Memiliki satu orang kakak yang protektif, pasti membuat ruang gerak seorang adik menjadi terbatas. Apalagi jika mempunyai lima orang kakak yang super protektif, pasti rasanya akan sangat—
Jika kalian ingin tahu bagaimana rasanya, coba tanyakan pada Tetsuya. Pemuda yang baru saja menginjakkan usia 16 tahun ini memiliki lima orang kakak laki-laki yang sangat super duper protektif. Seijuurou si sulung adalah pemuda dengan surai merah dan manik heterochome, merupakan pemimpin perusahan keluarga, mengantikan peran ayahnya yang meninggal karena kecelakan beberapa tahun yang lalu. Tujuan hidupnya hanya satu, memastikan semua hal sesuai dengan prediksinya.
Shintarou, atau biasa dikenal dengan dr. Shintarou merupakan dokter muda menawan dengan surai hijau dan manik zamrud mempesona, yang kini sudah mengambil alih rumah sakit mendiang sang ibu yang meninggal setelah melahirkan si bungsu, motto hidupnya adalah selalu berpegang teguh pada pendapat oha-asa.
Putra ketiga Atsushi, terlalu mencintai makanan melebihi segalanya, mendirikan sebuah toko kue sejak lulus kuliah. Perawakannya tinggi menjulang lebih dari dua meter dengan surai ungu panjang melebihi telinga dan manik yang senada dengan surainya. Memiliki wajah yang jenaka, namun akan berubah jadi garang saat ada pengunjung yang tidak membayar di tokonya. Keinginan hidupnya hanya satu, ingin memakan sang adik paling bungsu (?), maksudnya ingin membuat kue yang mirip dengan wajah imut sang bungsu.
Si muka mesum, dekil dan tukang tidur. Daiki adalah putra keempat. Pemuda yang masih duduk di bangku kuliah ini bercita-cita menjadi seorang penjaga pantai dengan tujuan dapat memandang remaja-remaja muda dengan bikini-bikini mereka yang super aduhai. Bentuk tubuhnya yang tinggi besar, surai dan manik matanya yang berwarna navy blue, ditambah dengan kulit yang coklat eksotis memang sangat mendukung penampilannya menjadi seorang penjaga pantai. Keinginan terbesar dalam hidupnya yang sampai sekarang belum terpenuhi adalah mendandani adik bungsunya dengan bikini model terbaru.
Satu, dua, tiga, empat, tinggal putra kelima. Sang model ternama Ryota. Pemuda yang masih duduk ditahun terakhir SMA ini tak kalah menawannya dengan kakak-kakaknya. Rambutnya pirang menggoda, ditambah dengan manik sewarna coklat madu sangat menunjang penampilannya untuk menjadi model internasional. Misi hidupnya adalah selalu menyayangi Tetsuya sepanjang hidupnya.
Jangan ada yang heran kenapa mereka memiliki surai dan manik mata yang berbeda untuk ukuran saudara sekandung. Salahkan saja sang ibu yang merupakan seorang dokter kandungan, sehingga sering membuat eksprerimen-eksperimen yang membuat wajah, postur tubuh dan sifat keenam putranya menjadi sangat berbeda.
.
.
.
.
.
*Protektif Overdosis*
Disclaimer:
Kuroko No Basuke © Fujimaki Tadatosi
Story by Aoi-Umay
Pairing:
Tetsuya x GoM!Posesif
Warning:
Typo, OOC yang berlebihan, sedikit Humor, AU parah
DLDR, R&R please...
Enjoy Reading Minna... ^^
.
.
.
.
.
One-Shot 1 : Si Bungsu Tetsuya
.
.
.
.
.
Tirai berwarna biru itu disibak, membuat sesosok pemuda dengan surai baby-blue sedikit beringsut dan kembali bergelung pada selimut tebalnya, menghalangi cahaya surya yang mendobrak masuk dari celah-celah jendela kamarnya.
"Tetsucchi... sudah pagi –ssu, ayo bangun. kau tidak ingin terlambat dihari pertamamu masuk SMU bukan?"
