Disclaimer: Not own Anything.
"A-Ano.."
"Hm, bagaimana menurutmu Issei?" Pertanyaan diutarakan dengan memberikan opini satu sama lain.
"Hm, seragam yang digunakan pas dengan tubuh. Tidak terlalu ketat yang dapat menunjukkan bentuk tubuh tetapi tidak terlalu longgar juga untuk memberikan kesan seragam kebesaran." Pemuda berambut cokelat itu memberikan acungan jempol kepada Pria yang di sampingnya. "Dengan kata lain pass! Membuat Asia tampil dengan memancarkan keindahan dan daya tariknya sendiri."
"Hm... sudah kuduga."
Sedangkan Pria yang berambut kuning itu mengangguk dengan bangga menatap hasil karya terbarunya.
"Oh, Ayah... sebelum itu aku ingin bertanya." Naruto memberikan perhatiannya kepada pemuda itu. Issei membuka mulutnya. "Dari mana kau tahu ukuran tubuh Asia dari atas sampai bawah hingga bisa mendapatkan seragam yang pas dengannya?"
Naruto menatap Issei tanpa berkedip. Sedangkan Issei sudah berspekulasi sendiri dalam imajinasi liarnya. Sedangkan subjek pembicaraan terlihat kaku dan malu sendiri memegang roknya dengan tatapan ke bawah.
"Dahulu ada seorang mesum tua yang mengajariku kemampuan tidak berguna. Dan kemampuan tidak berguna itu aku gunakan untuk mencari ukuran yang pas untuk Asia-chan." Pria itu menutup wajahnya dengan kedua tangannya. "Aku tidak percaya mengatakan ini... astaga..."
"Dengan kata lain; Ayah bisa mengetahui tiga ukuran perempuan hanya dari pandangan sekilas." Remaja itu bergumam seperti memasuki pencarahan. Matanya melebar menatap Naruto. Namun, wajah pemuda itu berubah menjadi kecewa yang menjijikkan. "Kemampuan tingkat dewa seperti itu disia-sia kan begitu saja!? tidak bisa kubayangkan! Bahkan Ayah menolak untuk menggunakan kemampuan itu untuk menaklukkan rute Harem! Apa ini yang disebut berkah Tuhan yang salah tempat!? Ini tidak adil sekali!"
Naruto hanya menepuk dahinya sebelum menubruk kepala Issei. "Berhenti bodoh. Lihat Asia-chan, dia terlihat takut karena wajah makhluk buas yang kau tunjukkan."
Asia namun menggelengkan kepalanya menolak pernyataan itu. Namun, Issei sudah terlebih dahulu menangis akan ekspresi wajah yang tadi ditunjukkan Asia. Ekspresi wajah yang terlalu sering ia lihat.
"Issei sebaiknya kau pergi sana. Aku yang akan mengantar Asia nanti ke sekolahnya." Pernyataan itu membuat Issei melotot kepada Ayahnya.
"Lagipula masih ada berkas yang masih kuurus untuk Asia, jadi dia tidak apa-apa datang terlambat. Sedangkan kau? Tolong jangan membuat Ayahmu yang tampan ini semakin malu lagi. Nilaimu sudah turun beberapa bulan ini seperti apa yang dikatakan Guru-mu."
"Ya.. Guru wanita cantik, single, yang sengaja memperpanjang pembicaraan agar bisa menghabiskan waktu bersamamu." Balas mulut pintar Issei. Meskipun begitu, Issei sudah memberikan pamit sebelum berangkat terlebih dahulu.
"Dasar anak satu itu. Di mana aku salah membesarkannya?" Naruto memijat dagunya seraya mengingat kembali cara ia membesarkan Issei. Tidak ada yang salah, semua seperti apa yang seharusnya orangtua normal lakukan pada anaknya. Dirinya tidak pernah mengenalkan Issei pada hal mesum mengingat sifat alaminya sebagai makhluk tingkat atas, dan juga umur anak itu yang masih jauh dari dewasa.
"A-Ayah..."
