Kris ingat, dua tahun lalu berpuluh-puluh panggilan masuk di ponselnya dari Jongin juga Luhan ia abaikan. Saat itu ia sedang berada dalam rapat pentingnya, tak menyadari bahwa dongsaengnya tengah berjuang melawan rasa sakit di seluruh tubuhnya.

Kris juga ingat, Jongin dengan mata merah dan air mata yang mengalir di kedua pipinya mendobrak paksa pintu ruang rapat hingga semua mata tertuju padanya –tak terkecuali Kris.

"Jongin apa yang kau lakukan?" tanya Kris setelah menggeret bocah itu keluar.

Jongin hanya diam, menatap Kris dengan pandangan yang tak pasti. Kris yang bingung mulai merasakan sesuatu yang buruk telah terjadi.

"A –ada apa dengan Sehun?"

"Apa kau benar-benar kakaknya?" lirih Jongin. Air mata semakin menggenangi kedua pipinya.

"Beritahu apa yang terjadi pada Sehun!" Kris mulai tak sabar. Ia mencengkeram kedua bahu Jongin hingga bocah berumur tujuh belas tahun itu meringis sakit.

"Sehun masuk Rumah Sakit-"

Jantung Kris seakan berhenti sesaat. Seluruh tubuhnya gemetar hingga jemarinya terlepas dari pundak Jongin sebelum kemudian bertaut satu sama lain.

"D -dimana?" Kris susah payah mengeluarkan kalimat yang terasa mengganjal tenggorokannya.

"Seoul Hospital."

Berbekal dua kalimat dari Jongin, Kris berlari keluar menuju mobilnya. Meninggalkan Jongin di belakang serta melupakan rapat pentingnya. Yang ia pikirkan sekarang hanyalah Oh Sehun –dongsaeng satu-satunya yang ia miliki.

.

.

Harusnya Kris tahu, jika nyeri yang sering dirasakan dongsaengya adalah tanda-tanda awal penyakit itu. Harusnya Kris sadar, ptikiae -memar keunguan yang menghiasi kulit dongsaengnya adalah awal perkembangan penyakit sialan itu. Harusnya Kris peduli saat dongsaengnya sering mengeluh mimisan tanda penyakit itu telah menjadi Karsinoma ganas. Namun bodohnya ia tetap berkutat dengan dokumen-dokumen perusahaannya.

Harusnya..

Harusnya..

Harusnya..

Harusnya ia tak mendengar kalimat mematikan yang diucapkan Siwon –dokter keluarganya juga sepupunya yang sekarang ini duduk berhadap-hadapan dengannya.

"Leukimia Kronis mempunyai harapan hidup yang lebih tinggi Kris. Kita bisa mengupayakan pengobatan yang terbaik untuk Sehun."

"Kumohon Hyung, jangan kau teruskan"

Siwon menghentikan penjelasannya mendengar gumaman lirih dari Kris. Ia menatap Kris yang kini tengah menundukkan kepalanya. Tak ada air mata yang keluar dari onyx didepannya –tidak seperti keluarga pasien lainnya yang banyak Siwon tangani.

Siwon tahu, sepupunya mengerti semua yang ia jelaskan –mengingat Kris adalah mahasiswa kedokteran terbaik di masanya. Dan ia maklum, terkadang lebih baik tidak tahu apa-apa daripada tahu semuanya namun pada akhirnya mengerti bahwa semua akan berakhir tidak baik.

Kris tahu, semua penyakit yang berhubungan dengan keganasan dalam darah mempunyai prognosis yang buruk untuk sembuh. Kebanyakan penderita hanya akan bertahan dua sampai lima tahun dengan pengobatan yang diberikan.

Dan bodohnya ia terlambat menyadari, hingga stadium penyakit sialan itu berada dalam kategori mematikan –pembesaran kelenjar getah bening, hati, juga jumlah sel darah merah yang terlalu sedikit menyebabkan prognosisnya memburuk. Ia tahu hanya keajaiban yang akan membuat dongsaengnya bertahan lebih lama.

"Terimakasih atas penjelasannya Hyung. Aku pergi" Kris bangkit dari duduknya, menggerakkan kakinya yang gemetar keluar dari ruangan yang terasa menyesakkan dadanya. Tak memperdulikan penjelasan Siwon yang bahkan belum selesai sepenuhnya.

Kris berjalan menuju kamar rawat Sehun di ujung belokan terakhir lantai dua. Ia hendak membuka pintu namun seseorang menghentikan langkahnya. Jongin –yang entah kapan kembali ke Rumah Sakit dan masih dengan air mata yang mengaliri pipinya menggenggam ujung kemeja Kris lalu tersendat-sendat bertanya pada Kris "Sehun... Sehun.. sakit apa, ge?"

Kris menghela nafas. Dipandangnya Jongin lelah.

"Chronic Lymphotic Leukimia stadium 3"

Satu tubrukan keras pada tubuh Kris membuat hati pemuda itu mencelos. Jongin memeluk Kris erat dan terisak keras.

Saat itu Kris sadar.

Betapa brengsek dirinya.

.

.

.

Tittle : Nae Dongsaeng

Cast : Wu Yifan ak.a Kris, Oh Sehun

Genre : Brothership/ a little bit angst

Warning : Author udah mencoba yang terbaik buat FF ini, semoga hasilnya menghibur :)

Summary : Sehun adalah dongsaeng satu-satunya yang dimiliki Kris. Namun saat garis takdir menuliskan kematian bagi dongsaengnya. Akankah Kris dapat menerimanya? Bagaimana ia bisa hidup jika satu-satunya orang yang ia miliki di dunia ini akan pergi meninggalkannya dan tak akan pernah kembali.

.

.

.

