Annyeonghaseyo..
Kimmy datang.. apakah ada yang merindukan aku? (-:
Readersku tercinta, I miss you.. hehe.. aku datang bawa cerita saduran, dari teenlit yang aku baca online di google.. Judulnya 'De Buron – Maria Jaclyn'
Tittle: Buronan Tampan
Main cast: Kim Jaejoong dan Jung Yunho, other DBSK's members.
Disclaimer: Cerita ini hanya fiksi belaka, tokoh dan karakter tokoh adalah rekaan dan mereka bukan milikku. Meskipun kalau misal boleh jadi milikku, aku bersumpah gak akan nolak.
Enjoy Reading..
.
.
.
Draaapp.. draaappp.. draappp..
Terdengar jelas sebuah suara langkah kaki yang terhentak keras, pintu ruangan yang terbuat dari metal itu bahkan tidak sempat ditutupnya, dia berlari penuh rasa panik, rambutnya basah karena keringat yang terus mengucur, tidak ada yang sempat dipikirkan otaknya, matanya bergerak gelisah ke kanan dan kiri dalam hatinya ia terus bergumam sendiri semoga tidak akan ada satupun yang melihat dia keluar dari ruangan tersebut. Namun malang, seorang office boy yang saat itu kebetulan tidak pergi untuk makan siang, melihat laki-laki muda nan tampan itu tergesa-gesa keluar dari ruangan direktur kantor tersebut. Meskipun sempat dibuat iri dengan ketampanan wajah namja tadi, tak pelak rasa heran muncul, ketika menyadari bahwa ekspresi wajah tampan tersebut terlihat sangat panik.
Office boy bertubuh pendek dengan name tag bertuliskan Choi Hyoje itu menghampiri pintu yang ditinggalkan terbuka dan mengetuknya pelan.
Tidak ada jawaban.
Kemudian ia melongokkan kepalanya ke dalam dan matanya terbelalak lebar, matanya membesar dan tubuhnya terhuyung ke depan, melihat direktur utama kantor tempat ia berkerja, tergeletak di lantai, tidak bergerak dan bersimbah darah, detik berikutnya dia berteriak dengan lantang memanggil security gedung.
.
.
.
.
SEOUL – 12:03 KST
Namja cantik itu terlihat bosan, ia menggigit-gigit sedotan dari gelas jus strawberry miliknya yang sudah kosong sejak beberapa menit lalu. Mata indahnya mencoba mendelik menatap sahabat lumba-lumbanya yang terdiam dan mencueki dirinya sejak tadi.
"Su-ie.."
Namja imut bernama Kim Junsu itu tidak menyahut, matanya masih terfokus bergerak lincah seiring barisan kalimat dari koran yang tengah ia baca.
"Su-ie, cepat habiskan makan siangmu." Teriak namja cantik bernama Kim Jaejoong itu ketika panggilannya yang kesekian kali tetap tidak digubris.
Kim Jaejoong menolehkan kepalanya ke samping kiri, melihat sahabatnya yang satunya lagi dan dibuat mual dengan pemandangan empat mangkuk besar ramen yang telah ludes, satu porsi kentang goreng, dua gelas jus melon yang sudah mengering dan snack yang tumpah-tumpah.
"Oh Astaga, Tuhanku yang baik, apakah tidak ada orang yang lebih normal untuk Kau jadikan sahabatku?"
"Maksudmu aku tidak normal?" tanya namja jangkung dengan mulut penuh keripik pedas rasa udang kesukaannya.
"Kau sangat normal." Jawabnya mencibir. "Su-ie, ayolah cepat habiskan makan siangmu dan kita kembali ke kelas. Aku bosan." Rengek si cantik, Jaejoong.
"Lumba-lumba, aku bisa membantumu kalau kau mau." Tawar Shim Changmin penuh antusias.
"Andwae.. aku lapar tahu!" Kim Junsu menarik mangkuk ramennya dan menyeruput mie yang sudah mekar itu dengan lahap. Entah ia betul-betul lapar atau takut Changmin akan merebut mangkuknya sewaktu-waktu.
"Yaiksss.." desah jijik Jaejoong saat melihat cara makan Junsu.
Kim Junsu mendelik kesal menatap sahabatnya kemudian ia menjulurkan lidahnya sengaja untuk meledek Jaejoong yang memang terkenal super duper higienis dan anti dengan sesuatu yang jorok.
"Itu Koran apa sih?" tanya Changmin melirik pada Koran yang tergeletak di atas meja mereka.
"Paling koran tentang gossip artis." Jawab Jaejoong enteng.
"Atau koran fauna discovery, tentang inovasi perkawinan silang antara bebek dan lumba-lumba. Hahahahahaha.." tawa Changmin dan Jaejoong bersahut-sahutan.
"Sudah cukup menghinanya tuan-tuan?" tanya Junsu sarkastik. Ia baru saja menghabiskan kunyahan terakhir mie mekar tadi.
"Mianhae, su-ie.. hahahaha.." ucap Jaejoong tulus disela-sela tawanya. "Memangnya kau baca apa?" tanyanya lagi.
"Kalian ini sama sekali buta informasi yah. Biar aku beritahu kalian, sekarang ada sebuah kasus pembunuhan yang sangat seru.!" Junsu memulai ceritanya dengan berapi-api.
"Kasus pembunuhan yang sangat seru?" Tanya Changmin bingung.
"Nde! Sangat seru!" Junsu berhenti sejenak memandang wajah bodoh kedua temannya. "Aish.. kalian benar-benar tidak tahu?" tanyanya lagi.
Kim Jaejoong dan Shim Changmin berpandangan sejenak dan menggeleng serempak.
Junsu menghela nafasnya, "Kasus pembunuhan ini sedang ditangani pihak kepolisian. Pembunuhnya belum tertangkap, dia masih buron. Seluruh jajaran polisi dan FBI Se-Korea Selatan sedang berusaha keras mencari si pembunuh berdarah dingin paling berbahaya yang diduga menjadi penyebab utama meninggalnya direktur utama dari perusahan PCY Entertainment."
"Pembunuhan? Buron? Lalu apanya yang seru?" protes Jaejoong.
"Yang ini beda, Kim!" seru Junsu dengan nada terluka seakan-akan kalimat Jaejoong sangat menyakitinya.
Dengan cepat Junsu menggeser mangkuk-mangkuk di mejanya dan menaruh Koran itu diatas meja tersebut sehingga Jaejoong dan Changmin bisa membaca Headline Koran tadi.
BURONAN MUDA MEMBUNUH SAINGAN BISNIS AYAHNYA .
Kemudian dibawah headline Koran tersebut ada sebuah foto seorang namja muda sepantaran mereka dan artikel tentang kasus tersebut.
"Buronan yang ini sangat muda dan tampan!" tegas Junsu.
Jaejoong memperhatikan wajah namja itu dengan seksama. Wajah yang kecil, rahang yang tegas, tatapan mata setajam musang, bibir berbentuk hati, hidung mancung, alis mata yang sangat rapi, dadanya berdesir halus melihat wajah namja tampan tersebut. Apa benar dia seorang pembunuh? Tanya Jaejoong dalam hati.
