~Misunderstand Love~ / PART 12

Disclaimer : Naruto © Masashi Kisimoto ( Naruto hanya milik Masashi Kishimoto)

Judul : Misunderstand Love

Author : Ciel Bocchan a.k.a Febi N Maulida

Genre : Comedy, Romance, School Life, Brothership, Friendship, and Family

Pairing : NaruHina ( Uzumaki Naruto dan Hyuuga Hinata) and Other.

Rating : T


Hinata menatap pemuda di hadapannya dengan wajah kaget. Pemuda dengan seragam yang sama dengan sekolah barunya. Dia memperkenalkan diri, namanya Toneri Ootsutsuki. Dia ternyata kelas tiga, tetapi dia bilang tidak perlu memanggil dan berbicara dengannya terlalu formal. Hinata tadinya akan ke kantin dengan teman-temannya. Tetapi karena pemuda itu sepertinya ingin membicarakan sesuatu yang serius, gadis itu akhirnya menyuruh teman-temannya ke kantin lebih dulu. Toneri mengajak Hinata berbicara di kantin sambil makan siang. Gadis itu menurut sambil memikirkan apa yang ingin dibicarakan pemuda itu.

"Aku sudah melihat fotomu, jadi kupikir aku harus menyapamu, kau Hyuuga Hinata-chan, bukan? Sambil makan saja," ujarnya dengan senyum ramah.

"...Iya. Umm...Toneri-san? Bagaimana kau bisa punya fotoku?"

"Ah! Sebenarnya, Ayahmu mau menjodohkan kita," ujarnya.

"Eh? Hah?" seru Hinata kaget.

"Menjodohkan anak-anak di zaman sekarang, memangnya kita ini apa?" ujar Toneri, lalu tertawa. Hinata hanya tertawa hambar melihat pemuda itu tertawa. Gadis itu tidak tahu harus mengatakan apa. Garpu dan sendok di tangannya hanya ia pegang.

"Karena itu Ayahmu mengundangku makan malam di rumah kalian besok. Makanlah, kau tidak bisa belajar dengan tenang jika kelaparan di dalam kelas," kata Toneri serius karena melihat Hinata hanya diam saja dan tidak melanjutkan makan siangnya.

"Ah, iya," sahut Hinata, merasa tidak enak karena harus diingatkan oleh orang yang baru saja ia kenal. Gadis itu melanjutkan makan siangnya sambil melanjutkan pembicaraan mereka.

"Tenang saja, aku akan menolak hal-hal seperti ini. Sebenarnya, aku orang yang susah tertarik pada orang lain, jadi kau tidak perlu khawatir," kata Toneri. Hinata hanya tersenyum sambil mengangguk.

"...Benarkah?"

"Ya. Kita bukan lagi anak kecil yang butuh orangtua hanya untuk mencari pacar, bukan? Tugas mereka hanya memberikan izin," kata Toneri. Hinata langsung mengangguk setuju. Toneri tertawa kecil.

"Tapi, aku tidak bisa menolaknya langsung besok malam. Aku juga harus membicarakan ini dengan orangtuaku. Karena paman Hiashi dan Ayahku adalah teman, jadi aku tidak bisa memutuskan hal seperti ini secara sepihak. Aku tidak ingin Ayahmu salah paham kalau aku menolak. Dia bisa saja berpikir kalau aku menganggapmu tidak berharga, bukan?" jelas Toneri. Hinata terkesan dengan pemikiran pemuda itu. Dia memikirkan semuanya dengan pertimbangan yang bagus. Pemikiran orang yang sudah beranjak dewasa memang mengesankan.

"Kau juga sudah punya pacar, bukan?" tanya Toneri.

"Bagaimana kau tahu..."

"Siapa pun akan tahu hanya dengan melihatmu," ujar Toneri setelah sempat tertawa kecil tadi. Hinata hanya meringis sambil berpikir memangnya seseorang terlihat mempunyai pacar dari segi apa?

"Tapi, bagaimana kalau Ayahmu tidak setuju?" tanya Hinata cemas.

"Tidak mungkin," jawabnya yakin. Hinata langsung tersenyum tenang. Beban yang tadi hinggap di kepala dan bahunya seketika menghilang.

