dengan mengatakan hal tadi, sama saja kau menuduh Yunho-hyung." Changmin geram. Saking marahnya dia sampai menarik kerah presdir manajemen artis itu.

"Changmin!"

Changmin melepaskan kerah baju dari genggamannya, tetapi tidak dengan matanya yang tetap menatap penuh kebencian. Satu panggilan tegas dari Yunho cukup untuk membuatnya berhenti, tapi tidak membuat emosinya mereda.

"Bukan begitu. Hanya saja, kami pikir ada masalah diantara Produser dan istrinya, dan mungkin penyebabnya adalah Yunho. Bukan berarti dia selingkuh juga. Memangnya kau pernah bertemu wanita itu?"

"Memangnya aku seluang itu untuk menemui orang yang tidak ku kenal?"

"Haahh... Sudahlah. Masalah ini akan tetap ditutupi oleh polisi."

"Lalu penyebab kematian produser?"

"Pembunuhan." Baik Yunho maupun Changmin hanya menatap dengan bingung. "Dia diserang saat pergi ke klub malam. Dibunuh di belakang klub. Awalnya polisi mengira ini adalah penyerangan karena ada masalah di dalam bar, memang hampir terjadi perkelahian di dalam sana dan Produser terlibat juga. Tetapi karena ada kecelakaan seperti ini... ada dugaan baru kalau kematian itu disebabkan oleh istri Produser sendiri, atau paling tidak wanita itu menyuruh orang untuk melakukannya."

"Hubungan denganku?" tanya Yunho tak mengerti.

"Polisi menemukan banyak fotomu di handphone Produser." Mata Yunho maupun Changmin terbelalak mendengarnya. "Awalnya ada dugaan perselingkuhan, tetapi setelah diperiksa ke operator, tak ada satu pun pesan dari dan ke nomor handphone Yunho. Sepertinya ini... akibat Produser terlalu menyukaimu sampai membuat istrinya cemburu."

Yunho diam dan expresi wajahnya jadi aneh. Campuran antara tidak percaya dan sedih. "Aku menyebabkan seseorang terbunuh?"

Yunho itu orang baik dan presdir tahu itu. Itu sebabnya ada bagian dirinya yang merasa tidak tega untuk memberitahukan kenyaaan ini. Tetapi walau bagaimanapun ini ada hubungannya. "Sudahlah! Bukan salahmu. Kita doakan saja wanita itu selamat agar bisa menjelaskan semuanya ke polisi. Tapi yang jelas, dalam beberapa hari kita akan mengadakan konfrensi pers untuk menjelaskan semuanya. Tentu saja setelah kau merasa sanggup."

.

.

.

Changmin duduk di kasur Yunho, melihat wajah muram itu dengan teliti. Yang berhak memutuskan masalah itu adalah Yunho saja. Mana mungkin dia mau ikut campur. Tapi hampir sejam tanpa ada suara sama sekali rasanya tidak nyaman. "Yunhooo..." Heechul masuk dan bermaksud menubruk pasien yang berbaring itu. Changmin terkejut tapi segera ke sisi lain kasur untuk menahan Heechul.

Changmin berhasil, hanya saja Donghae juga masuk dan melakukan hal yang sama. Membuat Changmin terjungkal ke belakang bersama dengan Heechul dan Donghae, bertiga menimpa Yunho. Pasien langsung mengumpat. "Demi Tuhan! Kalian ini berhenti main-main begini! Sakit tahu!"

"Tapi kau baik-baik saja kan, Yunho?" tanya Heechul dengan nada khawatir. Tangannya masih berusaha menjangkau Yunho.

"Yunho... tanganmu diperban... kepalamu juga... huweee... kepalamu bocor... T-T" seru Donghae.

"Apaaaa? Bocor? T-T huwweee... kenapa kepalamu bisa bocor?"

"Arghh. Heechul! Donghae! Berdiri sekarang!" Teriak Yunho marah.

"Yak yak! Apa-apan kalian ini?" Siwon dan Minho yang baru masuk langsung menarik Heechul dan Donghae. Changmin masih menindih Yunho tapi sangat lega. Tangannya langsung dalam posisi siaga karena sepertinya kedua sahabat Yunho itu masih berusaha menggapai hyungnya.

"Changmin... berdiri!" Perintah Yunho.

"Tapi hyung!"

"Tidak ada tapi dan kalian bertiga berhentilah bertingkah seperti anak kecil!" Seru Yunho agak keras.

Changmin langsung berdiri dan Donghae serta Heechul berhenti menggerakkan kedua tangannya. Hanya diam sambil melemparkan deathglare ke arah yang lain. Yunho menghela nafas melihat kelakuan dua sahabatnya dan Changmin. Minho dan Siwon pun jadi lega karena tak perlu lagi memegangi Heechul dan Donghae. Kekanakan sekali sih?

