Disclaimer : Kalau Kurobasu punya saya, Aomine dan Kagami sudah cipokan ;D Kuroko no Basuke is Tadatoshi Fujimaki's. And The image I use as cover image isn't mine, credit to the awesome owner.
Warning : Fic ini berada di dunia berbeda dengan Kurobasu. Demi kelangsungannya, mari kita anggap Kagami dan Aomine sekolah di Teikou. Dan Teikou itu nama SMA. Setuju? ;) Dan bear with 'Lo-Gue' and some inappropriate word. Enjoy, AoKaga-ers!
.
Worse than Nightmare
Chapter 1 : This isn't Happening
By kiriohisagi
.
GayGod posts new video.
Kagami menyeringai menatap layar laptopnya. Akhirnya, setelah dua minggu bosan menunggu, salah satu Youtuber favoritnya mengunggah video baru. Jadi tanpa buang waktu, Kagami membukanya. Tidak peduli pada rambutnya masih basah pasca mandi.
Tab berisi jendela video muncul, dan Mata Kagami melebar. Seringai tidak hilang dari wajahnya.
"Shit!" Kagami mengumpat kesenangan saat laki-laki berambut blonde di layar melepas kaosnya, memperlihatkan perutnya yang oh-so-sexy dan mulai memperagakan cara push up yang baik dan benar. Well, Kagami suka perut kotak-kotak itu. Kagami suka kaki yang jenjang itu. Kagami suka tubuh Matthew Lush.
Dan jangan protes.
Kalau Aomine Daiki punya Mai-chan, Kagami Taiga juga bisa punya Matthew Lush. Bedanya, Aomine punya kemampuan untuk memamerkan semua koleksi Mai-channya, sedangkan Kagami tidak.
Karena Gay bukan sesuatu yang bisa kau banggakan di Jepang. Apalagi kalau kau adalah pemain basket SMA Teikou dimana semua rekan setimmu adalah cowok yang hobi membicarakan betapa seksinya perempuan.
Trrrrt.
Ponsel Kagami bergetar, membuat dia terpaksa mengalihkan kepalanya dari layar.
5 New Emails from Ahomine.
Kagami mengeryitkan dahinya.
27 minutes ago
Heh, ke Maji burger sekarang! Urgent! Dompet gue ketinggalan.
15 minutes ago
Lo baca email gue nggak sih?
7 minutes ago
Plis Kagami -_- lo mau gue dipenjara gara-gara gak bayar burger?
5 minutes ago
Kagami, gue sumpahin, kalo lo nggak kesini sekarang, seumur hidup lo jomblo!
2 minutes ago
Kagami, plis.
Kagami menahan tawa antara geli dan kesal. Aomine Daiki, yang sayangnya adalah temannya, memang super menyebalkan. Kagami mengenalnya dihari pertama masuk SMA saat dia baru pindah dari Amerika. Tubuhnya tegap, tinggi, dengan kulit tan dan perangai yang songong. Dengan sekali lihat, Kagami tahu kalau laki-laki itu pasti akan merepotkannya. Makanya, Kagami menjaga jarak, amit-amit kalau berteman dengan laki-laki yang doyan paha-dada cewek macam dia.
Tapi takdir memang tidak pernah menyukai Kagami. Disuatu siang waktu Kagami sendirian bermain basket disaat yang lain sibuk istirahat di kantin, Aomine Daiki memergokinya. Kagami tidak akan pernah lupa seringai yang Aomine kenakan waktu itu, karena itulah awal dari semua mimpi buruk ini.
"Sumpah ya, Kagami. Lo lama banget! Gue hampir dipenjara!" Aomine—dengan wajah panik karena penjaga kasir memelototinya—merampas dompet yang baru Kagami keluarkan. Aduh coba kalau Aomine bukan temannya, sudah dia jeduk-jedukkan kepala biru jelek itu ke tembok.