Happy Reading :)

.

.

Chapter 5

.

.

END

.

.

"Sehun –ah, apa kau sedang bermain disana? Kenapa tak mengajak gege juga, eoh?" Kris terus mengajak Sehun berbicara walaupun ia tahu dongsaengnya itu tak akan menjawabnya.

"Ge, makanlah dulu. Kau belum makan dari kemarin." Jongin menyentuh pundak Kris pelan. Tangan kanannya membawa kotak makanan yang baru saja ia beli dari kantin Rumah Sakit.

"Aku tidak lapar Jongin."

Jongin menghela nafasnya lelah, Ia menatap Kris sendu. Selalu saja seperti ini. Beberapa hari ini Kris tidak tidur, tidak makan, tidak mau keluar dari kamar Rumah Sakit. Pikirannya tertuju sepenuhnya pada Sehun yang tergolek lemah dan tak segera membuka matanya. Semua itu membuat Jongin sedih.

"Kumohon Ge, makanlah. Kau bisa sakit jika tidak makan." Jongin hampir menangis saat Kris menatapnya. Ia bisa melihat wajah yang dulunya dingin dan angkuh itu kini nampak lelah dan tertekan. Guratan kesedihan tercetak jelas di wajah tampannya.

"Baiklah. Temani aku makan Jong." Ucap Kris yang segera disambut Jongin dengan bahagia. Setidaknya dengan Kris mau makan, cukup membuat pemuda tan itu tersenyum.

"Apa kau tidak bisa melakukan sesuatu untuk membuat Sehun sadar hyung?" seorang pemuda dengan surai ikal menatap sendu pada Kris juga Jongin. Pemuda manis itu berdiri tak jauh dari ruang rawat Sehun.

"Kita serahkan semuanya pada Tuhan, sayang. Aku dan dokter lainnya disini telah mengupayakan yang terbaik untuk Sehun." Siwon menatap manik coklat didepannya. Siwon tahu kekasihnya itu mencemaskan kedua sepupunya. Kyuhyun telah menganggap Kris dan juga Sehun seperti dongsaeng kandungnya, melihat keduanya dalam keadaan seperti ini pastilah membuat laki-laki manis tersebut sedih.

"Kumohon lakukan yang terbaik untuk Sehun." ujar Kyuhyun. Siwon tersenyum –senyum yang dapat meluluhkan hati Kyuhyun. "Ya, sayang"

.

.

Kris mungkin baru saja terlelap beberapa menit setelah seminggu ini ia tidak tidur dengan baik. Namun suara langkah kaki yang menggema dan tergesa-gesa membuatnya bangun. Otaknya masih belum bekerja saat telinganya menangkap bunyi tak teratur dari elektrokardiograf juga tangisan seorang Kim Jongin. Ia mengerjapkan matanya berulang kali hingga bayangan disekelilingnya menjadi jernih. Retinanya membuka lebar menyadari bahwa lima atau enam orang berbaju putih tengah mengerumuni ranjang dongsaengnya.

"Apa yang terjadi pada Sehun?" tanya Kris, namun tak seorang pun menjawab pertanyaannya. Semuanya terlalu sibuk untuk sekedar menjawab. Kris bangkit dari duduknya. Matanya merah dan rambutnya acak-acakan. Ia tak memperdulikannya.

"Hyung, apa yang terjadi pada dongsaengku?" tanya Kris lagi. Ia menghampiri Siwon yang memimpin orang-orang berbaju putih tersebut yang Kris yakini adalah kumpulan Dokter dan Perawat.

"Kris, sebaiknya kau keluar. Keadaan Sehun sedang tidak stabil." Jawab Siwon. Ia kembali memasangkan stetoskop di telinganya dan memberi instruksi -entah apa- pada seorang dokter yang berdiri di sampingnya.

"Shireo! Aku ingin disini" Kris bergerak mendekati tempat tidur Sehun. Ia bisa melihat tubuh kurus dongsaengnya bergerak tak beraturan. Dadanya naik turun dengan cepat seakan-akan masker oksigen yang berada di hidungnya tak mampu menyalurkan oksigen yang cukup bagi paru-parunya.

Kris memejamkan matanya yang terasa perih, menarik nafas dalam-dalam guna menenangkan jantungnya yang berdetak liar. Tatapannya beralih pada elektrokardiograf yang terletak di dekat dongsaengnya. Garis-garis tak beraturan memenuhi benda berbentuk persegi empat itu. Mata Kris melebar melihat garis-garis itu berubah menjadi satu garis lurus diiringi bunyi 'tiit' panjang.

"Andwe! Sehun –ah!" Teriak Kris kalap. Ia merangsek maju mendekati tubuh Sehun. Namun tangannya dipegang erat oleh dua wanita –mungkin perawat- yang membuatnya tak bisa bergerak.

"Kris, keluarlah!" bentak Siwon.

"Shireo! Sehun –ah!" Kris meronta-ronta. Kali ini seorang Dokter laki-laki ikut memegangi tangannya hingga pergelangan tangannya memerah. Mereka mendorong tubuh Kris keluar dari ruangan. Namun Kris terlalu kuat, ia mendorong ketiganya hingga cekalan di tangannya terlepas.

Air mata tampak menggunung di kedua pelupuk Kris. Pemuda itu kembali berjalan dengan tubuh gemetar mendekati ranjang dongsaengnya. Siwon dan Dokter dengan tag 'Hyungsik Kim' tengah memegang sebuah alat berbentuk segitiga yang Kris tahu dengan pasti itu adalah alat pacu jantung.

"Sehun –ah..." panggil Kris. Hati Kris mencelos melihat tak ada jawaban dari dongsaengnya. Bahkan tubuh kurus itu tak berhenti terlonjak saat dadanya bersentuhan dengan alat berbentuk segitiga itu.