"Kalau saja Ayah mau mendengarkanku juga," ujar Hinata.

"Aah, paman Hiashi memang cukup menakutkan, aku tahu. Paman berencana menjodohkanmu denganku, itu berarti kalau paman tidak menyukai pacarmu."

"Iya."

"Sebenarnya, orangtua menolak seseorang yang kita pilih, terkadang bukan karena orang itu tidak baik, tetapi karena orangtua kita tidak yakin apakah orang yang kita pilih itu bisa membuat kita terus bahagia. Jadi, yang perlu kita lakukan adalah membuat mereka yakin. Aku pernah mengalami hal seperti ini beberapa kali, jadi aku tidak begitu kaget."

"Kau pernah dijodohkan juga?"

"Iya. Pertama kali saat kelas tiga SMP. Hingga sekarang, kau adalah gadis keempat. Menjadi orang dengan latar belakang yang cukup bagus, perjodohan seperti ini bukan hal yang tidak mungkin. Jika nanti perjodohan kita batal, paman Hiashi pasti akan mencari orang lain lagi. Jadi, sebelum hal seperti ini terus terjadi padamu, kau dan pacarmu harus bisa meyakinkan paman Hiashi, bagaimana pun caranya." jelas Toneri. Hinata mengangguk serius.

"...Bagaimana caramu menolak mereka semua?" tanya Hinata kemudian. Mereka sudah menyelesaikan makan siang dan masih ada waktu sekitar lima menit sebelum pelajaran selanjutnya dimulai.

"Caranya berbeda tergantung dari sifat setiap gadis yang dijodohkan denganku," jawab Toneri. Pemuda itu lalu tertawa pelan, seperti sedang mengingat hal-hal lucu yang pernah dia lakukan untuk menolak semua gadis itu.

OoooO

Toneri akhirnya datang menemui Uzumaki Naruto setelah Hinata memperlihatkan foto pemuda itu padanya ketika makan siang kemaren. Toneri hanya penasaran seperti apa pemuda yang ditentang oleh paman Hiashi. Setelah melihatnya orangnya, mungkin Toneri bisa memutuskan bagaimana caranya menolak perjodohan itu.

"Uzumaki Naruto-san?" Sebuah suara terdengar dari arah samping Naruto yang baru saja keluar dari gerbang sekolah. Pemuda berambut kuning itu menoleh ke asal suara. Seorang pemuda dengan seragam sekolah yang berbeda baru saja menyapanya. Dan Naruto tidak mengenali orang itu.

"Iya, kau siapa?" tanya Naruto.

"Aah, aku...um...Toneri Ootsutsuki," kenalnya. Naruto bingung. Kenapa orang yang tidak ia kenal, mengenalnya. Kenapa pemuda itu menyapanya.

"Aku ke sini karena penasaran kau orang seperti apa," ujarnya lagi.

"...Apa kau ada perlu denganku?"

"Sebenarnya tidak juga. Tapi setidaknya kita sudah saling kenal, jadi ketika bertemu lagi, tidak perlu ada yang kaget. Omong-omong, kau...pacarnya Hinata-san atau semacamnya, bukan?"

Naruto kaget mendengar orang itu menyebut nama Hinata. Ia baru sadar kalau seragam pemuda itu sama dengan seragam sekolah baru Hyuuga Hinata. Dan apa maksudnya dengan 'pacar atau semacamnya'.

"Kau kenal Hinata?"

"Iya, tapi belum terlalu lama. Aku mengenalnya karena paman Hiashi menjodohkan kami," kata Toneri tanpa berpikir dua kali.

"A-Apa?"

"Eh? Hinata-san belum memberitahumu?" tanya Toneri kaget. Pemuda itu berpikir kalau Naruto sudah tahu. Ia jadi merasa tidak enak karena Uzumaki Naruto jelas terlihat kaget.

Naruto berpikir untuk mengatakan sesuatu tetapi pemuda itu masih kaget hingga tidak bisa berkata apapun. Seorang pemuda tiba-tiba datang menemuinya setelah pulang sekolah dan dengan wajah tersenyum dia memberitahu kalau dirinya adalah orang yang telah dijodohkan dengan Hinata, tepat di depan pacar gadis yang telah dijodohkan dengannya. Naruto tidak tahu apa yang dipikirkan pemuda yang terlihat lebih dewasa darinya itu. Entah dia datang menemuinya hanya untuk berkenalan atau sengaja datang kemari untuk membuat Naruto kesal.