.

.

.

Wanita itu... meninggal. Tepat sebelum Yunho keluar dari rumah sakit. Membuat kasus ini jadi berhenti begitu saja. Tak ada yang bisa ditanyai. Bahkan Yunho yang jadi korban pun tak terbukti punya hubungan dengan mereka berdua.

Changmin menyelesaikan syuting dengan ogah-ogahan. Tetapi Yunho selalu menelponnya untuk memastikan Changmin melakukan tugasnya dengan benar. Dan hanya sediit sekali rumor yang tersisa di lokasi. Karena Changmin berubah. Dia tetap serius dan keras seperti biasanya tetapi teriakannya berkurang. Dia jadi banyak diam.

Semua tahu kalau Shim Changmin punya masalah yang dia khawatirkan, tetapi tak ada yang berani mendekat.

Tetapi perubahan Changmin ini tak terlewatkan oleh pemilik rumah produksi. Dia ingin tahu karena Changmin jadi jarang lembur. Juga dari pembicaraan yang dia dengar daai kru kalau sutradaranya yang paling berprestasi itu berubah sejak hari itu. Hari dimana dia meninggalkan lokasi syuting secara mendadak, seperti kesetanan.

"Hey Seulgi... Changmin baik?" tak ada yang lebih mengetahui kondisi Changmin selain Seulgi.

Seulgi tidak melirik sama sekali. "Baik." Jawabnya singkat.

"Menurutmu dia bertingkah aneh tidak?"

"Ini sudah baik. Dia sedang terguncang atau semacamnya. Mau syuting saja itu sudah bagus sekali." komentar Seulgi.

"... Tapi hasil kerjanya baik, kan?"

Seulgi menatapnya tajam. "Anda harusnya bukan hanya memperhatikan hasil yang baik tapi juga apakah pekerja anda baik!"

Membuat pemilik rumah produksi jadi geleng-geleng kepala. "Lalu... bagaimana Jung Yunho?"

"... Kalau anda punya malu, harusnya anda menjenguknya!" kata Seulgi sebelum mengeloyor pergi. Jadi menyesal karena sudah meminta Seulgi untuk melakukan hal yang aneh sih ya...

.

.

.

Konferensi pers.

Konferensi pers untuk menjelaskan semua hal yang terjadi berkaitan dengan kecelakaan Yunho. Walau sebenarnya Yunho belum sembuh benar, tangan masih diperban dan ada bekas luka di dahinya.

"Kami dengar ada rumor tentang kedekatan anda dengan Produser yang menyebabkan kecemburuan."

"Tidak ada. Aku hanya bertemu 1-2 kali dengan produser, terutama karena jadwalku sangat sibuk. Jadi tidak ada apa-apa." Yunho menampik dengan tenang.

"Anda tidak mengenalnya?"

Yunho menggeleng. "Kami diperkenalkan tetapi sudah, hanya itu saja."

"Anda dengar soal keributan di Club Malam?" Seorang wartawan memancing.

"Club yang mana itu aku tidak tahu. Ada banyak Club di Seoul jadi entahlah."

Wartawan lain langsung menambahi. "Lalu ada juga soal rumor yang mengatakan kalau kecelakaan ini disebabkan oleh agensi anda sendiri. Karena anda berniat keluar dari agensi. Juga anda beberapa kali terlihat di firma hukum."

Yunho tersenyum, "Ternyata hal itu tercium media ya?"

"Jadi benar anda bermasalah dengan agensi anda karena berniat menuntut?"

"Sebenarnya... ada satu film mengenai hukum dan sutradara memintaku untuk belajar ke firma hukum. Jadi semacam magang disana. Aku juga kuliah jurusan hukum, jadi aku tidak terlalu mengganggu disana." Wartawan tertawa dengan jawaban Yunho. Seperti biasa, aktor yang satu ini rendah hati.

"Tapi kami dengar anda tidak memperpanjang kontrak."

Yunho diam sebentar. "Soal kontrak ya? Tidak ada masalah. Kontrak masih habis setengah tahun lagi, jadi tidak ada alasan untuk terburu-buru. Lagi pula Agensi sudah seperti keluarga bagiku. Tidak ada masalah."

"Benar-benar tidak ada masalah?"

"Tidak."

Reporter lain bertanya. "Lalu bagaimana dengan asisten sutradara Shim? Gadis itu dikabarkan terlihat di gedung apartemen tempat anda tinggal."

"Aahaha... soal itu. Aku khawatir jika mengatakan ini sebenarnya. Kuharap tak ada yang marah ya? Sebenarnya aku tinggal di gedung apartemen yang sama dengan Sutradara Shim. Jadi wajar saja jika asistennya kesana."