"Ya, Asia puteri paling cantikku?" Jawab Naruto dengan mata berbinar-binar. Naruto tahu, dari pandangan yang diberikan gadis itu, ia mengerti bahwa biarawati ini masih belum terbiasa dengan suasana bersama dirinya dan juga Issei. Masih ada kecanggungan dan juga seperti dinding yang membatasi mereka dengan Asia yang sebenarnya. Dan Naruto berusaha meretakkan batasan itu secara perlahan agar Asia bisa merasa nyaman bersama dirinya dan juga keluarga kecil miliknya.
"Ah, benar... aku lupa." Naruto tersenyum lembut, dan menundukkan badannya agar bisa menyamai tinggi gadis itu. "Asia... kau tahu bukan, bahwa... Issei saat ini telah berubah menjadi Iblis?"
Terlihat terkejut, namun Naruto tidak menyalahkannya, tapi dari pandangan gadis itu, Malaikat itu tahu bahwa Asia menyadarinya namun tidak mengenali energi Issei yang berubah menjadi lebih gelap.
"Tapi, Issei-san.. dia terlihat baik. Dia mau membantuku meskipun aku seorang Biarawati, seseorang yang seharusnya musuh alaminya." Asia terlihat ragu akan perkataannya, namun ia tidak berhenti dan tetap meyakini hal tersebut. Membuat Naruto tersenyum kembali.
"Issei mungkin telah menjadi Iblis, tapi di dalam situ.. ia masih anak baik yang membantu orang dalam kesusahan meskipun itu bukan urusannya, meskipun itu mustahil dan mungkin membahayakan nyawanya. Aku bangga dengan itu, karena ajaranku masih ada di dalam dirinya dan menjadi bagian dirinya. Dan seperti yang kau tahu..." Naruto membiarkan sayapnya keluar, sayap yang seperti bermandikan cahaya itu sendiri dan seperti mengeluarkan alunan musik yang indah.
Asia tidak bereaksi, matanya melebar melihat sayap-sayap yang melebar dan seperti menutupi dirinya dan juga sosok yang berada di depannya. Rasa kehangatan yang tiada tara ia rasakan, tidak terlalu panas, namun perasaan yang akan selalu ia cintai karena betapa tenangnya dirinya ketika berada di dekat kehangatan tersebut.
"...Aku adalah Malaikat."
Asia tidak tahu apa yang ia lakukan. Namun secara spontan tubuhnya hendak berlutut, seperti tidak layak untuk berdiri di permukaan yang sama dengan ciptaan surgawi di depannya. Air mata hendak memaksa keluar, bibir gemetar tidak bisa mengeluarkan ucapan yang ingin ia katakan. Ia tidak bisa mengutarakan kata-kata sama sekali.
"A-Aku... tidak... layak..."
Naruto tersenyum sedih. Dan melebarkan ke dua tangannya... "Mengapa kau merasa tidak layak? Asia... apakah kau pernah melakukan dosa? Apakah kau melanggar perintah Tuhan?"
Asia menutup ke dua wajahnya, namun air mata tetap mengalir dari selah jarinya, "Aku dikeluarkan dari Gereja, aku telah menyembuhkan Iblis... aku tidak mempunyai alasan lain."
Tidak memberikan alasan lebih dari itu. Naruto tahu, bahwa Asia mempunyai alasan mengapa ia menyembuhkan Iblis yang dimaksudkan. Dirinya tahu, karena dia yang memusnahkan Iblis itu sendiri pad akhirnya. Asia tidak mencoba membela dirinya akan perbuatannya, namun menerima takdir yang akan menunggunya ketika bertemu dengan sosok seperti dirinya. Naruto hanya menutup matanya dan kemudian memeluk Asia dengan erat.
"Kau tidak bersalah... apa yang kau lakukan itu benar. Dan kau juga tidak tahu pada waktu itu bahwa orang yang kau sembuhkan ternyata merupakan Iblis. Kau hanya bertindak bagaimana hatimu berbisik. Dan itu sudah cukup menjadi alasan bagiku untuk menolongmu, karena hatimu suci... karena semua yang kau lakukan untuk kebaikan disekitarmu meskipun pada akhirnya kau yang terluka. Aku mencari alasannya... bukan mencari kesalahan." Naruto bisa merasakan gadis itu kembali menangis, tanpa suara.. meskipun getaran yang ia rasakan di dada dan juga basah yang mulai ia rasakan di mana gadis itu menaruh wajahnya.