"Gue tadi liat youtube dulu, gak liat email lo." Jawab Kagami santai ketika mereka sudah berjalan keluar berdua.
"Oh setia kawan banget temen gue. Gue kesusahan dia malah lihat yutub." Sindir Aomine. Kagami cuma mendengus.
"Gimana gue nggak setia-kawan sama temen gue? Dia baik, saking baiknya setelah ngerampas dompet gue dia nggak bilang makasih."
Aomine nyengir, merasa sindirannya dibalas. Tapi alih-alih melanjutkan perdebatan, Aomine malah menepuk-nepuk punggung Kagami keras.
Kan?
Aomine itu orang paling absurd yang pernah Kagami kenal. Kagami tidak tahu kenapa dia bisa tahan saja berteman dengan kunyuk macam Aomine.
Tapi yah, mau bagaimana lagi. Walaupun berat untuk mengakui, tapi Aomine lah yang mengenalkan Kagami pertama kali dengan tim basket sekolah ini. Awalnya, tentu saja Kagami menolak mentah-mentah. Alasannya, tentu saja karena Tim basket Teikou itu penuh orang absurd.
Kalian harus lihat Akashi, kapten mereka yang lebih berbahaya dari medusa dan basilisk, yang matanya memancarkan aura membunuh. Jangan lihat matanya langsung kalau tidak ingin mati. Atau Midorima, laki-laki tsundere-megane yang sukanya pakai perban di tangan dan jalan kemana-mana membawa lucky item. Atau Kise, cowok yang kadang Kagami silau melihatnya—yang Kagami akui ganteng didalam hati, yang Kagami mau-mau saja kencan dengannya kalau saja Kise gay—tapi sayangnya dia straight. Atau Murasakibara, cowok raksasa berambut ungu yang kerjanya makan melulu. Oh, Kagami hampir lupa satu orang, karena memang kerjaannya menghilang. Kuroko Tetsuya namanya. See? Nggak ada yang benar.
"Eh, Kagami, omong-omong lo dengar kabar soal bunkasai sekolah kita gak?" Aomine mengajaknya bicara saat mereka berdua memutuskan duduk-duduk dilapangan basket sambil minum pocari yang baru mereka beli dari mesin penjual otomatis.
"Penting, ya?" tanya Kagami. Aomine memutar matanya.
"Penting banget kalo menyangkut maid-café. Kelas sebelah yang bikin, dan lo tau gimana cewek-cewek dikelas sebelah?"
Dan Aomine memulainya. Pembicaraan paha-dada itu. Kagami rasanya mau tutup kuping, tapi nanti Aomine curiga padanya karena tidak tertarik dengan cewek seperti laki-laki pada umumnya. Karena walaupun dia dan Aomine sudah berteman hampir tiga tahun, Aomine belum tahu kalau Kagami gay.
"…mi. Oi, Kagami. Denger nggak sih?"
"Hah?" Kagami baru tersadar dari lamunannya. "Sori tadi lo bilang apa? Paha, dada, terus?"
Aomine menatap Kagami heran. "Paha-dada apa? Kita nggak lagi ada di KFC."
Kagami tergelak. "Maksud gue, tadi bukannya lo ngomongin kelas sebelah? Itu lo lagi ngomongin paha-dada, kan?"
"Plis," Aomine menyipitkan matanya melihat Kagami. "Gue mesum tapi gak semesum itu. Gue lagi ngomongin kelas kita kira-kira mau bikin apa."
"O…oh." Kagami baru sadar, dia lalu menggaruk belakang lehernya yang tidak gatal, berpikir.. "Rumah hantu lagi, mungkin?"
"Yeah…" Muka Aomine langsung berubah bosan. "Kita lihat aja besok Akashi pilih apa. Ketua kelas diktator macam dia."
Kagami mengangkat alisnya. "Lo tau, Aomine, kalo sampai Akashi dengar lo nyebut dia diktator, lo bisa mati." Kata Kagami. Tapi yang Kagami ajak bicara malah mendengus.