Kris bisa melihat kepanikan Dokter dan Perawat saat tak ada respon yang ditunjukkan dongsaengnya. Bunyi 'tit' panjang masih menggema memenuhi ruangan dengan dominasi putih tersebut. Suara tangis Jongin dari luar juga masih terdengar sampai ke dalam.

'Sehun –ah. Jangan tinggalkan gege'

Satu air mata lolos dari pelupuk Kris. Emosi menguasainya. Ia berteriak memanggil nama Sehun -membuat sebagian Dokter juga Perawat disana kembali memegangi tubuhya sampai satu cengkraman keras dari seseorang pada bahu Kris membuat Kris meringis sakit.

Kris masih tak berhenti berteriak saat tubuhnya diseret paksa oleh seseorang. Ia ingin memberontak namun tenaga orang yang menyeretnya lebih kuat dari miliknya. Hingga Kris hanya pasrah saat bayangan dongsaengnya hilang dari retinanya berganti dengan bayangan bangku-bangku panjang lorong Rumah Sakit.

"Lepaskan aku! Aku ingin menemani Sehun. Lepaskan!" Kris kembali meronta-ronta.

"Tenanglah!" Kris terdiam mendengar suara dingin yang menyapu indra pendengarnya. Ia mendongakkan kepalanya dan mendapati pemuda dengan surai ikal tengah menatapnya.

"K –Kyuhyun hyung" lirih Kris. Ia menatap Kyuhyun –kekasih Siwon sendu.

"Sehun akan baik-baik saja." Ucap Kyuhyun. Tangannya menggenggam jemari Kris, mengusap pergelangan tangannya yang merah dengan lembut.

Kris menggelengkan kepalanya. Tidak. Ia tahu dongsaengnya tidak akan baik-baik saja. Tatapan Kris beralih pada Jas hitam yang dipakai oleh pemuda yang lebih tua beberapa tahun darinya itu.

.

SRETTT

.

"Apa yang kau lakukan?" geram Kyuhyun.

Tanpa Kyuhyun sadari, Kris mengambil pistol yang selalu ia simpan dibalik Jasnya. Pekerjaannya menuntutnya harus membawa benda berbahaya itu kemana-mana. Dan ia tak menyangka, Kris tahu dengan pasti dimana ia menyimpan benda tersebut.

"Maafkan aku, Hyung" ucap Kris. Tangannya bergetar saat memegang pistol itu. Ini pertama kalinya ia bersentuhan dengan benda berwarna hitam itu. Ia takut –tentu saja. Tapi emosi menguasainya –menampik kenyataan bahwa pistol itu telah membunuh ratusan bahkan mungkin ribuan orang. Dan mungkin sekarang ia adalah salah satu selanjutnya.

"Yifan-" Kris mendongak. Ia tercekat mendengar Kyuhyun memanggilnya dengan nama asli. Nama yang bertahun-tahun tidak ia gunakan semenjak kematian kedua orangtuanya.

"Apa kau tahu kenapa Sehun bisa bertahan sampai sekarang?" Kyuhyun bertanya sembari berjalan mendekati Kris.

Kris mengambil satu langkah mundur.

"Itu karena kau, Yifan." Dua onyx itu saling bertatapan. Kris menatap Kyuhyun tak mengerti.

"Itu semua tidak akan merubah apapun, hyung. Dia tetap akan pergi. Jika dia pergi untuk apa aku hidup?" Tangan Kris yang memegang pistol mengarahkan pelatuk kedepan. Peluru siap diluncurkan.

"Kalau kau mati sekarang, apa Sehun akan senang saat ia membuka mata nanti? Melihatmu tidak ada disampingnya sebagai orang yang pertama kali dilihatnya, apa ia akan bahagia? Apa kau berpikir dia akan pergi dengan tenang saat melihat satu-satunya orang yang ia miliki mati karena dirinya? Tidakkah kau mengerti perasaan Sehun, Yifan?

Sehun tidak ingin meninggalkanmu sendirian di dunia ini. Ia berusaha bertahan melawan rasa sakitnya demi dirimu. Menelan beratus-ratus pil pahit hingga lidahnya mati rasa. Tidakkah kau pernah berfikir itu semua demi dirimu?" Kyuhyun masih berucap dengan tenang.

Kris menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia mengepalkan tangannya hingga darah mengalir akibat tusukan kukunya yang menembus kulit. Tetesan air mata mengalir dari kedua onyx yang kini terpejam. Hatinya berdesir sakit, ia membenarkan perkataan Kyuhyun. Betapa menderitanya Sehun demi dirinya.

.

TREK

.

Pistol itu terjatuh seiring dengan Kris yang bersimpuh di hadapan Kyuhyun.

"K -kumohon, bunuh aku Hyung." Pinta Kris lirih. Kris tahu, keluarga besarnya adalah kelompok mafia. Dan laki-laki di depannya ini adalah seorang snipper handal. Ia bisa membunuh Kris dengan sekali tembak tanpa rasa sakit sedikitpun. Ia ingin sesak yang ia rasakan menghilang.

Kyuhyun pelan-pelan bergerak maju lalu mengambil pistol yang tergeletak begitu saja di lantai, memasukkannya kembali ke jas hitam miliknya lalu bersimpuh didepan Kris yang tengah meremas rambutnya kasar.

"Yifan-" panggil Kyuhyun. Satu tetes air mata keluar dari onyx pemuda manis itu. Hatinya sakit melihat pemuda yang sudah ia anggap seperti dongsaeng kandungnya itu terisak keras. Ia tidak tahu seberapa dalam luka yang dirasakan pemuda itu, namun melihatnya seperti ini pastilah ia terluka sangat dalam.