"Kau tidak perlu menderita lagi.. kau tidak akan pernah merasakan sakit lagi ketika bersamaku. Karena sekarang.. aku adalah Ayahmu, dan itu adalah kewajibanku membuatmu bahagia. Aku tidak akan pernah menilai seseorang hanya karena apa dia, tapi.. aku akan mencari terlebih dahulu sebelum memutuskan. Hal yang sama juga aku terapkan kepada Issei. Selalu menerima, dan tidak pernah menilai." Naruto mengelus pelan kepala gadis itu. "Sekarang berhenti menangis. Tidak ada satu pun dari keluargaku yang pernah menangis lagi."
"...Terima-kasih. Aku tidak tahu selama ini apa yang aku lakukan salah atau benar... aku selalu merasa tidak mempunyai jalan setelah diasingkan... mendengar bahwa aku masih diampuni merupakan berita paling bahagia yang bisa kudapatkan."
Naruto hanya tersenyum, dan menghilangkan sayap-sayapnya dari kenyataan. "Baiklah kalau begitu, sebagai Asia Uzumaki, kau akan menjadi murid baru di Akedemi Kuoh. Tadinya aku mau memilih sekolah lain mengingat apa yang mengisi tempat itu.. tapi, aku tidak mungkin membiarkan kamu masuk sekolah biasa. Sedangkan sekolah khusus perempuan cukup jauh dari sini. Dan mengingat Kuoh dulunya sekolah khusus perempuan... kurasa itu sudah cukup. Paling tidak, dengan begini kesempatan laki-laki mendekatimu turun 50 persen."
"Hm..."
Naruto menaikkan alis matanya, dan hanya bisa tertawa gugup ketika melihat ekspresi gadis tersebut. "Maaf, maaf, hanya kebiasan. Hanya saja... aku sudah lama tidak menjadi Ayah seorang perempuan. Ini membawa ku kembali dalam masa lalu..." Namun eskpresi itu menghilang sebelum Asia bisa melihatnya, "Asia... kau tidak akan pernah berubah bukan?"
"..Aku tidak mengerti apa yang dimaksud... Ayah." Butuh keberanian dari Biarawati itu meskipun wajahnya memerah malu. "Tapi, aku akan berusaha sebaik mungkin menjadi anak yang baik. Dan.. dan... aku bahagia bisa bertemu dengan Ayah dan Kakak Issei." Suaranyak kecil untuk didengar, tapi bagi Naruto itu sudah cukup.
"... Asia, suatu saat... aku akan memberikanmu hadiah."
"Huh?"
"Hahahaha, tapi tidak untuk saat ini. Bisa-bisa, Michael bisa mengejarku sampai ke ujung bumi jika aku menggunakannya."
Asia tidak tahu apa yang dimaksudkan dengan hadiah yang diberikan oleh malaikat di depannya. Tapi, menggunakan nama Michael-sama, tanpa hormat merupakan sesuatu yang lain dari biasanya. Kecuali... tidak, ia tidak layak untuk berpikiran seperti itu. Hadiah apapun itu, ia akan menerimanya dengan senyuman. Tapi, bagi dirinya yang tidak pernah menerima rasa kasih sayang keluarga, baik itu Ayah atau pun Ibu, ini adalah hadiah terbaik yang tidak akan ia ganti dengan apapun. Keluarga...
Sekarang dirinya mempunyai keluarga. Yang bisa dipanggil Ayah dan juga Kakak. Tanpa sadar, senyuman menghiasi wajahnya kembali.
"Oh, tidak. Kita akan terlambat." Naruto melihat jam tangannya, dan kemudian menatap Asia. "Ayah akan mengantarmu hingga sampai ke sekolah. Jika kita tidak pergi sekarang, aku akan terlambat datang ke kantor... lagi."
Dengan canggung dan sedikit panik, Asia berlari mencari tasnya dan juga memeriksa kembali sebelum menyusul Naruto ke garasi di mana mobilnya berada.