Ketika Jaejoong sedang asik memperhatikan foto buronan itu, tiba-tiba bahunya tersenggol dari belakang dan bajunya tersiram oleh jus alpukat yang dibawa oleh Go Ahra, yeoja berwajah dibawah standar, ketua redaksi majalah sekolah, yang sejak awal tahun ajaran baru dimulai sudah mendeklarasikan dirinya sebagai musuh Jaejoong. Yeoja berbedak rose brand itu terlihat sekali berpura-pura kaget sambil mengucapkan maaf berkali-kali kepada Jaejoong yang tentu saja tidak tulus.
"Ups.. Mianhe Jae, aku tidak sengaja." Seringainya.
"ERGHHH… Kau!" Junsu mengeram marah dan bangkit hendak membalas yeoja itu, namun Jaejoong menggeleng dan memegang tangan Junsu yang seakan bernafsu untuk menjambak rambut nenek sihir itu.
"Su-ie. sudahlah. Malu dilihat orang." Pinta Jaejoong memelas.
Namun dasar Ahra, meskipun Jaejoong masih saja berbaik hati padanya, dia tetap saja berburuk sangka.
"Tidak perlu sok baik, Kim Jaejoong. Kau kesalkan padaku? Mau marah? Marah saja. Biar nanti beritanya bisa aku terbitkan di majalah sekolah kita. Ayo marah saja." tanya yeoja yang berambisi menjadi Miss Korea itu.
Kim Jaejoong tidak menjawab, ia terlalu malas meladeni orang-orang yang tidak penting. Ia berdiri dan berjalan menuju loker untuk menggambil seragam cadangan yang ia simpan di dalamnya.
"Dasar bodoh." Desis Jaejoong meninggalkan Go Ahra yang terlihat jengkel karena misinya memancing emosi Jaejoong gagal lagi untuk yang 123.456.789 kalinya.
.
.
Namja itu berjalan terseok-seok dibawah sengatan sinar matahari, tubuhnya sangat lemas, bajunya lepek, lusuh dan bau. Dia belum makan sejak dua hari yang lalu. Lebih tepatnya sejak foto wajahnya terpampang dimana-mana. Terakhir hanya sebuah bakpau daging yang dia beli dari pedagang kaki lima dengan uang yang tersisa di jeans kotornya, setelah itu uangnya habis dan dia tidak bisa membeli apapun untuk mengisi perutnya.
Namja tersebut menghempaskan tubuhnya dibawah pohon rindang. Dalam sekejap dia menjadi sangat tenar. Dia tidak bisa pulang ke rumahnya, dia tidak bodoh untuk tahu bahwa rumahnya pasti telah dikepung polisi. Berani bertaruh, mungkin polisi-polisi itu memasang tenda di halaman rumahnya demi berjaga-jaga kemungkinan ia menampakan diri di rumahnya. Yang ia bisa lakukan hanya kabur dan bersembunyi.
Setelah tenaganya sedikit pulih, ia kembali berdiri. Tidak lucu bila nanti ada seseorang yang memergokinya berselonjor pasrah dibawah pohon setelah kabur berhari-hari. Kaki lelahnya membawa ia masuk ke dalam sebuah komplek perumahan elite yang sangat sepi. Dia bergumam, mungkin ini suatu keberuntungan baginya, sehingga ia tidak takut harus ketahuan oleh seseorang. Namun tiba-tiba telinganya menangkap suara sirine entah polisi atau ambulance, yang jelas insting buronnya bekerja memerintahkan kakinya untuk berlari dan bersembunyi secepat mungkin. Ia memanjat pagar belakang sebuah rumah yang sangat megah. Ia bersembunyi dibalik pagar tersebut sambil menenangkan jantungnya yang bergemuruh.
Setelah bunyi sirine itu menghilang ia membalikkan tubuhnya. Dan matanya membelalak takjub. Rumah yang berdiri dihadapannya sangat mewah dan besar. Ia berjalan mendekati bangunan kokoh tersebut sambil mengusap peluh yang mengucur di dahinya. Mata musangnya menjelajah mencari kemungkinan ia bisa masuk ke rumah tersebut. Kemudian bibirnya tersungging ke atas ketika menangkap sebuah balkon yang jendelanya terbuka. Dengan lincah ia memanjat pohon maple yang tumbuh rindang tidak jauh dari balkon tersebut kemudian ia meloncat dengan pasti ke balkon besar itu.
Setelah berada dibalkon, ia masuk melalui jendela yang terbuka tersebut. Sebuah kamar mewah, rapih dan kosong.
"God Bless Me! ! !"
.
.
.
"Apa Umma ada di rumah, Ahjumma?" tanya namja cantik yang baru saja tiba di rumahnya kepada Ahjumma paruh baya yang sudah berkerja di rumah tersebut sejak dia masih bayi.
"Anii, Tuan Muda. Umma sedang ke Jepang." Jawabnya halus.
"Appa?" tanyanya lagi.
"Appa sedang ke Jerman."
Namja cantik itu hanya mendesah pelan dan melangkahkan kakinya menuju tangga.
"Tuan Muda Joongie." Panggil Ahjumma Song.
"Ye?"
"Mau dibuatkan apa untuk makan malam nanti?"
"Katsudon dan tolong bawakan saja ke kamar, aku tidak mau makan di ruang makan yang seperti kuburan itu." Kemudian dengan lesu dia berjalan naik ke kamarnya yang berada di lantai dua.
.
Kriiieeetttt…
Kamarnya..
Ada bau aneh di kamarnya, dan tapak sepatu kotor yang mengering di lantai, Jaejoong melangkah pelan-pelan mencari oknum yang mengacau di kamarnya. Tiba-tiba matanya terpaku melihat sepasang kaki telanjang yang berdiri dihadapannya, dengan refleks cepat Jaejoong mendongakkan wajahnya, kemudian tatapan matanya bersirobok dengan mata setajam musang yang kini juga tengah menatapnya dengan pandangan liar.
"AAAAAAAAAAAA…HMPPFTTT~ ~ ~"
Sebelum teriakan jaejoong merajalela, namja berwajah kumal itu memutar tubuh kurus Jaejoong dan membekap mulut Jaejoong dengan tangan besarnya. Kim Jaejoong berusaha untuk memberontak, namun tenaga orang yang tengah menyekapnya itu sangat kuat. Jaejoong merasakan jantungnya berdebar dengan sangat keras.
Dengan kaki panjangnya, namja tersebut menutup pintu kamar Jaejoong, tubuhnya berkeringat, basah, bau dan lembab. Tangan yang kini membekap mulut Jaejoongpun lembab oleh keringat dan sangat lengket. Mungkin itu salah satu alasan Jaejoong tidak mau menggigit tangannya selain memang tenaganya yang juga sangat kuat.
Kemudian Jaejoong merasakan suatu benda runcing yang dingin menempel di lehernya, membuat Jaejoong diam mematung dan menghentikan rontaan yang mungkin merepotkan orang tersebut.
Orang itu membawa senjata!
Pisau? Keris? Golok?
Jaejoong menelan ludahnya kasar, matanya menatap sendu ke arah meja belajarnya. Disana ada foto dirinya sedang tersenyum, foto Ummanya yang sangat cantik, foto Umma dan Appanya saat bersamaan mencium pipinya, foto Junsu dan Changmin, buku matematika, satu gulungan poster besar boyband kesayangannya DBSK, gunting dan isolatip.