"Gue gak takut sama Akashi." Tantang Aomine.
"Ah sok-sok an lo." Kagami menoyor lengan Aomine, sampai Aomine mendesis kesakitan. "Palingan besok juga lo keder."
"Lo nantang gue?" Aomine berdiri.
Kagami tertawa. "Plis, Aomine. Lo pikir gue gak tau kalo lo gemeteran gara-gara Akashi marah pas lo bolos latihan?"
Mata Aomine melebar. "Apa lo bilang?" Kemudian dia berdiri.
"Sori Akashi… gue gak ngulangin lagi Akashi. Ampun Akashi." Kagami menirukan suara Aomine, memeluk dirinya sendiri dan pura-pura gemetaran. Mata Aomine makin melebar.
"Lo… gue nggak pernah…" Aomine kehilangan kata-katanya. Mukanya merah saking kesalnya. Tapi Kagami terus menirukan Aomine sampai Aomine murka. "Awas lo, Kagami!"
Kagami tertawa histeris, tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk berlari ketika Aomine sudah menyisingkan lengan untuk mengejarnya.
Mereka kejar-kejaran seperti orang bodoh. Ah, tidak. Mereka memang bodoh. Buktinya, sekarang mereka sedang gulung-gulungan di tanah. Dengan kedua kepalan tangan Aomine yang berada di dua sisi kepala Kagami, menghukumnya sampai Kagami berteriak minta ampun.
Lihat mereka sekarang, kaki Aomine melingkari pinggang Kagami dengan tangan Kagami yang dikunci kebelakang membuat Kagami tidak berkutik.
"Kayak lo nggak takut aja sama Akashi." Teriak Aomine, merasa menang.
"Sori ya, gue emang nggak takut. Gue nggak kayak elo." Kagami meronta, berusaha melepaskan diri dari kuncian kaki Aomine yang mengelilingi pinggangnya. "Shit, Aomine. Lepasin gak?"
"Gak, sebelum lo minta maaf." Kuncian kaki Aomine ke pinggang Kagami malah makin erat. Kagami sampai istighfar didalam hati.
"Oke, oke." Kagami menyerah. "Gue minta maaf. Lo nggak takut sama Akashi. Lo cuma gemeteran. Arggg… iya-iya sori." Kagami berteriak lagi saat Aomine mengeraskan kunciannya, membuat tangan dan pinggangnya sakit. "Sori. Ampun. Gue nyerah."
"Gak segampang itu." Aomine menyeringai.
"Apa lagi, ha? Goblok lepasin gak?" Kagami meronta lagi. Tapi sial, terbuat dari apasih kaki Aomine?
"Besok ada rapat kelas buat bunkasai kan? Lo harus bolos."
"Lo gila apa?" Kagami berteriak. "Akashi bisa mutilasi gue!"
"Begitulah kata orang yang katanya nggak takut sama Akashi." Aomine makin melebarkan seringainya. Kagami mendecih. Dia kena perangkap, Aomine memang rajanya provokasi. Ya Tuhan, salah apa Kagami sampai kau beri teman macam Aomine?
"FINE!" Kata Kagami akhirnya. "Gue bolos! Puas lo?"
Aomine tergelak, dia lalu melepaskan tangan dan pinggang Kagami.
"Puas banget, baby." Kata Aomine.
"Cuih. Sumpah najis." Kagami meludah-ludah. Setengah mati kesal dengan Aomine. Tolong ya, walaupun dia gay dia masih punya standart. Cowok seenak jidat seperti Aomine sama sekali bukan tipenya. Sori-sori saja.
.
.
Keesokan harinya, ketika Aomine masuk kelas dan tidak menemukan Kagami di manapun, dia sangat puas. Sambil menunggu Akashi, Aomine menyandarkan kepalanya ke meja.
'Ah… hidup itu indah.' Pikir Aomine.
.