"Kalau kau menyayangi Sehun, kau harus mengikhlaskannya meraih kebahagiaan yang abadi." Kyuhyun memeluk tubuh yang bergetar hebat itu, memerangkapnya dalam pelukan hangat seperti yang biasa Siwon lakukan untuknya.

"Mama bilang aku... aku.. harus menjaga Sehun dengan baik. Tapi pada kenyataannya aku tidak bisa menjaganya. Penyakit itu ada karena keteledoranku, hyung." Racau Kris. Kyuhyun kembali mengusap punggung Kris. Air mata tak henti-hentinya mengalir dari onyx keduanya.

"Itu tidak benar. Kau sudah menjaganya dengan baik. Sehun tumbuh menjadi anak yang mengagumkan dengan kasih sayangmu."

"Aku sering meninggalkannya rapat, Hyung. Membiarkan dia kesepian, tidak menghadiri pensi angkatan, bahkan aku melupakan hari ulang tahunnya. Aku.. Aku bukanlah gege yang baik untuknya. Hiks..."

"Kau adalah gege terbaik yang pernah dimliki Sehun, Yifan. Dan ia sangat bangga mempunyai seorang kakak yang begitu menyayanginya. Dongsaengmu mengatakannya berkali-kali padaku. Ia tidak akan senang melihatmu bersedih seperti ini."

Kris menangis mendengar penuturan Kyuhyun. Ia tak menyangka Sehun begitu menyayanginya. Kris menumpahkan air mata yang selama ini ditahannya, membuatnya sesak hingga rasanya ia tidak bisa bernafas dengan baik. Biarkan hari ini ia menangis sepuasnya. Biarkan hari ini ia melepas topeng dingin dan angkuhnya. Ia ingin menjadi cengeng, ia ingin seperti mereka yang dapat menangis sesuka hati tanpa malu akan orang lain yang menganggapnya lemah. Ia akan menjadi lemah karena Sehun. Ia hanya akan lemah karena dongsaengnya.

"Sehun.. Sehun... dongsaengku, hyung. Bagaimana aku bisa merelakannya. AKU... AKU GEGENYA... AKU INGIN MEMBAHAHAGIAKANNYA TAPI BUKAN DENGAN MERELAKANNYA MATI. SEHUN –AH... SEHUN –AH..." teriak Kris berulang-ulang. Kyuhyun yang melihatnya semakin merapatkan pelukannya. Hatinya menangis melihat seberapa frustasinya Kris.

"Kau harus kuat uri dragon" ucap Kyuhyun yang membuat Kris semakin merapatkan pelukannya pada Kyuhyun, menelusupkan wajahnya di perpotongan leher hyungnya itu dan menghirup aroma vanilla yang ia sukai. Ia suka saat Kyuhyun memanggilnya 'dragon' juga memanggil nama aslinya. Sungguh, Kyuhyun begitu mirip dengan Mamanya.

"Tidak ada yang bisa merubah kenyataan bahwa kau adalah Gege Sehun, begitu juga sebaliknya. Sehun adalah dongsaengmu. Bahkan kematian sekalipun tidak bisa merubahnya. Kau terlahir untuk menjadi gegenya, sampai kapanpun kau akan tetap menjadi gegenya. Arrachi?"

Kris mengangguk dalam tangisnya. Benar. Itu benar. Ia akan selamanya menjadi gege seorang Oh Sehun. Tidak ada yang bisa merubahnya. Tidak akan ada.

'Sehun –ah, jangan tinggalkan gege'

.

.

.

Nae Dongsaeng

.

.

Jongin berlari tergesa-gesa, sesekali ia menabrak orang-orang yang dilewatinya lalu membungkuk berkali-kali untuk minta maaf. Mata elangnya menyisiri sekeliling rumah sakit, namun ia tidak dapat menemukan apa yang ia cari.

Jongin kembali berlari, nafasnya terengah-engah namun ia tak peduli. Ia harus segera mencari Kris. Langkahnya terhenti, ia melihat Kris yang tengah dipeluk oleh seseorang.

"Kris Ge!" teriak Jongin. Ia berlari menghampiri keduanya. Senyuman nampak menghiasi wajah tampannya.

"Ada apa hitam?" tanya Kyuhyun setelah melepaskan pelukannya pada Kris.

Jongin merengut, namun ia mengacuhkan pemuda yang ia kenal sebagai kekasih Siwon hyung yang juga partner in crime nya itu dan memilih menarik lengan Kris.

"Wae Jong?" tanya Kris.

"Sehun –Sehun sadar" Ucapan Jongin membuat baik Kris maupun Kyuhyun melonjak bahagia. Keduanya berlari tergesa-gesa menuju ruang rawat Sehun meninggalkan Jongin di belakang dengan senyumannya.

Jongin melangkahkan kakinya menuju ruangan kecil di Rumah Sakit dengan Salib Yesus di dalamnya. Ia bersimpuh sembari menautkan kesepuluh jarinya. Dipejamkan matanya seiring doa yang terlantun dalam hatinya. Puluhan air mata jatuh di kedua pipinya. Jongin terisak.

'Jika dengan bersama-Mu dia bahagia, maka bawalah Sehun ke sisi-Mu, Tuhan. Karena aku yakin, tidak ada yang bisa menandingi nikmatnya Surga-Mu. Tapi Tuhan, kumohon berilah hati yang lapang untuk Kris-ge. Mengambil Sehun dari sisinya sama saja mengambil seluruh kebahagiaannya. Berikanlah dia pengganti kebahagiaannya yang hilang jika Kau mengambil Sehun. Aamiin'

.

.

.

Nae Dongsaeng

.

.

