[Semesta Kagami]
"Kau mau kemana?! Bagasi kita bahkan belum keluar!" teriak Kagami saat aku buru-buru berlari menuju toilet. Kagami hanya menghela nafas dan menanti bagasinya serta saudarinya itu dengan sabar. Namun pesan yang sampai ke handphone miliknya membuat wajahnya mengeras dan mengutuk bagasinya yang belum juga ada dihadapannya.
From: First Lady
Kagami, maaf meninggalkanmu. Aku harus pergi ke tempat Akashi untuk memeriksa sesuatu.
"Dan menjemputmu dari rumah brengsek itu jauh lebih susah daripada menghindari piranha di Amazon," maki Kagami dan menatap kunci apartemennya yang sudah lama tidak dikunjunginya. Hal pertama yang harus dilakukannya begitu sampai di apartemennya adalah bersih-bersih.
Dan mungkin mengadakan reunian kecil-kecilan bersama anggota Teiko tidaklah buruk juga.
.
.
Don't You Dare Love Me
Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadatoshi
AU, lil OOC, typos. Tidak mengambil keuntungan profit dalam pembuatan fanfic ini. Saya tidak sanggup memasangkan Akashi dengan chara perempuan di fandom ini karena saya cinta Akashi seperti besarnya cinta saya pada suami saya di fandom sebelah =)) #youdontsay
Akashi Seijuuro x YOU (terserah bagaimana interpresentasi kalian dengan ini, yang jelas saya pakai first POV). Beberapa line bakalan ganti menjadi third POV. Saya usahakan kalian tidak akan bingung dengan perubahan linenya.
Don't You Dare Love Me © Green Maple
.
.
[Semesta Akashi]
Akashi menatap handphone miliknya dengan kesal. Sejak tadi pagi teleponnya tidak diangkat. Ratusan pesan yang dikirimnya tidak ada satupun yang dibalas.
Kali ini apa lagi yang terjadi padanya? Apa mendadak pingsan ditempat antah berantah? Atau mungkin handphone itu jatuh di sungai Hudson? Atau alasan klise yang tidak bisa Akashi pahami sampai detik ini, handphone low batt.
Atau jangan-jangan gadis itu melari—
"Sei-kun! Kau baik-baik saja?"
Akashi tidak percaya dengan apa yang ada dihadapannya. Apa ini ilusi karena terlalu banyak bekerja? Tapi kenapa tangan itu segera menempelkan di keningnya terasa nyata? Dan yang lebih penting diantara semua itu, kenapa posisi mereka berdua ambigu seperti ini?
"Sudah kubilang bukan, kau harus segera ke dokter! Pekerjaan itu memang penting, tapi kesehatanmu itu lebih penting!" omelan perempuan itu sebenarnya tidak begitu didengarkannya. Dengan posisinya sekarang, Akashi dengan mudah menarik perempuan itu jatuh kedalam pelukannya dan mencium perempuan itu hingga kehabisan nafas. Namun niat itu tidak bisa dilakukannya karena Akashi tahu jika melakukannya sekarang, pasti perempuan itu akan ketakutan dan memilih menjauhinya.
Sudah cukup dua tahun melihat perempuannya hanya dari kejauhan, jangan ditambah sekarang.
Namun Akashi juga lelaki biasa dan posisi perempuan itu yang mengurungnya diatas sofa dengan badannya membuat Akashi bisa kehilangan fokusnya kapan saja serta menyerang perempuan itu.
"Duduk dengan benar dan aku menurutimu," ucap Akashi yang membuat perempuan itu menyeritkan kening dan Akashi menghela nafas.
"Aku masih lelaki normal jika kau lupa," ucapan Akashi itu nyatanya masih membuat perempuan itu tetap tidak mengerti. Akashi menghela nafas dan baru akan menjelaskan maksudnya saat pintu kantornya terbuka dan menampakkan Chihiro.
"Akashi, ada beberapa doku—" ucapan lelaki bersurai putih itu tidak selesai lantaran melihat adegan yang tidak seharusnya terjadi di kantor. Dan Chihiro tahu jika dirinya masuk ke kantor Akashi di waktu yang salah.
