Admirer


Naruto|Masashi Kishimoto, AdmirerChikara Shone. Romance, Drama. Sasuke×Naruto, T untuk segalanya, maaf sudah lama tidak Update, lagi nggak waras v(^^"). Fanfic ini hanya untuk kesenangan Author belaka, tidak untuk dikomersialkan. Bila ada tempat dan cerita yang sama, itu tidak disengaja. Tidak menerima flame.

Notes:
Yang tulisan di cetak miring atau italic :v itu adalah flashback atau tepatnya di masa lalu yang ada kaitannya dengan masa saat ini. oke sekian terimakasih dan selamat menikmati ceritanya.

Untuk diingat, cerita ini mengandung unsur Boys Love, Yaoi, Gay, Maho! Bila anda tidak menyukai harap keluar secepatnya.

Cekidot:


Chapter: 4


Dengan kilat, Deidara bangkit dari duduknya dan mulai mengobrak-abrik seluruh tempat di meja belajarnya bahkan seluruh kamarnya. Dia lupa, dia tidak boleh lupa dimana dia menyembunyikan buku tersebut.

'Jangan-jangan buku tersebut ikut aku bakar saat aku bersih-bersih minggu kemarin, oh jangan sampai itu terjadi.'

Dengan wajah yang sudah muai berkeringat dia terus mencari buku berisi ot-not yang penting peninggalan dari kakaknya. Dia terus mencari mulai semua tumpukan buku di atas meja, di dalam laci-laci, di dalam lemari, di semua tumpukan baju— sampai-sampai dia obrak abrik semua baju yang ada di lemari, dia terus mencari sampai di bawah tempat tidur.

"Percuma—"

Deidara menghempaskan tubuhnya di lantai yang tidak terlalu bersih tersebut yang sekarang sudah berantakan dengan buku-buku yang berserakan dan baju-baju yang bertebaran dimana-mana.

"—mungkin memang benar aku sudah membakarnya. Siaaaal! Betapa bodohnya aku, bagaimana bisa aku seceroboh ini. buku itu sangat penting."

Deidara memejamkan matanya, dan menutup wajah manisnya dengan kedua telapak tangannya. Beberapa saat tubuhnya bergetar kecil.

"Maafkan aku, Nii-Chan. Maafkan aku Sasuke."

.

"…Namikaze Naruto."

Seketika Sasuke membulatkan kedua mata indahnya, tidak percaya dengan apa yang dikatakan kakaknya, mulut Sasuke ingin menyanggah dengan kata-kata namun mulut itu hanya bisa menganga dengan getaran-getaran yang tidak bisa diartikan.

"Ada apa Sasuke? Kau terlihat sangat kaget."

Itachi mengambil foto yang masih dipegang Sasuke dan meletakkannya di dalam lemari, karena bingkai foto tersebut sudah rusak. Dia menoleh ke arah Sasuke dan menghela nafas.

"Ayo makan, aku sudah menyiapkan makanan untukmu."

Itachi berlalu terlebih dahulu menuju dapur meninggalkan Sasuke yang pikirannya semakin rumit dengan wajah sangat kalut.

'Ada apa ini sebenarnya. Permainan apa yang sebenarnya aku jalani ini. kenapa aku terjebak dalam posisi seperti ini. ini semua membuatku sangat bingung.'

"Heh, ini semua membuatku gila."

Sasuke beranjak dari tempatnya dan mulai menyusul kakaknya untuk makan malam.

.

"Deidara, kapan aku bisa sembuh ya?"

Suara lirih terdengar dari mulut seorang pemuda bertubuh kecil yang sekarang sedang berbaring di teras rumahnya yang di sampingnya terdapat adik keccilnya yang menemaninya berbaring. Menatap bintang-bintang yang terlihat bersinar di malam yang cerah ini.

"Nii-Chan~ Kau pasti akan sembuh dan akan menjalani hidup normal seperti orang-orang lain. Adik kecilmu ini yakin dengan hal itu. Nii-Chan pasti sembuh."

Naruto hanya tersenyum manis mendengar semangat dari adik tersayangnya. Sepersekian detik, senyum manisnya sudah berubah menjadi senyum getir. Wajahnya seperti menyimpan beribu kepedihan yang dia rasakan sendiri tanpa ingin berbagi dengan orang lain.

