Heyoo! Ni ijel datang bagi-bagi cinta!
Oke, jadi.. Ini adalah fanfic drabble panjang naruhina, yang semuanya adalah songfic. Jadi, songfic-songfic yang aku buat, aku satukan di judul ini, yang menjadikannya terlihat seperti drabble panjang. Jadi, bisa AU, bisa Canon, tergantung lagu dan mood. :l
Aku nyoba buat yang manis-manis. Karena yang request fic, pada minta genre hurt-comfort semua.
(!) Tidak diharuskan mengenal lagu sebelum membaca, karena pada dasarnya lagu itu hanya menginspirasi.
Enjoy..
Disclaimer : Masashi Kishimoto.
Warning chapter ini : AU, OOC, Bad-boy Naruto. Typos as always. Ooc. Teen-plus.
Song#1
Can't Remember To Forget You - Shakira ft Rihanna
.
.
I can't remember to forget you.
I keep forgetting I should let you go.
But when you look at me, the only memory, is us kissing in the moonlight
I can't remember to forget you.
.
.
"Ahh!" Di ujung perpustakaan yang sunyi senyap karena sudah malam, di bawah jendela besar, dan di seberang poster lukisan Albert Enstein di pigura kaca, Naruto dan Hinata berciuman panas. Saling memeluk satu sama lain, melawan waktu yang terasa lambat dengan gerakan mereka yang cepat dan terburu-buru.
Decakan lidah beradu panas diantara dua insan yang lupa daratan ini, sementara tangan keduanya yang sudah menjalar kemana-mana menambah kesan terbakar pada aktivitas mereka.
Ketika kebutuhan oksigen mengambil alih, inisiatif mereka untuk melepas ciuman pun timbul. Namun tak ada yang berani memulai, karena benar-benar hanyut pada romansa indah liar mereka. Maka, semakin mereka sulit bernafas, ciuman itu akan semakin cepat, tidak diakhiri dengan sebuah kecupan, melainkan sebuah hisapan pada lidah Hinata.
"Ahhhh..." Desah Hinata erotis pada akhir kegiatan mereka membuat Naruto tersenyum nakal. Hinata menjauhkan badan, memalingkan muka ke sisi jendela yang menampakkan pesona bulan purnama yang indah.
Muka Hinata berubah merah, membuat Naruto menyeringai lebar.
"Kau suka?" Tanyanya nakal, dan ohh, jangan lupa kedipan matanya yang beriris biru langit itu. Hinata hampir meleleh dibuatnya. Walaupun ia hanya sekilas menoleh, mencoba mencuri lirik karena terlalu malu untuk menatap Naruto langsung.
Naruto paham, memang ia sudah mengenal sifat Hinata yang satu itu. Maka dari itu, ia hanya menunduk, lalu mengecup sebelah leher Hinata, lalu tersenyum lagi. "Sampai nanti, cantik."
Setelah debaman pintu terdengar, Hinata jatuh terduduk. "Aduh, kakiku lemas." Keluhnya sambil memukul-mukul kakinya. Mukanya kembali memerah mengingat apa yang ia lakukan dengan Naruto tadi, yah, walaupun setengah tubuhnya sangat menyukai hal itu.
Hinata menengadah ke atas, melihat ke arah bulan purnama yang tampak dari jendela besar perpustakaan sekolahnya. Sudah tiga hari bulan purnama yang muncul, dan sudah tiga hari itu ia bertemu Naruto di tempat yang sama, jam yang sama.
.
.
.
Flashback, empat hari lalu, pulang sekolah.
"Hinata, ini kunci perpustakaan sekolah kita. Ibu harus pergi ke luar negeri selama dua minggu. Ibu harap kamu mau menjaga perpustakaan selama ibu pergi." Ucap Kurenai-sensei pada Hinata, murid kesayangannya. Ia lalu mengambil sebelah tangan Hinata dan meletakkan sebuah beberapa kunci bergantungan tokoh kartun-kartun Amerika yang membuat bunyi berisik.