"Oh hai, Hiro-san," sapa perempuan itu cuek dan seolah tidak tahu tingkahnya tadi sangat mengundang kesalahpahaman, lalu akhirnya beranjak dari posisinya tadi. Akashi bisa melihat dengan sangat jelas jika Chihiro gelagapan dan pasti menafsirkan apa yang dilihatnya tadi dengan sesuatu yang bersifat dewasa.
Dan Akashi juga terlalu malas untuk meluruskan kesalahpahaman itu. Gadis itu MEMANG MILIKNYA sejak awal, jadi tidak apa-apa kalau orang-orang salah paham. Itu mempermudah Akashi untuk memberikan tanda jika gadis itu adalah miliknya. Dan setelah dengan gelagapan Chihiro meletakkan dokumen di atas meja kerja Akashi, Chihiro langsung pamit pergi.
"Sei-kun, ayo ikut aku. Kita harus ke dokter dan juga—" ucapan perempuan itu tidak selesai lantaran Akashi menariknya kedalam pelukannya.
Wangi rambutnya, sentuhannya pada permukaan kulit gadis itu, detak jantung perempuan itu dan gerakan memberontakannya akibat tidak suka dipeluk masih sama. Padahal hanya beberapa hari, tapi rasanya seperti bertahun-tahun.
"Sei -kun, lepaskan aku! Dan sudah kubilang kamu demam, jadi ayo ke dokter!" dan bahkan kecerewetannya juga benar-benar dirindukan oleh Akashi.
"Hn." Apapun yang kau inginkan akan aku lakukan, asalkan kau tetap disini, bersamaku.
.
.
Don't You Dare Love Me
.
.
[Semesta Kouri]
Kouri tahu, jika perempuan itu sudah kembali ke Jepang dan dirinya masih terjebak di New York ini. Kemarin dia menelepon Kagami, bermaksud menanyakan apakah ingatan perempuan itu sudah kembali apa belum.
Karena kalau sudah kembali, perempuan itu pasti tidak mau dekat-dekat dengan Akashi. Jangankan mendekat, mendengar namanya saja sudah membuat perempuan itu mengamuk dan melemparkan segala macam barang yang ada di dekatnya pada orang itu. Kouri ingat terakhir kali mengunjungi perempuan itu di rumah sakit pasca kecelakaan untuk menjelaskan semuanya. Namun baru menyebut nama Akashi, perempuan itu mengamuk dan Kouri hampir kehilangan hidupnya akibat perempuan itu melemparkan pisau pengupas buah tepat ke lehernya.
Kalau tidak ada Kagami waktu itu, mungkin Kouri tidak akan hidup sampai sekarang.
Menghela nafas dan memejamkan mata untuk mengingat pertemuannya dengan gadis itu setelah dua tahun tidak bersua. Masih sama seperti dahulu, suka melihat matahari terbit daripada matahari terbenam. Sifatnya dari sekali lihat masih sama seperti sebelum kecelakaan yang menyebabkan amnesia parah.
"Halo. Masih ingat aku?" sapaan basa-basi yang basi. Kouri tahu jika perempuan itu tidak suka basa-basi. Tapi untuk membuang waktunya sebentar, tidak apa-apa. Lagipula Kagami masih belum menampakkan dirinya, entah pergi kemana.
"Kau siapa? Kita pernah bertemu?" pertanyaan itu membuat Kouri hanya bisa tersenyum miris.
Benar-benar lupa ya? Padahal dulu mereka bersahabat. Yeah, if Kouri can say friend with benefit.
"Furihata Kouri. Atau dulu kau memanggilku Kou-chan," penjelasan yang sebenarnya tidak Kouri sukai, apalagi untuk Kou-chan itu.
"Kou-chan?" tanyanya dengan penuh tanda tanya, lalu memandangi handphone yang ada ditangannya. Kouri tahu itu keluaran terbaru dan yang membelinya adalah Akashi. Semua orang yang kenal dekat dengan Akashi pasti tahu jika lelaki itu senang memberikan gantungan kodok yang berisik dengan tali berwarna merah serta didampingi dengan sebuah bidak shougi.
Diam-diam Kouri cemburu dengan perhatian Akashi yang besar itu pada seseorang yang bahkan benar-benar melupakan Akashi.
Apa cinta memang seperti itu?
