"Yixing!"

"Yes?"

"Don't forget your lunch."

"Ah, yeah. Thank you, good bye."

"Good bye."


.

Angelon

.

Cast: All EXO member

Genre: Fantasy, Mistery, Romance, Family.

Rating: Mfor bloody scene and hard plot.

Length: Chapter

Pair: KrisTao, SuLay, ChenMin, ChanBaek, KaiSoo, HunHan.

Warning: AU/Typos/BL!/Fantasy/Bloody scene

Remember, this is just fiction, not real!

.


Yixing menyelinap masuk melewati pagar sekolah dengan cepat, cukup cepat sebelum Mr. Frank―penjaga sekolah- berhasil menangkap punggung tasnya dan menariknya dalam antrian panjang murid yang terlambat. Yixing menyeringai ke kumpulan murid yang bergerombol di depan pagar sekolah, mengejek.

Beberapa pertanyaan heran dan protesan teman-temannya bagai angin lalu dan membuatnya semakin menyeringai bangga. Proteslah hingga suara kalian hilang karena Mr. Frank tidak akan pernah bisa menangkapku.

Yixing melangkah ke dalam kelas dengan wajah yang tenang dan tanpa rasa bersalah.

"Tuan Zhang?" Mr. Josh yang mengajar geografi untuk hari ini tampak memincingkan matanya melihat Yixing yang baru tiba pada pukul 8, bukan pukul 7.

Yixing memasang wajah letih dan memelas. "Maafkan aku Mr. Josh. Bukannya aku berniat untuk masuk terlambat, hanya saja aku harus membantu Miss Liliana membawa beberapa manekin ke ruang praktek. Aku kasihan melihatnya."

"Owh.. kau baik sekali tuan Zhang. Kau boleh duduk di kursi mu, namun pastikan lain kali kau tidak datang terlambat," ucap Mr. Josh yang entah bagaimana telah tertipu kebohongan Yixing yang terlihat sangat jelas.

Yixing tersenyum dan melangkah menuju ke kursinya setelah mengucapkan terima kasih kepada Mr. Josh. Beberapa siswa tampak berbisik dengan mata tajam yang menuju pada Yixing, namun sepertinya pemilik nama lengkap Zhang Yixing itu nampak acuh tak acuh.

Seorang pemuda berambut gelap dengan mata besar yang terlihat menonjol hanya menatap Yixing datar. Tidak ada tanda perubahan air muka yang berarti di wajahnya. Datar dan misterius.

"Apa?" tanya Yixing yang menyadari tatapan datar teman disebelahnya itu.

Pemuda bermata besar itu menggeleng dan berbicara dengan nada monoton. "Tidak. Tidak ada apa-apa."

Yixing hanya mengedikkan bahunya tidak peduli dan mulai mengeluarkan buku cetak dan buku tulisnya. Menaruhnya keduanya agak kasar dan kembali merogoh tas ransel hitamnya, mencari benda wajib saat di kelas.

Sebuah Ipod silver dengan garis hijau.

Pemuda bermata besar di sampingnya kembali memfokuskan pandangannya ke depan, sementara Yixing masih sibuk menjejalkan earphone ke telinganya. Memutar lagu band rock kesayangannya dengan volume kencang kemudian memandang papan tulis di depannya dengan wajah malas.

Yixing menguap dan bergumam pelan. "Musik rock benar-benar membuatku mengantuk."

Melirik sekilas kearah pemuda bermata bulat di sampingnya sebelum kemudian menyenderkan kepalanya ke punggung kursi dan memejamkan kedua matanya.

"Bangunkan aku jika kelas sudah selesai Dio."

.


.

"Yixing."

.

"Hei Yixing."

.

"Yixing!"

.

"Zhang Yixing!"

"Nngh..."

Yixing mengerjapkan kedua matanya pelan. Sesuatu menutupi cahaya temaram dari pandangannya.

"Dio?"

"Ya. Bangunlah." Suara Dio yang dingin dan datar.

"Jam berapa sekarang?" Yixing menatap kelas yang kosong tak berpenghuni.

"7 malam," jawab Dio sambil membereskan perlengkapan sekolah Yixing.

"Huh? Apa? Bukankah sudah kubilang bangunkan aku jika pelajaran sudah selesai!" Yixing bangun dari duduknya dan meraih tas ransel miliknya yang disodorkan Dio.

"Sekarang pelajaran sudah selesai bukan?" Dio menaggapi sambil lalu dan mulai melangkah keluar kelas.

"Maksudku itu selesai pelajaran argh! Sudahlah, lupakan saja."

Yixing menyeret malas kedua kakinya untuk melangkah. Mensejajari langkah pendek Dio dan berjalan di sampingnya, sesekali mulutnya menguap lebar.

Bulan purnama terlihat mengintip dari awan tipis yang melewati angkasa yang gelap tanpa kelipan bintang. Yixing mengumpat pelan dan menarik tangan Dio untuk berjalan lebih cepat.

"Pelan-pelan Yixing," ucapan protes Dio meluncur dari mulut mungilnya.