Kurenai-sensei adalah guru sastra, yang juga bertanggung jawab pada perpustakaan. Namun ia harus pergi keluar negeri untuk menemui suaminya. Sementara, tidak ada guru yang mau menggantikannya menjaga perpustakaan. Mau bagaimana lagi, ia harus meminta tolong pada murid.
Dan murid yang beruntung itu adalah Hinata, seorang siswi biasa yang suka makan cinnamon rolls pulang sekolah.
"Kau bisa membukanya ketika pulang sekolah, lalu menutupnya jam setengah sembilan. Ibu akan minta izin pada petugas asrama untuk membolehkanmu keluar malam." Katanya lagi, ditambah sebuah muka memelas, berharap senjatanya yang tak pernah gagal sejak beberapa tahun lalu itu kembali berhasil.
Dan tentu saja Hinata Hyuuga tak bisa menolak.
.
Malamnya, Hinata berjalan dari kamar asramanya menuju perpustakaan dengan gontai, memastikan beberapa hal dulu sebelum ia tidur. Di tengah jalan ia merutuki dirinya yang tidak bisa berkata 'tidak' pada permintaan seseorang.
Ini hari pertamanya bertugas semenjak Kurenai pergi. Ia sebenarnya ingin tidur karena sudah mengerjakan pr kimia yang benar-benar banyak dan membosankan, tapi mau bagaimana lagi, ia diberi tanggung jawab dan yang ia harus lakukan adalah untuk tidak menyia-nyiakannya.
Ia berjalan pelan di koridor dengan gaun piyama selututnya dan sendal tidur Garfield berkepala besar yang lucu. Kepangan dua yang selalu bertengger disamping kepalanya sudah dilepas. Rambutnya yang baru selesai di keramas itu menjuntai indah ke bawah meliuk-liuk mengikuti gerakan tubuhnya.
Kalau saja ada siswa siswi yang berkeliaran saat malam, mereka pasti pangling karena tidak pernah melihat Hinata dalam wujud seperti itu.
Kini, Hinata harus melewati asrama putra dan turun kelantai bawah untuk sampai ke perpustakaan tujuannya.
Untuk cepat-cepat menghabiskan waktu, Hinata memutar musik di smartphone-nya dan memakai earphone. Ia memilih lagu favoritnya dan mulai bersenandung kecil. Tak cukup dengan senandung, Hinata mulai menari-nari. Yah, ia berani karena tidak ada orang di sana, tentu saja.
Ia terus menari dan tidak memperhatikan Naruto dan Sasuke berjalan agak jauh dibelakangnya, baru saja kembali dari kamar asrama Kiba dan Shino.
"Siapa itu?" Tanya Naruto pelan.
"Tidak tahu." Jawab Sasuke sekenanya.
"Hantu?"
"Tidak."
"Darimana kau tahu?"
"Hantu tidak bisa menari. Lagipula tidak ada hantu punya suara seimut itu." Jawab Sasuke lagi.
Hinata tentu tidak bisa mendengarnya. Ia menyetel musiknya keras, sibuk menari dan menyanyi kecil, dan memakai earphone.
Naruto dan Sasuke mengikuti Hinata, penasaran akan apa yang dilakukan gadis itu malam-malam begini. Lagipula mereka belum menyadari sosok Hinata sebenarnya.
Ketika Hinata berhenti, mereka refleks bersembunyi di balik guci besar di koridor. Sedikit melongokkan kepala untuk lebih jelas melihat apa yang dilakukan Hinata. Apa jangan-jangan ia mau berbuat mesum dengan seseorang?
Hinata mematikan musiknya, lalu menatap sebuah pintu sebelah ia berhenti. Lalu tersenyum dengan manis.