"Aku tadi tidak sengaja masuk ke kamar Kaa-Chan setelah kami pulang dari dokter. Tidak sengaja aku membaca hasil pemeriksaanku hari ini. Haha, di situ tertulis penyakitku sudah parah, sepertinya tidak ada harapan bagiku untuk sembuh. Dokter memvonisku umurku tidaklah lama lagi."

Sekejap adik tersayangnya bangun dari tidurnya dan menatap dirinya dengan sorot penuh luka dan amarah, rambut kuning panjangnya yang tergerai menutupi sebagian wajahnya tidak bisa menyembunyikan kedua bola matanya yang sudah mulai berkaca-kaca.

"Kau ini bicara apa! Dasar kakak bodoh, idiot, tolol! Harusnya Nii-Chan berjuang jangan pasrah seperti itu, aku benci itu. Aku… hiks aku tidak mau kehilangan Nii-Chan!"

Deidara kecil pun sudah tidak bisa membendung air matanya dan mengeluarkannya dengan sesenggukan yang tidak ada hentinya, tangannya yang kecil mencoba mengusap semua air mata yang keluar, namun tidak cukup dari itu.

"Haha, aku tidak akan meninggalkanmu. Yah bagaimana lagi, inilah takdir yang harus aku jalani. Lebih aku membuatnya menyenangkan sampai waktuku tiba."

Naruto tersenyum dan bangun dari tidurnya untuk memeluk adik kecilnya yang sangat dia sayangi.

"Percayalah kau tidak akan kehilangan diriku, Dei-Chan." Dibalik pelukannya, Naruto tersenyum sebentar dan wajahnya berubah menjadi kosong seperti pikirannya hilang melayang entah kemana.

Di balik pintu, seorang wanita dewasa dengan rabut merah panjang yang dia ikat. Tangannya memegang dada. Matanya sudah basah sedari tadi melihat kedua anaknya.

"Maafkan aku Naruto."

.

Di meja makan yang sedang di isi oleh dua orang pemuda ini hanya keheninganlah yang terjadi. Keduanya tidak ada yang ingin memulai ataupun membuka percakapan. Entah mereka sedang bertengkar, atau bingung, atau canggung. Tapi seperti itulah yang saat ini sedang terjadi.

Bosan dengan keadaan yang sangatlah sunyi, akhirnya salah satu dari keduanya yang paling dewasa memilih untuk membuka pembicaraan.

"Sebenarnya apa yang terjadi Sasuke, apa kau mengenal si Naruto itu?"

Sasuke langsung menghentikan aktivitas makannya dan menatap kakaknya sebentar lalu menggelengkan kepalanya.

Namun, setelah makanan yang dia kunyah sudah dia telan dia pun berkata pada kakaknya bukan untuk menjawab pertanyaan sang kakak.

"Apa kau percaya apabila Naruto temanmu itu bisa pergi ke masa depan?"

Giliran Itachi yang sekarang menghentikan aktivitas makannya dan menatap Sasuke tidak percaya. Beberapa saat kemudian Itachi tertawa kecil.

"Heeh, tidak ada orang yang bisa pergi ke masa depan ataupun ke masa lalu Sasuke. Semua orang pasti juga tidak akan ada yang percaya."

Sasuke meletakkan sendok dan garpunya di piring dan mulai menatap Itachi untuk melanjutkan pembicaraan serius yang terbilang konyol ini.

"Tapi, jika semua itu benar terjadi. Temanmu Namikaze Naruto itu bisa pergi ke masa depan dan dia memang lah sangat bahagia di sana. Bagaimana dengan itu?"

Itachi mengangkat sebelah alisnya bingung. Dia heran tidak biasanya adiknya ini melakukan pembicaraan yang nyata benar-benar tidak masuk akal seperti ini.

"Ada apa dengan dirimu ini Sasuke. Tidak biasanya kau mengajak membicarakan hal konyol seperti ini. jelas sekali dia hanya berbohong. Itu semua hanya imajinasinya yang memaksanya berfikir sangat indah untuk menentang hidupnya yang sebenarnya sangatlah menyedihkan."

"Tidak. Tidak ada apa-apa. Mungkin kau benar."

Sasuke kembali mengambil sendok dan garpunya dan mulai melanjutkan makannya yang tertunda.

.

"Apakah aku harus mencarinya disini?"