"Sial! Aku lupa jika sekarang bulan purnama. Kalau tidak segera pulang kita bisa ditemukan mereka Dio. Jadi cepatlah sedikit."

Yixing menarik tangan Dio lebih keras dan mulai berlari. Dio yang mengikuti dibelakangnya terlihat kewalahan mengikuti gerakan langkah kaki Yixing yang lebar. Wajah Dio yang sebelumnya terlihat pucat kini telihat semakin memucat. Napasnya mulai tipis dan tidak beraturan.

"Aku tidak kuat lagi Yixing," ucap Dio terengah-engah.

Yixing menghentikan langkahnya dan menatap Dio sambil menghembuskan napas keras.

"Kita bahkan belum melewati gerbang sekolah Dio," ujar Yixing menatap wajah sahabatnya yang sudah pucat pasi.

"Kalau begitu kau pulang saja sendiri, kau tidak usah menghawatirkanku, aku bisa pulang sendiri," ucap Dio masih berusaha menstabilkan kondisi tubuhnya.

"Jangan bodoh Dio. Bagaimana mungkin aku membiarkanmu pulang sendiri sementara mereka berkeliaran," bantah Yixing.

"Lagipula ini salahku. Aku telat membangunkanmu." Dio mengucap pelan.

Yixing menatap Dio sesaat kemudian mendongakkan kepala dan berteriak nyaring.

"Berhentilah bilang ini salahmu. Kau membuatku kesal." Yixing kembali menatap Dio dan menghela napas.

"Baiklah, naik kepunggungku!" perintah Yixing seraya memindahkan ranselnya ke depan dan berjongkok didepan Dio.

"Tidak mau. Aku masih bisa berjalan sampai rumah," tolak Dio mentah-mentah.

"Aish, berhentilah bersikap egois dan turuti permintaanku."

Dio menatap hazel Yixing dengan onix miliknya.

Yixing membalas dengan tatapan gusar yang berlebihan.

Sang onix akhirnya mengangguk dan naik ke atas punggung Yixing. Yixing tesenyum dan mulai berlari dengan kecepatan penuh. Napas memburu antara kelelahan dan rasa takut. Malam semakin larut dan jalan yang mereka lewati semakin sepi, beruntung bulan purnama masih tertutupi oleh awan yang bergerak lambat di angkasa.

Yixing menajamkan indra pendengarannya untuk menangkap suara sekecil apapun. Dia dapat mendengar suara detak jantung Dio yang semakin cepat dan deru napasnya yang memburu dan tidak beraturan.

Dio semakin mengencangkan pegangan tangannya di kedua bahu Yixing.

Yixing meggerutu pelan. Mengumpati bis yang berhenti beroperasi pada jam 7 malam dan membuatnya harus berjalan kaki ke rumahnya yang memakan waktu satu jam jika berlari. Sebenarnya mereka berdua bisa menggunakan kereta bawah tanah, tapi mengingat sekarang adalah malam bulan purnama, pilihan itu lebih berisiko dibandingkan jika berjalan kaki.

Sinar rembulan perlahan mulai bersinar terang, awan-awan yang sebelumnya bergerak pelan kini mulai lenyap dan memberi akses penuh kepada sang penguasa malam. Dio makin mengeratkan pegangannya. Yixing mengumpat.

"Tekanlah hawa keberadaanmu sebisa mungkin Dio," perintah Yixing.

"Akan aku usahakan," balas Dio menggigil.

Suhu udara semakin menghangat. Yixing meningkatkan indra pendengarannya. Dia dapat mendengar langkah kaki pelan dan anggun satu kilometer di belakang mereka.

"Mereka datang Yixing," ucap Dio dengan suara pelan yang penuh dengan tekanan.

"Aku tahu."

Yixing mempercepat langkah kakinya.

"Bisakah kau mengeluarkan sayapmu Dio?" tanya Yixing di tengah deru napasnya yang cepat.

"Tidak. Aku telah menghabiskan energiku di pelajaran olahraga tadi siang."

"Sial. Kenapa kau sangat tidak berguna disaat keadaan terdesak seperti ini," maki Yixing. "Dan kenapa kakakku tidak menjemput kita."

Suara gemeretak gigi Yixing terdengar nyaring.

Bayangan hitam melesat melewati mereka berdua. Dengan cepat Yixing berbelok kearah hutan kecil di samping biara yang sebelumnya mereka lewati.

"Sial, mereka datang. Kita harus segera bersembunyi Dio dan tekan terus hawa keberadaanmu," bisik Yixing sepelan mungkin.

Dio menekan bahu Yixing dengan jari-jarinya mengerti perintah Yixing.

Yixing mengeluarkan sayap abu-abu yang serupa dengan sayap Elang dan melompat naik ke sebuah pohon besar dengan bantuan sayapnya. Dio kini ada didekapannya, meringkuk di dalam jas seragam Yixing.

Yixing berusaha menenangkan Dio dan menenangkan dirinya sendiri. Dia berdoa agar mereka tidak menemukan dirinya dan Dio. Deru napasnya mulai memelan namun rasa panik masih menjerat tubuhnya, membuatnya kesulitan untuk bernapas.