"Naruto-kun." Katanya pelan, namun tak cukup pelan untuk tidak terdengar dua penguping dadakan yang bersembunyi tak jauh di belakangnya. Setelah itu ia kembali berjalan, dan menghilang di belokan koridor.
Sementara dua penguntit dadakan di belakangnya saling menatap dengan kaget.
"Itu Hinata?" Ucap mereka serentak, dengan keheranan yang sama.
.
Hinata Hyuuga yang mereka kenal adalah adik kandung kesayangan Hyuuga Neji galak yang sudah lulus setahun lalu. Hinata adalah adik kelas yang pendiam dan pemalu, yang mengenal Naruto dan Sasuke dari acara-acara osis. Kebetulan Hinata adalah bendahara osis, dan Naruto serta Sasuke adalah ketua dan wakilnya.
Namun Hinata yang mereka temui setiap hari adalah Hinata sedikit culun yang memakai kacamata baca kemana-mana walaupun tidak sedang membaca, rok panjang yang melanggar peraturan untuk menjadi populer, baju kebesaran yang kira-kira satu ukuran di atas badan kecilnya, dan rambut yang dikepang dua. Plus sifatnya yang ramah, cerdas, dan pemalu yang terkesan misterius.
Dan tadi, apakah benar Hinata yang moe tadi, yang memanggil nama Naruto dengan nada yang tak bisa Naruto ungkapkan dengan kata-kata tadi adalah Hinata Hyuuga sesungguhnya?
"Dia benar Hinata?" Tanya Naruto.
Sasuke mengangguk. Ia terlihat berpikir.
"Dia manis sekali. Seperti anak kucing."
Sasuke kembali mengangguk. Ia masih terlihat berpikir keras.
Semuanya, sifat Neji yang dingin dan overprotektif pada Naruto, Hinata yang tak bisa memandang langsung ke arah Naruto, wajah Hinata yang memerah ketika berbicara dengan Naruto, dan teman-teman Hinata yang mulai senggol-senggolan ketika berpapasan dengan Naruto, dan wajah penuh semburat merah yang melihat ke arah pintu Naruto, semuanya sudah jelas!
"Hinata menyukaimu."
Naruto kemudian kaget seperti orang aneh. Lalu pipinya menghangat dan memerah. Ia mengibas-kibaskan tangannya canggung, lalu memukul punggung Sasuke agak keras. Tapi Sasuke tak hirau. Ia tahu temannya yang bodoh itu sedang menutupi rasa malunya.
"Dasar bodoh. Kau benar-benar seperti kucing rebus sekarang." Kata Sasuke, lalu memutar bola matanya bosan.
Naruto berjalan mendahului Sasuke, lalu melewati pintu kamarnya begitu saja. Berjalan kearah tujuan Hinata.
"Mau kemana kau?" Tanya Sasuke, walaupun ia sudah tahu jawabannya.
Naruto berhenti berjalan, lalu tersenyum nakal penuh misteri.
"Ada anak kucing yang harus kutangkap."
.
Hinata membuka kunci pintu perpustakaan. Dan benar saja, ada staf perpustakaan yang juga adalah siswa lupa mematikan lampu dan mematikan komputer. Dan sekarang, itu akan menjadi tugasnya selama dua minggu ini.
Baru beberapa langkah berjalan, ia sudah melihat tumpukan buku yang tergeletak di lantai. Ia memeluk buku-buku itu dan mencari raknya. Ketika ia temukan, ia melihat keatas dan berdecak kesal. Letak buku-buku itu benar-benar tinggi, dan ia tergolong pendek.
Hinata mengambil sembarang sebuah meja, lalu mengambil buku-buku itu dan naik keatasnya dan berusaha menyusun buku. Ia tampak kesusahan di awal, namun akhirnya ia bisa menyusun buku-buku itu dengan rapi.
Hinata lalu mulai menyelesaikan tugas-tugasnya yang lain, seperti mematikan lampu, bersih-bersih dan sebagainya.