Sang pemuda yang sebelumnya menyibak tirai, kini sudah berpindah ke samping ranjang dan mulai membangunkan sang adik yang nampak masih enggan untuk menerbitkan manik azurenya.
"Tetsucchi... ayo bangun –ssu." panggil sang kakak sambil menguncangkan bahu sang adik dengan lembut.
Pemuda berkulit pucat yang sebelumnya dipanggil Tetsucchi itu menguap lebar, dengan bedheadnya yang nampak seperti super seiya, manik azurenya nampak malas walaupun usah dikucek berulang kali dengan tangan pucat miliknya.
"Ryota-nii... selamat pagi. Sekarang jam berapa?"
"Mou~ Tetsucchi, sekarang sudah waktunya sarapan dan semua orang sudah menunggu di ruang makan."
Manik azure itu membola, selarut apa semalam dia bergadang, sehingga sekarang dia harus bangun dengan sangat terlambat. Oh... dan demi apapun yang ada di dunia ini, Tetsuya tidak ingin melihat wajah masam sang sulung jika dia terlambat sampai di ruang makan.
"Aku akan segera berge—"
Kalimat itu terpotong, karena sepasang tangan asing sang kakak kini sudah mulai menjamah piamanya dan bergerak untuk membuka kancing satu persatu.
"Apa yang niichan lakukan?"
"Membantu Tetsucchi mandi seperti biasanya."
Wajah datar itu merengut kesal, pipinya mengembung dan jemarinya menepis sepasang tangan sang kakak yang terus bergerilya di atas piamanya.
"Aku sudah besar niichan, sudah SMU. Tolong biarkan aku mandi sendiri."
Gantian, kini sang kakak yang mengembungkan pipinya, tidak terima dengan penolakan sang adik.
Tetsuya segera turun dari ranjang, mendorong sang kakak agar segera keluar dari kamar pribadinya, dia tak ingin membuat keempat kakaknya makin kesal karena si bungsu yang tak kunjung muncul untuk sarapan.
( -_- )
Sepuluh menit berikutnya, Tetsuya sudah melesat menuju ruang makan mansion besar milik keluarganya, beberapa pelayan yang hilir mudik di sepanjang lorong menyapa sang tuan muda yang dibalas dengan senyuman ringan dari Tetsuya, dia harus bergegas, dia sudah sangat terlambat untuk acara makan pagi.
Pintu tinggi dari kayu pohon oak, didorong sehingga menerbitkan pemuda dengan berbagai surai warna-warni, berbagai macam bentuk tinggi badan dan wajah yang berbeda sedang duduk rapi menempati tempat duduknya masing-masing. Seijuurou duduk tepat di ujung meja, menempati kursi yang dulu selalu digunakan sang ayah sebelum meninggal, di sebelah kirinya sang kakak kedua, Shintarou sedang duduk sambil mengelus sebuah boneka anak ayam berwarna kuning, yang disinyalir sebagai lucky itemnya hari ini berdasarkan titah sang oha-asa yang mulia. Di depan Shintarou, duduk Atsushi sambil memeluk sekantong makanan kecil, si pemilik kedai kue ini memang tidak bisa jauh-jauh dari yang namanya makanan, di samping Atsushi duduk sang model Ryota dengan senyum cerahnya, sedang melambai-lambaikan tangan penuh semangat pada pemuda yang baru saja masuk ke ruang makan.
"Tetsucchi~ Tetsucchi~ " panggilnya ceria, tak menghiraukan si sulung yang bermuka masam.
Di depan sang pemuda blonde, duduk sang putra keempat Daiki, wajahnya nampak malas seperti biasa, dengan diselingi kuap sesekali. Dan tempat duduk Tetsutya adalah tepat berhadapan dengan Seijuurou, tempat dimana mendiang sang ibu selalu duduk ketika makan.
"Kau terlambat Tetsuya."