Jaejoong memejamkan matanya berdoa dalam hati, 'Tuhan, jangan biarkan aku mati sekarang. Aku belum sempat menempelkan poster yang kemarin baru saja aku beli. Amin.'
"Tolong jangan berisik. Atau terpaksa aku akan menyakitimu." Ancam namja tersebut.
Suaranya terdengar sangat dalam dan berat. Membuat jaejoong semakin bergidik. Kepalanya berdenyut sakit dan jantungnya berdegup tidak beraturan. Dia tidak pernah mengalami hal seaneh dan seseram ini dalam hidupnya.
"Janji tidak akan teriak?" tanya si penyekap masih dengan suaranya yang berat.
Kim Jaejoong mengangguk lemas, berharap ia cepat dilepaskan dan setelah itu akan segera dipikirkan caranya untuk kabur. Setidaknya sekarang bila ia menurut, mungkin orang dibelakangnya ini tidak jadi menujukkan fungsi senjata yang ia bawa. Menusuk? Menikam? Menyayat?
Perlahan-lahan tangan lembab itu melepaskan bekapannya, Jaejoong meloncat ke sudut kamar, berada sejauh-jauhnya dari namja bau tersebut dan memutar badannya.
DEGH
Namja itu!
Jaejoong ingat wajah itu. Wajah tampan yang dilihatnya tadi pagi di Koran Junsu meskipun kenyataannya wajah dihadapannya ini sangat kumal, seram, dan … bau.
Jaejoong menyesal sempat meragukan kesimpulan polisi. Sekarang dia yakin bahwa polisi tidak salah, orang ini adalah seorang pembunuh. Lihat saja penampilannya yang begitu mengerikan dan senjata yang dibawanya.
Jaejoong menoleh ke arah senjata yang hampir saja merengut nyawanya tadi.
Pisang?!
EH? PISANG? ? ! !
Jaejoong melongo, mana mungkin seorang buronan polisi, pembunuh berdarah dingin, membawa pisang sebagai senjata? Jaejoong mengerjap-ngerjapkan mata besarnya, berharap bahwa yang ia lihat adalah sebuah halusinasi. Namun bentuk senjata itu tetap sama. Kuning cemerlang. Bukan hitam mengkilap.
Namja kumal tadi menyadari pandangan aneh Jaejoong ke arah tangannya yang masih menggenggam buah kuning tersebut. Dia meringis dan menggaruk kepalanya yang memang gatal dan mengulurkan tangannya, mengembalikan pisang tersebut kepada Jaejoong.
"Maaf, tadi aku mengambilnya dari kulkasmu. Hanya untuk menggeretak." Jawabnya sambil menggoyang-goyangkan pisang itu berharap Jaejoong mau menerimanya.
Jaejoong tidak percaya begitu saja. Kalau saja Changmin atau Junsu yang datang dan menodongnya dengan pisang, Jaejoong akan percaya mereka itu sedang bercanda. Tapi buronan seperti orang yang di depannya ini tentu tidak akan bercanda, iya kan?
Dengan waspada dan masih memasang kuda-kuda andalannya Jaejoong menerima buah pisang yang terasa dingin di kulitnya itu. Setelah merebutnya, Jaejoong kembali berdiri tegak dipojok kamarnya.
Namja kumal itu hendak mendekat ke arah Jaejoong berdiri, sebelum Jaejoong akhirnya berteriak.
"Jangan mendekat! Atau aku akan teriak!" ancam si cantik.
Tampaknya ancaman Jaejoong berhasil karena namja itu berhenti dan tampak panik sambil kembali ketempatnya berdiri tadi.
"Maaf aku membuatmu takut. Aku tidak tahu lagi harus ke mana. Sudah tiga hari terlunta-lunta, sampai akhirnya aku sampai diperumahan ini." Jawab namja buron itu.
Jaejoong mendengar nada sedih dalam suaranya. Apa Jaejoong berhalusinasi lagi? Namun hati Jaejoong langsung luluh ketika melihat sorot mata musang itu. Sorot yang penuh perasaan tertekan dengan wajah kecil yang sekarang kumal dan lusuh. Wajah yang berbeda dengan foto di surat kabar
Junsu sialan! Apanya yang tampan? Kenyataannya cowok itu terlihat berantakan. Liar. Berandalan!
Namja lusuh dan bau itu berselonjor di lantai kamar Jaejoong dan memandangi namja cantik itu dengan tatapan aku-belum-makan-sejak-sd dan bonus binaran mata yang seakan mengatakan sebenarnya-aku-ingin-sekali-pisang-itu.
"Bu- bu- at k- kamu." Ujar Jaejoong tergagap menyodorkan tangannya ke arah namja tadi dan menariknya dengan cepat ketika namja itu sudah mengambil pisang tersebut.
"Terimakasih." Jawab namja buron itu. Dalam satu detik, pisang panjang itu ludes dilahapnya. Namja itu terlihat sangat sangat lapar.
Perlahan-lahan dan dengan tetap siaga, Jaejoong berjalan ke arah kulkas dan melemparkan lagi sebuah pisang pada namja yang masih berselonjor itu, dalam hatinya ia teringat ketika masa kecilnya dulu ketika ia dan kedua orang tuanya tengah mengunjungi kebun binatang dan kejadian yang sama terjadi. Ia melemparkan buah pisang kearah monyet-monyet yang kegirangan. Tidak tahan dengan kenangan lucu tersebut ia tertawa keras yang akhirnya menimbulkan tatapan aneh dari si namja buron.
"Gwenchana?" tanya si Buron, wajahnya terlihat bahagia setelah makan pisang.
"Nde?" namja cantik itu seakan baru menyadari kebodohannya bahwa ia sedang menyamakan seorang buronan berdarah dingin dengan monyet di kebun binatang, kalau orang di depannya itu sampai tahu ia pasti akan membunuh Jaejoong sekarang juga. "YAK! KAU! KAU SIAPA?" teriak Jaejoong galak.
"Kau tidak tahu aku?" jawab namja kumal itu balik bertanya.
"Cih.. percaya diri sekali. Memangnya kau siapa sampai aku perlu tahu." Jawab Jaejoong setengah kesal, tentu saja setengah karena dia sayang nyawa. Dia takut kalau sampai pembunuh itu tersinggung dan marah, bukan hal yang mustahil ia akan membunuh Jaejoong saat itu juga.
Namja itu menoleh, "Namaku Jung Yunho. Aku buronan kasus pembunuhan yang sedang diincar oleh seluruh jajaran kepolisian Seoul." Jawabnya dengan ekspresi wajah penuh kesedihan. "Apa kau takut padaku?" tanyanya.
Jaejoong bergeming, tidak menjawab.
"Bolehkah aku sedikit bercerita padamu? Aku lelah menyimpannya sendirian."
Jaejoong memandang wajah kucel itu dengan perasaan yang sulit tergambarkan. Kemudian dengan ragu ia menangguk kecil.