Sebelum Kris mencapai ruang rawat Sehun, Siwon memanggil dan mengajaknya berbicara di ruang kerjanya.

"Pergilah, aku akan menemani Sehun" ucap Kyuhyun. Kris mengangguk.

"Bicaralah pada Yifan dengan lembut, Siwon Hyung" peringat Kyuhyun. Siwon tersenyum lalu sekilas mencium kening laki-laki yang dirindukannya itu.

"Ya, sayang" jawab Siwon lalu keduanya berjalan meninggalkan Kyuhyun.

Kris tidak terlalu suka ruang kerja Siwon. Karena di tempat ini ia selalu mendapatkan berita buruk yang hanya akan membuat hatinya sesak. Kematian orang tuanya, penyakit dongsaengnya, dan entah apalagi setelah ini. Ia benar-benar mengutuk ruang kerja yang sebenarnya terasa nyaman ini. Siwon yang melihat gelagat Kris yang tidak suka dengan tempat ini segera membuka percakapan.

"Kris, kami sudah melakukan yang terbaik. Nam–"

"Aku sudah tahu, Hyung." Potong Kris. Ia menatap Siwon memohon.

"Jangan kau teruskan lagi, Hyung. Aku sudah tau." Lanjut Kris. Ia mencoba tersenyum walau bibirnya terasa kaku untuk melakukannya.

Siwon maju dan segera memeluk dongsaengnya. Kris tidak menolak, ia balik memeluk Siwon erat. Keduanya tahu, tidak ada yang bisa mereka lakukan lagi selain merelakan.

"Terimakasih atas usahamu selama ini, hyung. Jeongmal khamsahamnida"

"Cheonma, nae dongsaeng." Balas Siwon sembari memejamkan matanya yang mengabur.

.

.

Kris menghembuskan nafasnya perlahan, ia berdiri di depan ruang rawat Sehun. Dirapikan tatanan rambutnya serta diusapnya kedua matanya yang pasti terlihat sembab. Ia tidak ingin Sehun sedih melihat tampilannya yang kacau.

"Sehun belum sadar?"

"Sudah, ia hanya tertidur. Kemarilah."

Kris melangkahkan kakinya mendekati Kyuhyun. Pemuda itu menggengam jemari Sehun. Ia tersenyum mendapati keadaan dongsaengnya lebih baik daripada yang terakhir kali ia lihat.

"Dimana si hitam?" tanya Kyuhyun. Ia heran tak mendapati Jongin berada disini. Biasanya bocah itu selalu merecokinya dan membuatnya naik darah.

"Entahlah" jawab Kris. Kris tersentak saat jemari yang digenggamnya bergerak pelan. Ia menggenggam jemari Sehun lebih erat.

Sehun membuka matanya yang terasa berat. Hal yang pertama kali dilihatnya adalah warna putih dinding rumah sakit. Ia mengerjapkan matanya perlahan, menyesuaikan cahaya yang berhari-hari ini tak dilihatnya.

"Hun –ah, kau sadar?" Sehun menoleh kesamping, ia tersenyum mendapati gegenya berada disampingnya. Ditatapnya wajah pucat Kris, bahkan mata sembabnya masih kentara dengan jelas.

"Ma.. Maaf.. Mem..buatmu.. Khawatir.. ge" lirih Sehun. Ia mengatur nafasnya, berbicara membuatnya sesak.

"Jangan banyak bicara dulu. Istirahatlah." Sehun mengalihkan tatapannya pada sosok disamping Kris. Kalau ia sedang tidak sakit, ia pasti akan terlonjak bahagia melihat Kyuhyun. Sehun sangat menyukai Kyuhyun. Bertiga dengan Jongin, mereka sering menghabiskan waktu bersama.

Kyuhyun yang melihat kilat bahagia di almond Sehun mengusap kening Sehun sayang. "Cepatlah sehat, hyung menyayangimu." Ucap Kyuhyun lalu mengecup kening Sehun lembut.

"Yifan. Aku akan menemui Siwon Hyung. Kau jaga baik-baik Sehun." Pamit Kyuhyun. Kris mengangguk lalu yang terdengar selanjutnya adalah pintu yang ditutup.

"Gege..." panggil Sehun.

"Ne?"

"Aku...merin..dukan.. rumah. Bawa..aku..pulang, ge"

Jantung Kris lagi-lagi berdetak tak terkendali. Matanya lagi-lagi memanas. Ia kembali mengepalkan kedua tangannya hingga darah kembali keluar dari telapaknya –melupakan kenyataan bahwa sisa-sisa darah masih menghiasi telapak tangannya yang telah terluka.

"Ne"

Satu jawaban dari Kris membuat Sehun kembali tertidur dengan senyum bahagianya. Meninggalkan Kris yang membatu dengan air mata di kedua pelupuknya.

.

.

.

Nae Dongsaeng

.

.

Sehun terkikik pelan melihat wajah merengut Jongin yang tengah memandang sendu pada ponselnya. Mereka baru saja melakukan video call dengan Luhan juga Kyungsoo. Namun lagi-lagi, kesibukan mereka sebagai dokter dan calon dokter mau tak mau membuat waktu keduanya tidak banyak.

"Sudahlah Jong, kau bisa menemui Luhan hyung dan Kyungsoo hyung besok." Hibur Sehun.

"Tapi aku merindukan mereka, Hun –ah." Rengek Jongin. Sehun memutar bola matanya malas. Sahabatnya ini benar-benar manja.

"Kau benar-benar mirip monggu jika merengek seperti itu" ejek Sehun. Jongin mendelik.

"Yak cadel! Kenapa kau menyamakanku dengan seekor anjing!"