Deidara mengernyitkan wajahnya. Cahaya senter yang dia pegang sedang menyinari tumpukan kertas-kertas dan buku-buku bekas dan juga sampah-sampah lainnya yang sudah menghitam dan beberapa sudah lenyap akibat pembakaran satu minggu yang lalu.

"Tidak masalah! Demi kebahagiaan Nii-Chan, aku harus membantu Sasuke!"

Dia kepalkan tangannya membentuk tinju di udara dan mulai mencari sebuah buku berisi not-not peninggalan kakaknya yang kemungkinan besar pasti sudah hangus terbakar.

.

Itachi hanya menggelengkan kepalanya pelan atas tingkah aneh adiknya malam ini. Sambil beranjak dari duduknya dan mengambil piring miliknya dan Sasuke yang ternyata sudah selesai makan sedari tadi, dan Itachi akan membawanya untuk dicuci, dia berkata.

"Sebenarnya ada apa Sas? Apakah kau mengenalnya?"

Tangannya mulai memutar keran air dengan kecepatan sedang. Tangan yang satunya dia gunakan untuk mengambil sabun cuci dan meremasnya di spon agar busa yang dikeluarkan cukup banyak.

Hanya menggelengkan kepala, Sasuke yang sekarang sedang membantu kakaknya membersihkan tempat meja makan mereka dan dapur mereka hanya menggelengkan kepala tanpa bersuara.

Sambil memulai menggosokkan spon yang sudah penuh dengan busa di pring-piring kotor, Itachi masih saja terus bertanya kepada Sasuke.

"Ayolah, aku penasaran."

"Oh iya Itachi, sudah berapa lama kau lulus?"

Sasuke malah berganti bertanya, dia terus berjalan pelan sambil mengayunkan sapu yang berada di tangannya untuk membersihkan lantai dapur kecil mereka. Yah memang lantai itu sudah kelihatan cukup bersih. Namun tetap saja dia tidak enak hati dengan kakaknya, setidaknya walau kecil dia sudah membantu kakaknya.

"Sekitar 9 tahun yang kau dan aku ini terpaut jarak usia yang jauh. Jadi panggil aku dengan sopan. Aku ini kakakmu."

Sedikit sebal, Itachi melempar satu buah gelas atom ke arah kepala Sasuke. Untungnya Sasuke sempat membungkuk hingga gelas itu tidak mengenainya namun malah melewati jendela kecil mereka dan keluar.

"Kau ceroboh Itachi."

"Sekali lagi kau memanggilku seperti itu, piring ini yang akan aku lempar."

Meletakkan sapunya di sudut ruangan yang disebut dapur itu, Sasuke menuju ke keran air untuk mencuci tangannya. Setelah selesai dia keringkan tangannya dengan kain di sebelahnya dan dia langsung berlalu menuju kamarnya.

"Aku mau tidur dulu. Besok aku masih harus sekolah."

Itachi yang menoleh untuk melihat punggung sang adik yang semakin jauh hanya bisa menghela nafas dengan mengangkat alisnya heran dan khawatir.

"Sebenarnya apa yang sedang terjadi padamu Sasuke, tidak biasanya kau seperti ini. aku jadi khawatir."

Dan Itachi hanya menggelengkan kepalanya pelan sambil mengeringkan tangannya. Yaah, dia juga akan tidur, besok dia juga masih harus bekerja.

'Haah, setidaknya semoga kau biak-baik saja.'

.

"Setidaknya sekarang aku mengerti sedikit tentang dirimu, Naruto. Dan sedikit demi sedikit aku mengerti semua hal ini terjadi padamu, kenapa semua orang tidak bisa melihatmu."

Memiringkan badannya, mata kelam Sasuke menerawang semua apa yang terjadi di luar sana. Melalui jendela kamarnya yang sudah kusam dan tidak terlihat bening lagi. Seperti orang yang mengalami susah tidur, Sasuke kembali memutar tubuhnya sehingga menatap ke atas ke langit-langit kamarnya, yang dia lihat hanya satu bohlam kecil yang tidak cukup terang untuk menyinari kamarnya.

"Tapi, kenapa aku bisa melihatnya, kenapa cuma aku yang bisa melihatnya?"

Lengannya dia angkat untuk menutupi sebagian wajahnya, sedikit merasakan pusing di palanya dia memilih untuk memejamkan matanya. Namun tetap saja bayangan-bayangan, gambaran-gambaran mengenai Naruto masil terus terlintas di fikirannya, dia terlalu ingin tahu dan penasaran tentang semua mengenai Naruto dan menyelesaikan semuanya.