"Ahh— kau yang waktu itu mengirimkanku pesan bukan?" tanyanya sambil tersenyum. Kouri juga ikut tersenyum, meskipun tidak ingin. Perempuan didepannya memang benar-benar kuat pesonanya, bahkan Kouri yang seorang perempuan saja mengakui hal itu.
"Ya. Bagaimana kabarmu?"
"Hmm, baik. Kau?"
"Begitulah. Bagaimana ingatanmu?"
Perempuan itu tertawa yang membuat Kouri menyeritkan kening. Apa pertanyaanya tadi ada yang lucu? Atau sebenarnya ingatan perempuan itu sudah kembali namun Kagami menyembunyikanya?
"Masih buruk seperti biasanya. Hari ini aku mengingat semua yang aku lakukan dan besok aku benar-benar melupakannya," jelasnya sambil tertawa kecil yang membuat Kouri diam-diam menghela nafas lega.
Berarti ada kesempatan untuk mendapatkan Akashi bukan?
"Kau— kau tidak penasaran dengan masa lalumu?" tanya Kouri yang membuat perempuan itu mengedipkan matanya dengan cepat, tanda jika sedang bingung dan menatap dirinya.
"Masa lalu? Memangnya aku ada melupakan sesuatu?" pertanyaan itu mengkonfirmasi jika ingatan perempuan didepannya memang belum kembali.
"Ada. Dan banyak," jelas Kouri singkat karena mendengar teriakan Kagami dari belakangnya dan Kouri tahu waktunya untuk bersua sudah tidak banyak lagi. "Kalau kau mau, aku bisa bercerita padamu lewat pesan. Bagaimana?"
Sebelum perempuan itu menjawab perkataanya, Kagami sudah ada di belakangnya dengan wajah terengah-engah dan menyeretnya untuk pergi. Sebelum semakin jauh, Kouri tersenyum dan berkata, "pertimbangkan saja."
Membuka matanya kembali dan menatap kota New York dari jendela hotelnya. Cepat atau lambat, perempuan itu pasti akan mencari dirinya untuk menuntut penjelasan. Dua tahun ini sudah cukup untuk mendiamkan sebuah bom waktu.
"Well, sebentar lagi pertunjukan dari bom waktu akan dimulai," gumam Kouri dan mengirim pesan pada perempuan itu. Mengirim sedikit teka-teki yang pasti membuat perempuan itu akan mendatanginya untuk mencari tahu ingatannya.
.
.
Don't You Dare Love Me
.
.
[Semesta Aku]
Seingatku, Akashi kalau sakit tidak seperti ini —jika ingatanku sendiri juga tidak salah mengingat— yang benar-benar manja dan tidak mau melepaskanku dari pandangannya. Bahkan sudah beberapa kali aku ditariknya untuk tidur di sampingnya dan menjadi guling hidup.
Ck, harusnya Midorima memberikan obat yang berefek samping tidur, jadi aku tidak menderita seperti ini. Dan aku yakin Akashi dengan ingatan yang kuat itu pasti tidak melupakan jika aku paling benci dipeluk oleh siapapun. Dan setiap kali aku bergerak sedikit saja, Akashi semakin memelukku dengan erat yang membuatku semakin susah bergerak dan bernafas.
"Sei-kun, aku tidak bisa bernafas!" teriakku frustasi dan Akashi baru mau mengendurkan pelukannya. Namun setiap aku bergerak lagi, Akashi akan melakukan siklus yang sama sampai aku yang kelelahan sendiri dan akhirnya memilih tidur saja.
Dan entah aku sudah masuk alam bawah sadarku atau belum, aku merasa Akashi menciumku dengan pelan.
Ah, mungkin hanya halusinasiku saja karena kelelahan naik pesawat dan kurang istirahat.
.
.
Don't You Dare Love Me
.
.
[Semesta Akashi]
Orang sepertinya seharusnya tidak mengenal rasa takut. Dunia pasti menertawakannya jika tahu seorang Seijuuro yang angkuh ini memiliki ketakutan dan ketakutannya itu berwujud seorang perempuan yang benar-benar tidak sempurna. Benar-benar perempuan yang jauh meleset dari daftar idelanya, namun entah kenapa bisa membuatnya bahagia hanya dengan mendengarkan suaranya yang tengah mengatakan hal-hal random yang ada dikepala perempuan itu.
