Title : Last Snow
Genre : Romance, Hurt/Comport
Main Pair : KaiHun
Cast: Jongin, Sehun, Kyungsoo
And the other chara.
Rated : T
Balasan review :
: Sehunnya sakit… eum apa ya~~ jawabannya ada dichap ini. Hope u like it! :D makasih sudah review
daddykaimommysehun : Kyungsoo bakalan gak kasian lagi kok. Everything we be alright/? Haha. Thank's for reviewing~~
Kaihun : mari kita lihat akhir dari cerita ini :D makasih suah review~~
Mr. Jongin albino : u can find the answer in this chapter ^^ enjoy the story :D makasih sudah review :)
azloef : ini udh dilanjut :D hope u like it! Makasih sudah review
JUNG OH JUNG : IYAAA INI UDAH DILANJUTTT~~ ehehe. Makasih sudah review :D
Misyel : Ini udah dilanjut. Semoga suka sama lanjutannya. Makasih sudah review~
YoungChanBiased : Duh~ Sehunnya mati gak ya~~~ eung liat dichap ini deh :D makasih sudah review /kaburr/
Sehun Lover : ini udah dilanjut, silahkan dibaca. Semoga tidak mengecewakan. Haha. Makasih sudah review :D
wasastudent : ini lanjutannya. Kyungsoo disini jadi orang baik, cape buat dijadi org jahat '-' haha. Makasih sudah review. Enjoy the story
: penasaran? Jja! Silahkan baca chap ini. Hehe makasih sudah review. Hope u like it!
Summary : Salju terakhir Sehun.
Warning : Boys Love, Typo(s), Mainstream plot dll.
DON'T LIKE DON'T READ.
Jongin memarkirkan motornya didepan pagar sebuah rumah bergaya Eropa. Dengan gugup ia memasuki perkarangan rumah itu. Ia berdiam sejenak didepan pintu lalu dengan ragu ia mengetuk pintu rumah itu.
TOK
TOK
TOK
Tak lama setelah itu, terdengar suara langkah kaki dari dalam rumah tersebut. Sesosok wanita paruh baya muncul dari rumah tersebut, wajahnya terlihat masih cantik diusianya yang tak muda lagi.
"Jongin?"
"Annyeong ahjumma," Jongin tersenyum canggung. Wanita itu tersenyum balik.
"Ada apa?"
"Apa Sehun ada dirumah?" Mimik wajah wanita itu berubah menjadi sendu. Jongin mengerutkan dahinya.
"Apa kau tidak tahu?" Tanya wanita itu. Jongin semakin mengerutkan dahinya seolah berkata ada-apa-dengan-Sehun?
"Sehun, dia sudah hampir satu tahun ini berada dirumah sakit," Jelas wanita itu dengan air mata yang menetes.
"R-rumah sakit?" Jongin membelalakkan matanya.
"Sehun kami, ia terkena Leukimia,"
Jongin bagai disambar petir imajiner disiang bolong. Ia tidak tahu sama sekali kalau hampir setahun ini Sehun tengah bertahan melawan maut.
"Dimana? Dimana Sehun sekarang ahjumma?" tanya Jongin setelah selesai dengan keterkejutannya.
"Dia berada di Rumah Sakit Internasional Seoul,"
"Baiklah ahjumma, gamsahabnida,"
Jongin berlari kearah motornya, setelah itu ia langsung tancap gas ke rumah sakit yang telah diberitahu oleh Ny. Oh.
.:.[].:.
Jongin berdiri mematung disamping motornya. Disana, ia melihat seorang lelaki dengan kulit pucat tengah duduk melamun disebuah kursi roda, sebelum seorang perawat membawanya kembali masuk kedalam rumah sakit.
Jongin mengikuti mereka berdua sampai ia melihat perawat itu membawa Sehun masuk ke sebuah ruangan –yang Jongin yakini kamar rawat Sehun.
Setelah melihat perawat itu pergi meninggalkan Sehun, Jongin perlahan berjalan kearah pintu bercat putih itu. Ia berdiri tepat didepan pintu itu, memantapkan hatinya untuk kembali bertemu orang yang berharga dalam hidupnya.