'Memang benar lebih baik aku tanyakan pada dirinya langsung besok saja.'

Dengan lengan yang masih menutupi sebagian wajahnya, Sasuke mencoba tenang dan terlelap, semoga hari esok dia dapat menyelesaikan semuanya dan mendapatkan ketenangan. Benar saja, dia merasa seperti dihantui satu hari ini oleh rasa penasarannya.

.

"Uhuk— Uhuk— Uhuk—"

Dipagi hari yang cerah ini, Beberapa bercak darah keluar dari mulut Naruto, mengenai kemeja putih tipis yang sedang dia kenakan sehingga menjadikannya berwarna merah muda pada beberapa bagian.

"Heeh— heeh— heeh—"

Dia mendudukkan badannya di sebelah pitu terasnya dan bersandar disana, kepalanya terasa pening dan berat sehingga dia tidak kuat untuk menyangganya lagi, hingga harus dia ikut sandarkan juga.

"Kaa-Chan! Nii-Chan, dia batuk dan mengeluarkan darah lagi! Kaa-Chaan!"

Deidara yang tidak sengaja lewat dan melihat Naruto tergeletak lemas di sebelah pintu langsung berlari menghampirinya dan berteriak memanggil ibunya. Tidak lama kemudian ibunya datang. Melihat raut wajahnya, Kushina, ibu Naruto terlihat sangat khawatir, takut dan cemas. Tidak kalah cemasnya dengan Deidara yang masih kecil.

Samar-samar karena pandangannya sudah mulai kabur, Naruto dapat melihat Ibunya yang sangat dia cintai dan juga adiknya menangis sambil terus menerus memanggil namanya. Dia juga merasakan tubuhnya seperti diguncang tiada hentinya.

"Narutooo! Narutooo! Narutoooo!"

'Mungkin waktuku tidak lama lagi.' Dan Naruto pun jatuh pingsan.

.

Sasuke sedari tadi duduk di bawah pohon, dimana dia kemarin telah diganggu oleh Naruto di situ. Dia menyandarkan kepalanya, dan memejamkan matanya. Bukan tertidur, dia hanya bersantai menikmati angin sejuk yang lewat. Bukan tanpa alasan, dia kesini hanya demi satu alasan, dia ingin bertemu dengan Naruto. Mungkin saja dia bertemu dengan Naruto di sini mengingat dia pernah bertemu Naruto juga disini. Selain ingin menanyakan semua rasa penasarannya, dia juga ingin melihat wajah ceria Naruto. Sepertinya dia benar-benar jatuh cinta pada pemuda kecil itu.

Sudah hampir satu jam dan dia tidak melihat tanda-tanda kehadiran Naruto.

"Huuuh—"

Menghela nafas cukup panjang, tanpa membuka matanya dia mendengar ada suara langkah kaki yang mendekat dan duduk di sampingnya. Dia berfikir mungkin saja itu Naruto.

"Sasuke-Kun, kan?"

Terdengar aneh, ini bukanlah suara Naruto, sedikit pun tidak ada miripnya. Segera dengan cepat membuka mata, yang dia temui adalah pemuda pucat ang tidak dia kenali dengan senyuman aneh di wajahnya yang sedang mengulurkan tangan kepadanya.

Sasuke tidak menanggapi uluran tangan dari pemuda tersebut dan lebih memilih sedikit bergeser membuat jarak dari pemuda tersebut sedikit cukup jauh.

Sedikit kecewa karena uluran tangannya tidak ditanggapi oleh Sasuke, pemuda tersebut lebh memilih tersenyum lagi sambil menyipitkan matanya dengan aneh.

"Oh iya, perkenalkan. Namaku Sai, Shimura Sai. Salam kenal."

"Hn." Dan hanya itulah jawaban dari Sasuke. Yang benar saja, dia sedari tadi disini hanya ingin menanti kedatangan dari pemuda yang dianggal Sasuke menyebalkan dihari kemarin. Tapi apa yang datang, pemuda aneh dengan senyum yang juga aneh.

"Kita kemarin sempat mendapatkan jam dalam satu kelas looh. Tapi aku tidak sempat memperkenalkan diriku padamu karena kau yang mendapatkan hukuman keluar dari kelas kemarin."