Toneri tidak mengatakan apapun lagi selain minta maaf. Pemuda itu memikirkannya sepanjang perjalanan pulang. Awalnya ia berniat ingin memberikan beberapa solusi atau semacamnya kepada Uzumaki Naruto. Tetapi, bayangannya tentang pemuda yang menjadi pacar Hyuuga Hinata ternyata sangat berbeda dari yang ia bayangkan. Toneri tidak yakin jika harus berhadapan dengan anak SMP. Pemuda itu sedikit mengerti sekarang, kenapa paman Hiashi tidak menyetujui pemuda itu bersama Hyuuga Hinata. Tentu saja, tidak ada orangtua manapun yang akan menyerahkan putri mereka pada seorang pemuda, seorang anak SMP yang bahkan belum tahu bagaimana cara menghabiskan waktu dengan benar. Tetapi, itu bukan urusan Toneri, apakah usia mereka berbeda atau paman Hiashi tidak menyukai pemuda itu. Ia hanya akan melakukan apa yang harus ia lakukan, yakni membuat rencana perjodohan itu batal. Memikirkan Uzumaki Naruto yang masih anak SMP saja membuat Toneri tidak habis pikir, terlepas dari kenyataan apakah benar anak kecil seperti itu benar-benar mencintai Hyuuga Hinata. Meskipun kemungkinannya bisa saja, karena anak SD sekalipun, awalnya menyukai sesuatu karena hal tersebut dianggap bagus atau hebat. Tetapi ketika beranjak dewasa, pemikiran mereka akan berubah, sesuatu yang tadinya hanya dianggap bagus dan hebat bisa berubah menjadi hal yang sangat mereka sukai. Walaupun tidak semua anak kecil akan tetap menyukai satu hal yang sama hingga dewasa.

"Tapi bagaimana pun, dia hanya anak SMP," gumam Toneri.

OoooO

Hinata pulang les lebih awal karena sudah membuat janji akan bertemu Naruto. Tentu saja ia harus kembali ke tempat les begitu jadwal sebenarnya selesai. Gadis itu bilang pada Ayahnya kalau hari ini les piano mengadakan tambahan jadwal latihan selama satu jam, dan Hinata keluar satu jam lebih cepat dari jadwal sebenarnya. Ia punya waktu bersama Naruto selama dua jam.

Hinata senang karena Ayahnya akhirnya mengembalikan ponselnya. Karena itulah meskipun tidak bertemu Naruto terlalu sering, setidaknya mereka masih bisa berbicara melalui ponsel. Ayahnya mengembalikan ponsel itu di hari yang sama ketika Toneri Ootsutsuki menemuinya di kelas untuk pertama kali. Alasannya, karena Ayahnya percaya kalau rencana perjodohan tersebut akan berjalan baik dan Uzumaki Naruto sekalipun tidak akan bisa berbuat apa-apa. Selain itu, karena Toneri sudah bilang pada Ayahnya kalau Hinata harus memegang ponsel agar ia bisa menghubungi gadis itu kapanpun. Tadi malam, Toneri datang untuk makan malam seperti yang sudah pemuda itu katakan kalau Ayah Hinata mengundangnya. Karena tadi malam adalah pertemuan resmi pertama keduanya, jadi Toneri akan berbicara dengan Ayahnya setelah itu. Ayah Hinata tidak tahu kalau Toneri sudah menemui Hinata sebelumnya. Toneri bilang, penolakan bisa dilakukan setelah kedua belah pihak telah bertemu. Jadi, pemuda itu akan berbicara dengan orangtuanya setelah itu. Itulah yang dia katakan pada Hinata tadi malam.

"Hinata!" seru Naruto. Pemuda itu muncul dari kejauhan sambil berlari kecil menuju Hinata yang menunggunya di depan gedung les. Senyum Hinata langsung merekah. Naruto sudah mulai terbiasa mamanggil namanya seperti itu sejak satu minggu yang lalu dia bertemu Ayahnya di perpustakaan.