Apa reaksi yang akan diberikan Sehun ketika ia menemuinya?
Sederet kalimat itu mengelilingi kepala Jongin. Namun pada akhirnya ia memilih untuk masuk pada pintu itu.
Cklek,
Dengan ragu Jongin melangkahkan kakinya kedalam ruangan yang serba putih itu. Disana ia melihat Sehun tengah berbaring memunggunginya dengan infus yang melekat ditangannya. Tubuhnya terlihat semakin pucat dan kurus.
"S-Sehun?" Jongin bersuara. Sesaat, Jongin melihat bahu Sehun menegang.
"Apa kau mendengarku?" Jongin kembali berusaha mendapatkan perhatian Sehun. Perlahan, Sehun membalikkan tubuhnya. Matanya yang sipit terbelalak kaget ketika melihat Jongin tengah berdiri beberapa meter dihadapannya.
"J-Jongin?" Suara Sehun terdengar bergetar.
"Ne, ini aku Sehun…nie." setetes air bening mengalir dipipi Sehun. Jongin menghampiri Sehun lalu dengan lembut menghapus air mata yang mengalir dari mata indah itu.
"Uljima, jebal,"
"Untuk apa –hiks kau kemari? Huh?" tanya Sehun diselingi isak tangis.
"Maafkan aku Sehunnie, aku tak bermaksud meninggalkanmu," Jongin menarik Sehun kedalam pelukannya. Kata-kata 'Maafkan aku,' terus terulang dari bibir tebal Jongin.
Perlahan isak tangis Sehun mulai tak terdengar, bahunya yang semula berguncang kini berangsur tenang. Jongin memberi sedikit jarak pada pelukan mereka, hanya untuk memastikan bahwa Sehun benar-benar telah berhenti menangis.
"Sehun, maukah kau mendengarkanku?" Sehun mengangguk samar dalam pelukan Jongin.
"Aku terpaksa melakukan semua ini. Perusahaan appa-ku diambang kehancuran, appa lalu menjodohkanku dengan anak dari Do corp." Jongin berhenti sejenak untuk melihat wajah Sehun.
"Appa-ku mengancam akan mencelakai kau dan keluargamu jika aku tidak setuju dengan perjodohan itu. Jadi aku menuruti semua yang appa-ku perintahkan, sampai sekarang hatiku masih ada padamu Sehunnie~"
"Kau bodoh Jongin!" ujar Sehun dengan isakannya.
"Ya, aku memang orang terbodoh yang pernah ada Sehunnie, maafkan aku," Sehun menggelengkan kepalanya.
"Percuma kalau kau meminta maaf sekarang Jongin, semua tidak akan kembali seperti sediakala," Sehun melepaskan pelukannya dengan Jongin. Ia menekuk kedua lututnya lalu memeluknya.
Jongin duduk dipinggiran ranjang Sehun.
"Bertahanlah, demi semua orang yang menyayangimu–"
"–juga untukku."
.:.[].:.
"Jongin! Kau tahu! Aku sudah mendapatkan donor ginjal yang cocok!"
"Jinjja? Chukhae hyung," balas Jongin acuh. Ia kembali menjadi Jongin yang dingin setelah pertemuannya dengan Sehun terakhir kali.
"Hn, bulan depan, setelah aku operasi, berjanjilah untuk menemaniku melihat salju pertama!"
"Hm,"
.:.[].:.
Sehun terlihat sedang menulis sesuatu diranjang pasiennya.
"Kau sedang menulis apa sayang?" tanya Ny. Oh.
"Bukan apa-apa eomma,"
"Jinjja? Kalau begitu jja! Minum obatmu!"
"Apa semua obat yang aku makan tak berguna eomma? Pada akhirnya aku akan tetap–"
"Sehunna, kita hanya bisa berusaha. Kita tidak mungkin bisa mengubah takdir sayang," Jelas Ibunya.
Sehun hanya menundukkan kepalanya. Ia tahu waktunya didunia ini sudah tak lama lagi. Ia hanya bisa berharap bisa melihat salju pertama ditahun ini –untuk terakhir kalinya.
"Eomma, apa aku bisa melihat salju pertama tahun ini?"