"Aku …. Aku sama sekali tidak membunuh orang itu. Aku memang datang ke kantor tersebut tepat di hari dimana dia tewas, ketika aku masuk ke ruangannya, dia sudah tergeletak di lantai. Dia sudah meninggal. Darahnya banyak sekali. Sangat mengerikan. Aku takut. Aku lari tapi pihak kemanan gedung tersebut mencoba mengejarku, aku semakin takut dan aku berlari makin cepat, mencoba kabur dari mereka dan sekarang aku malah menjadi tersangka utama kasus pembunuhan ini." Suara beratnya tercekat di tenggorokan, Jung Yunho menarik nafas dalam dan melanjutkan, "Apa kau akan menghubungi polisi dan memberi tahu tentang keberadaanku disini? Di kamarmu?" Wajahnya ia hadapkan ke arah Jaejoong yang masih diam mematung, matanya memerah, Jaejoong yakin namja berpenampilan seperti gembel yang berselonjor pasrah itu sedang menangis, meskipun tidak dengan air mata yang berderai-derai.
Entah kenapa Jaejoong seperti bisa merasakan perasaan ketakutan yang dirasakan namja itu, menyerah dengan rasa iba yang tidak kunjung hilang. Jaejoong beranjak duduk di tepian ranjangnya, dan menatap namja itu sejenak kemudian dia menggeleng.
Pikiran-pikiran aneh kembali berseliweran di kepalanya, tentang bagaimana tanggapan Junsu, bila ia bercerita bahwa buronan yang tadi pagi heboh dibicarakannya itu tengah duduk berhadapan dengannya. Mungkin Junsu dengan suara lumba-lumbanya akan langsung menjerit, 'Astaga, Cepat hubungi polisi, KIM! Sekarang juga, ini GILA! Tapi ngomong-ngomong, apakah dia tampan seperti di Koran, Kim?'
Atau reaksi Go Ahra, si ketua redaksi majalah sekolah?
Mungkin dia akan dengan semangat membara menulis di majalah sekolah tentang artikel dengan headline berhuruf bold besar-besar berjudul 'KIM JAEJOONG MEMBAWA MASUK BURONAN DAN BERPELUKAN DI DALAM KAMARNYA YANG TERTUTUP' meskipun kenyataannya namja itu masuk sendiri ke kamar Jaejoong, dan berpelukan yang dimaksud adalah ketika namja kumal ini membekap mulut Jaejoong dan Jaejoong berontak mencoba melepaskan diri, tapi yeoja menor itu pasti tidak akan percaya.
Lamunan Jaejoong yang sudah melenceng kemana-mana itu dipecahkan begitu saja oleh namja buron tersebut.
"Kau benar tidak akan memberitahu polisi tentang keberadaanku?" tanyanya lagi.
Jaejoong menoleh menatap langsung ke dalam mata sipit setajam musang yang memancarkan kejujuran itu, masa bodoh dengan artikel yang nanti akan diterbitkan Ahra bila ini semua terbongkar. Tatapan namja ini sama sekali tidak meragukan dan ia terlihat begitu membutuhkan pertolongan.
"Terimakasih." Desah namja itu lega. Dia bahkan tersenyum.
Mau tidak mau Jaejoong ikut tersenyum kecil.
"Unggg.. boleh aku tahu siapa namamu?" tanyanya.
"Kim Jaejoong." Jawab si cantik singkat.
"Nde, jinjja gomawo Jaejoong shi." Namja itu tersenyum lagi, kali ini lebih lebar.
Jaejoong mengangguk lagi.
"Jaejoong shi… boleh aku bertanya lagi?" namja itu terihat ragu.
"Apa?"
"Apa aku.. aku.. boleh.. tinggal.. hmm.. disini?" tanyanya terputus-putus.
"Maksudmu?" tanya Jaejoong tidak yakin akan pendengarannya.
"Maksudku.. Aku tinggal disini untuk sementara." Pinta Yunho lagi. "ah.. maafkan aku, atas kelancanganku, Jaejoong shi. Tapi aku sangat butuh temp…" Jung Yunho tidak jadi meneruskan permintaannya ketika melihat wajah Jaejoong.
Jaejoong paham maksud Yunho. Namja itu buronan polisi yang paling dicari. Dia butuh tempah untuk bersembunyi. Dan dia memilih Jaejoong.
"Bukan karena aku ingin kabur dari hukum. Tapi aku tidak mau dipenjara karena perbuatan yang sama sekali tidak aku perbuat." Jelas namja itu menggebu-gebu.
Kim Jaejoong merasakan kepalanya berdenyut-denyut sakit. Kenapa hari ini dia harus mengalami hal-hal yang begitu memusingkan? Kenapa namja ini harus datang ke rumah ini diantara banyaknya rumah di komplek ini, kenapa harus kesini dan kenapa harus di kamar Jaejoong?
Jaejoong merasakan tatapan penuuh harap Yunho berubah perlahan menjadi tatapan putus asa. Dan Jaejoong dengan bodohnya kembali kalah dengan rasa iba yang selalu menjadi kelemahannya.
Perlahan Jaejoong mengangguk. Kim Jaejoong seperti tidak sadar apa yang tengah dilakukannya. Dia tidak bisa berpikir jernih. Sungguh. Dia hanya bisa mengangguk ketika melihat tatapan mengiba Yunho pada dirinya.
Kali ini namja lusuh tersebut tidak lagi tersenyum, ia langsung bangkit dan memeluk Jaejoong sambil berteriak mengucapkan terimakasih berkali-kali pada namja cantik itu. Jaejoong tersentak kaget dan berusaha melepaskan diri dari pelukan erat namja buron itu, untung saja Jung Yunho segera sadar atas kelakuannya.
"Ma-maaf Joongie." Katanya salah tingkah. Yunho tidak menyadari bahwa panggilannya terhadap namja cantik itu sudah berubah dari panggilan formal menjadi panggilan yang terdengar manis. Hal itu mengalir begitu saja.
Jaejoong tertunduk, berjalan keluar kamar. Yunho tidak mampu mencegah kepergian namja cantik itu. Perasaan Yunho menjadi sangat was-was. Apa mungkin sekarang Jaejoong akan memanggil security rumahnya? Atau mengadukan dirinya pada polisi? Tapi karena apa? Karena dia memeluk namja cantik itu? Jung Yunho mondar-mandir di kamar besar Jaejoong sambil memukul-mukul kepalanya. Sekarang dia harus apa? Melompat lagi lewat balkon? Kabur terbirit-birit? Tapi kemana?
'HAISH JINJJA..' teriaknya kesal.
Pintu kamar Jaejoong terbuka lagi, Yunho dengan sigap memasang kuda-kuda, siapa tahu yang datang adalah pihak satpam rumah Jaejoong yang akan menangkap dan mengikatnya dengan tali rafia?
Namun betapa leganya hati Yunho saat dilihatnya ternyata yang datang adalah Jaejoong. Sendirian. Dengan piring berisi Katsudon lengkap dengan irisan daun bawang dan saus kental diatasnya.
"Ini, makanlah. Kau pasti lapar."
Dengan penuh rasa terimakasih, Yunho mengambil piring itu dan mulai makan makanan layak yang tidak pernah dikonsumsinya sejak dua hari yang lalu dengan sangat lahap. Jung Yunho sangat bersyukur bahwa Tuhan memberikan dia penyelamat sebaik Jaejoong.