Suara tajam itu langsung menohok si bungsu yang baru saja mengeser tempat duduk, benar dugaannya, dia akan kena damprat karena telat masuk ke ruang makan.
"Maaf, Sei-nii... semalam aku bergadang, sehingga aku telat bangun."
Si sulung menyilangkan tangan di depan dada, heterochomenya menghujam tajam pada azure yang duduk di seberang meja.
"Kau tahu kan Tetsuya, kita tidak akan memulai sarapan jika semua belum berkumpul."
Iya... iya... Tetsuya tahu beraturan itu, tidak bisakah sang kakak pertamanya ini sedikit melonggarkan peraturan yang ada di rumah. Tidak semua manusia bisa sesempurna dirinya.
"Sudahlah Seijuurou, karena sudah siang lebih baik kita memulai sarapannya, nanodayo."
Tetsuya ingin sekali mencium sang kakak bersurai lumut ini, oh... betapa baik hatinya sang kakak yang tsundere ini, kerena telah mengalihkan pembicaraan di depan sang sulung yang absolut.
"Nee~ benar... aku sudah sangat kelaparan, dan aku butuh asupan karbohidrat –ssu." si putra kelima yang blonde, menghentak-hentakkan garpu dan pisau yang ada di tangannya dengan heboh.
Heterochome itu kembali menghujamkan tatapan tajamnya, namun korban yang kurang beruntung kali kini adalah si blonde yang baru saja menjelma menjadi toa berjalan, Ryota kicep di tempat, tatapan sang sulung memang begitu mengerikan.
"Aku belum selesai bicara, berani sekali kalian memotongnya."
GLEK
Selesai sudah semuanya, jika Seijuurou sudah bertitah, tak akan ada yang kembali punya kekuatan untuk menentang sang sulung yang merangkap sebagai kepala keluarga. Heterochome itu sekali lagi kembali menatap si bungsu yang masih setia dengan ekspresi datarnya.
"Sepertinya kau masih perlu didisiplinkan lagi Tetsuya," azure itu melotot sempurna, telinganya tidak salah dengarkan? Ada nada yang sangat mengancam sampai pada dua belah telinganya. Tetsuya sangat berharap tuli seketika.
"—Kau akan tetap ku antar jemput saat sekolah."
"Tapi niichan, kita kan sudah sepakat. Aku akan bebas saat aku masuk—"
"Aku tidak suka dibantah, Tetsuya."
Semua pasang mata nampak menatap penuh kasihan pada si bungsu yang hampir terkaca-kaca, kebebasannya terengut kembali tanpa alasan yang jelas.
"Pembicaraan selesai, kita mulai sarapan sebelum hari semakin siang."
( -_- )
Desahan napas itu beulang kali di dengar Seijuurou, mahluk mungil nan manis yang kini duduk berdua dengannya di bangku belakang sebuah lexus mewah nampak memanyunkan bibir panjang-panjang. Gerutuan samar juga ikut terdengar, salahkan saja suasana yang sunyi senyap sehingga bisa membuat Seijuurou dengan leluasa dapat mendengar desah, resah si bungsu.
"Kenapa Tetsuya?" tanya Seijuurou dengan nadanya yang mengejek.
"Niichan jahat." dua penggal kata itu membuat Seijuurou menaikkan alisnya, heran. Tentu saja.
"Kau sudah tahukan kalau aku tidak pernah setuju dengan usulanmu yang 'ingin bebas' itu."
Wajah yang cemberut itu kini makin cemberut ditambah dengan pipi yang dikembungkan.
"Aku sudah besar niichan. Jadi tolong berhentilah bersikap seolah aku masih kecil."
"Orang dewasa tidak akan membutuhkan orang lain untuk sekedar membangunkannya dipagi hari. Dan juga bisa mengatur waktunya sendiri untuk datang tepat waktu saat sarapan."
Oh... hanya karena hal sepele itukah sehingga Tetsuya kembali terkungkung karena kebebasannya terengut lagi oleh sang kakak? Kalau begitu salahkan saja Tetsuya sang semalam terlalu senang karena berharap hari ini adalah hari perdananya merayakan kebebasan sehingga membuatnya tak dapat tidur karena euforia yang berlebihan.