Pepatah lama bilang, ada tiga hal yang menjatuhkan lelaki. Wanita, harta dan kekuasaan. Dan Akashi mengakui, pepatah lama itu memang benar adanya. Karena perempuan itu berhasil menjatuhkan dinding pertahannya dan mau menurunkan egonya secara sukarela.
"Sei-kun, aku tidak bisa bernafas!" teriakannya yang terdengar frustasi itu membuat Akashi melonggarkan pelukannya.
Sebenarnya ini memang bukan sifatnya yang suka bermanja-manja pada perempuan ini. Tapi Akashi sedang sakit dan ini sudah cukup sebagai alasan kenapa dirinya menjadi seperti ini. Karena orang sakit selalu memiliki toleransi tersendiri di masyaralat dan Akashi menggunakan stigma itu untuk keutungannya sekarang.
Perempuan itu sudah tidak bergerak lagi, sepertinya sudah lelah untuk berusaha melepaskan diri darinya. Akashi sengaja menyeret perempuan itu ke atas tempat tidurnya dan mengurungnya dengan pelukan dari samping meskipun tahu perempuan itu tidak suka dipeluk.
Sekali lagi, Akashi tidak pernah salah dan orang sakit selalu bisa mendapatkan yang dia inginkan.
Akashi melirik perempuan itu sekali lagi dan mendapati peremuan itu tengah tertidur. Dan sebenarnya, sejak perempuan itu kembali, Akashi sudah tidak tahan untuk menciumnya sampai kehabisan nafas. Namun banyak yang harus dipertimbangkan jika Akashi melakukan hal itu.
Menghela nafas dan merapikan rambut-rambut yang berantakan. Akasih tersenyum saat ada beberapa rambut yang masuk ke mulut perempuan itu dan menariknya dengan perlahan. Dan karena melakukan itu, Akashi tidak sengaja menyentuh bibir perempuan itu yang membuat Akashi menatap perempuan itu dengan sedih.
Seharusnya itu miliknya sekarang. Seharusnya pemandangan ini selalu ada setiap Akashi membuka matanya saat bangun tidur di pagi hari. Seharusnya Akashi tidak perlu menunggu dua tahun untuk mencoba menyakinkan dirinya jika sekarang adalah waktunya.
Pada akhirnya Akashi mengecup pelan bibir perempuan itu dan kembali tidur. Tetap memeluk perempuan itu dari samping, karena Akashi benar-benar takut jika ini hanyalah mimpi dan saat terbangun nanti, semuanya hilang.
Only you in my shy heart. What do I do?
.
.
Don't You Dare Love Me
.
.
[Semesta Kagami]
Jika ini bukan karena pekerjaan, Kagami tidak akan mau menemuinya. Tapi kontrak sudah di tanda tangani dan Kagami terlalu lelah untuk membatalkannya serta membayar biaya ganti rugi yang melibatkan pengacara.
Sudahlah, Hidupnya sudah cuku pusing karena saudari tirinya yang entah bagaimana caranya bisa kembali berpacaran dengan Akashi. Dan kembalinya Kouri kedalam lingkaran hidup mereka yang tenang—bertengkar dan saling mengejek satu sama lain itu adalah ketenangan hidup mereka.
Ini pasti konspirasi kehidupan yang paling memuakkan.
"Hello dear," sapa Kouri yang mebuat Kagami berdecih. Masih pura-pura tidak tahu masalahnya?
"Jangan panggil aku seperti aku pacarmu," jawaban Kagami itu malah membuat Kouri tertawa.
Mereka memang sengaja bertemu di luar kantor Kouri, karena ada banyak hal yang ingin ditanyakan. Sekaligus memastikan jika kesempatannya masih ada.
"Simpan basa-basimu, Kouri. Katakan apa yang kau mau karena aku masih harus melakukan hal yang penting," perkataan Kagami itu membuat Kouri hanya tersenyum dan meminum ice moccacino yang dipesannya. Dan kali ini Kagami enggan menyentuh minuman dan kue-kue yang ada di depannya, yang tentu saja dipesan oleh Kouri karena ingat Kagami memiliki selera akan yang 'lebih' dari orang-orang kebanyakan.
"Santai saja, Taiga. Nikmati saja semua yang ada dihadapanmu ini," perkataan Kouri itu membuat Kagami paham jika pertemuan mereka sia-sia.