Ia berjalan ke arah sudut perpustakaan untuk mematikan komputer-komputer yang ada disitu. Sudut perpustakaan adalah sisi terbaik, yang mempunyai jendela besar, menampakkan bulan purnama yang indah.
Beberapa menit terpukau dengan bulan purnama, Hinata lalu memejamkan mata, dan berdoa semoga nii-san-nya baik-baik saja sekarang. Ia lalu berbalik untuk mematikan komputer.
Tapi, sial, setelah memencet beberapa kunci di keyboard, komputer itu malah menampakkan video mesum dua orang yang sedang bercinta dengan gaya yang tidak biasa. Hinata sampai heran bagaimana mereka bisa meliukkan tubuh hingga seperti itu. Ia lalu menekan alt-F4 namun tak ada yang terjadi. Program mesum sial itu tidak bisa di tutup.
Hinata jadi panik sendiri. Ia lalu mencari kabel komputer untuk mencabutnya, namun sebuah suara mengagetkannya.
"Ternyata ini kerjaanmu setiap malam, Hyuuga."
Dengan horror, Hinata berbalik dan terkejut.
Damn! Kenapa harus Naruto?
.
.
Naruto mengikuti Hinata dan berbelok menuju tangga. Keributan gaduh di perpustakaan membuat ia langsung tahu kemana tujuan gadis itu.
Ketika ia masuk, Naruto melihat Hinata sedang berusaha naik ke atas meja. Ia tampaknya kesusahan karena sendal tidurnya yang besar. Akhirnya ia melepas sendal-sendal itu dan memeluk buku-buku yang akan ia susun.
Naruto tersenyum, memperhatikan setiap gerakan Hinata yang lucu di matanya. Ia bersandar di sebuah dinding yang sisinya gelap, mencegah Hinata tau kehadirannya.
Naruto tak bisa mengalihkan pandangannya sekarang. Hinata yang ada di depannya ini sungguh membuatnya terkejut. Ia sedang berjinjit di atas meja, mencoba menyusun buku di rak paling atas perpustakaan.
Sepasang kaki itu. Kaki yang selalu tersembunyi di balik rok panjang seragam Hinata. Kaki putih jenjang yang halus, serta ketika ia berjinjit, gaun piyamanya akan terangkat, menampakkan sedikit bagian paha bawahnya.
Sesudah itu Hinata melompat turun, dan memakai sendal tidurnya kembali. Ia merapikan mejanya tadi, dan berjalan ke sakelar lampu untuk mematikannya. Ia lalu berjalan-jalan kemana-mana, mencari apa saja yang belum dikerjakan oleh staf perpustakaan. Dan Naruto pun tetap mengikuti setiap langkahnya.
Hinata berhenti di depan kaca jendela besar dan menatap bulan purnama yang indah. Seluruh bulan purnama itu terefleksi sempurna di mata Hinata, yang membuat Naruto kembali terpukau.
Gadis itu cantik.
Hinata kemudian menutup mata dan berdoa, membuat Naruto mengangkat sebelah alisnya tertarik.
Dan misterius.
Hinata berjalan menuju sebuah komputer yang masih menyala, dan mencoba mematikannya. Dan kemudian video mesum itu muncul. Hinata tampak kaget, sementara Naruto tidak. Ia tahu pasti ini adalah pekerjaan teman-temannya yang ingin mengerjai salah satu staf galak perpustakaan, yaitu Tenten.
Melihat Hinata panik sendirian, Naruto terkekeh kecil. Namun kemudian ia melihat Hinata terdiam sebentar. Kemudian cicitan kecil Hinata membuat ia membelalak. "Apa tidak sakit bercinta dengan gaya seperti itu?" Tanyanya pelan, terdengar jelas oleh Naruto.
Lalu kemudian Hinata tersadar dan mengumpat, "Apa yang sebenarnya aku pikirkan?" Ia menjadi lebih stress dari sebelumnya, lalu mencari-cari stop kontak.