0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o
Issei mengutuk di bawah nafasnya, terkadang Ayah keterlaluan dalam bercandanya. Masa anaknya sendiri di suruh naik sepeda, sedangkan Asia naik mobil. Mobil yang bahkan tidak boleh ia sentuh jika nanti terkena goresan atau segala macam. Naruto berkata dirinya belum cukup umur dan belum cukup dewasa untuk bisa menggunakan mobil tersebut. Huh, dirinya juga tidak bisa membantah, mengingat apa yang pernah ia lakukan pada mobil ayahnya sebelumnya. Tapi itu Cuma kesalahan anak SMP, di mana dia masih remaja labil. Sekarang? ee... masih labil.
Huh... saudara baru. Uzumaki Asia...
Issei masih mengingat betul bagaimana wajah bahagia Asia ketika nama keluarga baru yang akan ia gunakan. Tidak ada rasa ragu atau penyesalan meninggalkan nama Argento. Tapi, ia tidak menyalahkan gadis itu, mengingat bagaimana kisah hidupnya selama ini. Meskipun, masih ada kecanggungan di keluarga yang bertambah itu, Issei berjanji pada dirinya akan membuat Asia bahagia. Dan juga tidak malu akan Kakaknya yang bernama Hyoudou Issei. Issei tahu, namanya saja akan membawa berita buruk di sekolah... ia akan mengurangi sifatnya jika berada di sekitar Asia. Agar hal itu tidak terjadi... terkadang, terlintas di benaknya untuk berubah menjadi remaja yang sesuai dengan kehidupan sosial yang normal.
Tapi... ini lah dirinya yang sebenarnya.
Orang bilang untuk menjadi dirimu sendiri. Dan Issei pun menjadi dirinya sendiri. Dan apa yang ia terima?
Dan.. Minato, atau... Naruto atau siapapun itu. Ia memang memiliki kecurigaan mengenai Ayah nya. Mungkin beberapa tahun setelah di adopsi ia tidak menyadarinya, namun semakin ia bertumbuh besar, ada satu hal yang tidak pernah berubah dari Ayahnya, baik itu wajah yang tidak pernah menua atapun hal-hal aneh yang terkadang terjadi di sekitar Rumah nya. Dirinya kemudian tersadar ketika sudah menjadi Iblis, perasaan nyaman dan hangat yang selalu dipancarkan Ayahnya, berubah menjadi hal mengerikan yang membuat dirinya terasa panas dan tidak nyaman. Dan baru ia ketahui bahwa ternyata Ayahnya sendiri adalah Malaikat. Malaikat yang sepertinya berada di tingkatan atas, jika apa yang dikatakan Buchou memang benar.
Dan pertama kali dalam hidupnya, ia merasa takut. Ia tidak pernah merasakan ketakutan mendalam seperti ini, di bunuh oleh pacar yang ternyata pembunuhmu. Atau sekarat karena ingin melindungi seseorang. Atau membantah perintah Buchou meskipun hal itu dilarang. Ia tidak pernah merasa takut seperti ini. Hal yang ia takutkan... adalah penolakan dari Ayahnya.
Issei tidak pernah menjadi orang yang relegius dalam keluarganya. Baik itu dari keluarga dari darahnya yang telah meninggal, ataupun sejak bersama Naruto. Meskipun ia mengetahui di mana kepercayaan Ayah angkatnya berada, tapi Naruto tidak pernah mendorongnya atau memaksanya untuk menganut kepercayaan tertentu. Ia masih mengingat betul apa yang dikatakan Naruto pada saat itu.
"Carilah sendiri apa yang membuat batin dan pikiranmu nyaman..."
Dan... pada akhirnya ia menjadi Iblis sebelum bisa menentukan atau mulai belajar mengenai kepercayaan. Tanpa pengetahuan mendalam pun, ia tahu bahwa Iblis dan Malaikat itu adalah musuh alami. Yang diciptakan untuk menghancurkan satu sama lain jika berada dalam satu pandangan.
Ia tidak tahu apa yang dirasakan Ayah nya pada saat ini.