"…iki. Daiki! DAIKI!"
Aomine tersentak, hampir saja wajahnya menyentuh lantai kalau dia tidak sigap untuk tegak dan menatap sekelilingya. Yang dia lihat setelahnya adalah berpuluh-puluh wajah familiar yang sedang menoleh ke arahnya.
Mati, Aomine! Dia pasti ketiduran di saat-saat genting.
Aomine memijat kepalanya sambil menatap kedepan kelas, berharap setengah mati kalau Akashi tidak sedang didepan—CRAP! Akashi sedang didepan! Berita yang lebih buruknya, Akashi sedang melihatnya!
"Sudah, mimpinya, Daiki?"
Sumpah, Aomine merinding. Aomine mengangguk cepat dan menegakkan tubuhnya sebelum ketua kelasnya murka. Ketua kelasnya nampak terkesan, lalu melanjutkan diskusi. Aomine mengelus dadanya, lega .
"Sudah diputuskan, kelas kita akan menampilkan drama pada saat Bunkasai."
HE? Aomine jaw-dropped. Tidak menyangka dari sekian banyak hal yang bisa dipilih, kelasnya malah memilih sebuah drama.
"Terimakasih untuk Momoi Satsuki yang sudah berbaik hati mau menuliskan skenario. Untuk drama kali ini, disepakati kita akan menampilkan Romeo dan Julliette."
Double what. Aomine buru-buru menoleh kearah Satsuki—yang adalah disampingnya—dan menemukan cewek berambut pink itu tengah tersenyum mencurigakan.
"Kepada semua pemain yang telah disepakati, latihan dimulai lusa di Aula. Khusus untuk pemeran utamanya, latihan dimulai besok dengan Momoi Satsuki sebagai penanggung jawab." Ada jeda sekitar tiga detik sebelum Akashi menoleh ke arah Aomine. "Dan itu artinya kau, Daiki."
Mata Aomine melebar. Sekilas dia melihat tatapan kasihan dari beberapa teman sekelasnya, bahkan Kuroko menatapnya simpati! KUROKO! Bocah expressionless itu! Terakhir, Midorima yang duduk didepannya berbisik pelan tentang hari sial bagi Virgo. Murasakibara bahkan menawarinya momogi! Murasakibara loh, yang pelit kalau soal makanan!
Aomine tahu ada yang tidak beres disini. Jadi dia sekali lagi memutar kepalanya ke arah cewek pink yang duduk tepat disebelahnya untuk meminta penjelasan.
"Apa?" tanya Satsuki sambil senyum-senyum. Aomine bersumpah, apapun itu, bukan pertanda baik bagi kelangsungan hidup Aomine.
"Katakan saja, siapa pemeran utama drama ini." Kata Aomine.
"Kamu." Jawab Satsuki mantap.
Ada jeda sepuluh detik.
Sepuluh detik yang sulit untuk Aomine mencerna.
Dia?
Pemeran Utama?
Romeo and Julliette?
ARG! KENAPA YA TUHAN?
"Bercanda kan?" tanya Aomine.
"Sayangnya tidak. Menyenangkan, kan? Melihatmu ber-akting itu kesempatan langka, Dai-chan. Mungkin sekali seumur hidup."
Jeda lagi sepuluh detik. Dan di detik kesebelas, Aomine segera tahu kalau hidupnya tidak akan tenang setelah ini. Apalagi kalau Satsuki yang menulis naskahnya.
Kepala Aomine langsung pusing. Dia cuma ketiduran dan hidupnya sudah memburuk dalam sepersekian jam.
"Dan tahu nggak, Dai-chan, siapa pemeran Julliette nya?" Satsuki bertanya kelewat ceria. Aomine baru saja akan menyuruhnya diam ketika Satsuki menyebut satu nama yang terlalu familiar ditelinga Aomine.
Oh Tuhan.
.