"Kau.. pasti bisa sayang. Bertahanlah." Ujar Ibunya menyemangati.
"Aku sudah memutuskannya eomma. Aku akan melakukannya."
"Apa kau yakin Sehunna?"
"Ne, aku sangat yakin eomma. Biarlah mereka bahagia."
"Kau yang terbaik Sehunna," Sehun memeluk ibunya dengan erat.
"Eomma. Aku mencintaimu,"
.:.[].:.
Jongin sedang duduk melamun didepan ruang operasi Kyungsoo. Rumah sakit ini adalah rumah sakit yang sama dengan rumah sakit yang ditempati Sehun, namun ketika ia mengunjungi kamar lelaki milky skin itu, yang ia dapati hanya kamar kosong.
Ia bertanya pada seorang perawat yang kebetulan lewat, dan ternyata Sehun sedang berada diruang operasi. Entah melakukan operasi apa.
Setelah itu Jongin kembali ke ruang operasi Kyungsoo. ia mendudukkan diri dengan hati yang gusar. Ia sangat merindukan Sehun. Dan sekarang Sehun tengah melakukan operasi tanpa diketahui oleh dirinya.
Beberapa jam sudah dilalui oleh Jongin dengan hanya duduk dikursi yang sama. Lampu merah yang terdapat diatas pintu ruang operasi perlahan padam, menandakan selesainya kegiatan yang dilakukan didalamnya.
Seorang pasien –yang diduga sebagai orang yang telah mendonorkan ginjalnya pada Kyungsoo– dikeluarkan dari ruangan itu. Jongin mendekatinya, penasaran seperti apa orang yang telah berbaik hati ingin mendonorkan ginjalnya pada Kyungsoo.
Seketika tubuh Jongin mematung karena melihat rupa orang–dermawan itu. Seorang pasien bertubuh kurus yang dikenali Jongin sebagai belahan jiwanya adalah orang yang mendonorkan ginjalnya untuk seseorang yang akan menjadi pendamping hidupnya nanti.
Jongin hanya berdiri mematung ketika para perawat membawa lelaki itu melewati tubuhnya.
"S-Sehunnie?" Bisiknya pelan.
Tanpa diperintah untuk yang kedua kalinya, kaki-kaki Jongin segera mengejar perawat-perawat yang telah membawa Sehun menjauh darinya. Mengejar napasnya, mengejar jiwanya.
Jongin sampai pada kamar rawat Sehun. Ia langsung mendekati Sehun, tak memperdulikan Ny. Oh yang menatap Jongin dengan pandangan penuh tanya.
Jongin mengamati perubahan yang terjadi pada Sehun. Tubuhnya menjadi sangat kurus, bahkan terlihat hanya tinggal tulang saja. Kulitnya yang milky skin menjadi putih pucat, ruang geraknya semakin terbatas, tubuhnya semakin melemah.
Jongin menangis, menyadari kebodohnnya yang tak bisa menemani Sehun disaat-saat beratnya. Seharusnya ia bisa lebih berani melawan appanya. Seharusnya ia lebih berani mengambil keputusan. Dan masih banyak seharusnya-seharusnya yang lain dibenak Jongin.
"Jongin, berpura-puralah kau tidak tahu mengenai semua ini. Ini permintaan dari Sehun."
"Dia ingin, kau menjaga Kyungsoo seperti kau menjaga dirinya dulu."
Jongin merasa ia adalah lelaki terburuk didunia ini begitu mendengar permintaan Sehun. Ia mengusap air matanya kasar.
"Pulanglah, besok kembali lagi. Sehun masih perlu beristirahat,"
"Arraseo, sampaikan salamku padanya ahjumma,"
"Ne,"
.:.[].:.
Sehun perlahan mengerjapkan matanya. Matanya langsung menyipit ketika cahaya menghampiri retina matanya. Ia baru saja sadar dari pengaruh obat bius yang disuntikkan ketika operasi akan berlangsung.
"Sehunna? Kau sudah sadar chagi?" sapa Ibunya Sehun.
"Eomma apa operasinya berhasil?" tanya Sehun. Ibunya tersenyum, Sehun memang berhati malaikat. Kata-kata pertamanya setelah sadar dari obat bius malah kata-kata yang mengkhawatirkan orang lain.