Terkadang, ia bermimpi di mana dirinya dihancurkan. Tapi, yang paling menyakitkan adalah tatapan kekecewaan yang diberikan Ayahnya sendiri. Hal itu yang paling menyakitkan dari yang lain. Terkadang, saat makan, ataupun saat bersama, ia mencoba melihat apakah pandangan itu ada. Dan terkadang, ia terlalu takut untuk menatap mata Ayahnya sendiri. Hingga suatu saat, perasaan tidak nyaman akan musuh alami itu tidak lagi ia rasakan. Dirinya terkadang tidak menyadari sekitarnya, tapi Issei tahu Ayah nya melakukan sesuatu pada perasaan tidak nyaman itu. Sekarang ia tidak merasakan apa-apa lagi, tapi... tidak merasakan apa-apa lagi sama dengan tidak merasakan perasaan tenang saat ia masih menjadi manusia.
Entah mengapa di dalam dirinya sekarang timbul konflik seperti itu. Padahal hal seperti ini tidak terjadi ketika ia pertama kali ia berubah menjadi Iblis. Hal pertama yang ia pikirkan pada waktu itu bukanlah mengenai reaksi Ayahnya namun kemungkinan dirinya mendapatkan Harem ketika menjadi Iblis kelas tinggi. Bukan apa-apa, melainkan mengenai impiannya. Impian yang sebenarnya tidak terlalu berharga dibandingkan kehilangan keperdulian dari Ayahnya. Issei merasa malu akan itu. Lagipula, emang ada gadis yang mau sama ia yang saat ini?
Atau.. benar apa yang dikatakan Ayah? Yang selama ini tidak pernah terlihat berhubungan dengan wanita atau dekat dengan wanita yang bisa mewarnai hidupnya. Bahwa.. kenikmatan tubuh itu tidak akan selamanya menjadi nikmat, dan tidak sehebat apa yang orang lain katakan. Pada awalnya ia tidak percaya akan itu, tapi ia pernah melihat tatapan jauh Ayahnya seperti mengingat sesuatu yang sudah tidak bisa lagi didapatkan.
"Oh, Issei-kun."
"Oo, Buchou! Maaf! Aku tidak melihat ke mana aku membawa sepedaku! Hukum aku!"
Rias hanya tertawa gugup, melihat banyak pasang mata yang menuju ke arahnya. "Sebaiknya kita membicarakannya di Klub."
Kedua remaja itu berjalan dengan langkah yang sama. Dan Issei tanpa sadar diri memisah jarak antara dirinya dan Rias. Dia tidak tahu mengapa ia melakukan itu, tapi ia merasa hal itu sudah benar. Meskipun ia tidak melihat tatapan yang terlintas di mata Tuannya pada saat itu. Dan, seperti biasa, Issei mengalihkan perhatian. "Asia-chan hari ini mulai hadir. Aku tidak sabar ingin tahu di kelas mana dia akan masuk." Issei mengepalkan tangannya sambil menatap ke jauh arah. "Aku akan melindunginya dari segala macam mara bahaya!"
Rias tertawa halus, "Tapi, Argento-san memiliki wajah yang cantik dan menawan, dengan sikapnya yang suci seperti itu, aku tidak yakin kau bisa melindunginya dari laki-laki yang jatuh cinta padanya, Issei-kun."
"Bah, mereka belum tahu gerakan karate yang diajarkan Ayahku, apa!?" Issei mulai menunjukkan gerakan-gerakan aneh sebelum berhenti ketika sepedanya hendak jatuh karena tidak ada yang megang. Menghasilkan tawa halus dari perempuan berambut merah tersebut. Dan membuat Issei tersipu malu. Gerbang sekolah sudah terlihat di depan mata. Dan Rias berjalan terlebih dahulu, namun... Issei masih bisa mendengar itu.
"Issei-kun, jika sesuatu terjadi juga padaku. Apa kau akan melindungiku juga?"
"Apa yang kau bicarakan, Buchou? Tentu saja aku akan melindungimu juga." Issei menjawab tanpa jeda. Meskipun seharusnya dia harus mencoba lebih memahami kata tiap kata yang diutarakan gadis itu. Namun sebelum Issei bisa mempertanyakan apa yang dimaksud Ketua Klub nya itu. Suara mesin terdengar dengan jelas.