Ide jahil muncul, Naruto merasa saat ini adalah saat yang tepat untuk eksis.
"Ternyata ini kerjaanmu setiap malam, Hyuuga."
.
Video porno sudah mati, komputer juga sudah mati. Hinata tinggal pulang ke kamar asramanya dan tidur. Tapi tidak bisa. Karena Naruto duduk dengan santai di depannya, menolak untuk pergi. Dan Hinata tidak mungkin menguncinya di dalam dan pergi tidur.
"Itu bukan pekerjaanku setiap malam." Ujar Hinata kecil. Ia lama-lama kesal juga ditatapi seperti seorang yang sudah tertangkap basah mengutil permen di supermarket.
"Apa jadinya kalau Tsunade-sensei mengetahui hal ini? Ia pasti akan memberitahu Kurenai-sensei, dan ia akan sangat kecewa padamu Hinata, sang bendahara osis teladan, dan suka menonton film porno. Oh, iya. Hati-hati, nanti namamu bisa masuk buletin sekolah, lo." Jawab Naruto lagi.
Hinata bergidik. Ia tidak ingin menghabiskan masa sekolahnya sebagai siswa yang dianggap mesum. Terlebih, ia seorang Hyuuga dan ia perempuan. Ayahnya pasti akan memutuskan sekolahnya, dan menjodohkannya dengan laki-laki antah berantah.
"A-apa kau akan melapor?" Tanya Hinata.
"Mungkin iya, mungkin juga tidak." Balas Naruto lagi. Hinata sudah terlihat seperti anak kecil yang dihukum karena tidak menghabiskan makan malamnya. Dan Naruto adalah ibu tirinya.
"Uuggh.." Suara hati Hinata yang terdengar tidak nyaman ditangkap Naruto. Ia tersenyum lagi.
"Begini saja. Aku tidak akan melapor, tapi kau harus menemuiku disini setiap malam jam segini." Kata Naruto sambil berdiri, yang membuat Hinata juga refleks berdiri.
"Untuk?"
Naruto maju, lalu dengan tiba-tiba mengecup bibir Hinata cepat.
"Untuk itu."
Lalu ia pergi, meninggalkan Hinata dengan mata membelalak, muka memerah, dan jantung berdegup kencang.
.
.
.
Jadi di sinilah Hinata sekarang, duduk di meja belajarnya di kamar. Sakura, teman sekamarnya sudah pergi dahulu ke sekolah, jadi ia punya kesempatan untuk sendiri, menggalaukan kehidupan SMAnya yang di teror oleh kedahysatan ciuman ketua osisnya.
Hinata menatap mukanya di cermin, dan menyisir rambutnya. Lalu ia ingat, Naruto pernah membelai rambutnya di suatu malam di perpustakaan.
'Tidak!'
Hinata menggeleng-geleng, mencoba mengusir pikiran itu dari pikirannya.
"Aku harus melupakan itu. Aku harus melupakannya. Aku harus melupakan ciuman itu." Tekadnya dengan tangan terkepal, lalu mengepang rambutnya dan bersiap menuju sekolah.
.
.
"Guru-guru sedang rapat. Jadi kami dari osis mengambil kesempatan ini untuk mendata beberapa informasi yang kurang dari kalian." Pimpin Naruto di depan kelas Hinata. Lalu beberapa dari mereka memanggil nama-nama siswa untuk di data. Naruto duduk di kursi guru, memainkan hpnya. Ia ketua osis, jadi ia tinggal menyuruh anak buahnya saja yang bekerja.
Licik.
"Hinata Hyuuga." Panggil seseorang, yaitu Sai. Hinata berdiri lalu berjalan menuju Sai. Lalu ketika Hinata duduk di hadapan Sai, Naruto datang dan membisikkan sesuatu dengan Sai. Setelahnya, Sai pergi dan Naruto menggantikannya untuk duduk. Akhirnya sang ketua bekerja juga.