"Kita mau kemana?" tanya Hinata begitu Naruto berdiri di depannya.

"Umm...ada tempat yang mau kau kunjungi?" Naruto balik bertanya. Hinata terlihat berpikir sebentar.

"Aquarium!" seru Hinata.

"Hmm...aku pernah ke sana beberapa kali," kata Naruto sambil mulai berjalan. Hinata berjalan di sampingnya.

"Aku tidak pernah."

"Eh? Kau serius? Benar-benar tidak pernah?" Naruto kaget Hinata ternyata tidak pernah pergi ke aquarium.

"Aku selalu ingin ke sana. Tapi kesempatan yang pas tidak pernah ada. Aku harus les setelah pulang sekolah. Teman-teman di sekolah yang lama pernah mengajak jalan-jalan beberapa kali, tapi kami tidak pernah berkunjung ke aquarium," kata Hinata serius. Naruto hanya tertawa kecil.

"Kalau begitu ke aquarium yang paling dekat dari sini. Kita tidak boleh pergi terlalu jauh, kan? Kau punya waktu berapa jam?" tanya Naruto.

"Dua jam."

"Yosh! Kalau begitu kita tidak boleh membuang waktu," ujar Naruto. Pemuda itu memegang tangan kiri Hinata lalu menarik gadis itu berjalan menuju halte bus. Kalau dipikir-pikir, sepertinya ini adalah kencan pertama mereka.

Mereka sampai di aquarium sekitar tujuh menit kemudian. Aquarium yang paling dekat dengan tempat les Hinata. Gadis itu langsung tersenyum lebar begitu masuk.

"Woah! Terowongan kaca," ujarnya sambil sibuk melihat dan kagum. Naruto berjalan di belakangnya hanya tersenyum sambil memperhatikannya. Melihat tingkahnya saja sudah jelas kalau gadis itu memang baru pertamakali berkunjung ke aquarium. Dia terlihat sangat senang.

"Bagaimana?" tanya Naruto

"Bagus!" jawabnya cepat. Gadis itu menoleh pada Naruto dan tersenyum. Hinata kemudian berjalan kembali dan berhenti di depan kaca aquarium sambil melihat ikan-ikan di dalamnya. Naruto berdiri di sampingnya. Pemuda itu kemudian menggenggam tangan kanan Hinata. Gadis Hyuuga itu menoleh agak kaget, tersenyum, lalu balas menggenggam tangan Naruto.

"Bagaimana makan malamnya?" tanya Naruto. Pemuda itu bertanya tentang acara makan makan di rumah Hinata yang mengundang Toneri Ootsutsuki.

"Hanya membicarakan tentang keluargaku dan Toneri-san," kata Hinata. Gadis itu melihat pada ikan-ikan di dalam aquarium. Naruto juga melihat ke arah yang sama.

"Aku khawatir," katanya.

"Tidak perlu khawatir, aku sudah berbicara dengan Toneri-san. Dia sudah pernah dijodohkan beberapa kali sebelum denganku, dan tidak seorang pun bisa membuatnya tertarik, termasuk aku. Dia bilang akan membantu kita, dengan berbicara pada Ayahnya seperti yang pernah dia lakukan pada gadis-gadis sebelum aku," jelas Hinata.

"Benarkah?"

"Iya, jadi kau tidak perlu khawatir. Tapi, meskipun perjodohan nanti batal, Ayah pasti akan mencari orang lain lagi. Jadi, kau harus melakukan sesuatu sebelum itu. Toneri-san bilang begitu padaku," ujar Hinata lagi.

"Ooh," sahut Naruto pendek. Ia senang mendengar kabar seperti itu dari Hinata. Ia senang mendengar kalau perjodohan gadis itu dan Toneri Ootsutsuki akan batal. Ia senang mendengar kalau Toneri juga menolak Hinata. Ia senang mendengar kalau Toneri tidak menyukai Hinata. Naruto benar-benar merasa senang. Tetapi, hatinya tidak merasa lega sedikit pun. Kenapa? Padahal semuanya terdengar akan baik-baik saja, tetapi kenapa Naruto tetap merasa khawatir? Kenapa hatinya tidak merasakan kelegaan yang seharusnya ia rasakan? Kenapa Toneri Ootsutsuki masih membuatnya khawatir?