"Aish! Hentikan suara cemprengmu itu hitam. Kau mau membuat telingaku tuli, hah?" ucap Sehun sembari menggosok kedua telinganya yang berdenging akibat teriakan Jongin.

Jongin terkekeh. Entah kenapa ia menyukai saat-saat dimana ia dan Sehun saling mengejek. Mengingatkannya pada awal persahabatan mereka, ia merindukan masa-masa itu.

"Sudah hitam, gila pula." Jongin menatap Sehun kesal. Entah kenapa ia tak pernah menang melawan Sehun dalam hal adu 'ejek-mengejek'. Dan itu membuatnya frustasi.

"Ya! Kancingkan jaketmu." Tangan Jongin dengan terampil memasangkan kancing jaket yang dikenakan Sehun hingga tubuh kurus itu tertutup sepenuhnya.

"Berhentilah memperlakukanku seperti anak kecil Jong" rajuk Sehun namun ia tak menolak saat Jongin memasangkan kancing jaketnya.

"Kau lupa? Aku lebih tua darimu. Wajar saja jika aku menganggapmu dongsaengku" bela Jongin.

"Tua beberapa bulan saja bangga. Cih!" ejek Sehun. Namun seulas senyum tersungging di bibir keringnya.

Sesuai permintaaan Sehun, Kris membawa Sehun pulang ke rumah. Tentu saja setelah Dokter memberikan persetujuan. Dan malam ini, sepasang sahabat itu menghabiskan waktu mereka bersama di taman depan rumah Sehun.

"Kim Jongin adalah sahabat Oh Sehun. Benar kan?" Sehun bertanya lirih. Jongin yang berada disampingnya melirik pemuda berkulit susu itu, sedikit menaikkan alisnya tak mengerti "Ne, wae?"

"Jong, kau harus mengosongkan sedikit tempat di hatimu untuk mengingatku. Aku akan sangat marah jika nantinya kau lupa padaku." Jongin memandang Sehun yang kini menerawang langit hitam diatas sana. Ia tak sepenuhnya mengerti apa yang sahabatnya itu katakan.

"Kau tahu apa yang paling aku syukuri selama aku hidup di dunia ini Hun-ah?" tanya Jongin. Satu tangannya merangkul bahu ringkih Sehun.

"Apa?"

"Bertemu denganmu, menghabiskan waktu bersamamu, menjadi sahabatmu, menjadi kakakmu, dan segala hal yang berkaitan denganmu.

Kadang aku merajuk pada Tuhan untuk memberikan sahabat yang lebih baik darimu, yang– aw aw aw"

"Jadi kau tidak sepenuhnya rela menjadi sahabatku, eoh?" Sehun merengut mendengar ucapan Jongin.

"Aku belum selesai. Dengarkan dulu. Pabbo!" ucap Jongin sambil mengusap rambutnya yang dijambak Sehun.

"Aku memang meminta pada Tuhan untuk itu tapi aku tidak benar-benar ingin memintanya. Mempunyai sahabat sepertimu sudah cukup bagiku, aku tidak perlu sahabat yang lebih baik atau yang lebih darimu. Karena bagiku, semua kebaikan dan kebahagiaan selalu kudapatkan saat bersamamu, Hun-ah."

"Kau tidak perlu takut suatu saat nanti aku akan melupakanmu. Karena kau adalah salah satu alasan kenapa aku harus bahagia di dunia ini. Aku tidak akan melupakan alasan itu agar aku bisa tetap bertahan menghadapi semuanya." Jelas Jongin panjang lebar. Pemuda itu mengerjapkan matanya yang mengabur, mengatakan hal-hal seperti ini membuatnya merasa cengeng.

Sehun memandang Jongin berkaca-kaca. "Jongin –ah" panggil Sehun.

"Wae?" tanya Jongin. Ia menatap Sehun yang juga menatapnya.

"M -maafkan aku yang tidak bisa menemanimu bermain lagi. Aku akan mengawasimu dari langit sana. K –kau baik-baik ya selama aku pergi. Aku aku akan meminta pada Tuhan agar eomma dan appamu lebih banyak menghabiskan waktu bersamamu, aku... aku akan ..."

"Jangan teruskan Hun –ah. Kau akan baik-baik saja. Kumohon.. Hiks... Kumohon" Jongin memeluk Sehun erat yang dibalas Sehun tak kalah eratnya. Keduanya menangis. Langit diatas sana seakan mengerti kesedihan sepasang sahabat itu.

"Jangan ada tangisan lagi Jong. Kau terlalu banyak menangis karenaku. Kau bilang aku adalah alasanmu untuk bahagia. Lalu kenapa kau menangis? Aku tidak suka itu." Sehun mengusap air mata yang mengalir di pipi Jongin.

"Kau bilang kau kakakku, kenapa sekarang yang bertingkah seperti kakak malah aku?" Jongin tersenyum. Sehun memang cerewet. Ia mengusak pelan surai tipis Sehun.

"Terima kasih telah menjadi sahabatku Oh Sehun" Jongin mengulurkan tangannya. Ia tersenyum.

"Ne. Terima kasih juga telah menjadi sahabatku Kim Jongin" Sehun menyambut uluran tangan Jongin. Mereka bersalaman lama, seakan-akan inilah terakhir kalinya mereka bertemu. Dipandanginya wajah Sehun yang tersenyum, ia tak akan pernah melupakan wajah tampan itu. Tidak akan pernah.

"Aku menyayangimu" ucap Jongin.

"Aku lebih menyayangimu Jong" balas Sehun.

Kris datang tepat setelah Jongin menarik tangannya. Jongin tahu, waktunya sudah habis. Maka dari itu, untuk terakhir kalinya ia memeluk Sehun. Mengatupkan rahangnya keras agar tak ada isakan yang keluar. Ia tahu setelah ia melangkahkan kakinya dari sini, ia tidak dapat melihat sahabatnya lagi. Ia merasakannya.