Decit mobil beradu dengan jalanan yang menandakan SMU Seirin sudah ada dihadapannya.
"Aku akan menjemputmu saat pulang sekolah."
Seijuurou berpesan pada sang adik yang mulai membuka pintu mobil dan melangkahkan kakinya keluar.
"Sei-nii tidak perlu repot-repot, bekerja saja dengan tenang. Jangan perdulikan aku."
"Oh... jadi kau lebih memilih aku mengerahkan seluruh pengawal kita hanya untuk menjemputmu, begitu Tetsuya?"
"Huh—, terserah niichan saja."
BLAM
Bunyi pintu mobil yang dibanting mengakhiri perbincangan adik dan kakak itu, dan pada detik berikutnya lexus hitam melaju membawa sang sulung yang makin lebar menampilkan seringainya.
( -_- )
Bel istirahat sudah berbunyi, penat menjalari siswa baru SMU Seirin, siapa yang bilang bahwa acara perkenalan tidak akan membuat kaki menjadi sangat kram seperti sekarang. Hampir dua jam berdiri ditengah-tengah lapangan sekolah hanya untuk mendengarkan pidato kepala sekolah adalah acara paling menyakitkan sepanjang masa.
Dan kini telinga Tetsuya kembali sakit ketika satu panggilan khas itu hingap ditelinganya.
"Tetsucchi~"
Tetsuya berbalik dengan gerakan slow motion, dan manik matanya membulat dengan sempurna saat melihat pirang melambaikan tangan dengan wajah yang super ceria didampingi navy blue yang nampak malas di samping kirinya, dan si jangkung ungu di sebelah kanannya.
Ingin rasanya Tetsuya pura-pura tidak mengenal tiga pemuda yang kini sedang berdiri di depan pintu gerbang, ingin rasanya Tetsuya menjadi setipis sutra sehingga membuatnya nampak kasat mata.
"Apa yang niichan lakukan disini."
Tak ingin menjadi seorang adik yang durhaka pada kakaknya, mau tidak mau, rela tidak rela Tetsuya melangkahkan kakinya untuk berlari menyongsong ketiga kakaknya itu.
"Aku hanya ingin melihat sekolah Tetsucchi." satu lengan terjulur untuk mengacak-acak surai baby-blue pemuda yang terlihat paling mungil.
"Tapi Ryota-nii kan juga harus berada di sekolah."
"Aku bosan berada di sekolah, lagipula kenapa Tetsucchi tidak memilih satu sekolah denganku –ssu."
'Karena aku tidak mau kau selalu mengikutiku niichan.' batin Tetsuya
Tapi seorang Tetsuya yang baik hati tidak mungkin menjawab dengan kata-kata sekejam itu, "Aku hanya merasa bahwa sekolah ini sangat cocok untukku niichan." dan jawaban itulah yang terlontar senutupi alasan yang sebenarnya.
"Daiki-nii juga kenapa ada disini? Tidak kuliah?" tanya Tetsuya kini ditujukan pada pemuda yang menjulang tak jauh darinya.
"Aku hanya ingin memastikan bahwa sekolamu aman Tetsu, memastikan tidak ada berandalan yang akan menganggumu."
"Bohong, pasti Daiki-nii hanya ingin melihat apakah di sekolahku ada wanita cantik yang bisa dikencani, iya kan?" tuduh Tetsuya dengan nada yang terdengar merendahkan.
"Kau terlalu rendah menilaiku Tetsu, aku tidak akan melakukan hal rendah seperti itu." Ganti sekarang telapak tangan besar pemuda tan mengacak-acak surai si bungsu, dan Tetsuya hanya bisa terkekeh pelan.
"Lalu Atsushi-nii? Kenapa juga ikut ke sekolah?"