"Aku akan membantumu memikirkan bagimana cara meluluhkan Ayah," kata Hinata kemudian.

"Ya."

"Oya, bukankah minggu depan kau ada tes masuk SMU?" tanya Hinata

"Ah, iya. Minggu depan mungkin aku harus terus belajar," ujar Naruto yang tiba-tiba teringat kalau sebentar lagi memang ada tes masuk SMU. Sebentar lagi ia akan lulus.

"Kau akan masuk ke SMU yang sama dengan Menma-kun, bukan? Tenang saja, kau pasti pasti bisa masuk ke sana meskipun tesnya cukup sulit. Menma-kun itu pintar, jadi dia pasti akan mengajarimu dengan baik," ujar Hinata menghibur. Naruto mengangguk dengan senyum kecil.

"Hinata, apa kau yakin kau bisa terus tersenyum bersamaku?" tanya Naruto. Hinata kaget mendengar Naruto tiba-tiba bertanya seperti itu. Gadis itu menatap Naruto kesal. Kesal karena Naruto bertanya seperti itu.

"Jika kau bertanya seperti itu, itu artinya kau tidak percaya padaku," kata Hinata. Sekarang Naruto yang kaget mendengar respon gadis Hyuuga itu. Hinata marah padanya. Itulah yang langsung Naruto sadari begitu menatap ke dalam mata gadis itu. Naruto bertanya seperti itu bukan karena ia tidak percaya pada Hinata. Pemuda itu tidak percaya pada dirinya. Tiba-tiba saja ia merasa seperti itu ketika Hinata mengatakan kalau Toneri juga akan menolak perjodohan mereka tersebut.

"Apa menurutmu kita biarkan saja seperti ini sampai aku benar-benar cukup dewasa untuk memintamu dari paman Hiashi?" tanya Naruto. Hinata semakin marah.

"Kalau begitu lakukan!" ujar Hinata dengan suara cukup tinggi sambil menarik tangannya dari genggaman Naruto.

"Dan ketika kau benar-benar dewasa, aku sudah tidak ada dimanapun kau mencariku, bahkan di tempat di mana kau seharusnya bisa menemukanku dengan mudah," kata Hinata serius. Naruto baru saja akan membuka mulutnya untuk bicara, tetapi Hinata masih melanjutkan kalimatnya.

"Jika salah satu antara dua orang yang saling mencintai menyerah, maka keduanya tidak akan bisa mempertahankan apalagi mendapatkan apapun," kata Hinata. Gadis Hyuuga itu kemudian berjalan pergi tanpa menoleh lagi ke arah Naruto. Hinata pergi dengan perasaan kesal. Sementara Naruto, tidak melakukan apapun atau mencoba menahan Hinata. Pemuda itu hanya diam saja dan berdiri melihat Hinata yang berjalan pergi dan perlahan menghilang di antara kerumunan pengunjung aquarium.

OoooO

Toneri melihat-lihat ruangan tempat Hinata biasanya berlatih piano. Mereka baru selesai makan malam. Seperti yang Toneri kira, Ayah Hyuuga Hinata memang orang yang cukup keras hingga sulit mencari celah untuk membicarakan penolakannya. Kalau begitu cara lainnya adalah ia harus berbicara dengan Ayahnya agar berbicara dengan Ayah Hinata. Jika Toneri berbicara dengan Ayahnya, pemuda itu harus punya alasan atas penolakannya dan cara yang paling mudah adalah dengan mencari seseorang yang tidak dikenal Ayahnya untuk berpura-pura menjadi pacarnya. Cara itu tidak pernah Toneri gunakan sebelumnya. Tetapi, cara itu malah akan merepotkan nantinya. Meskipun begitu, entah kenapa Toneri tetap ingin membantu Hyuuga Hinata.

"Aku bawakan minum," kata Hinata yang baru saja masuk ke ruang latihannya.

"Terima kasih," ujar Toneri. Pemuda itu menerima satu gelas minuman dari tangan Hinata.

"Aku akan bicara denganku nanti, atau mungkin besok, tergantung situasinya," ujar Toneri. Pemuda itu berdiri sambil bersandar ringan pada piano. Sementara Hinata duduk di depan pianonya.