"Iya chagi, Kyungsoo sudah dipindahkan dikamar rawat untuk pemulihan."
"Apa .. Jongin mengetahuinya?"
"Tidak, dia tidak mengetahui apa-apa,"
"Itu lebih baik, apa dia tidak mengunjungiku?"
"Eomma, tanggal berapa sekarang?"
"Eum~ tanggal 2, wae?"
"Sebentar lagi salju pertama pasti turun," Ujar Sehun dengan senyum sendunya.
"Apa kau mau melihatnya bersama eomma?"
"Apa itu memungkinkan?" ujar Sehun ragu.
"Tentu saja chagi, apa yang tidak mungkin? Kau pasti sembuh 'kan?"
Sehun menganguk ragu. "Aku akan berusaha sembuh eomma, untuk semua orang yang menyayangiku," Sehun tersenyum tulus setelah itu.
.:.[].:.
Jongin berdiri didepan pintu bercat putih –yang ternyata adalah pintu dari ruang rawat Sehun. Ia memegang sebuket bunga mawar putih untuk diberikan kepada Sehun.
Perlahan ia mengetuk pintu bercat putih itu, ia sudah tidak peduli jika appa-nya tahu ia menemui Sehun, ia sangat merindukan lelaki dengan kulit pucat itu. Ia sangat rindu hingga rasanya ia tidak bisa bernapas lagi.
Ia membuka pintu itu perlahan –setelah sebelumnya mengetuknya. Ia melihat tatapan kaget dari Sehun, yeah~ ini adalah kali ketiganya ia mengunjungi Sehun, itu bukan seuatu reaksi yang terlalu mengecewakan.
Jongin tersenyum canggung. Ia lalu melangkah mendekat kearah ranjang Sehun.
"Sehun, aku .. ingin mengajakmu melihat salju pertama ditahun ini. Maukah kau?" tanya Jongin ragu.
"Bukannya kau sudah membuat janji dengan Kyungsoo?"
"Ia membatalkannya,"
Sehun menatap ibunya, seakan meminta persetujuan dari orang yang selalu menemaninya itu. Melihat arah tatapan Sehun, Jongin juga ikut menatap Ny. Oh dengan tatapan penuh harap. Ny. Oh tersenyum lalu mengangguk dua kali.
Jongin tersenyum lebar –terlalu lebar bahkan. "Gomawo ahjumma, Kajja Sehunnie~"
Sehun hanya mengangguk pasrah, memasang wajah datar untuk menutupi kebahagiaan yang ia rasakan. Meskipun aura kebahagiaan tetap terpancar pada matanya.
Jongin mendorong kursi roda Sehun menuju taman yang berada didekat rumah sakit tempat Sehun dirawat dalam diam. Suasana yang tercipta sangatlah canggung diantara mereka berdua.
"Kita sudah sampai, Sehunnie." Sehun hanya mengangguk. Setelah itu, Jongin berjongkok disamping kursi roda Sehun. Ia menggenggam tangan Sehun erat, seakan tidak ingin melepaskan Sehun kembali.
Sehun menatap Jongin dengan tatapan bingung. Jongin hanya tersenyum melihat tatapan Sehun. "Wae?" tanya Jongin.
"Kenapa?" Sehun bertanya, Jongin mengernyitkan dahi mendengar pertanyaan Sehun.
"Kenapa?" Ulangnya.
"Kenapa kau masih menemuiku? Apa karena aku sudah tak lama lagi berada didunia? Apa karena eomma yang menyuruhmu?" Jongin menatap manik mata Sehun dalam. Berusaha menyalurkan semua perasaan yang tersimpan didadanya.
"Tatap mataku, Sehunnie. Apa kau melihat dirimu disana?" Sehun mengangguk. "Kau adalah napasku. Tak bertemu denganmu selama hampir setahun sudah membuatku seperti mayat berjalan," Jongin mengambil napas panjang. Ia mengeratkan genggaman tangannya pada Sehun. "Kumohon, cepatlah sembuh Sehun. Aku tak akan menuruti keinginan appaku untuk menikahi Kyungsoo jika kau sembuh. Kita akan hidup sesuai dengan apa yang kita inginkan. Sembuhlah, kumohon Sehunnie." Setetes air mata mengalir dari mata Jongin.