"Kau bahagia?" tanya Kris. Sehun mengangguk. Ia tersenyum menampilkan sederet gigi putihnya pada Kris. Kris ikut tersenyum.

"Ge, lihatlah ada bintang!" tunjuk Sehun pada langit.

Kris mendongak, menatap barisan tak teratur substansi berwarna-warni yang menghiasi langit malam.

"Cantik sekali, ge" ucap Sehun.

"Ne, mereka cantik" jawab Kris. Ia menatap Sehun yang masih tak berhenti mendongakkan kepalanya. Melihat bocah itu bahagia entah kenapa membuat hati Kris menghangat.

"Ge aku ingin menjadi bintang."

"Wae?"

"Bintang adalah wujud lain dari malaikat yang menyamar. Ia ada di langit untuk menemani malam yang kesepian. Ia rela jatuh dan musnah demi mengabulkan permohonan orang-orang. Ia cantik, karena dengan sinarnya yang indah orang-orang akan tersenyum ketika memandangnya."

"Kau sudah menjadi bintang untuk gege"

"Benarkah?"

"Ne. Kau tak perlu menyamar jadi bintang karena bagi gege kau adalah malaikat. Kau terlahir untuk menemani gege, selalu ada untuk gege bahkan ketika mama dan papa meninggalkan gege. Ketika melihatmu tersenyum dan bahagia, gege juga merasakan yang sama. Karena kebahagiaanmu adalah kebahagiaan gege juga. Kau rela bertahan dengan kesakitan selama dua tahun ini. Itu semua demi gege bukan? Semua yang ada pada diri malaikat sudah ada padamu Hun –ah."

"Ge...Gege" lirih Sehun.

"Apa kau bahagia menjadi dongsaengku Hun -ah?" tanya Kris.

Sehun tersenyum. "Aku Oh Sehun, sangat sangat sangat bahagia menjadi dongsaeng seorang Oh Yifan. Aku senang –ani, aku bangga memiliki gege sepertimu. Gege tidak perlu meragukannya"

Kris tersenyum mendengar perkataan Sehun. Ia menatap malaikat kecilnya itu lekat. "Gomawo nae dongsaeng"

"Ge, jangan pernah berfikir aku meninggalkan gege. Aku akan ada diatas sana, mengawasi gege darisana. Aku akan menemani gege sampai gege menikah, mempunyai keluarga dan anak-anak yang tampan seperti aku, sampai akhirnya di kehidupan selanjutnya kita dapat berkumpul lagi. Apa –apa di kehidupan selanjutnya gege mau jadi gegeku lagi?" Sehun bertanya takut-takut.

"Aku terlahir sebagai gegemu Hun –ah. Baik dulu, sekarang, atau nanti di kehidupan selanjutnya aku akan tetap menjadi gegemu" Kris memeluk tubuh ringkih dongsaengnya. Menyandarkan kepala Sehun di dada bidangnya. Ia sangat suka memeluk Sehun seperti ini.

"Ge, kau tahu apa yang paling diinginkan seorang dongsang untuk kakaknya?" Sehun bergumam. Ia merasakan pusing yang menyerang kepalanya. Dipejamkan kedua matanya berharap sakit itu menghilang.

"Apa?" tanya Kris.

"Semua adik selalu ingin membuat kakaknya bangga. Ia mencontoh segala yang ada pada diri kakaknya dan berharap sang kakak bangga memiliki adik sepertinya."

"Dan kau tahu apa yang kakak inginkan dari seorang adik Hun –ah?"

"Apa Ge?"

"Seorang kakak pasti ingin melakukan yang terbaik untuk adiknya. Seorang kakak ingin menjaga adiknya, melimpahkan kasih sayang yang ia miliki untuk sang adik. Yang kakak perlukan hanyalah senyum dan tawa bahagia adiknya."

"Apa aku sudah membuat gege bahagia?"

"Sangat. Kau adalah sebuah kebahagiaan bagi gege." Kris tersenyum.

"Syukurlah."

"Ge, aku mengantuk. Bisakah gege memelukku lebih erat? Pelukan gege sangat nyaman."

Kris masih tersenyum walau air mata telah menggunung di kedua pelupuknya. Ia mengecup puncak kepala Sehun berkali-kali.

"Saranghae nae dongsaeng" ucap Kris lirih disertai setetes air mata yang menjatuhi pipinya.

"N –Nado, ge."

Suara itu begitu lirih namun masih cukup jelas bagi Kris untuk mendengarnya. Kris tersenyum dalam isakannya. Tubuh yang dipeluknya melemas disertai satu tarikan nafas panjang sebelum akhirnya tak ada lagi nafas yang menderu dari tubuh dongsaengnya.

"Saranghae nae dongsaeng" Kris berkata berulang-ulang. Hanya semilir angin yang menjawab.

Satu malaikat kecil telah kembali pada kebahagiaan yang abadi.

'Saranghae Sehun –ah'

.

.

.

Nae Dongsaeng

.

.

Kris duduk di bangku taman miliknya. Ia memandang kosong orang-orang yang datang dan pergi untuk mengucapkan bela sungkawa. Ia tak terlalu memperdulikan mereka. Biarkan saja halmeoni nya yang datang dari China serta kerabatnya yang menyambut orang-orang itu. Kris hanya ingin sendiri.

'Sehun –ah, apa kau bahagia disana?'