"Toneri-san, terima kasih banyak," ucapnya tulus.

"Sebagai hadiah dari rasa terimakasihmu, bagaimana kalau kau mainkan sebuah lagu untukku," ujar Toneri.

"Eh?...Tapi permainanku tidak cukup bagus untuk di dengar orang lain," kata Hinata.

"Aku pernah mendengar permainan yang sangat jelek sebelumnya. Tapi permainanmu mungkin tidak akan seburuk itu, Hinata-san," ujar Toneri lalu tersenyum lebar. Hinata terlihat berpikir sebentar. Dan karena merasa dirinya harus benar-benar menunjukan rasa terimakasih, Hinata akhirnya mengangguk.

"Tapi, lagu yang sudah aku kuasi," katanya.

"Tidak masalah." Hinata kemudian mulai memainkan pianonya, seperti biasa, sebuah lagu yang paling ia kuasi dan sering ia mainkan.

Toneri hampir saja menjatuhkan gelas di tangannya ketika Hinata mulai memainkan lagunya. Pemuda itu menggenggam gelas itu dengan erat. Kedua matanya tiba-tiba saja melebar melihat pada Hyuuga Hinata. Toneri beralih melihat ke dalam gelas minumannya. Pemuda itu mengira dengan mengalihkan pandangannya seperti itu, perasaan aneh yang tadi tiba-tiba muncul akan segera menghilang. Keningnya bahkan sampai mengerut karena bingung. Apa yang baru saja terjadi beberapa detik lalu? Kenapa perasaannya yang tadi biasa saja tiba-tiba berubah aneh. Seperti sesuatu telah memukul tepat di dalam dadanya dengan kencang. Toneri sekali lagi melihat Hyuuga Hinata yang masih memainkan pianonya. Masih dengan kening mengerut, pemuda itu memukul pelan kepalanya, lalu dadanya, mungkin saja tubuhnya tiba-tiba jatuh sakit. Tetapi ia baik-baik saja. Memukul kepala dan dadanya tidak berpengaruh pada pukulan yang terus tertuju dalam dadanya. Apa jantungnya tiba-tiba bermasalah? Itu hal yang Toneri pikirkan saat itu. Tetapi ia sama sekali tidak merasakan sakit di bagian manapun. Lalu kenapa jantungnya berdetak cepat, seperti ada sesuatu yang terus memukulnya di sana.

Hinata menoleh ke arahnya ketika lagu yang dia mainkan hampir selesai. Gadis itu tersenyum kurang yakin dengan permainnya. Saat itulah Toneri sadar. Ketika Hinata tersenyum padanya, Toneri sadar apa nama dari perasaan aneh yang ia rasakan saat ini.

"Bagaimana?" tanya Hinata ketika selesai memainkan lagunya. Tanpa berpikir dan masih terlihat setengah sadar, Toneri menjawab pertanyaan gadis Hyuuga itu.

"Sangat cantik."

"Eh?" Hinata heran dengan jawaban pemuda itu.

"Ah!...M-Maksudku, sangat indah, lagu yang kau mainkan indah, tidak terlalu buruk," ujarnya setelah benar-benar sadar karena Hinata menatapnya dengan wajah bingung. Pemuda itu kemudian tersenyum, meskipun sedikit tidak nyaman.

"Untunglah tidak mengecewakanmu, mungkin," kata gadis itu.

Toneri menyadarinya. Pemuda itu menyadari perasaanya sendiri. Untuk pertamakalinya seorang gadis berhasil menyentuh perasaannya hanya dalam waktu singkat, terlalu singkat. Untuk pertamakalinya Toneri tertarik hanya karena seorang gadis memainkan sebuah lagu dengan piano untuknya. Ia sudah puluhan kali mendengarkan gadis-gadis bermain piano entah permainan itu untuknya atau untuk orang lain. Beberapa di antara gadis-gadis itu bahkan bermain lebih bagus dari permainan Hyuuga Hinata tadi. Tetapi kenapa piano yang dimainkan Hyuuga Hinata menarik hatinya? Kenapa Hyuuga Hinata yang beberapa saat lalu hanya terlihat sebagai gadis biasa di matanya, tiba-tiba berubah menjadi gadis yang sangat cantik? Ketika memikirkan perasaannya itu, Toneri menyadari bahwa itu adalah kesalahan. Ia tidak boleh berada di dekat Hinata terlalu lama jika seperti ini. Terutama di situasi seperti ini. Ia harus segera pulang, berbicara dan meyakinkan Ayahnya sebelum semuanya terlambat. Sebelum ia tidak bisa menyelematkan dirinya sendiri dan siapapun.