Muka Hinata memerah. Mau apa lagi Naruto? Ini kan bukan jam perjanjian mereka. Apa jangan-jangan mereka akan melakukannya di depan kelas? Ah, itu tidak mungkin.
Dan ia mulai berkutat dengan pikirannya sendiri.
"Hai." Sapa Naruto.
"H-hai. Namikaze-san." Balas Hinata.
"Naruto-kun."
"Hah?"
"Aku mau kau memanggilku Naruto-kun."
Blush.. Muka Hinata bertambah merah, ia lalu melirik-lirik kesana kemari dengan tidak nyaman. Pikirannya yang mulai sibuk tadi sudah tumpul. Ia tak bisa berpikir apa-apa lagi selain seorang cowok bad boy di depannya itu.
"Na-naruto-kun."
Naruto tersenyum. Ia lalu menopang dagu di atas meja, dan menatapi Hinata terus.
"Apa yang kamu pikirkan tentang aku?" Tanya Naruto dengan suara yang membuat telinga Hinata panas. Naruto sedang memandanginya dengan ekspresi seperti anak paling imut di dunia sedang mencoba merayunya untuk membeli es krim.
Hinata menatap mata Naruto, namun yang ia ingat hanya ciuman di bawah bulan purnama.
Ciuman...
Cium...
Ci...
"A-aku mau ke toilet!" Seru Hinata tiba-tiba, lalu setengah berlari ke luar kelas, menyisakan tanda tanya di benak hampir setengah kelasnya. Hinata mau ke toilet seperti ingin ke medan perang.
Naruto terkekeh, menyukai bagaimana reaksi Hinata tadi.
.
.
Hinata tidak bisa ingat untuk melupakan Naruto.
Dan ciumannya tentu saja.
.
.
Makan siang adalah waktu yang ditunggu-tunggu seluruh siswa, selain waktu untuk mengisi perut, mereka juga bisa bercengkrama dengan teman-teman menunggu kelas siang.
Hinata sedang duduk dengan Sakura, Ino, Tenten, Temari, dan Karin. Teman-teman sekelas yang cantik-cantik itu lumayan populer di sekolah. Mereka sudah sejak lama bersahabat, bahkan memliki kamar asrama yang bersebelahan.
Mereka sedang terlibat pembicaraan serius tentang sebuah acara film, yang sebenarnya menurut Hinata membosankan untuk dibahas. Jadi dalam diam ia makan dan menjawab sekenanya beberapa pertanyaan yang dilontarkan padanya.
Selesai makan, Hinata mengedarkan pandangan menuju seisi kantin sambil menyeruput jus jeruknya. Dan ketika itulah pandangannya bersiborok dengan mata biru Naruto yang sedang bercanda dengan teman-temannya.
Hinata langsung tersenyum, mengagumi betapa kerennya sang ketua osis di sekolahnya itu.
Naruto, yang entah mengapa merasa di perhatikan, lalu melihat kearah Hinata secara tidak sengaja, dan menangkap basah gadis itu sedang menatapinya sambil senyum-senyum sendiri.
Hinata kemudian panik, lalu melirik-lirik kemana-mana dengan canggung, berusaha mencari pengalih lain, namun akhirnya pandangannya kembali ke arah Naruto yang ternyata masih memandanginya.
Naruto tersenyum nakal, lalu membentuk bibirnya seperti sedang mengecup seseorang.
Hinata yang memerah malu mencoba mencari kesibukan lain, mulai dari menyendok nasi gorengnya banyak-banyak sampai menelan dua buah puding sekali suap. Tapi tidak bisa. Mau sekeras apapun ia mencoba, yang ia ingat hanya ciuman di bawah bulan purnama.
Aduduh...
Wajahnya memerah lagi.
.
.