Jaejoong memandangi namja bernama Jung Yunho itu dengan perasaan yang amburadul. Ia tengah memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya? Apa Jaejoong harus tinggal berdua bersama namja buluk itu di kamar? Sekamar? Lalu apa yang akan terjadi kalau Umma atau Appa atau minimal Ahjumma Song memergoki mereka?
Jaejoong memutuskan untuk mandi, selagi Yunho masih menikmati makanannya, dia mengguyurkan air dingin ketubuhnya. Segar. Tapi perasaan khawatir ini tidak hilang-hilang. Malah jantungnya semakin berdebar saja. Pikiran-pikiran aneh mulai bermunculan di kepalanya yang sekarang terselimuti busa-busa sampo.
Sekarang ia sedang mandi di kamar mandi yang ada di kamarnya. Dan di luar sana ada namja tak dikenal (oke, sedikit dikenal. Setidaknya ia tahu namanya Jung Yunho) yang dituduh sebagai pembunuh sadis dan mengerikan—sekaligus tampan, kemungkinan namja itu playboy sebelum menjadi buronan. Dan namja buronan itu sedang menunggunya.
Kim Jaejoong merasakan kepalanya seperti hendak pecah. Apakah tindakannya menolong Jung Yunho sudah benar? Membahayakan nyawanya tinggal bersama seorang tersangka kasus pembunuhan? Tidak melaporkan keberadaan seorang buronan kepada polisi? Menyembunyikannya di dalam kamar? Apakah itu semua benar? Atau sebaliknya, kalau Jaejoong melapor ke polisi, nyawanya akan baik-baik saja. Mungkin sesaat Jaejoong akan dikenal orang sebagai orang yang berjasa menangkap buronan muda, dan Jaejoong akan kerepotan dengan wartawan pencari berita dan ditambah Go Ahra yang akan mengejarnya kesana-sini. Kemudian setelah itu hidupnya akan tenang kembali.
'ARGGHHHHH…'
Setelah sekitar satu jam berada di kamar mandi, Jaejoong keluar dengan pakaian lengkap, dia menatap Yunho yang sedang menatapnya tidak berkedip.
"Wae?" tanya namja cantik itu galak.
"Ah? Aniia.."
"Humm.. apa kau mau mandi?" tanya Jaejoong.
Yunho mendongak menatap Jaejoong sumringah. Ia menganggukan kepalanya penuh antusias.
Jaejoong berjalan ke arah lemari bajunya, mencari baju yang kemungkinan muat dipakai Yunho yang tubuhnya dua kali lebih besar dari tubuh kurusnya.
"Ini... ku rasa ini muat untukmu." Jaejoong memberikan kaos putih dan sebuah celana selutut berwarna biru muda.
Dengan riang Yunho masuk ke kamar mandi dan tidak lama terdengar shower yang mengucur deras.
Dengan ragu Jaejoong mengangkat gagang telefon, setelah berpikir lama di kamar mandi tadi, ia memutuskan untuk melaporkan keberadaan buronan itu di kamarnya, mungkin ini saat yang tepat baginya untuk menghubungi polisi? Saat namja itu sedang mandi?
Sayup-sayup terdengar namja yang berada di dalam itu seperti sedang bernyanyi riang.
'Huh. Lihat saja, dia pasti tidak bisa bernyanyi-nyanyi lagi begitu tahu yang menyambutnya ketika keluar dari kamar mandi itu ternyata polisi.' Gumam jaejoong dalam hati.
Lama-lama sayup lagu itu terdengar lebih jelas ketika shower dimatikan.
.
Kimi ga sayonara wo tsugezuni dete itta ano hi kara
Kono machi no keshiki ya nioi ga kawatta ki ga suru yo
Kimi no subete ni naritakute kawashita yakusoku mo
Hatasarenai mama omoide ni kawatte shimau (Stand By U- DBSK)
.
Jaejoong termenung ketika mendengar suara renyah Yunho menyanyikan lagu boyband kesukaannya. Tanpa sadar bahwa line telfonnya sudah tersambung.
"Selamat sore, Lee Soo Man dari kepolisian Seoul. Ada yang bisa kami bantu."
"Tolong saya pak. disini.. ada bur.. bur.." Jaejoong tergagap. Suara nyanyian Yunho sudah tidak terdengar, tapi lagu tadi masih terngiang-ngiang di telinga jaejoong.
"Bur?" tanya polisi itu.
"Iya. Disini ada Bur.."
"Ada apa? Katakan yang jelas." Bentak polisi itu tidak sabaran.
Jaejoong mendesah. Tidak, dia tidak sanggup. Dia percaya pada cerita Yunho, bukan?
"Bur.. Burung gagak! Saya takut Pak, dan karena sedang sendirian saya jadi tidak tahu harus menelefon siapa. Maaf pak.." jawab Jaejoong ngaco.
"Aish.. ya sudah jangan diulangi. Ngomong-ngomong tadi kamu bilang. Kamu sendirian di rumah?"
"I- iya pak."
Kemudian terdengar nada menggoda, "Mau ditemenin?"
"Tidak pak, makasih."
Braaaakkkk! !
Jaejoong membanting gagang telefon itu dengan keras.
"Polisi menjijikan!" teriaknya.
Kemudian tanpa sadar dia menonjok-nonjok boneka gajah berwarna abu-abu gendut yang diberi nama Chang chang.
"Terima kasih, kau tidak jadi memberitahu polisi tadi, Joongie." Sahut Yunho tiba-tiba dari belakang Jaejoong.
Jaejoong tersentak kaget. Aksi brutalnya terhadap Chang chang terhenti, ia menoleh dan terkejut mendapati penampilan namja buronan di hadapannya.
Demi Tuhan, apakah ini Jung Yunho namja yang berpenampilan gembel, berwajah kumal dan berbadan bau yang tadi sempat menodongnya dengan pisang? Kenapa setelah mandi dia bisa berubah menjadi setampan Uknow DBSK, penyanyi idola Jaejoong? Namja buronan dihadapannya ini benar-benar sangat tampan. Catat. Sangat tampan!
Jaejoong menepuk-nepuk pipinya keras berusaha menyadarkan fatamorgana yang tengah berlangsung di depan matanya.
"Gwenchana? Pipimu memerah Joongie." Yunho menangkap lembut tangan Jaejoong yang masih saja menampar-nampar pipinya sendiri dengan cukup keras.
Merasa salah tingkah, Jaejoong segera beranjak berdiri, menarik salah satu bantal di atas ranjang, dan mengempaskannya ke dada Yunho. Sebelum namja itu sempat berkata apa pun, Jaejoong sudah mendorong buronan tampan itu masuk kembali ke dalam kamar mandi lagi dan kemudian menutup pintu dengan suara keras. Jaejoong menahan pintu kamar mandi itu dan menguncinya dari luar.
"Ya.. Yaaaa!" Yunho menggedor-gedor pintu.
"Ssssttt… jangan berisik! Nanti ketauan!" seru Jaejoong sambil bersandar pada pintu kamar mandi. "Kau tidur di sana saja!" teriaknya.
"NDEEEE? ? ?"
.
.
.
Siang ini masih sama seperti siang kemarin, Junsu masih tetap heboh menenteng-nenteng Koran baru dengan berita yang tetap sama, buronan itu.
Tapi hari ini ada yang sedikit berbeda, Shim Changmin juga ikut heboh.