"Mou~ aku mengantar ini pada Tetsuchin." sebuah kotak bekal yang dibungkus dengan kain berwana biru disodorkan padanya. Dan Tetsuya hanya menepuk jidatnya pelan setelah itu menerima kotak bekal yang terjulur.
"Nee~ karena kita sudah berada di sini, bagaimana kalau kita sekalian berjalan-jalan untuk melihat sekolah baru Tetsucchi –ssu."
Buru-buru Tetsuya merentangkan kedua lengannya untuk menghalangi ketiga kakaknya yang berniat menerobos masuk ke dalam sekolah.
"Sebaiknya niichan segera kembali, aku sebentar lagi juga harus mulai masuk ke kelas."
"Sekarang kan baru saja mulai istirahat makan siang Tetsu, tidak mungkin istirahat berakhir secepat itu."
"Kepala sekolah Seirin sangat disiplin, sehingga istirahat makan siangnya juga dikurangi." kilah Tetsuya.
"Jika memang seperti itu, Tetsuchin harus pindah sekolah saja. Aku tidak ingin Tetsuchin sekolah di sekolah yang kepala sekolah jahat seperti itu."
Salah kata, salah kalimat. Seharusnya Tetsuya tak perlu mengatakan hal bohong seperti itu, sehingga membuat ketiga kakaknya makin merangsek untuk masuk ke dalam sekolah.
"Sudahlah niichan... Aku sudah besar, tolong biarkan aku bersekolah sendiri." Tetsuya masih berusaha menghalangi ketiga kakaknya yang ingin menginfasi sekolahnya. Dia tak ingin kejadian yang lalu-lalu terulang kembali. Dimana saat SMP semua kakaknya menemaninya saat hari pertama sekolah. Semua kakaknya bergerombol menunggui Tetsuya selayaknya mengantar siswa TK yang baru mulai sekolah.
Satu persatu bahu sang kakak didorong pelan, secepatnya Tetsuya harus mengusir kakak-kakaknya sebelum mereka menjadi pusat perhatian dan membuat keadaan semakin runyam.
Dan dengan berat hati ketiga pemuda menawan itu harus rela meninggalkan sekolah sang adik, dari pada melihat sang adik menangis karena sedari tadi manik azure itu sudah berkaca-kaca.
( -_- )
Saatnya pulang sekolah, hari ini dapat Tetsuya jalani dengan tenang. Siang tadi Tetsuya juga berhasil menghalangi kakaknya yang ingin merangsek masuk ke sekolahnya, walaupun Tetsuya harus mengeluarkan jurus pamungkasnya, wajah moe dengan tambahan manik yang berkaca-kaca. Setidaknya satu jurus itu selalu berhasil untuk membuat kakak-kakaknya—minus Seijuurou tentunya— meloloskan semua permintaannya.
Tetsuya mendesah saat manik azurenya menangkap sebuah lexus hitam sudah terparkir rapi di depan sekolahnya. Sang kakak menepati janjinya untuk menjemput secara pribadi. Tak seperti kakak-kakaknya yang lain, si kakak yang satu ini sangat sulit dikalahkan, apalagi dengan jurus moe miliknya. Bisa dipastikan si sulung hanya akan menambahkan kesengsaraan padanya.
Mondar-mandir sepanjang koridor, tidak membuat Tetsuya menemukan ide cemerlang untuk menghadapi sang kakak, Tetsuya selalu merasa heterochome milik sang kakak itu bisa melihat bergerakan yang dilakukan sehingga membuatnya selalu terpojok dan kalah.
Satu ide gila terlintas, jika Tetsuya tak mampu menghadapi sang kakak secara langsung, lebih baik kabur saja. Dan pada detik berikutnya, Tetsuya sudah melesatkan kakinya menuju gerbang belakang sekolah, dan berlari sekencang-kencangnya menjauh dari area sekolah.
"Berhasil... aku bebas." Teriaknya bersuka cita.