Lagi-lagi pemuda bernama Sai itu tersenyum aneh menghadap Sasuke. Sasuke yang meras tidak nyaman memilih untuk berdiri dan bersiap untuk pergi, sebelum akhirnya tangannya di pegang oleh Sai.

"Ada apa denganmu? Aku hanya ingin berteman dengan dirimu."

Kali ini senyuman aneh itu tidaklah Nampak di wajah Sai, ekspresinya saat ini menggambarkan kalau dia kecewa dengan tingkah Sasuke yang acuh saat diajaknya berteman.

Menghela nafas, Sasuke kembali duduk, namun kali ini lebih jauh dari tadi yang dia duduki. Sehingga Sai harus bergerak beberapa langkah untuk berada tepat di depan Sasuke.

Dan lagi-lagi dia tersenyum kearah Sasuke yang lebih memilih membuang muka memandang pemandangan lain.

"Oh iya, kau itu murid baru kan. Dulu kau bersekolah dimana?"

Sekarang Sasi menyilangkan kakinya dan duduk bersimpuh di depan Sasuke. Dia bertanya sambil mengeluarkan dua buah roti kering dari dalam tasnya. Satu dari rotinya dia berikan kepada Sasuke dan diterima oleh Sasuke setelah dia mengucapkan terimakasih.

"Aku bersekolah di Sekolah Musik Kumogakure."

"Lalu, kenapa kau memilih pindah ke Konoha? Bukannya sekolah music disana lebih bagus?"

Satu gigitan dan Sai melanjutkan pertanyaannya. Yang benar saja saat ini Sasuke sudah merasa seperti sedang diwawancara atau lebi tepatnya diintrogasi.

"Kedua orang tuaku meninggal dalam kecelakan, aku kesini untuk ikut dengan kakakku."

"Oh maaf."

Dan Sasuke lebih memilih diam tidak berkata apa-apa lagi. Roti yang diberikan oleh Sai tidak dia buka bungkusnya sama sekali. Matanya terus saja tertuju pada pintu dari gedung tua yang berada di sebelahnya. Mungkin saja dengan berharap ada Naruto yang tiba-tiba muncul keluar dari dalam gedung itu.

"Lalu kenapa kau berada disini, Sasuke-Kun? Kenapa tidak bergaung dengan yang lainnya saja di depan? Lagipula anak-anak yang kau kenali masih sedikit kan."

Entah apa dia sedang lapar atau apa, roti kering yang dimakan Sai saat ini sudah habis dan dia sekarang sedang menatap Sasuke dengan tatapan yang bisa diartikan dengan kekaguman dan yang ditatap hanya membuang muka acuh.

"Aku sedang menanti seseorang."

"Siapa orang itu? Apakah dia laki-laki atau, perempuan? Apa dia kekasihmu?"

Terlihat raut kecewa di wajah Sai. Sasuke rela duduk di bawah pohon ini sendirian ber jam-jam tanpa melakukan aktifitas apapun demi mnanti seseorang. Beruntung sekali orang itu. Begitulah pikir Sai, dia yang malah mengajukan diri untuk berkenalan malah di acuhkan oleh Sasuke seperti tidak dianggap walau beberapa kali Sasuke menjawab pertanyaannya. Bahkan roti yang dia beri pun tidak dimakan oleh Sasuke.

"Dia, Nar—"

"Hoy Saiii—! Ayo pergi, ini saatnya dirimu berlatih piano—!"

Belum sempat Sasuke menyelesaikan kalimatnya, Tiba-tiba saja seseorang perempuan berambut coklat gelap dengan tubuh besar berwarna coklat gelap juga, berteriak memanggil Sai dari kejauhan, dia lambaikan tangannya dan satu tangannya lagi dia dekatkan ke mulut yang dimaksud untuk melantangkan teriakannya. Di sebelahnya ada gadis cantik berkulit putih halus dan memiliki rambut kuing pudar yang terlihat kesal menatap Sai, anehnya perempuan yang satu ini memiliki warna mata yang berbeda dari lainnya, yaitu berwara ungu.

Sai yang sedikitkaget menoleh kearah kedua wanita itu dan lagi-lagi tersenyum aneh.

"Baiklah! Tunggu sebentar lagi Shion, Chouchou. Aku akan kesana!"