Seluruh pandangan siswa-siswi yang berada di jalan terpaku pada apa yang menghasilkan suara tersebut. Suara yang jelas-jelas berasal dari mobil sport berwarna hitam yang drifting seperti tidak peduli keselamatan orang lain di jalan. Mobil sport yang Issei ketahui betul Audi R-8 tersebut drifting di depan gerbang dengan tepat. Suara mesin mobil itu seperti menarik perhatian orang lain. Dan Issei hanya bisa menarik wajahnya ketika tahu betul siapa yang mengendari mobil yang sampai saat ini tidak diizinkan oleh seseorang untuk ia sentuh. Apalagi melihat perempuan dari sekolahnya yang seperti menunggu keajaiban keluar dari mobil itu.
"Ee.. Issei-kun?" Rias melihat kaca mobil itu terbuka, dan menatap pionnya dengan sedikit khawatir. "Sepertinya Ayahmu membuat pertunjukkan lagi."
Issei menepuk wajahnya.
Issei melewati kerumunan orang dengan Rias, dan dari pintu yang terbuka, keluar gadis cantik berambut pirang yang seperti akan pingsan baik itu dari pandangan orang yang tertuju padanya. Bisikan pertanyaan dan kagum pun muncul baik dari siswi maupun siswa. Dan Issei yakin yang menyebabkan itu bukan karena pandangan, melainkan cara mengemudi Ayahnya yang tahu dirinya terlambat. Issei tidak tahu apakah Ayahnya hobi mengumpulkan surat tilang atau tidak mengingat betapa seringnya kejadian itu terjadi.
"Asia! Kau tidak apa-apa?" Tapi yang lebih penting sekarang adalah keadaan adik barunya.
"Ah, Issei-nii-san, kenapa kau ada dua ...eh, tiga?"
Kaca pintu terbuka, dan Issei dihadapkan dengan Naruto yang berkacamata hitam dengan rokok menyala di sudut mulutnya. Dengan perhatian perempuan seperti ini, Issei bertanya pada dirinya sendiri apa ayahnya selama ini berbohong dan menutupi kehidupan malamnya. "Sorry, Asia-chan, kau tahu kan gimana kalau traffic nantinya? Hahahaha maaf-maaf. Ayahmu tersayang ini sudah mendapat teguran cinta beberapa kali dari Boss besar." Pandangan dari pria itu kemudian berpindah ke Issei.
"Issei, jaga Asia dari laki-laki lain. Jangan biarkan mereka mendekati atau mencoba grepe-grepe. Kalau terjadi... katakan good bye pada uang saku bulan ini."
"SIAP, KOMANDAN!"
Apapun asalkan jangan uang saku.
"Anak yang baik."
Dengan senyuman lebar, Ayah dari Issei dan Asia itu melaju dengan kecepatan tinggi di area di mana anak sekolah banyak berjalan. Terlihat jelas ada tanda berapa batas kecepatan, dan Naruto melewati itu semua seperti tidak melihatnya.
"Mudahan kena tilang lagi!" Issei berteriak sekuat tenaga.
Tidak lama berselang, kerumunan orang sudah mulai menghilang. Disebabkan Issei dan Rias yang langsung membawa Asia masuk ke area sekolah dan mengambil jalan yang sepi. "Grr, aku dibiarkan naik sepeda butut. Dan dia seperti playboy jalanan membawa mobilnya tanpa peduli. Uohhh tidak adil sama sekali."
"Jika aku tanya... mungkin Ayah akan membiarkan Issei-Nii-san ikut, supaya kita bisa pergi bersama." Asia berkata dengan nada lembut dan nada suara yang kecil, seperti merasa malu dan canggung dengan apa yang ia katakan.
"Ah, Asia-chan~ kau begitu baik. Kurasa aku akan tahan dengan siksaan ayah untuk masa yang akan datang jika kau ada di sisiku."
Rias memerhatikan pandangan yang terkadang diberikan Asia dan hanya bisa tersenyum lembut. "Ah, sepertinya kita belum pernah bertemu sebelumnya." Itu merupakan kebohongan, tapi Rias tidak akan membawa mengenai apa dirinya sekarang. "Aku Gremory Rias. Kelas 3, ketua Klub dari Issei-kun. Senang bertemu denganmu."
"Ah," Asia tertunduk malu untuk sesaat. "Namaku Asia-Arge... Uzumaki Asia. Senang bertemu denganmu Gremory-sempai."
"Tidak, itu tidak perlu." Rias tertawa halus. "Kau tidak perlu memanggilku dengan Gremory, Rias-sempai saja sudah cukup."