"Gimana? Gimana? Apa dia sudah tertangkap?" tanyanya, entahlah sebenarnya dia mengharapkan buronan itu tertangkap atau tidak, nada suaranya tidak begitu jelas.
"Dia masih bebas! Keren sekali kan." Jawab Junsu.
"Uh.. Omonak.. keren sekali!" respon heboh Changmin.
Kemudian mereka berdua tertawa. Entah apa yang ditertawakan, Jaejoong tidak terlalu mengerti. Seandainya saja mereka tahu buronan yang mereka hebohkan itu sedang mendekam di kamar mandi Jaejoong. Seandainya saja mereka tahu bahwa setelah mandi, buronan itu kelihatan sangat tampan dan mirip Uknow DBSK. Buronan tampan yang terkunci di dalam kamar mandi Jaejoong, buronan yang menyebabkan Jaejoong tidak bisa tidur semalaman. Memikirkan nasib dirinya ke depan bersama si buronan. Eh? Tuh kan, akibat tidak tidur pikiran Jaejoong jadi ngaco.
Sedangkan si buronan tampaknya tidur dengan nyaman, terdengar dengkuran dari kamar mandi. Mungkin itu adalah kali pertama dia tidur setelah berhari-hari terlunta-lunta.
Ingatan Jaejoong melayang ke kejadian tadi pagi saat ia setengah sadar menarik-narik gagang pintu kamar mandi yang tidak juga terbuka, sebelum akhirnya menyadari bahwa ia sendiri yang mengunci pintu itu dari luar.
Jaejoong membuka kunci pintu itu dengan perasaan sangat kesal, karena ia baru saja tertidur sekitar setengah jam sebelum weckernya berbunyi. Ketika pintu itu terbuka, Jaejoong melihat Yunho yang duduk di atas kloset, memangku bantal yang diberikan Jaejoong padanya semalam, menatap Jaejoong dengan tatapan memelas. Dan perlahan-lahan darah mengalir turun dari hidung namja tampan itu. Rupanya ia kedinginan semalaman. Poor.
Tapi karena Jaejoong sedang kesal, ia memilih untuk tidak peduli dan mendorong namja itu keluar dari kamar mandi. Setelah berdiri di depan wastafel sendirian, ia termenung memandangi pantulan dirinya, Jaejoong baru menyadari penampilannya yang super aut-autan, wajahnya yang berminyak, rambut almond kebanggaannya yang menjabrik ke atas, lingkaran mata yang membuatnya semakin mirip dengan zombie, dan namja tampan tadi melihatnya! Demi Tuhan, Jaejoong si perfeksionis terlihat mengenaskan dihadapan seorang buronan tampan.
'AARRRGHHHHH..'
.
"Joongie, kau baik-baik saja?" suara Junsu memecah lamunan Jaejoong tentang masa kelam yang dialaminya tadi pagi.
"Nde. Gwencahana." Jawab Jaejoong singkat.
"Kau kelihatan pucat, Hyung."
Jaejoong memang merasakan perutnya melilit sakit, dia baru ingat bahwa semalam katsudon yang dibuatkan Ahjumma Song untuknya dimakan oleh Yunho, pagi ini dia juga tidak sempat sarapan.
"Aku baik-baik saja, Minnie. Aku mau pesan makanan, kalian mau pesan apa?" tanya Jaejoong mengalihkan pertanyaan. Kedua sahabatnya itu akan sangat cerewet kalau sampai tahu bahwa Jaejoong sedang sakit.
"Aku ingin bulgogi pedas dan jus jeruk."
"Aku ingin satu porsi udon, satu porsi tteokpoki, nasi goreng kimchi, …, …, …"
Jaejoong melenggang pergi meninggalkan Changmin yang berteriak mengumpat karena pesanannya tidak didengarkan.
.
.
.
Kim Jaejoong meleparkan tasnya sembarangan dan merebahkan tubuh kurusnya ke atas kasur empuknya. Dia menatap ke arah langit-langit kamarnya yang terdapat sticker gliter bintang-bintang yang membentuk suatu rasi. Tangan kanannya terangkat, telunjuknya bergerak mengukir bentuk rasi kesukaannya, rasi bintang Cassiopeia.
Tadi sepulang sekolah tidak ada yang menyambutnya, bahkan Ahjumma Song pun tidak. Salah satu maidnya bilang Ahjumma Song sedang berbelanja ke pasar buah. Jaejoong tidak tahu sejak kapan keluarganya berubah dingin seperti ini. Ummanya menjadi sangat sibuk berbisnis, Appanya juga sibuk berbisnis, seakan melupakan keberadaannya sebagai anak mereka.
Jaejoong menghela nafasnya pelan. Mencoba memejamkan matanya, melepas penat. sebelum,
"Joongie."
Jaejoong tersentak kaget mendengar suara manusia yang berasal dari kamar mandinya dan disusul suara ketukan pelan.
"Joongie, kau sudah pulang? Bisa buka pintunya, tidak?" tanya suara aneh yang kemudian disadari Jaejoong sebagai suara si buron tampan.
Clekkkk..
Setelah membuka pintu kamar mandi, Jaejoong kembali merebahkan tubuhnya di kasur, sementara Yunho duduk di atas karpet di dekat kulkas kecil Jaejoong.
"Joongie.."
"Hummm…" Gumam Jaejoong malas.
"Apa kau punya sesuatu yang bisa kumakan? Perutku lapar." Tanya Yunho dengan suara yang sangat pelan, jujur saja ia malu.
"Ambil saja apa yang ada dikulkas." Jawab Jaejoong singkat.
Jung Yunho berubah sumringah, ia membuka pintu kulkas itu dengan antusias dan berteriak kegirangan saat menemukan buah cantik kecil-kecil yang berwarna merah.
"Uwaaahh.. Strawberry!" soraknya kegirangan.
Jaejoong menatap Yunho dengan iri, bagaimana bisa namja itu tampak bahagia hanya karena buah strawberry. Tanpa sadar dia menghela nafas dalam.
"Joongie.."
"Apa?" jawab Jaejoong ketus.
"Kau mau?" tanyanya menyodorkan sebuah strawberry berwarna merah terang yang sangat menggiurkan.
"Tidak."
Yunho mengangguk. "Joongie…"
"Apa lagi?" Jaejoong mulai terganggu dengan Yunho yang terus menerus memanggil namanya.
"Rumahmu sepi sekali. Apa kau selalu sendiri?" tanya Yunho hati-hati.
"Tidak, ada banyak pelayan, security, tukang kebun, supir. Kenapa? Kau takut ketahuan?"
Yunho menggeleng.
"Lalu kedua orang tuamu?" tanyanya lagi.
Wajah Jaejoong berubah muram seketika, Yunho langsung merasa bersalah saat itu juga.
"Mereka tidak ada." Jawabnya sedih.
"Ma-maaf Joongie. Aku sungguh tidak tahu bahwa kau seorang yatim piatu." Ujarnya tulus.
"YAKK! ! ! ! Umma dan Appaku masih hidup, bodoh! Hanya saja mereka tidak ada disini, mereka sibuk bekerja. Tidak pernah berada di rumah, tidak di Seoul, entahlah mereka dimana saat ini." Jawab Jaejoong yang mendadak emosi.