Sai pun ikut berteriak dan mulai bangkit dari duduknya, dia memandang Sasuke yang sedang menyandarkan kepalanya dengan mata tertutup dan berkata.

"Sasuke-Kun, aku pergi dulu yaa. Kalau butuh sesuatu temui aku saja. Aku selalu ada untukmu."

Dan Sai tersenyum kearah Sasuke sebelum akhirnya berlari menyusul kedua wanita itu dan kemudian berjalan menjauh dan menghilang.

Sasuke hanya menghela nafas. Semoga saja dia bisa bertemu dengan Naruto. Dia masih akan terus disini sampai dia bertemu Naruto. Walau harus membolos jam pelajaran. Biar saja dia di cap sebagai murid yang jelek padahal siswa baru. Ini semua demi cinta, yaah begitulah fikirnya.

.

Saat ini Naruto sedang duduk di ranjangnya dan bersandar di tembok. Hari ini dia tida masuk Sekolah gara-gara penyakitnya yang tiba-tiba saja kambuh tadi pagi. Dokter barusaja pulang dari rumah Naruto. Dan dia baru saja memunim obat dari dokter. Dia ingat dokter itu tadi berkat bahwa dia tidak apa-apa, dia baik-baik saja dan pasti akan sembuh. Yang terpenting dia harus serign beristirahat.

Yang benar saja. Itu semua bohong. Dia sudah tahu semuanya. Dia sudah tahu kalau umurnya tidak akan lama lagi. Dia sebentar lagi akan mati.

'Kenapa harus saat-saat aku berbahagia sudah bertemu dengan dirinya. Kenapa waktuku tidak lama lagi.'

Sesaat Sasuke terlintas di fikirannya dan membuanya berinisiatif untuk membuat sketsa wajah Sasuke di kertas kosong yang sedari tadi dia pegang. Hanya menggambar yang dia bisa saat ini, pergi ke sekolah dan bermain di piano itu untuk menemui Sasuke? Tidak mungkin, itu bisa memperpendek umurnya. Bisa saja dia mati di jalan, mengingat kondisinya saat ini.

Selang beberapa menit dia menggoreskan pensil di kertas kosongnya yang sekarang hampir penuh, tiba-tiba saja ibunya masuk ke kamarnya dan menghampirinya. Duduk di ranjang, di sebelahnya dan mengelus surai jabrik berwarna kuning cerah miliknya.

"Siapa yang sedang kau lukis, Naru-Chan?"

Melihat Naruto tidak berhenti menggambar, ibunya pun melirik apa yang sedang digambar oleh Naruto dan bertanya.

"Ini adalah pemuda yang aku temui, yang aku ceritakan pada ibu kemarin."

"Apakah itu pemuda yang kau temui dari piano itu?"

"Iya, Kaa-Chan."

Mendengar ucapan dari anaknya, Ibunya hanya memandang sang anak dengan tatapan sedih. Matanya sudah berkaca-kaca. Dia sudah tidak tahan lagi, dia tidak mau menangis di depan Naruto sehingga dia tanpa pamit memilih untuk pergi meninggalkan Naruto.

.

Ini sudah hampir saatnya pulang, dan Sasuke sama sekali tidak melihat Naruto di sekitar gedung tua ini. betapa bodohnya dia, mungkin saja Naruto sedang mengikuti pelajaran dan tidak keluar dari kelas sama sekali.

Tidak, setahu Sasuke Naruto berasal dari masa lalu dan dia tidak bisa dilihat oleh siapapun dari masa sekarang. Lalu untuk apa dia mengikuti pelajaran. Apakah dia tidak datang ke masa saat ini? Sumpah ini semua membuat Sasuke semakin bingung. Apakah benar Naruto berasal dari masa lalu? Mengingat foto milik Itachi itu memang sangatlah benar. Tetapi apakah benar ada orang yang bisa pergi ke masa depan. Ataukan ini semua hanyalah kebetulan ada seseorang yang memeiliki wajah yang sama dengan teman Itachi dahulu dengan nama yang sama juga. Namun, dari perkataan Itachi bila temannya mengumbar bahwa dia bisa pergi ke masa depan, itu sangatlah nyambung dari semua yang terjadi.

Naruto teman Itachi adalah seorang pendiam di masa lalu dan tidak memiliki teman, lalu dia pergi ke gedung yang sekarang menjadi gedung tua dan dia bisa pergi ke masa sekarang dan tidak seorang pun bisa melihatnya sampai suatu hari dia bertemu Sasuke seseorang yang bisa melihatnya dan hal itu membuatnya bahagia. Seperti itulah setidaknya kesimpulan Sasuke. Entah itu benar atau salah.