Kagami baru saja mulai menghabiskan roti melon ke tigabelasnya ketika pintu atap sekolah menjeblak terbuka dan menampakkan Aomine yang terengah-engah. Kagami menyipitkan matanya, lantas melanjutkan memakan roti melonnya.
"Asem Kagami! Berani-beraninya lo bolos!" Aomine berteriak frustrasi.
Kagami diam sebentar. "Ha?" tanyanya. "Bukannya lo yang suruh gue bolos?"
"Ya kalo gue tahu gue juga kena imbasnya, mending lo gak usah bolos!"
Kagami makin menyipitkan matanya. "Kenapa sih lo? Lagi PMS?" tanya Kagami santai sambil mengunyah rotinya. Tapi Aomine malah menjambak-jambak rambutnya dramatis didepan Kagami. Kagami speechless.
"Jadi sekarang lo mulai sakit jiwa?" tanya Kagami lagi.
"Iya gue sakit jiwa!" Bentak Aomine. "Lo tahu, gara-gara lo… gara-gara lo…" Aomine kehilangan kata-katanya. Kagami berhenti mengunyah rotinya. Oke, sepertinya ini bener-bener serius. Kagami mulai was-was. Dia sudah khawatir sebenarnya, Akashi pasti murka.
"Oke, santai. Duduk dan lo bilang sama gue kenapa." Kagami mencoba tenang.
Aomine menurut padanya. Dia duduk menghadap Kagami dan mulai bercerita.
"Kelas kita nampilin drama buat Bunkasai."
"Ya terus?" tanya Kagami, tidak tahu dimana letak permasalahannya.
"Romeo and Julliette."
"Wew." Komentar Kagami. "Dan masalahnya?"
"Gue dapet pemeran utamanya. Karena gue ketiduran! Akashi sialan itu milih gue!" Aomine tampak depresi. "Dan lo tahu siapa penulis skenarionya? Satsuki! Dia pasti nulis adegan yang macam-macam."
"Oke. Hubungannya dengan gue?" Kagami masih tidak mengerti. Serius deh, apa masalahnya jadi pemeran utama di drama kelas? Mungkin Romeo dan Julliette terlalu cheesy untuk dimainkan Aomine. Tapi apa masalah besarnya, gitu loh?
"Lo Julliette nya, bego!"
"HAH?"
"Lo Julliette-nya."
Oke, Kagami berubah pikiran. Ini masalah besar!
"Gara-gara lo bolos, dan gue ketiduran! Gara-gara itu kita jadi pemain utama. Coba lo gak bolos dan…"
Ceracauan Aomine sudah tidak bisa masuk di telinga Kagami. Pikirannya melayang antara dua hal. Dia dan Aomine akan menjadi peran utama di drama Romeo dan Julliette, dan penulis skenarionya Momoi Satsuki. Coba katakan, apakah ada yang lebih menakutkan dari pada itu?
Kepala Kagami langsung pening.
Tolong siapapun katakan pada Kagami. Ini nggak sedang terjadi kan?
.
TO BE CONTINUED
.
Kirio's note :
BUAKAKAKAKK. Apa ini YA TUHAN! ANYONE PLIS TELL ME WHY I WROTE THIS MULTICHAPTER FIC?
Sebenernya, saya udah nulis sampai chapter 4 dilaptop, dan berniat menyelesaikan sampai akhir sebelum publish supaya bisa apdet berkala. Tapi akhir2 ini AoKaga-shipper indo bener2 bikin saya kesenengan. Aaaa, banyak banget fic AoKaga indo, gilak tiap hari berasa dapet supply AoKaga dari negri sendiri. Hahaha. Seneeeng banget.
Oh ya, Matthew Lush, youtuber fave nya Kagami di fic ini, itu tokoh beneran di kehidupan nyata. Dan mengutip kata-katanya : "Everytime you don't review, a gay baby turn straight! So, do it for the gaybies!"
PS. Stuck cinta AoKaga selamanya. Ultimate OTP.