Kagami segera berdiri dari tempat duduknya dan meletakkan selebar cek di atas meja sebagai tanda jika dia yang membayar semua yang ada di hadapan Kouri. "Urusan kita selesai."
"Kau tidak penasaran apa yang ingin kulakukan?" pertanyaan itu sukses membuat Kagami berhenti dan memandang Kouri dengan tatapan penuh selidik. Sementara Kouri hanya memberikan senyuman terbaiknya.
Kagami terpaksa kembali ke tempat duduknya, tidak peduli dengan perhatian dari beberapa orang yang penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi. "Buang basa-basimu. Katakan semuanya sekarang"
.
.
Don't You Dare Love Me
.
.
[Semesta Kouri]
Sebenarnya, untuk apa dirinya ikut menjemput perempuan itu bersama Kagami? Kouri yakin jika Akashi pasti memulangkan perempuan itu dengan selamat ke apartemennya. Atau pilihan kedua, Akashi menahan perempuan itu di rumahnya selamanya. Jadi wajar saja jika Kagami mengkhawatirkan saudari tirinya itu, apalagi dengan apa yang terjadi dua tahun sebelumnya, dimana dirinya mengambil bagian paling besar saat kejadian itu.
Namun kapan dirinya akan diperhatian oleh seseorang seperti Kagami maupun Akashi memperhatikan perempuan itu?
"Kau masih tetap terobsesi dengan Akashi?" Kagami tiba-tiba saja mengajaknya berbicara padahal sejak tadi mereka hanya memilih untuk diam dan hanya lagu jazz didalam mobil Kagami yang membuat mobil ini tidak seperti mobil hantu.
"Bukan obsesi, tapi cinta," koreksinya yang membuat Kagami menghela nafas.
"Cinta tidak seperti ini. Kau terobsesi pada Akashi," penjelasan Kagami itu sebenarnya tidak bisa diterima oleh Kouri, namun Kagami rupanya belum selesai berbicara. "Karena didalam hubungan, cinta saja tidak cukup. Cinta cepat atau lambat pasti akan habis di dalam diri kita, mau bagaimanapun itu."
"Dan sepetinya kau mau bilang jika rasa cintamu sudah habis pada perempuan itu?" ejek Kouri yang tidak langsung dijawab Kagami karena dia sedang berbelok menuju ke rumah Akashi.
"Kalau aku bilang ya bagaimana?" jawaban Kagami itu membuat Kouri shock.
Jadi Kagami sudah move on? Secepat ini? Bukankah kemarin saat dirinya menelpon bilang Kagami masih belum menyerah?
"Cintaku memang sudah habis, tapi cinta itu sudah berubah menjadi rasa sayang. Cinta bisa saja menghilang dari setiap orang, tapi rasa sayang tidak akan pernah bisa hilang sampai kapanpun," penjelasan Kagami itu membuat Kouri tercenung.
Jadi perasaan Kagami sudah berkembang seperti itu? Bagaimana dengan Akashi sendiri? Apakah juga sama? Dan satu hal yang jelas, perempuan itu benar-benar beruntung karena diperhatikan oleh dua orang lelaki yang tampak keras di luar, namun sebenarnya memiliki hati yang lembut.
"Tapi kau tahu sainganmu adalah Akashi. Orang yang selalu menyombongkan diri bisa mendapatkan segalanya dan dia sekarang bersama Akashi. Lalu kenapa kau masih menyayanginya?" pertanyaan yang sebenarnya bodoh, karena Kouri tahu jawabannya. Dan pertanyaan itu sebenarnya juga menyerang dirinya sendiri, karena sudah tahu kenyataanya, kenapa masih bertahan dengan perasaan yang tidak mungkin berbalas?
"Karena sebenarnya alasannya sama sepertimu," ucapan Kagami itu semakin membuat kening Kouri berkerut. Sama? Berarti Kagami sebenarnya—
"—aku tidak rela melihat orang yang kau sayangi bersama orang lain. Egois memang, tapi manusia memang mempunyai sisi egoisnya."
Dan sebelum Kouri membalas perkataan Kagami itu, Kouri melihat ruah Akashi dan berkata, "Taiga, jangan kelewatan."
"Aku tidak buta arah seperti yang kau duga," omal Kagami yang tidak terlalu dihiraukan oleh Kouri.