Kris memandang langit biru yang cerah, awan-awan bergerak pelan mengikuti gerak angin. Satu tetes air mata jatuh dari pelupuk onyxnya namun ia mengusapnya kasar. Ia merindukan Sehun. Kris baru menyadari, ia tidak pernah menghabiskan harinya tanpa keberadaan dongsaengnya. Dan sekarang ia harus terbiasa dengan itu. Kris mengernyit sakit, menahan sesak yang terus-terusan menyergap dadanya hingga rasanya ia ingin terus-terusan menangis.

'Gege merindukanmu Sehun'

Batin Kris menangis, ia tidak terbiasa dengan ini semua. Lebih dari setengah umurnya telah ia habiskan untuk merawat serta menjaga Sehun. Melihat kenyataan bahwa kini ia tidak bisa melakukannya lagi, membuat separuh dari hatinya hancur. Setetes air mata lagi-lagi jatuh, namun Kris tak menghapusnya. Ia biarkan puluhan bahkan ratusan lainnya lolos dari onyxnya. Kris terisak.

"Kau harus kuat, Yifan."

Sebuah suara yang lembut menyergap indra pendengaran Kris. Pemuda itu menoleh dan mendapati seorang pemuda berperawakan mungil tengah menatapnya sendu. Tampak mata bulatnya yang sembab seperti habis menangis.

"Sehun bahagia bersama para malaikat di atas sana."

Pemuda itu mendudukkan dirinya disamping Kris. Mengusap air mata yang tak berhenti mengaliri wajah tampan Kris. Kris tak menolak.

"Jangan menangis lagi" Pemuda itu berkata demikian namun setetes air mata jatuh di pipi putihnya.

Kris diam menatapnya. Ia tidak menolak saat pemuda itu mengusap air matanya padahal ia sangat membenci sentuhan dengan orang yang tak dikenalnya, ia tidak marah saat orang itu melarangnya untuk menangis padahal ia tidak suka ada orang lain yang mengambil kuasa atas dirinya.

Kris mendekatkan dirinya pada pemuda itu, entah mendapat keberanian darimana ia menjatuhkan dagunya pada pundak sempit didepannya. Kris menangis.

"Sst... Semuanya akan baik-baik saja." Pemuda itu mengelus punggung Kris lembut. Berharap bisa menenangkan pemuda yang tengah terluka itu.

'Sehun –ah. Apa kau benar-benar bahagia? Katakan 'ya' dan gege juga akan bahagia'

.

.

.

END

.

.

.

"Aku tidak akan pernah melupakanmu karena kau adalah alasanku untuk bahagia" Jongin

"Tidak akan ada yang bisa merubah kenyataan kalau aku adalah gegemu, Hun –ah. Dan kau adalah dongsaengku. Bahkan kematian sekalipun. Aku terlahir untuk menjadi gegemu dan di kehidupan selanjutnya nanti, aku akan tetap menjadi gegemu" Yifan

"Aku menyayangi kalian berdua" Sehun

.

.

Nulis FF ini sambil membayangkan apa sih yang seorang kakak inginkan dari seorang adik. Dan karena aku adalah anak pertama dari dua bersaudara, yang jadi kakaknya adalah aku. Setelah aku pikir-pikir, yang aku inginkan dari adikku hanya sebuah senyum juga tawa bahagianya. Melihat dia tersenyum seperti ada rasa bahagia tersendiri buatku. Yah, walaupun kita sering bertengkar dan kadang-kadang ada rasa puas kalau bisa bikin dia mewek *smirk. Tapi jujur, ada perasaan ingin melindungi, dan memberikan yang terbaik buat adik. Dan waktu aku tanya ke adikku, apa yang kamu inginkan dari seorang kakak? Jawabannya adikku agak bikin terharu juga agak ngeselin. Dia bilang, dia ingin aku bangga punya adek kayak dia makanya dia ikut lomba sana sini, les sana sini supaya dia bisa kayak aku yang katanya punya banyak prestasi (prestasi ngibulin orang iye, haha) dan dia ingin aku selalu ngasih apa yang aku punya buat dia (yang ini ngeselin, istilahnya dia mau morotin tapi pake kata-kata halus). Sengeselin apapun kamu dek, di kehidupan selanjutnya aku tetep pengen jadi seorang kakak untukmu.


Yey,,, akhirnya tamat juga nih FF.

Maaf ya kalau feel angstnya nggak kerasa. Karena jujur ini chapter terakhir aku bikin cuma sehari.

Bulan ini emang lagi sibuk-sibuknya gegara aku udah semester 6.

Dan karena kuliahku full mempelajari anatomi manusia dan segala penyakitnya ini bikin waktuku kesita buat belajar menghafal.

Chapter terakhir ini bener-bener ngebut. Banyak adegan yang sebenernya mau aku bikin sedih tapi nggak sempet aku tulis gara-gara nggak punya waktu.

Maaf yaaaaa :(

.

Nggak pernah capek dan lupa aku ngucapin makasih bagi semua pembaca yang udah review, follow, atau favorite, sider juga.

Semuanya makasih banget ya...

Maaf belum bisa bales review-an kalian.

Yang mau ngobrol sama aku bisa PM. Insya allah akan selalu aku bales.

#Bowing

Sampai jumpa di FF selanjutnya..

Jangan lupa review yaaaaa
Have always a nice day and God bless you all. ~~chu


Special thanks to:

iffa2792, ParkHyunRee , bbuingbbuingaegyo, ChocolateYumz, bubblechanbaek , sehunnoona , dyayudya , mynamedhiendha , chuapExo31, , rizweielf, nin nina, Wlyn Xyln , Sehun Lover, xxx , faustinaaa, Guest, Kaihun , WuSehunLu , May Angelf , konifanita, , Mr. Jongin albino, cuyyy, Lee eun gi, oh sehrin, tatta, cia, 900110, cinty, jung yeojin, d5