Sehun tertegun melihat Jongin yang seperti ini. Ia tidak pernah melihat sisi lemah Jongin sebelumnya. Jongin selalu menyembunyikan sisi lemahnya didepan Sehun, ia tidak pernah mau membagi kesedihannya dengan Sehun.
Jongin membingkai wajah Sehun dengan kedua tangannya. Menghapus air mata yang mengalir dari mata bening Sehun dengan ibu jarinya.
Angmongeul kkwosseoyo
Uldeon geudaereul anajugi jeone
Kkumeseo kkaeeo beoryeotjyo
Seogeulpeun mame keoteuneul yeoreo
Dalbiche muldeurin nunmullo pyeonjil bonaeyo
Remember geudaega himdeul ttaemyeon hangsang
Nunmureul useumgwa bakkwotjyo
Na eomneun goseseon uljimayo don't cry
Nunmuri manteon geudaeraseo oh
Andwaeyo it's my turn to cry naega halgeyo
Geudaeui nunmul moa
It's my turn to cry naege matgyeoyo
Geu nunmulkkaji this time
"Uljimma," Ucap Jongin pelan. Ia menempelkan dahinya pada dahi Sehun, membuat jarak antara keduanya semakin dekat.
"Jangan lakukan ini Jongin, berbahagialah dengan Kyungsoo. Relakanlah aku pergi." Ucap Sehun. Jongin terdiam.
"Nan ajik geudaereul manhi saranghan, yeongwonhi." Sehun terisak mendengar perkataan Jongin. Jongin memeluk erat Sehun.
"Saranghae," ucap Sehun pelan.
Tak lama setelah itu, sebutir salju jatuh tepat dihidung Sehun. Sehun melonggarkan pelukannya, Jongin ikut melihat bagaimana salju itu mencari dihidung Sehun. "Nunmulinji nun ttaemuniji?" tanya Jongin dengan senyuman yang dapat menenangkan hati Sehun. "It's a first snow, Jongin." Sehun tersenyum dengan bibirnya yang pucat.
Jongin kembali memeluk Sehun erat. Menyalurkan kehangatan kepada orang yang sangat dicintainya itu.
"Saranghaeyo, yeongwonhi." Bisik Sehun sebelum pelukannya pada Jongin melemah.
"Sehunnie?" Panggil Jongin, namun Sehun tak menjawab. Tubuhnya bahkan sangat lemas ketika diguncang oleh Jongin.
Melihat wajah Sehun yang pucat, Jongin langsung menggendong Sehun dan berlari menuju rumah sakit tempat Sehun dirawat.
Dengan panik ia langsung memanggil dokter dan para perawat untuk memeriksa keadaan Sehun. Setelah itu ia hanya bisa terduduk lemas didepan ruang ICU bersama eomma dan appa Sehun. Ia berkali-kali meminta maaf kepada orang tua Sehun –yang sudah menganggap dirinya sebagai anak sendiri.
Ketika dokter keluar dengan wajah yang menyedihkan, Jongin tahu bahwa Sehun sudah benar-benar meninggalkannya seorang diri.
Lututnya melemas, ia terjatuh berlutut didepan sang dokter. Semua ini bagaikan mimpi baginya, dunianya seakan runtuh dengan kenyataan yang baru saja ia terima. Nama Sehun terus terucap dari bibirnya, bahkan tangisan histeris dari eomma Sehun tak bisa didengarnya lagi.
.:.[].:.
Ia menatap sendu sebuah batu nisan dihadapannya. Tak ada air mata yang mengalir dari matanya, tetapi tatapan matanya sangat jelas menampakkan kesedihan yang begitu mendalam.
'Oh Sehun' adalah ukiran yang terdapat pada batu nisan itu.
Perlahan, Jongin terjatuh berlutut disamping makam itu. Ia mengelus batu nisan yang dijatuhi salju itu, membersihkannya dari butiran-butiran salju yang dingin.