"Tapi anda dan gadis itu juga dikabarkan saling mengenal dan dekat."

"Tentu saja aku mengenalnya. Dia calon adik ipar manajerku."

.

.

Changmin melihat ke arah TV dengan malas. "Jadinya ketahuan kan kalau kita tinggal di gedung yang sama... bisa muncul rumor lagi deh." Baru saja dia melihat siaran ulang konfrensi pers Yunho.

"Kau terlalu khawatir, Changmin..." Yang bersangkutan malah sudah duduk di sebelahnya.

"Hyung terlalu santai." Ejeknya.

"Oh ya? Justru karena kita dikabarkan tidak akur sih, aku tenang-tenang saja." Jawab Yunho. Changmin melihat Yunho yang mengambil potongan apel dengan bantuan garpu. Tangannya masih saja di perban. Changmin melihat perban itu. "Sudah Minnie... tak perlu dilihat terus seperti itu. Sebentar lagi juga sembuh kok." Yunho menyodorkan potongan buah ke depan mulut Changmin.

Changmin menggigit buah itu, menahan dengan giginya dan melepaskannya dari garpu sebelum menahan pipi Yunho dan mengarahkannya gar menatap kearah samping serta menyodorkan buah itu ke depan mulut hyungnya.

Yunho agak terkejut tetapi membuka mulutnya, membiarkan Changmin memasukkan sebagian buah itu ke dalam mulutnya sebelum bersama-sama melumat buah yang sama, plus berciuman juga.

Ciuman mereka lembut, pelan dan penuh cinta, bukan nafsu.

.

.

Film Changmin berhasil, ratingnya tinggi dan memuaskan. Bahkan ketika dia sedang tak terlalu fokus karena Yunho belum sembuh total. Meski sebenarnya akan ada perayaan minggu depan, tetapi Pemilik Rumah Produksi tempat Changmin bernaung merasa sebaiknya dia minta maaf pada Changmin sekarang. Minta maaf karena sudah memilih untuk membela Produser itu dan menekan Changmin, juga karena sudah meragukan Changmin.

Pemilik rumah produksi sudah menghubungi Changmin melalui SMS sebelumnya, dan mendapat jawaban tentang waktu yang tepat.

Jadi dengan membawa 3 pizza ukuran besar dengan topping yang berbeda, dia masuk ke gedung apartemen Changmin. Iseng-iseng menekan password yang pernah diberikan.

Oh, terbuka? – serunya dalam hati.

Karena ingin memberi sedikit kejutan, Pemilik rumah produksi melepas sepatunya dan berjalan masuk nyaris tanpa suara. Tetapi ruangan itu kosong, malah partisi yang dikiranya hanya hiasan dinding itu bergeser, tapi bukankah harusnya luas apartemen ini hanya sampai dinding itu? Atau? Itu ruangan rahasia? Dia pun berjalan ke arah partisi, dan melihat... Changmin duduk bersebelahan dengan seorang pria lain dan keduanya berciuman dengan lembut.

Merasa ada yang datang, pria yang bersama dengan Changmin membuka mata dan melihat ke arah pemilik rumah produksi. Lelaki yang jauh lebih tua itu terkejut. Dia tahu mata itu, dia tahu wajah itu walau dari samping, begitu juga dengan perban di tangan yang perlahan merambat ke pinggang Changmin.

Tanpa disadari, langkahnya berjalan mundur, hingga pemandangan itu tak lagi terlihat. Dipakainya sepatu dan keluar dengan tak bersuara.

Begitu pintu tertutup dari luar...

"Pak Presdir..."

"WAAA!" teriaknya reflek bahkan langsung terpojok ke dinding dan satu tangan memegangi dada. Matanya mencari ke sumber suara dan menemukan... "Seulgi?" katanya tak percaya. "Se... Se... Seull..." kata-katanya terputus-putus. Satu tangan menunjuk ke arah pintu apartemen Changmin.

"Anda sepertinya habis melihat sesuatu yang bagus. Sutradara sedang make-out dengan pacarnya?"

"Nah... pak Presdir... saya harap anda tahu apa yang harus anda lakukan. Karena kalau tidak bisa saja kami meminta artis kami untuk meminta sutradara Shim keluar dari rumah produksi anda."

Pemilik rumah produksi melihat ke sumber suara yang lain. Manajernya Yunho. "A... aku... aku mengerti..."

.

.

.

Seulgi mengamati box pizza ditangannya. "Bagaimana kalau kita kabur dengan pizza ini?"

"Nanti bisa dimarahi atasanmu, loh. Atau mungkin Yunho." nasihat manajer Yunho, sang calon kakak ipar.