( -_- )
Bermeter-meter kaki Tetsuya berlari, dan kini dia harus berhenti karena tempat yang didatangi sangat asing baginya. Tetsuya yang bagaikan pangeran mansion, tak pernah menginjakkan kaki sendirian. Selalu ada pengawal atau sang kakak yang menemaninya. Dan kini pemuda bersurai baby-blue itu terdampar di daerah antah berantah, gedung-gedung tinggi menghalangi cahaya mentari yang semakin tenggelam, bau menyengat sampah membuatnya mual, dan suara-suara asing nan berat membuat bulu romanya meremang dan memaksanya mengirimkan sinyal pada otak bahwa situasi yang akan dihadapinya saat ini sangat tidak menguntungkan. Tersesat, sendirian, tanpa bertahanan dan ketakutan.
Tetsuya mundur perlahan sambil memasang ekspresi waspada, ditambah dengan kuda-kuda yang mencoba untuk bertahan apabila ada bahaya mendekat. Namun sayangnya prediksi Tetsuya meleset, bahaya tidak datang dari depan tapi dari belakang, sebuah lengan terjulur dan membekap Tetsuya dari belakang, sebuah sapu tangan menghalangi satu-satunya alat pernapasan miliknya, harum kloroform membuatnya pusing dan pada detik berikutnya tubuhnya melemah dan kesadarannya hilang sempurna.
( -_- )
Pening menjalari kepala Tetsuya, kelopak matanya terbuka perlahan. Sebuah pemandangan asing terpampang sempurna, walaupun tempat itu cukup gelap, setidaknya Tetsuya cukup sadar untuk mengartikan dia bukan berada di mansionnya yang mewah.
Sebuah denting logam menarik perhatiannya, membuat Tetsuya menolehkan kepalanya kearah kiri, dan disambut dengan tatapan dingin pria tambun dengan tubuhnya yang penuh dengan tato. Seringai kejam terpasang di wajahnya, perlahan langkah pria itu mendekati sang pemuda.
Insting alami Tetsuya menyuruhnya untuk segera menghindar dari situasi menegangkan ini, namun kaki dan tangan yang terikat pada sebuah kursi membuat pergerakannya sangat terhambat. Decit kursi yang berusaha digeser membuat sang pria makin menyeringai kejam.
"Mau kemana kau bocah? Tenang saja, kakakmu sedang dalam perjalanan kesini dengan uang jaminan untuk menyelamatkanmu."
DEG
'Aku korban penculikan dengan tebusan.' batin Tetsuya polos.
"Manusia seperti kalian sangat mengganggu, kalian dengan santainya berfoya-foya dengan uang hasil warisan, sedangkan kami harus bekerja keras untuk mendapatkan sesuap nasi."
Ingin rasanya Tetsuya berteriak dan membantah semua tuduhan tidak masuk akal itu. Mereka tidak pernah tahu bagaimana sang kakak tertua yang siang malam membanting tulang mempertahankan perusahan sang ayah. Sayangnya mulut yang dibekap lakban itu tidak bisa mengeluarkan satu kalimatpun.
"Dan kakakmu yang dokter itu, hanya bermain-main saja dengan nyawa orang lain. Dia tidak tahu bagaimana perasaanku yang kehilangan putriku satu-satunya."
Tetsuya semakin geram mendengar tuduhan yang terlontar dari pria dihadapannya yang sedari tadi hanya menghujat keluarganya, tanpa tahu bagaimana mereka mencoba menjalani hidup dengan kehilangan kedua orang tuanya diusia yang sangat belia.
Lelehan hangat mengalir dari sudut mata Tetsuya, kini dia sadar kenapa semua kakaknya menaruh rasa khawatir yang berlebihan padanya, dia si bungsu yang belum dewasa, yang tak bisa menjaga diri sendiri adalah santapan empuk bagi orang-orang yang berniat buruk pada keluarganya.
'Maafkan aku niichan.' penyesalan itu memang selalu ada diakhir peristiwa, Tetsuya merasakan sesak di dadanya, dengan sangat bodohnya dia mengabaikan perintah sang kakak. Jika saja Tetsuya tahu hal ini yang akan terjadi, dia tidak akan kabur dari sang kakak, dia akan memilih untuk patuh dan mengikuti titah sang kakak.