Betapa bodohnya dia, kenapa tidak dia tanyakan saja kepada Deidara. Deidara adalah adik dari Naruto kan.

Dengan bergegas, mengingat ini sudah saat jam untuk pulang, dia mencari Deidara.

Sasuke masuki semua kelas yang ada di gedung pertama dan kedua namun tak satupun dari kelas tersebut dia berjumpa dengan sosok sang ketua osis. Kemudian dia berlari kearah kantin, lapangan olahraga dan ruang kesehatan dan tidak ada juga orang yang bernama Deidara itu.

Para siswa yang melihat Sasuke berlari seperti orang yang di kejar setan, tergesa-gesa dan terburu-buru kebingungan. Namun tidak dihiraukan semua pandangan aneh dari semua siswa untuknya, Sasuke terus berlari. Sudah semua tempat di sekolahan ini dia datangi dan tidak dia temukan benar dia sudah pulang.

Dengan putus asa, tiba-tiba Sasuke ingat.

"Hm—setiap pulang Sekolah, aku selalu duduk disini untuk mengistirahatkan pikiranku. Aku suka tempat ini, aku bisa melihat matahari terbenam dengan hiasa bunga lily putih di bawahnya. Itu adalah kedua hal yang sangat aku sukai—"

Tiba-tiba saja perkataan Deidara terlintas di fikirannya. Tanpa basa-basi Sasuke langsung bangkit dan berlari menuju ke tempat dimana dia yakini pasti ada Deidara disana.

Hampir saja Sasuke keluar dari gerbang Sekolahan, tiba-tiba dia bertemu dengan Shimura Sai yang memanggilnya dan berlari mendekatinya. Dengan reflex, Sasuke langsung berhenti dan menoleh kearah orang yang berteriak memanggil namanya.

"Apakah kau mau pulang Sasuke-Kun?"

Lagi-lagi dan lagi senyuman aneh dikeluarkan Sai untuk Sasuke. Sasuke yang merasa kebingungan sendiri hanya menjawab dengan kata "Hn." Sambil mengangguk.

Tanpa meminta persetujuan dari Sasuke, Sai tiba-tiba memegang lengan Sasuke dan mendekatkan tubuhnya. Yang benar saja hal itu berhasil membuat Sasuke merinding.

"Apakah kau mau mengantarku pulang, Sasuke-Kun?"

Tidak enak bila Sasuke langsung menolak permintaan Sai, namun dia tidak berminat untuk mengantar pulang pemuda ini, dia masih ada urusan yang harus dia selesaikan dan dia harus cepat. Tapi bagaimana dia bisa cepat bila Sai menempel padanya seperti ini.

"Aku ada urusan dengan temanku di suatu tempat. Aku tak bisa mengantarmu pulang, um— Sai."

Dan Sasuke langsung menghempaskan tangannya untuk melepas pegangan Sai. Setelah benar-benar Sai tidak memegang lengannya, dengan cepat Sasuke berlari menuju tempat yang sudah pasti dia yakini ada Deidara disana. Menghiraukan Sai yang berteriak-teriak protes memanggil namanya dengan eksprsi kesal dan kecewa.

.

Sesampainya disana, Sasuke melihat dari kejauhan, ada seseorang yang duduk di tempat duduk, yang kemarin diduduki Deidara. Orang tersebut memiliki rambut kuning yang cukup panjang sepanjang pundak, yang di ikat satu. Sasuke pikir, mungkin Deidara memotong rambutnya, atau mungkin saja itu Naruto. Sangat beruntung Sasuke bila itu adalah Naruto, namun tidak mungkin, mana mungkin rambut Naruto yang kemarin masih pendek berantakan sekarang sudah bisa di ikat. Kemungkinan itu adalah Deidara.

Sasuke pun tersenyum, tanpa sabar dia berlari menuju seseorang tersebut. Sesampainya dekat dengan seseorang itu, Sasuke menepuk orang yang saat ini menundukkan kepalanya itu. Dan betapa kagetnya Sasuke ketika orang itu menoleh, dia bukanlah Deidara. Dia adalah seorang wanita dewasa yang memiliki mata berwarna coklat. Tidak mirip sama sekali dengan Deidara.