Toneri terus mengingat kejadian malam tadi. Pemuda itu sedang duduk di ruang keluarga, menunggu Ayahnya yang masih berada di ruang kerja meskipun ini hari libur. Hari sudah hampir sore dan Ayahnya berada di ruang kerja sejak siang tadi dan tak bisa diganggu. Ia harus segera berbicara dengan Ayahnya sebelum perasaannya semakin runyam. Lakukan seperti apa yang telah ia rencakan sejak beberapa hari lalu. Selama ia punya alasan yang jelas dan kuat, Ayahnya pasti akan menerima alasan tersebut. Tetapi jika alasan tersebut tidak bisa diterima, Toneri harus mencari alasan lain yang lebih kuat.

"Toneri, kau tidak pergi kemana-mana?" tanya Ayahnya yang baru saja turun dari lantai dua rumah mereka. Ruang kerja Ayahnya memang berada di lantai dua.

"Ayah, aku ingin bicara," ujar Toneri. Ayahnya terlihat bingung sebentar, lalu duduk di sofa di seberang meja yang berhadapan dengan Toneri.

"Masalah perjodohanmu?" tanya Ayahnya.

"Iya."

"Sebentar lagi kau akan lulus dan segera masuk kuliah. Jika kau belum juga memiliki pasangan, sembarangan gadis akan mendekatimu ketika masuk universitas," kata Ayahnya.

"Tapi aku tidak...menerima...perjodohan ini," kata Toneri tiba-tiba terbata. Pemuda itu tiba-tiba merasa tidak yakin.

"Hinata-chan itu gadis yang baik, cantik, pintar, dan cocok untuk mendampingimu. Ayah menyukainya, Ibumu juga. Gadis-gadis sebelumnya memang tidak jauh berbeda, tetapi Hinata-chan punya sesuatu yang tidak mereka miliki," jelas Ayahnya. Toneri berpikir keras bagaimana membalas perkataan Ayahnya, karena semuanya tidak berjalan sesuai rencana, karena pikirannya tiba-tiba tidak bisa bekerja dengan baik seperti biasa.

"Lagipula, Ayah Hinata-chan menyukaimu. Masalah cinta...rasanya gadis seperti Hinata-chan mungkin bisa meluluhkanmu hari ini, besok, atau mungkin lusa," ujar Ayahnya lagi.

"...Ayah, tapi..."

"Ayah ingin istirahat sebentar. Jika kau punya asalan yang lebih jelas kenapa kau menolak Hinata-chan, Ayah mungkin akan mempertimbangannya. Jika alasannya tidak bisa diterima, maka perjodohan akan tetap terjadi," ujar Ayahnya kemudian beranjak menuju ruang santai keluarga untuk istirahat.

Toneri hanya duduk terdiam di tempatnya. Pemuda itu menghela nafas.

"Apa yang harus kulakukan?" gumamnya.

Toneri memegang kepalanya penuh rasa khawatir dan cemas. Pemuda itu tidak khawatir dan mencemaskan siapapun sekarang. Bukan Hyuuga Hinata atau Uzumaki Naruto yang ia cemaskan. Ia khawatir dan cemas pada dirinya sendiri. Apa yang akan terjadi jika dia seperti ini? Apa yang akan terjadi jika ia hanya diam dan tidak melakukan apapun seperti yang telah ia rencanakan? Apa yang akan terjadi jika perjodohannya dengan Hyuuga Hinata harus tetap berlanjut? Antara dirinya, Hyuuga Hinata, dan Uzumaki Naruto, apa yang akan terjadi kemudian? Apa yang akan berubah? Siapa yang akan berubah? Bagaimana mereka akan berubah?

OoooO

[tbc]