Mereka berdua turun dari mobil dan berjalan kaki sebentar karena letak pintu gerbang ke rumah sebenarnya Akashi lumayan jauh.
"Ngomong-ngomong, terima kasih waktu itu," Kouri tidak tahu kenapa ingin mengatakan itu, tapi Kouri yakin harus mengatakannya.
"Hah? Makudmu?"
Reaksi itu sudah diyakini oleh Kouri pasti akan keluar dari mulut Kagami. Mereka mengenal satu sama lain dan pernah dekat sebagai hubungan yang tidak bisa didefinisikan dengan kata apapun.
"Menyelamatkanku saat dua tahun yang lalu. Kalau kau yang tidak menarikku tepat waktu, aku pasti sudah mati."
"Tuhan hanya sedang berbaik hati menempatkanku di waktu yang tepat," jawab Kagami cuek yang diam-diam membuat Kouri tersenyum dan mengingat masa lalu, dua setengah tahun yang lalu, saat semuanya baik-baik saja.
Sampai dua tahun lalu, dirinya mendengar kabar pernikahan yang entah kenapa membuatnya melakukan hal itu dan membuat semuanya semakin rumit sekarang.
Mereka sudah sampai ke tempat yang mereka tuju dan Kouri menekan bel rumah Akashi. Kagami menelepon perempuan itu dan bergumam kesal karena teleponnya tidak kunjung diangkat.
"Halo, kau cepat keluar. Aku sudah berada di depan. Dan kalau bisa kau lari, karena aku yakin Akashi tidak akan membiarkanmu pulang denganku," perkataan Kagami itu membuat Kouri menghela nafas.
Keajaiban jika perempuan itu bisa keluar tanpa Akashi di sisinya. Lelaki itu seperti cheetah jika sudah menyangkut perempuan itu.
"Aku mau pulang Sei -kun. Kagami sudah menunggu di luar dan demammu sudah turun kok," adu argumen itu terdengar semakin mendekat dan saat membuka pintu, Kouri menahan nafas sejenak.
Tujuannya ikut bersama Kagami adalah untuk bertemu dengan Akashi lagi—dengan berlindung dibalik mengantarkan Kagami ke tempat Akashi karena lelaki itu rajanya tersesat. Perempuan itu menatap Kouri dengan bingung sejenak, sebelum tersenyum dan menyapanya.
"Kou-chan, kenapa bisa disini? Mau bertemu dengan Sei -kun?" pertanyaan yang membuat Kouri, Kagami dan Akashi terkejut, karena sejujurnya Kouri juga tidak berharap jika perempuan itu mengingatnya.
"Yah, bisa dibilang seperti itu," Kouri tersenyum. Dirinya harus menjalankan rencananya itu.
Lupakan pencerahan yang diberikan oleh Kagami tadi, dirinya tahu apa yang harus dilakukan sekarang untuk membuka kesempatannya bersama Akashi semakin tinggi.
.
.
Don't You Dare Love Me : To Be Continue
.
.
Hahaha... jadi harus disodorkan lagu galau nian dulu baru mau nulis lagi? #nangis
Anggap saja ini warm up setelah lama gak nulis dan chapter kemarin pendek pake banget itu :"))
Oiya, sekalian memberitahukan jika nanti bakalan ada prekuel fanfic ini. Tenang, Cuma OS (amin) dan dari sisi Akashi. Setting diambil setelah tokoh 'aku' kecelakaan dan apa saja yang dilakukan Akashi selama dua tahun itu. Dan sebagai orang yang baik #nggek saya kasih tahu jika pastinya sedih-sedih galau gimana gitu prekuel fanfic ini. Judulnya 'I Only Want You' yang terinspirasin dari lagu yang sedang didengarkan sekarang :"))
Kepikiran untuk menjadikan ini orifict setelah tamat dan mengirimkannya ke penerbit. Tapi tidak tahu apakah niat itu bakalan dilaksanakan karena fanfic abal begini ... emang ada yang mau menerima? #pundung #galau
Dan tolong jangan benci Kouri, karena entah kenapa saya paham bagaimana perasaan Kouri terhadap Akashi. Orang ketiga memang menyebalkan, tapi orang ketiga tidak akan pernah ada jika orang kedua tidak memberikan harapan pada orang ketiga =))) #nak
Green Maple
14/11/2014