Seorang lelaki bertubuh mungil datang menhampiri Jongin yang tengah bersimpuh didekat makam Sehun. Ia dengan perlahan memegang bahu kokoh Jongin.
"J-Jongin?" Ucapnya terbata. Jongin dengan perlahan menengokkan kepalanya kearah suara tersebut.
"Kau belum pulang?" Kyungsoo –lelaki mungil itu– menggelengkan kepalanya.
"Kurasa kau sedang butuh teman," Ucapnya disertai senyum manis. Jongin tertegun melihat senyuman itu. Senyum yang terlihat serupa dengan milik seseorang telah membawa separuh jiwanya pergi.
"S-Sehun?" Bisik Jongin, Kyungsoo mengernyitkan dahinya.
"Sehun?" Ulangnya.
"Ah! Maaf, sebaiknya kau pulang saja. Kau masih butuh istirahat setelah melakukan operasi." Perintah Jongin.
"Apa kau tak apa?" Jongin hanya mengangguk sebagai jawaban.
Dengan langkah perlahan Kyungsoo berjalan menjauhi Jongin menuju mobilnya yang ia parkir tak jauh dari pemakaman itu.
Sepeninggalan Kyungsoo, Jongin kembali merenung. Ia masih tidak menyangka jika kisah cintanya akan berakhir dengan mengenaskan seperti ini. Butiran-butiran salju menjatuhi tubuhnya. Numun semua itu tak diindahkannya, seluruh raga dan jiwanya sedang tertuju pada Sehun sekarang. Ia tidak bisa memikirkan apapun selain lelaki manis tersebut.
Sebutir air mata Jongin jatuh bersamaan dengan sebuah salju yang jatuh tepat dihidungnya.
"Sehunnie~ Apa kau hanya menunggu salju pertamamu? Lalu setelah kau mendapatkannya kau pergi meninggalkanku begitu saja?" Ucap Jongin. Pandangannya hanya tertuju pada batu nisan itu.
"Kau pergi jauh Sehun, apa kau sudah tidak mencintaiku lagi? Maafkan aku yang selalu melukaimu." Ujar Jongin dengan nada penyesalan.
"Maafkan aku, Sehunnie~"
.:.[].:.
Jongin membuka sebuah surat yang dititipkan Sehun untuknya. Dengan hati gundah ia membaca satu per satu kata yang ada dikertas itu, membayangkan kalau Sehun yang berbicara dengannya langsung.
Matanya menelusuri satu per satu tulisan tangan Sehun.
Jonginna? Apa kabar? :D
Apa kau tak merindukanku? Apa kau sudah bahagia dengan Kyungsoo?
Aku turut bahagia jika kau bahagia Jonginna~
Pasti kau sangat terkejut ketika menerima surat ini, karena saat kau membaca surat ini aku pasti sudah tidak bisa bertemu denganmu lagi.
Apa kau sudah tau jika aku ini penyakitan? Itu sebabnya aku tak akan bertemu denganmu lagi, tapi mungkin kita bisa bertemu dialam mimpi :P
Aku sebenarnya sangat merindukanmu Jonginna, apa kau merasakan hal yang sama?
Kuharap iya ^^
Aku tetap mencintaimu walaupun kau sekarang sudah bersama orang lain, seperti janjiku dahulu. Aku akan tetap mencintaimu bahkan jika aku lelah aku tidak akan pernah berhenti mencintamu.
Berbahagialah dengan Kyungsoo hyung, Jongin. Jangan kecewakan aku.
Saranghae Jonginna. Yeongwonhi :)
Jongin mendekap surat itu. Ia tidak menyangka bahwa Sehun masih menepati janji itu. Janji ketika mereka baru saja berpacaran. Janji yang pada akhirnya membuat Sehun sakit hati.
Jongin merutuki dirinya yang bodoh. Dirinya yang selalu menyakiti Sehun. Dirinya yang lemah. Dirinya yang tidak bisa berbuat apa-apa untuk mempertahankan cintanya. Ia terus merutuki dirinya hingga Kyungsoo –yang entah sejak kapan masuk kekamarnya– menepuk bahunya.
"Jongin, apa kau baik-baik saja?" Tanyanya khawatir. Jongin mengangguk disertai senyuman palsu. Kyungsoo menghela napas.