Hinata tidak bisa ingat untuk melupakan Naruto.
Dan ciumannya tentu saja.
.
.
Ada sebuah rapat osis pulang sekolah, yang mau tak mau menyita waktu Hinata untuk beristirahat pulang sekolah. Ketika ia datang, hanya ada Naruto yang sedang tertidur dengan kepala bersandar meja rapat.
Bingung akan apa yang mau ia lakukan, selama beberapa menit, Hinata hanya berdiri di depan pintu.
Akhirnya dengan canggung, Hinata mengambil tempat duduk di sebuah kursi disamping Naruto.
'Uggh.. Kenapa Naruto kalau tidur itu jadi sangat cute, sih?' Rutuknya dalam hati. Ia kemudian sibuk memandangi wajah Naruto.
Tiba-tiba mata Naruto terbuka, lalu balas memandangi Hinata. Hinata yang sedari tadi masih sibuk memperhatikan Naruto untuk beberapa saat belum sadar kalau senpai-nya itu sudah terbangun.
Lalu saat Naruto mengedip-kedipkan matanya, Hinata langsung gelagapan. Ia kemudian langsung mengubah posisi duduknya, dan berdehem canggung.
"Kenapa kesini?" Tanya Naruto.
"Ra-rapat ada osis kan?" Tanya Hinata dengan gugup. Ia sampai berkata-kata tidak jelas dan tidak teratur. Seharusnya ia berkata 'ada rapat osis, kan?'. Dan, ketika menyadari hal itu, mukanya memerah. Ia sudah SMA, masa untuk menyusun beberapa kata untuk jadi kalimat ia masih terbalik-balik?
"Rapatnya diundur jadi lusa. Tadi sudah diberitahu dari radio sekolah." Jawab Naruto santai. "Kamu tidak dengar?"
Hinata menggeleng, lalu kemudian perlahan menyandang tasnya. Ia merasa tidak punya urusan lagi, dan memutuskan untuk ingin kembali ke asrama. Lagipula, mana ia tahan untuk berduaan dengan senpai pujaannya yang sangat senang menggodanya?
"Kenapa tidak dengar? Sibuk memikirkanku, ya?"
Hinata langsung berdiri, dan menyandang tas ungunya, lalu dengan terburu-buru berjalan ke pintu keluar.
"Hinata." Panggil Naruto ketika Hinata sudah membuka kenop pintu. Hinata yang mendengarnya menjadi gregetan sendiri, karena Naruto memanggilnya dengan nada yang tidak biasa.
Hinata menoleh, menatap Naruto yang sedang memiringkan kepalanya, membuat pemuda itu tampak lucu dan menggemaskan.
"Jangan lupa nanti malam, ya." Jawab Naruto sambil membentuk bibir kecupan andalannya.
Mendengarnya membuat telinga Hinata memerah, dan cepat-cepat keluar dari ruang osis. Ia lalu bersandar di dinding di sebelah pintu.
Hinata menggeleng-gelengkan kepalanya kuat, mencoba mengusir wajah imut Naruto yang dilihatnya tadi, namun yang ia ingat hanya ciuman di bawah bulan purnama.
Kemudian wajahnya memerah lagi.
.
Hinata tidak bisa ingat untuk melupakan Naruto.
Dan ciumannya tentu saja.
.
.
Di malam yang suasananya sama, dengan bulan purnama yang sama, Naruto memegang pinggang Hinata, membuat gadis itu condong ke arahnya. Sebelah tangannya mengelus pipi Hinata, kemudian menyelipkan rambut di sisi pipinya ke belakang Hinata. Naruto memiringkan kepalanya, hendak mengecup Hinata.
Namun yang ia rasakan adalah lembab pipi Hinata. Ia kemudian terkejut.
Hinata menangis.
"Naruto-kun jahat." Isaknya sambil menangis. Tangannya lalu memukul-mukul dada Naruto. "Jahat. Jahat. Jahat."