Yunho melongo. Namja cantik dihadapannya ini sungguh unik. Sebentar murung, sebentar sedih, kemudian berubah ketus, galak, menyeramkan. Yunho bergidik membayangkan bila nanti ia dan Joongie membangun rumah tangga, haruskah ia setiap hari menghadapi mood swing Jaejoong yang sangat ekstrim itu. Terkesiap dengan khayalannya sendiri tentang masa depan berumah tangga dengan namja cantik penyelamatnya itu, Yunho menepuk dahinya keras.
"Jung Yunho."
"y-ye?"
"Hidungmu sudah tidak berdarah?"
"Anii, aku kan kuat!" kilahnya.
"Baguslah." Jaejoong menjawab dan berdiri.
Yunho tersenyum menyadari bahwa Jaejoong mengkhawatirkan keadaannya.
"Kalau begitu, cepat masuk lagi ke kamar mandi!"
Wajah Yunho berubah shock, ternyata Jaejoong bukan mengkhawatirkan dirinya.
"Wae.. wae?" protes Yunho.
"Aku akan keluar sebentar." Jawab Jaejoong, sambil mendorong-dorong Yunho kembali masuk ke kamar mandi.
"Kemana? Tidak akan lama kan?" Yunho memasang wajah aegyo semaksimal mungkin berharap Jaejoong tidak akan membiarkannya terkunci lagi di kamar mandi yang dingin itu. Namun harapannya tidak terkabul, Jaejoong dengan sadisnya kembali menguncinya di dalam kamar mandi.
"Aku tidak akan lama. Tenang saja. Kau diam lah disitu."
"Apa harus di kamar mandi, Joongie?" Yunho masih giat melancarkan protesnya.
"Memangnya mau dimana lagi?" tanya Jaejoong, sebelum akhirnya benar-benar pergi tanpa mendengarkan lanjutan aksi protes Yunho.
.
.
.
Sudah sekitar setengah jam Jaejoong hanya mondar-mandir di mall besar itu, tepatnya di daerah pakaian dalam pria. Jaejoong teringat bahwa tidak ada pakaian dalamnya yang muat untuk dipakai Yunho. Lalu ia harus beli yang ukuran apa? Otaknya berpikir keras. Kemudian Jaejoong memejamkan matanya mencoba membayangkan milik Yunho. Dan pipinya tiba-tiba bersemu merah.
DEGH
'Aishhhh Jinjja! Aku tidak peduli sebesar apa miliknya!'
Dengan asal ia menarik satu box pakaian dalam berukuran XL yang berada paling dekat dengan dirinya. Beruntungnya lagi Jaejoong sempat melihat di boxnya bahwa pakaian dalam itu tertulis beli tiga gratis satu.
Setelah keluar dari pusat perbelanjaan itu, Jaejoong memacu Lamborgini putihnya kembali ke rumah.
Sedikit refreshing ia memutar jalur ke arah rumahnya melewati kawasan danau dan perbukitan golf yang dilengkapi dengan bungalow-bungalow kecil yang indah. Namun sayang, konon katanya bungalow-bungalow indah itu terkenal sebagai tempat perselingkuhan para pebisnis atau pejabat yang berdompet tebal.
Jaejoong mengendarai mobilnya dengan sedikit pelan saat memperhatikan mobil-mobil yang terparkir di setiap bungalow. Apa benar tempat seindah ini adalah tempat untuk melakukan pengkhianatan?
Sebuah Mercedes mewah baru saja masuk ke dalam sebuah garasi salah satu bungalow disana, Jaejoong melihat seorang wanita berpakaian sexy yang sangat cantik keluar dari pintu penumpang, wanita itu tampaknya tidak menggunakan bra. Belahan dadanya terlihat jelas. Jaejoong bergidik. Jijik.
Kemudian tidak berapa lama pintu bagian kemudi terbuka, lalu keluarlah seorang namja dengan jas mahalnya, dengan wajah super tampan.
Mata Jaejoong terbelalak lebar. Jantungnya mendadak berhenti berdetak.
APPA?!
Jaejoong mencoba memicingkan matanya berharap bahwa yang dilihatnya adalah sebuah kesalahan. Tapi matanya tidak berbohong. Pria itu adalah benar Appanya. Pria yang tengah merangkul dan tersenyum bersama wanita penyihir itu adalah Appanya.
'Appa, jangan. Tolong jangan masuk.'
Lalu pintu bungalow itu tertutup, menyembunyikan pasangan nista itu di dalamnya.
Tanpa sadar air mata Jaejoong meluncur begitu saja, Appanya berduaan dengan wanita itu. Di dalam bungalow indah yang di hujat orang-orang sebagai tempat perselingkuhan dan tempat prostitusi.
Jaejoong merasakan perutnya mual, pandangan matanya kabur.
Apakah itu sosok ayah yang selalu dibanggakannya? Sosok yang selalu menjadi panutannya? Sosok yang selalu ia percaya hanya mencintai keluarganya? Mencintai Umma dan dirinya. Apakah ayahnya tidak puas memiliki ia dan Umma, karena itu Ayahnya mencari kebahagian lain? Karena itukah Ummanya berubah? Apa Umma sudah tahu tentang perselingkuhan Appa? Tentang Appa yang menyeleweng?
Mungkin Jaejoong selama ini belum mengenal betul sosok ayahnya, mungkin sosok yang selama ini selalu dikaguminya bukanlah ayahnya. Mungkin pria yang tadi tersenyum genit sambil merangkul yeoja penyihir tadi itulah ayahnya yang sebenarnya?
Sebelum sempat mencegahnya hati Jaejoong hancur berkeping-keping dan jatuh ke dalam jurang yang tidak berdasar.
.
.
.
Lagi-lagi Junsu asik sendiri dengan korannya, mereka berdua sedang berada di Hall olah raga, pelajaran itu baru saja selelsai. Mereka punya waktu satu jam sebelum pelajaran berikutnya dimulai. Kalau kalian bertanya dimana Changmin, ia sedang mendapatkan dispensasi untuk mengikuti olimpiade ke China.
Jaejoong melamun, Shim Changmin sangat jenius.
Mungkin orang tuanya sangat bangga padanya.
Mungkin Appanya tidak akan menyeleweng apabila mempunyai anak sejenius dan membanggakan seperti Changmin.
Sebuah tangan melambai-lambai tepat di wajah Jaejoong.
Kim Junsu, dia sangat manis, ceria, periang, selalu tersenyum dan sangat lucu.
Mungkin saja Umma dan Appanya akan senang bila mempunyai anak semanis Junsu, yang jelas bukan dirinya.
"Joongie, kenapa sih melamun terus?" tanya Junsu keheranan.
"Ye?"
"Kau sedang ada masalah?"
"Anii.. Gwenchana." Jawab Jaejoong cepat.
"Kau terlihat sedih." Junsu masiih terus mengintrogasi sahabatnya itu.
"Sedih? Aku tidak sedih. Apa aku terlihat menyedihkan?" jawab Jaejoong, sedangkan mata indahnya mulai berkaca-kaca.
Junsu memperhatikan sahabatnya yang belakangan ini memang terlihat semakin kurus dan murung.
"Joongie, ada apa?" desaknya.