"Kau bisa menceritakannya kepadaku, kalau kau mau." Ujar Kyungsoo dengan senyumannya yang menenangkan.
"Terimakasih hyung, maaf selama ini aku sudah menyakitimu." Kyungsoo hanya membalasnya dengan senyuman.
"Apa kau sudah makan?" Tanya Kyungsoo. Jongin menggelengkan kepalanya.
"Aishh! Bagaimana kalau kau sakit? Jja! Kita makan!"
"Aku sedang tidak berselera makan hyung,"
"Setidaknya makanlah walaupun sedikit, ne~~?" Pintanya dengan wajah memelas.
"Tch, arraseo,"
Kyungsoo tersenyum lebar setelah itu.
.:.[].:.
Jongin dan Kyungsoo semakin hari terlihat semakin akrab, mereka sering terlihat berdua. Tetapi bukan berarti Jongin sudah melupakan Sehun, ia hanya berusaha memenuhi permintaan Sehun.
Ia tidak ingin Sehun kecewa diatas sana. Ia tetap mencintai Kyungsoo sebagai hyung saja, tidak lebih dari itu. Dan ia berharap Kyungsoo bisa mengerti itu semua.
Saat ini mereka berdua tengah duduk santai disebuah café yang sering mereka kunjungi.
"Hyung, apa kau tau siapa orang yang telah mendonorkan ginjalnya untukmu?" Tanya Jongin. Kyungsoo menggeleng.
"Ani, nugu?" Tanyanya sambil meminum bubble tea-nya.
"Dia Sehun, hyung."
"Uhuk! Uhuk! Mwo? Sehun?" Ucapnya terkejut.
"Ne, dia yang telah mendonorkan ginjalnya. Jadi kumohon, jagalah ginjal itu hyung." Pinta Jongin. Kyungsoo kembali mengangguk.
"Arraseo,"
"Apa kau sudah selesai?"
"Ne,"
"Kajja kita kembali kerumah,"
"Kajja!"
Jongin dan Kyungsoo berjalan beriringan ditepi jalan. Mereka berdua terlihat seperti sepasang kekasih yang sedang kencan.
Seorang anak terlihat menangis dihadapan Kyungsoo dan Jongin, membuat mereka berdua tepaksa menghentikan langkah mereka.
"Hei, kau kenapa?" Tanya Kyungsoo lembut.
"Hiks, kalungku terjatuh–hiks ditengah jalan itu. Itu–hiks kalung dari eomma,"
"Sebentar biar hyung ambilkan ne?"
"Jinjja? Gomawo hyung," Ucap anak itu.
"Sebentar ne Jongin?" Jongin hanya menganggukkan kepalanya.
Kyungsoo berjalan dengan pelan kearah kalung itu, traffic light sedang berwarna hijau, pertanda pejalan kaki dibolehkan untuk melintasi jalan. Kyungsoo berjongkok untuk mengambil kalung yang berada tepat ditangannya.
Jongin memperhatikan gesture yang dibuat oleh Kyungsoo, ia tersenyum. Namun, ekspresinya berubah ketika melihat sebuah mobil melaju dengan kecepatan tinggi kea rah Kyungsoo.
"Kyungsoo hyung!" Seru Jongin, ia langsung berlari kearah Kyungsoo dan mendorongnya ke tepi jalan. Sebagai gantinya, tubuhnya dihantam dengan keras oleh mobil itu. Ia bisa merasakan bagaimana tubuhnya remuk, seperti seluruh tulang yang menyangga tubuhnya ditarik dengan paksa keluar dari tubuhnya.
Satu per satu pejalan kaki yang melihat kejadian itu mulai mendatangi –mengerubungi– Jongin yang saat ia terbaring dengan darah yang mengalir dari tubuhnya. Kyungsoo bagai terpaku ditempatnya. Ia masih tidak bisa mencerna kejadian yang baru saja dilihatnya.
"H-hyung?" Cicit anak yang beberapa lalu berbicara dengan mereka –Jongin dan Kyungsoo– menyadarkan Kyungsoo dari ketidak percayaannya. Segera ia berlari menuju kerumunan yang terlihat semakin banyak itu.