Seulgi mencibir. "Bwuuu... gara-gara Yunho hyung bilang padaku kalau dia membalas SMS untuk sutradara Shim. Meminta pemilik rumah produksi untuk datang di saat seperti ini. Sengaja ingin memberi tahu pemilik rumah produksi soal hubungan mereka, kan?"

"Aku tak suka kalau banyak yang tahu, tetapi kurasa hal ini bagus juga. Pemilik rumah produksi juga perlu merasa pusing urusan beginian. Lagi pula, bukannya kau yang sebal karena pemilik rumah produksi terus-terusan ingin Yunho untuk main dalam film produksi kalian?"

Seulgi hanya bisa menghela nafas. Hal itu benar juga. "Pasti mereka sedang make-out di sofa. Rasanya jadi ingin bawa-bawa seprei kemana-mana."

Manajer hyung mengangkat alisnya. "Buat apa?"

"Alas duduk." Jawabnya singkat.

"Berlebihan sekali. Mereka kan hanya pakai apartemen yang bagiannya Yunho saja."

Seulgi mengalihkan pandangan ke arah manajer Yunho."Habis pemilik rumah produksi bilang kalau dia menemukan botol lube di sofa waktu mengunjungi Changmin hyung."

"..." Manajer Yunho kehilangan kata-kata. "Sepertinya seprei itu ide yang bagus."

.

.

.

Ketika potongan pir itu sudah tertelan, mereka melepaskan ciuman dan tersenyum ke arah masing-masing. Changmin melepaskan tangannya yang menangkup pipi Yunho.

Yunho bersandar di sofa sebelum Changmin berbaring di sofa dengan paha Yunho sebagai bantal. Satu tangan mereka bertautan. "Aku khawatir hyung..."

"Kan sudah baikan." Yunho melihat ke bawah, ke kedua bola mata Changmin.

"Yang barusan datang itu pemilik rumah produksi, ya? Hyung pakai handphoneku?" Yunho hanya tersenyum dengan pertanyaan ini. Tak perlu memberi penjelasan sama sekali. "Dengan begini, dia akan pikir-pikir lagi kalau mau memakai hyung untuk filmnya." Ada jeda sesaat sebelum Changmin mengeluarkan suara lagi. "Lalu... soal sutradara dan istrinya... apa itu perbuatan hyung juga? Menghasut kedua belah pihak?"

Yunho mengedip-ngedipkan matanya tak mengerti. "Apa aku terlihat seperti orang yang bisa membunuh?"

Changmin meneliti wajah Yunho. Sutradara muda itu menghela nafas sebelum satu tangannya terjulur ke atas, memegang sisi kepala Yunho agar aktor terkenal itu menunduk dan berbagi sebuah kecupan singkat.

"Oh? Apa ini? Tidak ada kegiatan mesum?" tanya manajer hyung yang tiba-tiba masuk. Yunho mengangkat kepalanya dan meluruskan punggung.

Changmin cemberut. Di saat sweet moment begini kenapa harus ada yang datang sih? Sutradara itu segera memalingkan muka ke arah lelaki yang mengganggu. "Kau mau lihat kami make out? Atau lebih dari itu?"

Manajer memperlihatkan expresi jijik dan mau muntah.

"Kalau Changmin hyung melakukannya, aku akan bawa pergi semua pizza ini." Ancam Seulgi dengan 3 box pizza di tangannya.

Changmin yang panik langsung turun dari pangkuan Yunho dan bermaksud menyambar pizza itu, tapi Seulgi menghindar dengan baik.

"Seulgi! Kemarikan pizzanya! Jangan bawa pulang!" teriakannya yang kencang itu menjadi pertanda kalau saat ini Changmin... baik.

.

Yunho melihat mereka dengan tersenyum sebelum beranjak ke dapur untuk mengambil gelas dan jus cranberry. Menata gelas dalam baki sebelum mengambil jus dari kulkas. Menuang isinya ke dalam gelas satu persatu.

Ada sebuah foto kecil dalam bingkai di dinding dapur. Foto yang berisi Ayah dan adik perempuan Yunho dan ibu Changmin. Itu hari pernikahan kedua orang tua itu.

"Perlu bantuan Yunho? Tanganmu belum sembuh total, kan?"

"Ah, terimakasih, hyung." Manajer membawa baki itu ke ruang tamu, dimana Seulgi dan Changmin malah ribut soal topping pizza dan semacamnya. Yunho mengambil botol saus dan juga flake cabai. Matanya mengarah ke foto di dinding.

Yunho tersenyum saat melihat foto yang berisi tiga orang yang menjadi bagian penting di hidupnya...

.

.

.

.

E.N.D

End aja kali ya? Gak tahu masih bisa lanjut atau nggak. So here it is. Terima aja kalau cerita ini nggak ada kelanjutannya. dan terimaksih banyak sudah menemani sampai di sini. ada komentar? uneg2?