"Ano... Rias-senpai," Terlihat keraguan yang muncul dari wajah Asia. Membuat Issei dan Rias kaku untuk sesaat. "Apa kau..." pertanyaan yang membuat Rias menelan ludah. "Apa kau... Iblis?"
Ah, Uzumaki Asia atau yang dulunya Asia Argento. Merupakan Biarawati yang dibesarkan langsung di Vatican. Hebat sekali, pertemuan pertama dan dia sudah dicap sebagai Iblis jahat yang harus dijauhi. Dan mengingat siapa yang mengadopsi Asia sekarang, mungkin itu tidak jauh dari pemikiran. Meskipun begitu, Rias tetap memberikan Asia senyuman alami. "Jika itu membuatmu nyaman, aku bisa pergi duluan, kok."
"Ma-Maaf, jika apa yang kukatakan membuatmu tersinggung." Asia dengan cepat membungkuk berulang kali sebelum Rias menghentikannya. "Hanya saja, Ayah berkata... agar tidak menilai orang secara langsung karena apa dia. Tapi, aku hanya ingin mengenal lebih baik. Tidak ada maksud apa-apa." Terlihat senyuman tipis yang dlihat oleh Rias ketika Asia mengatakan tentang Ayahnya.
Malaikat kelas atas yang tidak secara langsung membunuh Iblis yang berada di sekitarnya.
"Dan... apa yang kau pikirkan tentangku?"
"Rias-senpai, merupakan Iblis yang baik." Asia menjawab tanpa berpikir dua kali dan senyuman di wajah.
"A-Ah..." Rias tidak tahu harus menjawab apa dengan itu. Ia seperti habis kata-kata. Ini merupakan pertama kali ia dikatakan 'baik' oleh manusia yang berasal dari Gereja.
"A-Asia-chan, kurasa ini sudah waktunya untuk masuk kelas." Meskipun terkadang idiot, tapi Issei tahu ia harus memecahkan es kecanggungan yang terjadi. Dan bunyi jam masuk sudah cukup menjadi alat pemecah tersebut.
Naruto melonggarkan dasinya yang terasa ketat dan menyandarkan tubuhnya pada sisi pintu mobilnya. Dan menyalakan sebatang rokok baru. Satu kaleng bir berada di tangan kiri. Pandangan menatap matahari yang hendak terbenam. Hampir terlambat, surat tilang baru, dan lototan tanpa bicara dari si Boss. Tapi sayang si Boss tidak dapat ngomel kembali karena dirinya datang tepat waktu. Suatu keberhasilan menurut Naruto.
"Sepertinya, kau memang benar menikmati kehidupanmu diantara umat Manusia sekarang... Lucifer. Oh, kurasa aku juga merasa aneh melihat rambutmu yang sekarang berwarna pirang ketimbang Silver. Berapa kali pun aku lihat, aku masih tidak terbiasa."
Naruto tidak menatap pemilik suara itu, dan menghembus asap dari mulutnya beserta bulu hitam yang berjatuhan. "Warna silver pertanda buruk padamu Azazel. Berdoalah pada Tuhan yang kau percayai sekarang, agar kau tidak pernah melihat aku dengan warna rambut itu. Lagipula, Apa yang kau mau? Sampai meminta bertemu denganku kali ini, Azazel? melihat wajahmu dalam kurun satu bulan sudah cukup membuatku enek."
"Hoh, balasan yang dingin." Pemilik suara itu menyeringai. Menghiraukan hinaan yang dilemparkan padanya. "Tidak bisakah kawan lama berbincang-bincang layaknya seperti dulu?"
"Apapun yang kau tawarkan aku tidak tertarik. Urusan kalian dan dunia supranatural begitu merepotkan. Jangan bawa-bawa aku lagi." Naruto membalas dengan meminum birnya. "Aku sudah pensiun."
"Heh, lucu sekali dari Malaikat yang memutuskan menjatuhkan hukuman kepada Malaikat jatuh dan memusnahkan mereka dari kenyataan."
"...Jadi kau mau balas dendam akan anak buahmu? Bukankah aku sudah bilang, jangan menyalahkanku jika mereka mencoba melewati batas kesabaranku?"