"Kenapa kau malah menangis bocah! Kau takut? Aku tidak akan menyakitimu, jika kakakmu datang tepat waktu yang membawa uang sebanyak permintaanku."
Tawa sang pria pecah, seringai kejam terpampang pada wajahnya yang penuh codetan luka. Dan tanpa diduga Tetsuya, satu jambakan keras memaksanya menengadah, dan tepat disaat itu sebuah tendangan pada pintu ruangan itu membuat semua orang dalam ruang menatap tidak suka pada pemuda yang berdiri diambang pintu.
"Lepaskan Tetsuya."
( -_- )
Seijuurou datang bersama tiga pengawal kepercayaannya, semua terjadi dengan sangat cepat. Tetsuya baru sadar ternyata mereka tidak berdua saja di dalam ruangan yang disinyalir sebagai sebuah gudang terbengkalai ditengah kota. Terdapat tak kurang sepuluh pria dengan badan yang kekar ada disana, yang selama ini berdiam didaerah gelap dalam gudang tersebut.
Sepuluh pria kekar mengeroyok para pengawal yang dibawa Seijuurou, baku hantam tak terelakkan, darah segar mengalir sepanjang wajah yang terkena tinju dari lawannya, luka lebam dan membiru menghiasi para pria yang kini sedang bertarung tanpa takut mati. Dan Seijuurou melangkah pelan, menuju sang adik yang masih terisak. Seluas senyum dikulum Seijuurou sebelum melepas lakban yang menghambat suara Tetsuya. Satu jemari terjulur untuk menghapus setitik air mata yang membasahi pipi sang adik. Hingga sebilah pisau teracung dan sebuah peringatan yang terlambat karena Tetsuya yang terlalu tercengang karena peristiwa yang terjadi terlalu cepat didepan matanya.
"Sei-nii~"
( -_- )
Semua sangat terlambat, bagaikan gerak slow motion yang sangat pelan, pisau yang teracung dari pria yang tadi menjambak surai Tetsuya, tanpa ragu menghujamkan pisau ditangannya untuk menyerang Seijuurou yang berusaha melepaskankan Tetsuya dari ikatan pada kaki dan tangannya. Darah segar mengalir dari bahu yang tergores pisau, Tetsuya tak bisa berbuat banyak, kedua kaki dan tanganya masih dalam keadaan terikat. Air mata yang awalnya berhenti saat melihat sang kakak datang, kini kembali mengalir saat melihat raut kesakitan yang diperlihatkan sang kakak. Hati Tetsuya ngilu seketika, tak tahu harus berbuat apa demi keselamatan sang kakak.
"Jangan sakiti niichan! Sakiti saja aku, aku rela bertukar tempat dengannya!" ya... satu-satunya hal yang bisa Tetsuya lakukan hanyalah mengorbankan dirinya sendiri, salahkan saja kedua tangan dan kakinya yang masih terikat.
"Jangan sakiti niichan." Dan sekeras apapun usaha Tetsuya untuk menahan tangis, buktinya air mata itu masih mengalir. Ada rasa takut bercampur perih terlukis di sana.
Seolah mendapat suntikan tenaga hanya kerena mendengar suara tangis sang adik pecah, dengan tenaga yang berkumpul, satu tinjuan telak menghantam sang pria yang tadi penusukan pisau, pria tambun itu tersungkur dan disambut dengan hujaman tinju tak terelakkan dari para pengawal mereka yang kini penampilannya sama babak belurnya dengan para penjahat, namun untungnya mereka masih sanggup berdiri, berbeda dengan para penjahat yang sudah terkapar di lantai, tak berdaya.
Senyum disunggingkan Seijuurou dengan sedikit terpaksa, sebelum tubuh bersimbah darah itu limbung dan terkapar di depan Tetsuya yang kini berteriak histeris.
"NIICHAN..."