"J-Jongin!" Seru Kyungsoo tidak percaya. Ia mendudukkan dirinya disamping Jongin.
Jongin tersenyum diantara ringisannya, "H-hyung, b-berjanjilah k-kau akan menjaga g-ginjal y-yang diberikan o-oleh S-Sehun, hyung,"
"Arraseo, hyung akan menjaganya, tapi hyung mohon bertahanlah Jonginna," Ujar Kyungsoo dengan isakannya.
Jongin tersenyum, "Maafkan aku hyung, saranghae." Tak lama setelah itu Jongin menutup matanya dengan perlahan.
"Aniya! Ya! Kalian! Cepat hubungi ambulance!" Teriak Kyungsoo.
Seorang dari kerumunan itu menghubungi ambulance, tak lama kemudian ambulance pun datang. Para medis segera membawa tubuh Jongin ke dalam ambulance, Kyungsoo ikut serta didalamnya.
Air mata terus saja mengalir dari mata bulat Kyungsoo, ia masih tidak percaya dengan semua ini. Beberapa waktu yang lalu ia masih bisa berbincang-bincang dengan Jongin, tetapi saat ini ia hanya bisa melihat Jongin yang tengah merenggang nyawa karena menyelamatkannya.
Kyungsoo mengeluarkan smartphone miliknya, ia akan mengabari appa dan eomma Jongin soal kecelakaan ini. Dengan tangan bergetar, ia mendial nomor eomma-nya Jongin. Terdengar suara seorang wanita yang bisa dikatakan tidak muda lagi diujung line sana.
"Ahjumma," Ucap Kyungsoo menahan isakan tangisnya.
"Ne, ada apa Kyungsoo sayang?"
"Ahjumma, Jongin, Jongin kecelakaan ahjumma,"
Hening.
Kyungsoo menggigit bibir bawahnya, menunggu reaksi yang diberikan oleh eomma Jongin.
"M-mwo? K-kau sekarang berada dimana?"
"Kami sedang menuju Seoul Internasional Hospital ahjumma,"
"Arraseo, ahjumma akan segera kesana,"
.:.[].:.
Kyungsoo terduduk disamping makam Jongin, ia merasa de javu dengan semua ini. Ia tidak menyangka akan kehilangan Jongin secepat ini. Ia mendongakkan kepalanya kearah langit yang terlihat cerah disatu sisi namun terlihat gelap disatu sisi lagi.
"Jongina~ apa kau sudah bertemu Sehun disana?" Tanyanya entah pada siapa.
"Pasti kau akan bahagia dengan Sehun disana, aku berjanji akan menjaga ginjal Sehun dengan baik. Seperti yang engkau katakan." Setelah mengatakan itu, Kyungsoo tersenyum dengan tulus.
Senyum itu semakin melebar ketika melihat langit seakan melukiskan dua insan yang tengah tersenyum kearahnya. Jongin dan Sehun. Mereka telah hidup bahagia diatas sana.
.:.[].:.
Kyungsoo berjalan seraya memerhatikan kedua kakinya, tak menyadari seorang dengan wajah kotak berlari dari arah yang berlawanan dengannya. Tubuh Kyungsoo tersentak ke belakang ketika tubuh lelaki itu menubruknya.
"Ah! Joesonghamnida," Ucap lelaki itu seraya membungkukkan badannya.
"Ne, gwenchana,"
Pandangan mereka berdua bertemu.
"Maaf, aku terburu-buru. Jika terjadi sesuatu denganmu hubungi saja aku, ne?" Ucap lelaki itu seraya memberikan kartu namanya.
Kim Jongdae
Itu adalah nama yang tertera dikartu nama itu.
END!
Key's Note:
Maafkan diriku yang telat updet~~
Buat yang nungguin terror, maaf aku lagi kena WB sepertinya. Gak ada inspirasi mendekat sama sekali.
Mungkin sudah tertimbun dengan tugas-tugas yang sangat menyenangkan/?
Semoga kalian suka sama akhirnya yang, errrrr entahlah abstrak.
Don't forget to give your review, OK!
20140327
Kiss&Hug