"Tentu saja tidak. Mereka telah bertindak di luar perintahku, dan apapun yang terjadi karena pelanggaran perintah itu, bukan lagi menjadi tanggung jawabku sebagai Pemimpin mereka. Aku tahu betul apa yang kau katakan pada waktu itu, jadi tidak ada masalah. Kesalahan yang mereka buat adalah kesalahan mereka sendiri. Lagipula aku lebih alami berada dibalik layar dan bereksperimen daripada menjadi pemimpin. Tapi sayang belum ada yang stabil untuk kutunjuk."
"Kau sama saja dengan Metatron. Voice of God, yang sekarang terobsesi menjadi Otaku Ninja." Naruto menghela nafasnya sesaat.
"Kau sendiri tahu mengapa dia terobsesi dengan Ninja, bukan begitu? karena jalan seorang anak yang tetap pada pendiriannya hingga akhir. Hal itu sudah cukup membuatnya mempelajari kode honor seorang Ninja." Azazel membalas dengan tertawa seraya mengingat Malaikat surga yang saat ini menempati suatu gedung di suatu area kosong. "Dan, dari keingintahuan menjadi obsesi. Bahkan aku dengar dia menambah suatu kata setelah selesai ngomong satu kalimat. Biar lebih Ninja gitu."
"Bah jangan ingatkan aku. Sudah berapa kali kubilang padanya, Ninja tidak seperti itu. Sumber yang salah membuatnya menjadi seperti itu. Lagipula Ninja yang sebenarnya bukan seperti apa yang dia bayangkan." Wajah Naruto menjadi pahit, "Tanpa hati, selalu membunuh, serakah, tidak kenal ampun, bermasalah dan suka perang. Lebih banyak sisi negatif daripada positifnya."
"...Jika kau mengatakannya pada Metatron, dia akan patah hati, kau tahu?"
"Aku tidak ambil peduli." Naruto membalas singkat,"Katakan, kenapa kau ingin bertemu denganku, Azazel? ini saatnya aku membuat masak malam."
"Ffft—kau? Masak? Sejak kapan? Hahahaha! Astaga... Di mana bocah tengik yang selalu memilih ramen daripada perjamuan penuh makanan kelas atas itu?"
"..."
Azazel menarik nafasnya dengan dalam. "Maaf, tidak perlu marah seperti itu juga." Mata Azazel kemudian berubah menjadi serius.
"Naruto... apa yang kau tahu tentang Khaos Brigade?"
Naruto menatap Azazel seperti dia tidak waras. "Hah? Bukankah itu Grup kecil yang dibuat pak Tua Naga yang sekarang menjadi bocah loli itu? yang mencoba melawan Great Red yang terkenal tidak ambil peduli pada apapun itu?" Naruto kembali meminum birnya. "Aku merasa takut, dia membuatku merinding dengan caranya menatapku. Seperti kakek tua yang ingin menyodomi anak kecil yang imut." Azazel melihat warna merah di wajah Naruto dan hanya bisa menepuk dahi.
"Eee.. Aku tidak akan komentar akan pemberian namamu pada Naga tanpa batas itu." Pemimpin Maiaikat jatuh kembali serius. "Tapi, sepertinya ada masalah lebih mendalam daripada yang diperkirakan sebelumnya."
"...Aku mendengarkan."
"Entah mengapa kau belum jatuh-jatuh juga dengan kepribadian seperti ini? hah... tidak adil, aku yang hanya jatuh cinta sekali pada manusia sudah langsung jatuh, kau kelakukan seperti—"
"Azazel."
"Oh, maaf. Jadi..."
AN: Eee... Suprise? Dua cerita diupdate sekaligus pada hari yang sama. Jangan kebiasaan, aku biasanya tidak sebaik itu.
Review-Review-Review please? Katakan saja apa yang mau katakan pada chapter ini. Oh, elemen apapun yang berada di cerita ini, tidak akan pernah menjadi bahan candaan atau bahan menjelekkan kepercayaan tertentu. Aku hanya bekerja dari apa yang aku tahu, canon dxd who suprised f*d up! Dan pengetahuan yang didapat dari membaca fic dxd english yang mengerti betul tentang Angels, Devils, Monster, Yokai. Aku hanya rip-off dari mereka.