Yixing mengeratkan pelukannya pada tubuh mungil Dio seraya mengawasi keadaan sekitar yang gelap gulita. Seseorang tolong ka

"Lihat apa yang aku temukan!"

DEG!

Jantung Yixing berdetak cepat. Kakinya tidak dapat berhenti gemetar, sementara Dio yang mulai mengigil ketakutan membuat rasa paniknya semakin menjadi.

Dengan rasa takut yang menyergapnya, Yixing mendongakkan kepalanya untuk melihat ke dahan pohon di depannya. Sesosok tubuh manusia berdiri di depannya, tertutupi bayang-bayang dedaunan yang rimbun. Yixing tidak dapat bernapas.

"Aku menemukan mereka kakek tua! Sudah kubilang jika mereka akan bersembunyi di sini." Sosok itu berteriak nyaring diiringi oleh seringai yang terlihat saat wajahnya tertimpa cahaya bulan purnama yang menerobos masuk melalui dedaunan.

Yixing memeluk Dio semakin erat dan mengumpulkan sisa energinya di telapak tangan kanannya dan mulai membentuk sebuah pedang perak dengan energi tersebut.

Terdengar suara kepakan sayap yang mendarat di dahan di samping Yixing dan Dio. Teman sosok menakutkan di depan mereka berdua sudah datang. Yixing dapat merasakan tatapan tajamnya yang menatap mereka berdua lapar.

"Berhenti memanggilku 'kakek tua' Kai," ucap sosok di samping Yixing kepada temannya yang berdiri di depan Yixing.

"Ma, Maa.. jangan marah kakek Suho, kau bisa cepat tua loh jika terus marah-marah dengan wajah menyeramkan itu," balas Kai dengan suara kekehan yang terdengar menyebalkan di telinga Yixing.

"Berhentilah mengoceh Kai. Sebaiknya kita urus dua bayi ketakutan yang mengigil di sana." Suho menatap tajam Kai dan mulai melangkah pelan kearah Yixing dan Dio.

"Lihatlah mereka. Begitu lucu dan menggemaskan " Kai melangkah maju " membuatku ingin menghancurkan mereka."

Yixing mendesis dan menggeram. "Jangan mendekat!" pedang peraknya diancungkan tanpa ragu ke depan wajah Kai.

"Hah?! Kau ingin mengancamku dengan menggunakan pedang mainan seperti ini?" Kai memandang Yixing rendah dan mengibaskan tangannya menepis pedang tersebut. Membuat pedang tersebut terpelanting sebelum menghilang tersapu angin malam.

"Kenapa kalian berkeliaran malam-malam begini? Kehilangan induk kalian?" Suho menjerat leher Yixing dengan sebelah tangannya dan mengangkat tubuh Yixing ke udara.

Napas Yixing mulai tercekat. Yixing meronta. Kedua matanya memandang Dio, menyuruhnya untuk berlari menyelamatkan diri. Namun sepertinya Dio terlalu takut, dia hanya dapat merapatkan diri ke batang pohon, berharap pohon itu dapat menolongnya.

"Perghi bodhoh!" Teriak Yixing susah payah.

Suho semakin mengencangkan cengkramannya.

"Owh lihat mahluk malang ini, menggigil ketakutan. Kasihan." Kai mencengkram rambut Dio membuat wajah ketakutannya menatap wajah Kai.

"Sayangnya ini bukan malam keberuntunganmu!"

Kai membuat sebuah sabit hitam di tangannya dan menggoreskannya di wajah Dio.

"Mati kau!"

Dengan gerakan cepat sabit itu terangkat

"DIOOOO!"

Yixing berteriak dengan frekuensi suara yang membuat kedua sosok di depannya melepaskan cenkramannya dan beralih menutup kedua telingannya.

"Arrgh!"

Yixing segera terbang dan mendarat di sebuah dahan yang cukup jauh sementara tubuh mungil Dio terpelanting jatuh, membentur beberapa dahan pohon sebelum akhirnya berguling di atas tanah yang dipenuhi daun kering.

Yixing segera melesat kearah Dio, namun sosok lain lebih dulu menyambar tubuh tak sadarkan diri Dio. Yixing menjerit marah tanpa sadar jika sosok lainnya memegang sebuah kayu yang cukup besar berdiri marah di belakangnya.

DUAGH!

Sosok tersebut menghantam keras kepala Yixing.

"Mati kau angelon!"

Lagi. Berulang kali ranting tersebut menghantam bagian tubuh Yixing. Sementara sosok lain yang diketahui Yixing bernama Suho, hanya memandang Yixing tanpa ekspresi seraya menopang tubuh Dio.

Yixing mengerang kesakitan, sebisa mungkin menahan serangan Kai.

Dia tidak bisa bertahan lagi.

Yixing menatap wajah Dio.

"Maafkan aku."

.

"Mati kau!"

.


.

Jika saja aku tidak terlahir. Apakah takdir akan berubah?

.


-To Be Continue-


.

A/N: Yosh! Blanket balik lagi! Maaf ya buat keterlambatannya, dan maaf kalau nggak bisa bales review satu-satu.

So..

Mind to review?