'Kenapa tidak aku lihat dulu pakaiannya, dia memakai celana hitam panjang yang pantas dipakai perempuan, bukan laki-laki. Dia juga tidak memakai seragam sekolahan kami. Betapa bodohnya aku.'

"Oh ada apa nak?"

Wanita itu bertanya dengan baik kepada Sasuke sambil tersenyum. Sasuke yang merasa malu hanya bisa meminta maaf sambil membungkukkan badan setelah itu dia pergi pulang. Gagal sudah keinginannya untuk bertemu dengan Deidara maupun Naruto. Mungkin memang bukan saatnya dia tahu semuanya dan masih terjebak dalam rasa penasarannya ini.

Dan Sasuke pun menghela nafas, pulang dengan lesu menuju rumah sederhananya.

.

"Kaa-Chaan, biarkan aku besok bersekolah yaa?"

Terlihat sekali Naruto merengek kepada ibunya yang saat ini sedang berada disampingnya, menyiapkan makanan dan obat untuk Naruto makan nanti. Kushina hanya bisa tersenyum dan mengelus surai anaknya.

"Kalau kau sudah merasa sehat, kau boleh bersekolah Naru."

Dan Naruto pun hanya tersenyum sambil merentangkan tangan akan memeluk ibunya yang tentu saja disambut oleh sang ibu.

"Terimakasih, Kaa-Chan."


To Be Continued


Halllloooooooooo~ Shone Loveeeerszzzzzttt! Muach muach muach mumumu:* Shone hadir lagi dengan senyum yang merekah meriah! Sebentar lagi lebaran! *yeay* Baiklah, Apabila Shone pernah menyakiti hati para readers, membuat readers marah, sebel. Apabila Shone punya salah, di hari raya Idul Fitri Shone dan segenap keluarga mau mengucapkan,

MINAL ADZIN WAL FAIDZIN, MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN"

Selamat hari raya Idul Fitri :* Oh iya membahas fanfic ini, di chapter ini sepertinya nggak ada greget2nya sama sekali yaa? Maaf Shone Cuma bisa segini, apadaya Shone manusia biasa, orang pinggiran. *lihatlah dan bukalah mata hatimu, melihat Shone lemah terluka, namun semangatnya takkan pernah pudar. Hingga Tuhan kan berikan jalaan. Nananan~*

Yaah maaf kalo chapter ini nggak greget sama sekali, ini semua demi jalannya cerita. Hehehehehe :* dan sepertinya Fanfic ini sebentar lagi akan tamat deh kurang beberapa chap gitooooh :v yaa Shone kan pernah bilang kalo fic ini nggak panjang chapternya. Hehehehe..!

Ntar buat yang kangen PM atau review aja yaa. Ntar Shone buatin prologue atau epilogue atau apalah namanya gue lupa. Hahaha gue kepedean emang ada yang kangen yaa aama fic ini. T^T

Yaah maaf lah kalau kali ini Shone cerocosnya panjang karena sebentar lagi kan lebaran, pasti Shone bakalan lama nggak apdet, jadi mumpung lagi mood ngetik, Shone tulis semuanya apapun yang gak penting sekaligus.

Dan sedikit curhat, gue bingung mau gimana ngelanjutin fanfic gue yang berjudul "Bang Bang Bang!" T^T serius deh syaraf humoris gue menghilang dan gue nggak bisa ngelucu lagi. Jadi bingung mau gimana nih, terlanjur fic itu genre nya humor ya Tuhan!

Yasudahlah, kayaknya udah pancang bacotan gak penting dari Shone. Oh iya maaf masih nggak bisa bales review, ini koneksi internet gak ada, gue ngetiknya di MS Word jadi gak tau review dari Shone Lovers kayak apa, jadinya bingung mau bales gimana. Yang pasti tuh, makasih banyak udah review semua karya-karya aneh dari Shone dan makasih banyak udah nge follow, nge fav, dan makasih beeeet buat yang diem-diem ngikutin baca semua, tapi gak nge follow, gak nge fav dan gak nge review, kalian berjasa deh T^T dan makasih yang udah nge review tapi nggak nge follow/fav. Dan satu lagi makasih bingo yang udah nge follow/fav tapi nggak ninggalin review :3

Sekian dan terimakasih, Sampai jumpa dan Read n Review Please Muach :*