( -_- )
Walaupun Seijuurou sempat pingsan, namun dia sangat menolak untuk dibawa ke Rumah Sakit, alasannya hanya satu, jika di rumah sudah ada dokter handal kenapa perlu bersusah payah dan membuat heboh semua orang dengan datang ke Rumah Sakit.
Dan di sinilah semua saudara itu berkumpul, di dalam kamar si sulung Seijuurou. Tetsuya tak henti-hentinya menangis, hingga matanya sembab. Bibir mungilnya berulang-ulang mengucapkan kata maaf penuh penyesalan.
"Niichan... aku minta maaf, gara-gara aku niichan jadi terluka."
"Sudahlah Tetsuya berhentilah menangis, sudah kewajibanku untuk melindungimu."
"Aku berjanji niichan, mulai hari ini tidak akan membantah kata-kata niichan lagi." masih dengan suara sengau dan isakan dan tertahan, Tetsuya meneguhkan hati untuk berjanji di depan sang absolut, tak ingin kejadian menyedihkan seperti tadi terulang kembali.
Satu senyum dikulum Seijuurou, lengan yang tidak dibebat perban mengelus lembut kepala sang adik. "Itulah yang ingin aku dengar darimu, Tetsuya."
.
.
.
.
.
FIN
A/N:
Ini hanya kumpulan one-shot yang menceritakan Tetsuya yang menjadi bungsu dan memiliki lima kakak yang super lebay dalam menjaga si kecil *dibantai GoM*
Disini Author bingung harus memakai nama keluarga apa. Ada yang bisa membantu /digemplang/
Ohya... jangan ada yang tanya bagaimana cara ibu mereka membuat eksperimen yang menjadikan putra-putranya menjadi sosok yang sangat berbeda, di fic ini mereka berenam sunguh benar-benar saudara kandung. (~/\~)
Semoga para reader menikmati fic yang saya bawakan, jangan keburu ditutup dulu, ada sedikit epilog untuk bonus... ^^
Epilog
Semua perusuh sudah diusir oleh Shintarou dengan alasan agar Seijuurou dapat beristirahat, walaupun awalnya semua adik-adiknya tidak mau meninggalkan kamar si sulung, terutama Tetsuya yang sangat merasa bersalah menginginkan dia tetap di sana untuk menemani sang kakak, namun niat itu terpaksa digagalkan Shintarou, karena dia punya kawajiban untuk mengintrogasi tindakan sang kakak yang terbilang cukup eksterim walaupun terhitung sangat heroik.
"Berhenti seolah-olah kau benar-benar korban sabetan pisau Seijuurou." Shintarou menatap tajam pasiennya yang masih terbaring di atas ranjang king size miliknya.
"Ucapanmu tajam seperti biasa Shintarou." lelah dengan posisi tidur yang sedari tadi dipertahankan, Seijuurou meregangkan kedua tangannya untuk melepas penat.
"Aku tanya padamu, apa maksudmu merencanakan penculikan pada Tetsuya, dan berpura-pura terluka." sang dokter muda itu bersedekap memandang sang kakak yang nampak senyum-senyum sendiri mendengar tanya darinya.
"Tetsuya harus sedikit didisiplinkan, dia terlalu berani secara terang-terangan menentangku." seringai terulas, membuat Shintarou sedikit bergidik ngeri.
"Tapi tidak harus dengan menakutinya seperti itu, nanodayo."
"Itu hanya sedikit hukuman dariku Shintarou, ah... aku lelah Shintarou, sebaiknya kau juga segera beristirahat,"
Seijuurou mengibaskan sebelah tangannya untuk mengusir si adik, walaupun alasannya lelah namun sebenarnya Seijuurou hanya ingin mengingat setiap ekpresi takut, khawatir dan sedih yang sangat jarang dimunculkan si bungsu di depan umum.
"Huh, dasar bocah." dengusnya dan senyum samar itu siap mengiringi setiap penggalan ingatan Seijuurou tentang peristiwa hari ini ke alam mimpi.
End of Epilog