Jaejoong menggeleng, air matanya berjatuhan tanpa isakan, membuatnya menjadi terlihat benar-benar menyedihkan dan hancur. Junsu mengerti bahwa sahabatnya belum siap bercerita, ia hanya memandangi jaejoong dengan lembut dan memeluknya.
Setelah merasa sedikit lega, Jaejoong melepaskan dirinya dari pelukan Junsu. Dan melirik ke arah Koran yang tergeletak terbuka begitu saja.
"Bagaimana perkembangan kasusnya, su-ie?" tanyanya mengalihkan perhatian sahabatnya.
Junsu melepas pelukan hangat itu dengan sedikit enggan. Dia paham Jaejoong sedang tidak ingin membicarakan masalahnya dan mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Dia belum tertangkap Joongie. Kerenkan. Aku yakin dia tidak bersalah." Cerita Junsu berapi-api.
"Kau tahu dari mana Yunho tidak bersalah?"
"Dari wajahnya."
DEGH.. Junsu menoleh dramatis ke arah Jaejoong. "Kau? kau tahu namanya?" tanyanya kaget.
"EH?" Jaejoong terkesiap.
"HAHAHAHAHAHA.. jadi selama ini kau juga ngefans sama buronan tampan ini, kau mencari segala informasi tentang namja tampan ini, eoh Joongie? Seingatku, aku tidak pernah menyebutkan namanya. HAHAHAHA.." Junsu tertawa terbahak-bahak ketika ia menyadari bahwa ia bisa menyimpulkan sesuatu yang menurutnya daebbak.
"Ngefans? Ih.. siapa juga yang ngefans sama namja tukang protes yang hobby makan strawberry dan bernyanyi sendiri di kamar mandi itu."
Junsu berhenti tertawa.
Jaejoong shock dengan tampang bodohnya. Bagaimana dia bisa kelepasan menceritakan tentang Jung Yunho. Jaejoong menahan nafas menunggu kelanjutan reaksi Junsu.
"Astaga.. apakah kau sebegitu ngefansnya dengan namja buronan ini, kim? Sampai mengkhayalkan segala sesuatu tentang namja tampan ini, begitu?" Tanya Junsu yang membuat Jaejoong sweat drop dan setengah mati menahan emosi, harusnya dia tidak perlu setegang itu sampai menahan nafas ketika berbicara dengan Junsu. Membuang tenaga saja, batinnya.
.
.
Jaejoong menutup pintu mobilnya dan kemudian terdengar bunyi pip dua kali yang menandakan bahwa pintu mobil sport mewah itu telah terkunci.
"Aku pulang." Sapanya lesu, dia tidak pernah lagi berharap ada yang akan menjawab sapaannya ketika pulang sekolah.
"Sayang… sudah pulang?"
Jaejoong menolehkan kepalanya ke sumber suara lembut yang menyapanya tadi.
"Umma?" teriaknya sumringah.
Detik berikutnya ia mendekap ummanya erat, melepas rindu yang telah lama ditahannya.
"Umma, bogosippo."
"Nado bogosippo.. Baby, gwenchana?" tanya Ummanya, mengelus pelan pipi tirus putra tunggal kesayangannya yang belakangan ini sangat jarang ditemuinya.
"Nde, aku baik-baik saja. Umma, gwenchanayo?" Jaejoong menatap wajah cantik Ummanya.
Ummanya mengangguk dan menciumi rambut Jaejoong.
Jaejoong makin mengeratkan pelukan terhadap Ummanya, "Umma, saranghae."
Ummanya mengecup bibir cherry yang tersenyum kecil itu dengan gemas. "Nado saranghae, baby. Cepat ganti bajumu dan temani Umma makan siang."
Jaejoong mengangguk semangat, ia tidak akan bertanya kemana Appanya. Sungguh dia tidak tahu apakah Ummanya tahu tentang pengkhianatan Appanya terhadap mereka atau tidak, yang jelas Jaejoong tidak mau merusak moment kebersamaannya bersama sang Umma.
Jaejoong masuk ke kamarnya dengan perasaan bahagia, dia melempar tasnya dan membuka lemari bajunya. Jaejoong ingin segera mengganti bajunya dan kembali turun ke bawah bertemu Ummanya.
"Joongie, kau sudah pulang?" sahutan riang terdengar dari balik pintu kamar mandinya.
Cleeekk..
"Hai.." Sapa Jaejoong sambil tersenyum cantik.
"Kau? Kau sedang senang yah?" tanya Yunho takut-takut. Jaejoong yang sedang mengamuk memang menyeramkan, tapi Jaejoong yang tersenyum sangat lebar begini ternyata lebih menyeramkan. Yunho tidak tahu apa yang akan terjadi detik berikutnya.
"Nde, Ummaku ada di rumah. Aku akan makan siang bersama Umma." Jawabnya, rona bahagia terpancar jelas di wajahnya yang mengundang Yunho untuk ikut tersenyum.
Kim Jaejoong sangat cantik.
Yunho mengangguk, ia paham sekarang kenapa Jaejoong terlihat sangat bahagia.
"Kau tunggu disini yah, nanti setelah aku selesai makan siang, aku akan membawakan makanan untukmu." Jawab Jaejoong yang sudah berjalan ke arah pintu.
Yunho mengangguk lagi.
"Oh.. iya, polisi menemukan tersangka lain dalam kasus pembunuhan direktur perusahaan saingan bisnis ayahmu itu." Lanjut Jaejoong ketika teringat cerita Junsu yang mencekoki dirinya tentang perkembangan kasus pembunuhan yang menyeret Yunho sebagai tersangka utama. Junsu dengan semangat membara menceritakan segala sesuatunya pada Jaejoong, setelah menanggap Jaejoong yang juga ngefans terhadap buronan tampan itu.
.
.
Sore ini Jaejoong berdiri di atas bukit, matanya memperhatikan seorang namja dan yeoja berpakaian sexy yang duduk di atas pangkuan namja berpakaian kantor lengkap itu. Pandangan Jaejoong kemudian beraliih kepada seorang yeoja cantik yang terlihat begitu terluka berada dibelakang mereka berdua. Jaejoong mengenal mereka. Pasangan yang bermesraan itu adalah Appanya dengan nenek sihir dan Yeoja yang menangis dan berlutut dibelakang mereka adalah Umma cantiknya. Jaejoong tidak menangis, ia hanya merasakan keringatnya mengucur deras dan nafasnya tersengal-sengal. Jaejoong merasakan jantungnya seperti dicengkram keras melihat pemandangan yang menyakitkan seperti ini.
Tidak.
Hentikan semua ini!
"TIDAAAAKKKKKK!" Jaejoong membuka matanya dan terengah-engah. Jantungnya berdebar sangat keras. Jaejoong terisak keras, ketika teringat masa depan keluarganya yang ia lihat di mimpinya tadi.
Mimpi. Itu semua cuma mimpi. Cuma mimpi. M-I-M-P-I! ! !
.
.
.
To Be Continue..
Yorobun, Joaheyo? Suka gak? Kalo enggak Kimmy gak akan lanjut..hehe
Thanks for reading.. kritik dan saran, masukan dan sumbangan ide, kimmy terima dengan besar hati..
Sebelum klik next, ada baiknya menghargai kerja keras seseorang. Mengetik review sebentar tidak keberatan ?
Mind to review?