Muka Naruto memerah, menyadari betapa manisnya Hinata sekarang. Gadis itu terlalu menggemaskan.
"Kau membuatku memikirkanmu terus. Baka! Baka!"
"Padahal aku sudah bertekad untuk melupakan ciuman itu, tapi aku ngga bisa. Jahat!"
Naruto tersenyum. Lalu menangkap kedua tangan mungil Hinata yang tak berhenti memukulnya.
"Jadi, kau terus memikirkan ciumanku? Tidak bisa melupakannya?" Tanyanya seduktif.
Hinata baru sadar akan kata-katanya tadi. Ia lalu menarik tangannya dan berjongkok sambil menutupi mukanya yang benar-benar berubah menjadi merah.
"Kya!"
Hahaha. Hinata lucu sekali.
Naruto ikut berjongkok, lalu membungkus gadis itu dalam pelukannya yang hangat.
"Sama."
"Eh?"
"Aku juga. Aku tidak bisa berhenti memikirkan ciuman kita." Kata Naruto jujur, lalu mengistirahatkan dagunya di puncak kepala Hinata. Sebelah tangannya membelai surai indigo gadis itu lembut.
Hinata lalu melepaskan pelukan Naruto, walau sebagian tubunya mencelos karena kehilangan pelukan hangat Naruto.
"Ja-jadi?"
"Ya. Aku suka kamu. Suka sekali." Jawab Naruto. Pelan, hampir tak terdengar.
"Na-naru mukamu." Balas Hinata pelan, lalu ia tertawa hebat. Baru kali ini ia melihat muka senpainya yang memerah malu-malu.
Mendengar Hinata yang tertawa, Naruto memalingkan mukanya yang terasa panas.
HInata semakin keras saja tertawa, sementara muka Naruto semakin merah. Kalau tadi memerah karena malu, kali ini ia memerah karena kesal ditertawakan terus. Padahal seharusnya Hinata yang ia buat memerah malu, bukan dia.
"Sudah dong tertawanya."
"Hahaha... Maaf... Maaf..." Balas Hinata. Kemudian tawanya berubah menjadi kekehan kecil dan akhrinya berhenti. Mereka saling memandang selama beberapa saat.
"Hinata…"
"Hm?"
"Jadi pacarku, ya."
Hinata tersenyum, lalu membingkai wajah Naruto dalam tangan putihnya dan membawa wajah itu mendekat ke arahnya. Bibir mereka kembali bersatu. Kali ini dengan lembut, menikmati desir hangat yang dibawa masing-masing kepada lawannya. Hinata menjauhkan kepalanya sedikit kemudian berkata "Ya." Yang didengar jelas oleh Naruto dan membuat harinya terasa lengkap.
Perjanjian konyol itu pun kini selesai, berakhir dengan akhir indah yang mereka inginkan. Kini mereka berciuman bukan sebagai Naruto dan Hinata saja, namun juga sebagai sepasang kekasih. Dan mungkin akan mengukir lebih banyak ciuman untuk diingat.
.
.
.
Owari… :P
Astagaaa, endingnyaaa,, gaje tingkat dewa. Tapi yasuddaahhlahh.. biarkan saja dia seperti itu, owkwokwo. Aku seneng banget dengan lagunya, aku dengarkan sambil mengetik chapter ini.
Tunggu chapter depan. (phpnya mulai) Ijel yang senang menyanyi ini mungkin akan menemukan lagu lain yang greget dan mencoba membuatnya menjadi sebuah cerita.
Oh, iya. Kalau kalian punya lagu kesayangan dan stuck di pikiran, dan mau request lagu itu untuk dijadikan songfic, boleh kook. Review atau pm aja. Pasti dibuat kook. Wkwkwkokwok.
Terakhir, maukah kalian mengklik kotak dibawah untuk komen dan lain-lain? Aku tunggu loh.. JJAAAAA!